Di ruang kerjanya Emilio tengah sibuk denga laptopnya, jarinya yang ramping itu bergerak dengan lincahnya di atas keybord laptop. Matanya tertuju pada layar laptop yang cukup terang. Raut wajahnya begitu serius saat bekerja, padahal hari ini akhir pekan, tapi dia masih menyelesaikan pekerjaannya. Emilio berjalan ke sisi lemari buku, mencari buku untuk dibaca, dia berkeliling mengitari rak buku yang berdiri kokoh, di sudut ruang kerjanya, Emilio membaca bukunya sebentar, lalu menyimpannya kembali, Emilio mengitari rak bukunya. mencari sebuah buku yang belum sempat dia selesaikan, Di luar Elijah tengah berdiri di depan pintu ruang kerja Emilio, kedua tangannya memegang nampan dengan dua cangkir teh di atasnya. Dia mendorong celah pintu yang terbuka. Cahaya remang-remang membuat suasana ruang kerja Emilio tampak nyaman dan tenang. Elijah perlahan masuk ke dalam, saat sudah berada di dalam Elijah tidak menemukan sosok Emilio, yang ada di sana hanya kumpulan b
Emilio melumat habis bibir Elijah, ia bahkan tidak memedulikan suasana langit yang begitu terang terpancar di jendela yang besar. Dia benar-benar tidak melepaskan Elijah begitu saja, ia tidak peduli dengan sekitarnya lagi, celah pintu yang terbuka pun diabaikan olehnya, sungguh hasrat telah menguasainya. Elijah hanya bisa pasrah walau sedikit canggung tapi di satu sisi dia menikmati setiap sentuhan yang diberikan Emilio padanya. Keduanya dilanda api gelora yang kian membara. Elijah hanya mampu terpejam tanpa mampu menatap wajah Emilio sekarang. Emilio membuang pakaian atasna lalu menindih Elijah, tiba-tiba sebuah ketukan terdengar, Emilio terdiam sementara Elijah berusaha melepaskan diri, mendorong Emilio hingga dia terjatuh. “Ah!” Emilio setengah berteriak karena kepalanya terbentur meja kaca yang ada di bawah. Di tengah kepalanya yang sakit ia memutar kepalanya, di ambang pintu sudah ada Joseph dan juga Earnest. “Ais,” dengusnya. Eli
Earnest terdiam sejenak saat berada di dekat mobil, pandangannya tertuju pada jendela di mana bayangan Emilio tengah berdiri di sana. Setelah melihatnya ia berangsur masuk ke dalam mobil. Earnest terdiam duduk di kursi belakang, satu tangannya menopang kepalanya. Raut wajahnya sudah terlihat tidak baik, sungguh serius dan semrawut. “Tuan, apa langsung pulang?” sang sopir bertanya dengan hati-hati. “Tidak, pergi ke tempat biasa,” jawabannya begitu jelas, tegas dan singkat. Mobil pun melaju meninggalkan kediaman Emilio, sepanjang perjalanan Earnest tidak bisa duduk tenang, dia masih memikirkan apa yang akan dilakukan Eito pada Emilio? dia terus berpikir, menguras otaknya berusaha mencari solusi agar tidak terjadi pertumpahan darah di antara kedua putra yang telah dibesarkannya walau sebenarnya, mereka tumbuh mengikuti keadaan yang membuatnya kuat dan mampu menerjang gelapnya dunia yang dibangun oleh ayahnya sendiri. Earnest memejamkan ke
Di samping mobil bersandar seorang pria bertubuh tinggi dan tegap, ia mengenakan setelan jas buatan tangan yang membalut tubuhnya, dengan gayanya yang sedikit santai, satu tangan dimasukkan ke dalam saku celananya, tangan yang lainnya memegang rokok, asap rokok keluar dari mulutnya menghilang bersamaan dengan angin yang mulai berhembus. Ezra keluar dari gedung pusat perbelanjaan, saat keluar dia melihat sosok Sebastian, matanya begitu bersinar, ia hanya mengulas senyum sembari berjalan menghampiri Sebastian. “Kenapa kamu berada di sini?” Sebastian tidak menjawab, ia mendekap tubuh Ezra lalu menundukkan kepalanya untuk mencium bibir Ezra yang ranum. Keduanya berdiri di tepi jalan, Sebastian tidak memikirkan keadaan sekitar ia masih saja meneruskan ciumannya di depan umum. Tanpa sadar Ezra merangkul leher Sebastian, berusaha mengimbangi ritme pria yang ada di hadapannya, semakin dalam ciuman yang diberikan oleh Sebastian, semakin dia ten
Ezra cukup kesal, salahnya sendiri terlalu menganggap remeh Sebastian, ternyata dia bisa melakukan apa pun sama seperti yang dia katakan sebelumnya. Ya, dia lupa bahwa Sebastian adalah tangan kanan Tuan muda Emilio, jadi tentu saja dia bisa melakukan apa pun yang dia mau seperti sekarang ini. Pada saat ini tubuhnya hanya dibungkus oleh sehelai handuk besar, sama sekali tidak mengenakan apa pun. Ezra sedikit panik tapi, dia tidak bisa berbuat apa pun lagi. Sebastian sudah berada tepat di depannya. Sebastian merubah posisinya, dia langsung menekan tubuh Erza pada dinding, kecupan kecil terjatuh pada bahunya yang terbuka, sentuhan bibirnya yang sangat terasa hangat kala menyentuh kulit putih Ezra. Sebenarnya Ezra tidak ingin membiarkan Sebastian mencapai tujuannya semudah itu, akan tetapi dia tetap kurang berpengalaman dalam hal seperti ini, sedangkan Sebastian sudah terlihat cukup ahli dalam menggoda wanita, dengan lihainya dia menciumi bibir Ezra
Langit malam tampak sama, begitu gelap. Angin malam terasa semakin dingin dan menusuk tulang menembus pakaian yang membalut tubuh, seorang pria tengah berdiri di rooftop, kedua tangannya mecengkeram pagar pembatas, dilihat dari sana, area bawah begitu kecil, orang-orang bagaikan semut yang berlalu lalang. Emilio diam mencoba merasakan angin yang berhembus menyentuh kulitnya yang tipis, ia kembali mengenang saat pertama kali dia memberanikan diri untuk tampil dan berusaha menyelamatkannya jadi ajang bunuh diri. Ia duduk, menyandarkan tubuhnya pada dinding pembatas, matanya terpejam sejenak, ia mengambil sebungkus rokok, mengeluarkan satu batang dan menjepitnya di antara bibirnya yang tipis. Tangan satunya mencari maci miliknya di semua saku hingga akhirnya dia menemukannya di saku dalam jasnya. Ia menyalakan macisnya dan menempatkan rokoknya di depan macis, api biru itu membakar sedikit ujung rokoknya dan Emilio menariknya perlahan, ia menyesapnya lalu me
Keesokan harinya Elijah terbangun, dengan seorang kecil dan seorang besar tengah tertidur di sampingnya. Ia tidak mengingat apa pun setelah dia tertidur, ia juga tidak mendengar Emilio masuk ke dalam kamar. Dia benar-benar tidur nyenyak tadi malam. Elijah bangkit, dia membawa Stela untuk dimandikan dan memberinya susu, ia membiarkan Emilio tidur lebih lama, sebelum berangkat ke kantor. Saat semuanya telah selesai, Elijah kembali membawa Stela ke kamar, di sana Emilio masih meringkuk, ia mendekatinya tampak keringat memenuhi dahinya, sesekali kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan, terlihat seakan tengah bermimpi buruk. Merasa ada yang tidak beres dia pun meletakkan Stela di kasur, lalu beralih pada Emilio yang masih saja terpejam, dirabanya dahi serta leher Emilio, ia merasakan panas berlebih di punggung tangannya. “Apa yang terjadi? Kenapa panas sekali?” Elijah terus bertanya-tanya dalam benaknya. Ia mundur selangkah, lalu kembali berpikir qpq
Di sebuah taman, padang rumput terhampar luas, pohon-pohon rindang berjejer mengelilingi area pagar pembatas, ada aliran sungai buatan persis seperti aslinya, suasananya sejuk, terdengar kicauan burung yang saling bersautan, di bawah pohon yang rindang duduk seorang pria besar dengan menggendong seorang anak perempuan. Sejenak matanya terpejam, merasakan hembusan angin yang melintas bertabrakan dengan tubuhnya. Satu tangannya mengusap lembut puncak kepala sang anak. Si pria membaringkan tubuhnya di antara padang rumput yang hijau, dia memeluk sang anak lalu kembali memejamkan kedua matanya, menikmati hangatnya mentari yang menyinari tubuhnya dan juga hembusan angin yang melintas. “Stela, rasanya ayah ingin kau tetap kecil seperti ini, aku tidak ingin kehilanganmu ataupun ibumu,” Emilio setengah berbisik pada Stela kecil. Di sisi lain Elijah berteriak ketakutan saat mendapati Emilio menghilang, ia terlebih dahulu mencari Stela ke pavilionnya, tapi dia t