Bulan Iyestha sudah berlalu. Jiu Long hidup berempat dengan Gwangsin, Mayleen dan Hwang Mi Hee. Mereka bahagia. Hari itu tengah bulan Asadha, rumah yang dibangun sudah rampung. Rumah yang agak besar untuk Jiu Long dan tiga isterinya.
Dua rumah agak mungil, untuk Gan Nung dan Gan Ning masing-masing bersama isteri dan anak-anaknya. Gan Ning punya seorang putra bernama Gan Srong berusia sekitar delapan tahun. Gan Nung punya sepasang, putra bernama Gan Xiu usia tujuh tahun dan putri bernama Tianzhi usia 4 tahun. Selain itu ada beberapa rumah untuk tetamu dan murid yang datang berlatih.
Senja itu Mayleen menyendiri di biliknya. Sudah tiga hari dia gelisah. Pikirannya bimbang, apakah dia tetap merahasiakan kehamilannya atau memberitahu Jiu Long. Dia juga merindukan ibunya yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Ia tak pernah tahu, bahwa senja itu ibu dan keluarganya tiba di desa Xin’an. Ia tak tahu bahwa dalam beberapa hari ini ibunya juga merindukan dia. Mayl
Mendadak saja Hwang Mi Hee bangkit dan menepuk bokong Mayleen. "Kakak, kita tidak boleh lemah dan menyerah, kita harus berusaha. Pada saatnya nanti aku akan bongkar semua kebusukan Wasudeva di depan ayah dan ibumu, aku tidak takut meski misalnya aku dihantam mati" Hwang Mi Hee memang sudah mengetahui seluruh kisah Mayleen, Manisha dan Wasudeva.Saat itu terdengar suara Jiu Long Memanggil Mayleen dan Hwang Mi Hee. Tak lama kemudian ia berdua Gwangsin muncul di dekat isterinya. Heran melihat mata dua perempuan itu basah dengan airmata. "Kenapa? Kenapa kalian berdua menangis?"Hwang Mi Hee menepuk pantat Mayleen. "Katakan Kak Mayleen, katakan sekarang ini, katakan, ayo ini saatnya."Jiu Long bingung, "Katakan apa, ada apa?"Mayleen berkata lirih, "Aku hamil."Jiu Long terpaku di tempat berdirinya. "Apa?"Dia mengulanginya, malu-malu, "Aku hamil, Jiu Long.""Hamil, kamu hamil. Gwangsin juga hamil." Jiu Long melompat sambil teriak. "Dua is
"Itu cuma firasat dan rasa takutmu saja, aku tidak yakin keluargamu akan datang ke Dataran Tengah, aku juga tidak yakin ayahmu lega menghukum kamu. Percayalah padaku, semua persoalanmu akan selesai dengan baik."Hwang Mi Hee ikut nimbrung. "Aku punya firasat sama, ayahmu pasti tak tega menghukum kamu, Kak." Ia berhenti sejenak kemudian melanjutkan. "Kakak, aku pikir sebaiknya jangan mengikat Kak Jiu Long dengan janji semacam itu, bagaimana jika ayah dan ibu kakakmu memaksa dan menyerang Kak Jiu Long, apakah dia harus diam juga dan mau digebuk?"Mayleen terdiam, kemudian menangis. 'Tidak, aku tidak mau suamiku dilukai, tetapi aku juga tak mau dia melukai keluargaku.""Aku janji padamu Kakak, ilmuku memang cetek namun aku akan membantu dengan caraku sendiri." Hwang Mi Hee menoleh ke Gwangsin yang menggamit lengannya. "Mi Hee, tolong kamu pijit aku," kata Gwangsin sambil menggandeng Hwang Mi Hee.Belakangan ini Gwangsin bersama Hwang Mi Hee dan Mayl
Berita itu bagai halilintar di siang bolong, sangat mengejutkan sehingga reaksi pun bermacam-macam. Yudistira diam, tidak mau memberi keterangan sepotong pun mengenai putrinya. Wasudeva yang marah sempat berkata kasar kepada Yudistira, "Lihat putrimu, ia berani melangkahi adat istiadat Himalaya dan kawin diam-diam dengan orang luar. Dia harus dihukum berat Khusus buat lelaki yang bernama Jiu Long itu, dia harus dibunuh."Yudistira menggebrak meja sehingga hancur lebur. "Wasudeva, jangan sekali-kali berani menista dan menjelekkan keluargaku, urusan putriku adalah urusanku. Jika kamu masih mau menjadi menantuku, silahkan. Jika kamu tidak mau, aku juga tak peduli. Sekarang kamu pergi dari hadapanku." Itulah pertama kali dia berkata kasar dan tegas kepada Wasudeva.Satyawati menangis semalaman. Keesokan hari, wajah cantiknya tampak sedih, matanya sembab. "Airmataku sudah habis. Tak ada lagi yang bisa kulakukan untuk membelanya, oh Mayleen mengapa kaulakukan kesalahan besar
Malam harinya di bilik tidur, Satyawati berkata dengan isak tangis, "Suamiku, apa yang kaupikirkan tentang Mayleen? Dan kenapa kamu memberi restu kepada Wasudeva?"Yudistira berkata lirih, "Istriku, biarkan persoalan ini berjalan seperti bola salju. Saat bola berhenti menggelinding, akan terungkap kejadian sebenarnya, saat itulah aku akan tetapkan keputusan yang paling bijaksana. Sekarang ini aku mau tidur."Malam itu di bilik tidur, Jiu Long membangunkan tiga isterinya. "Besok pagi aku akan pergi ke Gunung Jiuhua, kalau kuhitung hitung mungkin aku akan kembali setelah enam hari."Tiga perempuan itu heran. Jiu Long menjelaskan, kemarin ia teringat pesan Dewi Obat beberapa waktu lalu ketika ia mengantar Jen Ting yang sedang hamil. Namun pesan itu kemudian menjadi tidak penting dan dilupakan, karena Jen Ting mati, begitu juga anak yang dikandungnya."Supaya kandunganmu kuat dan tidak mudah keguguran, juga memberi si bayi daya tahan tubuh yang kuat, carilah
Tubuh Jia Li lemas, tak bertenaga. Tetapi lidahnya masih tajam. "Jiu Long, kamu bodoh, daerah ini namanya Lembah Bunga, cuma sekarang ini kita berada di padang ilalang. Kamu mau ke dalam atau mau keluar?"Jiu Long terpaksa membopong perempuan cantik itu. "Antarkan aku ke tempat yang banyak bunganya.""Baik, kalau itu maumu, kau tak boleh berjalan cepat, sebab harus mengikuti hitungan langkah. Tujuh langkah ke depan, kiri empat, tujuh ke depan, kanan duapuluh, tunggu dulu, aku peringatkan kamu Jiu Long, percuma kamu menghafal hitungan langkah ini, sebab selalu berubah, jalan masuk dan jalan keluar juga berbeda, semuanya berpatokan pada posisi matahari. Dan kamu harus ingat, sekali kamu masuk, kamu tak bisa keluar jika tidak diantar. Apa yang kamu cari?""Kau sama sekali tidak takut, padahal sudah menjadi tawananku.""Aku tak perlu takut, aku aman dalam pelukan lelaki Perkasa yang pernah meremas bokongku. Lagipula hanya aku yang bisa menjadi penunjuk jalanm
Jia Li tersenyum puas melihat Jiu Long terkulai lemas. "Aku tahu, kamu memiliki tenaga dalam yang tinggi, kamu bisa mengusir pengaruh bunga ini, jika orang lain bisa lemas sepanjang hari, tetapi kamu pasti bisa pulih jauh lebih cepat. Aku beri kamu racun tambahan, tak usah takut, racun ini hanya membuat kamu tidak bisa mengerahkan tenaga dalam saja, kamu tidak akan mati."Gadis itu mengambil tiga kuntum bunga yang ia simpan di belahan dadanya. Ia mengunyah bunga itu, membuka paksa mulut Jiu Long. Ia membungkuk dan mencium bibir Jiu Long. Ia menekan hidung Jiu Long sehingga ampas dan cairan bunga itu tertelan oleh Jiu Long. Baunya harum, rasanya manis.Jia Li tersenyum "Jiu Long, apakah pernah terpikirkan olehmu, suatu waktu nyawamu berada di tanganku, sekarang ini kalau aku mau, aku bisa membunuhmu"Jiu Long berkata lirih, "Lakukan saja, kenapa harus banyak omong.""Kamu pernah mengancamku, akan melucuti pakaianku di depan umum, mempermalukan aku. I
"Aku mau kau tiduri karena aku menyukaimu. Sekarang apa lagi maumu?" Jia Li bangkit, lari sambil memegang bajunya. Ia setengah bugil.Jiu Long mengejar, "Kamu jangan lari!"Jia Li lari dan berhenti di sebuah batu besar. Di balik batu itu, ada sebuah goa kecil, bagian dalamnya bersih, di pojokan ada bale untuk tidur. Jia Li berbaring di bale. "Goa ini tempat aku bermain-main waktu masih kecil."Keduanya bergelut lagi dengan bernafsu. Jia Li menceritakan asal-usulnya. Ia ditemukan gurunya sejak bayi di didik, disayang seperti anak sendiri. Untuk Jia Li, gurunya memelihara sapi. "Sejak bayi aku minum susu, waktu dewasa seminggu sekali aku mandi susu dicampur bunga warna-warni."Baru sekarang Jiu Long mengerti mengapa Jia Li masih perawan dan bau keringatnya harum macam bunga.Malamnya Jiu Long menggeluti si gadis. Esok harinya, mereka mencari bunga kuncup pelangi. Ternyata tak mudah, baru senja hari mereka temukan. Bunga kuncup pelangi besarnya seteng
Rombongan itu berhenti di depan rumah. Dua kereta kuda dan sembilan kuda tunggang. Mayleen setengah berlari menghampiri ayahnya. Ia merunduk menyentuh kaki ayahnya. Sang ayah memeluk sambil mengelus punggung dan mencium kepalanya Kemudian berkata dengan nada penuh kasih sayang dan rindu. "Pergilah kepada ibumu, dia sangat merindukan kamu"Dia menghampiri dan melakukan yang sama pada ibunya, menyentuh ujung kaki kemudian menghambur ke dalam pelukan ibunya. Dia memeluk erat ibunya. Tidak tertahankan lagi, dia menangis tersedu-sedu.Gwangsin dan Hwang Mi Hee masih berdiri terkesima menatap wajah Satyawati, tidak ada bedanya dengan Mayleen, sama cantik, kulit sama putih, seperti pinang dibelah dua. Bahkan tubuhnya pun sama tinggi dan sama langsing. Perbedaan mencolok hanya pada pengaruh usia. Satyawati merenggangkan pelukan, menatap wajah putrinya. "Mayleen, kamu tampak sehat, malah agak gemuk, kau bahagia?" Dia menghapus airmata putrinya"Iya ibu, aku bahagia, sang