"Aku mau kau tiduri karena aku menyukaimu. Sekarang apa lagi maumu?" Jia Li bangkit, lari sambil memegang bajunya. Ia setengah bugil.
Jiu Long mengejar, "Kamu jangan lari!"
Jia Li lari dan berhenti di sebuah batu besar. Di balik batu itu, ada sebuah goa kecil, bagian dalamnya bersih, di pojokan ada bale untuk tidur. Jia Li berbaring di bale. "Goa ini tempat aku bermain-main waktu masih kecil."
Keduanya bergelut lagi dengan bernafsu. Jia Li menceritakan asal-usulnya. Ia ditemukan gurunya sejak bayi di didik, disayang seperti anak sendiri. Untuk Jia Li, gurunya memelihara sapi. "Sejak bayi aku minum susu, waktu dewasa seminggu sekali aku mandi susu dicampur bunga warna-warni."
Baru sekarang Jiu Long mengerti mengapa Jia Li masih perawan dan bau keringatnya harum macam bunga.
Malamnya Jiu Long menggeluti si gadis. Esok harinya, mereka mencari bunga kuncup pelangi. Ternyata tak mudah, baru senja hari mereka temukan. Bunga kuncup pelangi besarnya seteng
Rombongan itu berhenti di depan rumah. Dua kereta kuda dan sembilan kuda tunggang. Mayleen setengah berlari menghampiri ayahnya. Ia merunduk menyentuh kaki ayahnya. Sang ayah memeluk sambil mengelus punggung dan mencium kepalanya Kemudian berkata dengan nada penuh kasih sayang dan rindu. "Pergilah kepada ibumu, dia sangat merindukan kamu"Dia menghampiri dan melakukan yang sama pada ibunya, menyentuh ujung kaki kemudian menghambur ke dalam pelukan ibunya. Dia memeluk erat ibunya. Tidak tertahankan lagi, dia menangis tersedu-sedu.Gwangsin dan Hwang Mi Hee masih berdiri terkesima menatap wajah Satyawati, tidak ada bedanya dengan Mayleen, sama cantik, kulit sama putih, seperti pinang dibelah dua. Bahkan tubuhnya pun sama tinggi dan sama langsing. Perbedaan mencolok hanya pada pengaruh usia. Satyawati merenggangkan pelukan, menatap wajah putrinya. "Mayleen, kamu tampak sehat, malah agak gemuk, kau bahagia?" Dia menghapus airmata putrinya"Iya ibu, aku bahagia, sang
Mayleen merunduk. Ia berkata lirih, "Ia pergi ke Gunung Jiuhua, mencari obat, katanya dalam waktu enam hari ia sudah akan kembali. Hari ini baru hari keempat.""Siapa yang sakit, kamu sakit Mayleen?""Tidak ibu, aku tidak sakit," Mayleen menggeleng, tetap merunduk, tak berani menatap mata ibunya.Didesak akhirnya Mayleen mengaku, bahwa Jiu Long mencari jamu untuk penguat kandungan dan menambah kekuatan pada sang bayi Ibunya terkejut, lalu wajahnya gembira "Kamu hamil? Oh anak bodoh, mengapa tidak dari tadi kau katakan." Keduanya berpelukan. Mendadak seperti teringat sesuatu, Satyawati memegang tangan putrinya. "Ibu pikir, sebaiknya kita rahasiakan dulu, jangan beritahu siapa pun, ayah atau kakakmu"Selang beberapa saat kemudian Yudistira masuk ke dalam rumah. Pakaiannya basah kuyup, masing-masing tangannya menggenggam ikan yang cukup besar dan yang masih menggelepar. Satyawati tertawa kecil melihat suaminya, "Benar juga katamu, memang mirip, ayahmu juga b
Wajah Wasudeva merah seperu kepiting direbus. Ia marah dan malu "Aku perlu bicara dengan kamu, sebab tidak lama lagi kamu akan menjadi janda, dan aku akan menikah dengan kamu""Siapa bilang aku akan menjadi janda?""Aku! Aku memastikan kamu akan menjadi janda, karena aku akan membunuh Jiu Long. Tidak ada yang bisa mencegah aku membunuh suamimu itu."Mayleen menjawab dengan berani. "Kamu tak akan ungkulan menghadapi suamiku, ilmunya tinggi dan ia pendekar tanpa tandingan. Lagipula, aku hanya menikah satu kali dalam hidupku. Ada yang lebih penting lagi yang tuan harus tahu, aku hanya mencintai seorang lelaki dan dia adalah suamiku Jiu Long."Laki-laki itu menatap tajam, pandangannya penuh dendam dan amarah. Sesaat kemudian ia berbalik dan melangkah keluar kamar.Dari ruangan dalam Yudistira muncul dengan tersenyum. Ia senyum misterius. Rupanya ia mendengar seluruh pembicaraan. "Mayleen, kamu membuat laki-laki itu marah." Dia memandang keempat wanita
"Tunggu!" Yudistira memotong penuturan isterinya. "Waktu itu, aku memberitahu Manisha bahwa aku sudah menerima lamaran Mahesh dan segera merundingkan hari pernikahan.. Aku ingat wajah putriku pucat, tubuhnya gemetar. Itulah terakhir kali aku melihat wajahnya yang cantik. Esok harinya, aku menerima kabar buruk dia mati bunuh diri, terjun dari tebing." Dia berhenti sesaat lantas melanjutkan, "Aku pikir, ada sesuatu yang ganjil yang tidak aku ketahui. Kamu tahu-, beberapa hari sebelum Mahesh datang melamar, aku memenuhi undangan Arjapura bertemu di suatu tempat, dia menjelaskan akan melamar Mayleen menjadi isteri Wasudeva, dan Manisha akan dijodohkan dengan Mahesh, putra sahabatnya. Pernikahan akan dirayakan bersama-sama."Dia berhenti sejenak kemudian melanjutkan dengan mimik wajah yang keras. "Sekarang ini aku bisa mereka-reka cerita selengkapnya, kira-kira begini, Wasudeva menghamili Manisha, setelah itu dia jatuh cinta pada Mayleen, ia batal mengawini Manisha, dia memaksa ay
Tanpa sadar, Mayleen menyahut spontan, "Dia tidak bersalah, suamiku tidak bersalah. Ayah, kami menikah karena suka sama suka, dan aku rela menjadi isterinya." Selesai bicara, Mayleen merasa heran atas keberaniannya. Dari mana datangnya keberanian tadi? Yudistira tersenyum misterius. "Kamu tak mengerti apa yang ayah katakan." Dalam hatinya ia berkata, "Laki-laki yang kumaksud itu Wasudeva, dia harus membayar kesalahannya." Sampai tengah malam Yudistira duduk menyendiri di tepi danau. "Wasudeva harus membayar dosanya terhadap Manisha, mungkin aku akan bentrok dengan Arjapura, dan pasti banyak korban berjatuhan. Tetapi apa boleh buat Laki- laki itu tetap harus dihukum, dia telah melanggar kehormatan keluarga dan harga diriku. Tetapi, Jiu Long, apa salahnya? Ia tak bersalah, ia mencintai Mayleen dan mereka kawin karena saling menyinta. Hanya sehebat apa ilmunya? Ia cucu murid Sun Jian, ia Pendekar Nomor Satu Dataran Tengah, pasti silatnya sangat unggul. Aku ingi
Alis Yudistira berdiri. Ia menatap gadis cantik ini. "Kamu siapa, berani lancang bicara padaku?""Aku orang kecil, tetapi jika kamu memang suka membunuh, kamu ambil nyawaku sebagai penukar hukuman Mayleen, karena aku lihat kamu ini seorang ayah yang haus darah."Tubuh Yudistira gemetar, saking marahnya. "Aku tanya, kamu siapa, apa hubunganmu dengan Jiu Long?""Aku isteri Jiu Long!"Saat itu Mayleen dan Gwangsin sudah melihat apa yang dilakukan Hwang Mi Hee. "Mayleen lihat, itu Hwang Mi Hee sedang bicara dengan ayahmu. Anak edan itu, apa yang dia lakukan?"Mayleen menggeleng kepala. "Aku sudah berpesan padanya, jangan menentang ayahku. Tetapi dia melanggar pesanku. Kak, sekarang apa yang harus kita lakukan?"Melihat Yudistira memegang dahi, isterinya tahu suaminya sedang berpikir keras, memikirkan sesuatu yang pelik. Tak sabar Satyawati bertanya kepada Hwang Mi Hee. "Jadi kamu itu isteri Jiu Long, dan Mayleen juga isterinya, begitu maksudmu?"
"Benar apa kataku, kamu sudah terangsang lagi, kan," sambil berkata demikian, Jia Li berontak dan mengecup bibir lelaki itu Malam itu, Jiu Long kembali menggeluti tubuh molek Jia Li, sementara di tempat lain Mayleen menangis dalam pelukan Satyawati berulang kak menyebut nama Jiu Long, sampai ia tertidur. Dalam tidurnya Mayleen bermimpi berpelukan dengan Jiu Long di sebuah goa kecil di tengah kebun bunga di istana istana Kaisar Giok Barat.Esok pagi, ketika fajar menyingsing di hari pertama bulan Srawana, pada saat Mayleen pamitan dengan keluarga Gan Nung dan Gan Ning serta murid-murid Partai Naga Emas lainnya, saat yang sama di kaki Gunung Jiuhua, Jiu Long terbangun dari tidur lelap.Jia Li masih terbaring bugil di sampingnya. Jiu Long teringat isterinya. Ia harus berangkat sekarang ini. Samar-samar ia melihat cahaya fajar menerobos sela pintu goa. Ia mengenakan pakaian.Jia Li terjaga. "Aku ikut." Suara gadis itu tegas.Jia Li cepat mengenakan pakaian. "
Lalu dengan agak malu-malu dia memandang Jiu Long dan bertanya, "Kapan-kapan kalau aku kangen kepadanya, boleh aku berkunjung?"Jiu Long membungkuk hormat "Sekarang ini ibu adalah ibu mertuaku, jadi kapan saja ibu mau berkunjung aku persilahkan, tapi jika boleh aku memberi saran, jauhi permusuhan dengan siapa pun dan jauhi istana yang mana pun juga. Tetapi bagaimanapun juga semua terserah padamu. Sekarang aku mohon pamit, sekalian mengajak Jia Li."Gadis itu pamitan dengan kedua kakak perguruan dan ibu angkatnya kemudian berlari menyusul Jiu Long. Sesampainya di desa kecil itu, Jiu Long menyisipkan uang ke pemilik kandang dan mengambil si Hitam "Kuda bagus, ini pasti kuda unggulan, Perkasa seperti tuannya," kata Jia Li tersenyum menggoda. "Kamu naiklah, biar aku berlari," kata Jiu Long.Perjalanan dilakukan tanpa henti, istirahat sejenak hanya untuk makan siang. Waktu senja mereka tiba di desa kecil dekat kali Bejik. Jia Li memohon agar istirahat "Pahaku lecet."