"Benar apa kataku, kamu sudah terangsang lagi, kan," sambil berkata demikian, Jia Li berontak dan mengecup bibir lelaki itu Malam itu, Jiu Long kembali menggeluti tubuh molek Jia Li, sementara di tempat lain Mayleen menangis dalam pelukan Satyawati berulang kak menyebut nama Jiu Long, sampai ia tertidur. Dalam tidurnya Mayleen bermimpi berpelukan dengan Jiu Long di sebuah goa kecil di tengah kebun bunga di istana istana Kaisar Giok Barat.
Esok pagi, ketika fajar menyingsing di hari pertama bulan Srawana, pada saat Mayleen pamitan dengan keluarga Gan Nung dan Gan Ning serta murid-murid Partai Naga Emas lainnya, saat yang sama di kaki Gunung Jiuhua, Jiu Long terbangun dari tidur lelap.
Jia Li masih terbaring bugil di sampingnya. Jiu Long teringat isterinya. Ia harus berangkat sekarang ini. Samar-samar ia melihat cahaya fajar menerobos sela pintu goa. Ia mengenakan pakaian.
Jia Li terjaga. "Aku ikut." Suara gadis itu tegas.
Jia Li cepat mengenakan pakaian. "
Lalu dengan agak malu-malu dia memandang Jiu Long dan bertanya, "Kapan-kapan kalau aku kangen kepadanya, boleh aku berkunjung?"Jiu Long membungkuk hormat "Sekarang ini ibu adalah ibu mertuaku, jadi kapan saja ibu mau berkunjung aku persilahkan, tapi jika boleh aku memberi saran, jauhi permusuhan dengan siapa pun dan jauhi istana yang mana pun juga. Tetapi bagaimanapun juga semua terserah padamu. Sekarang aku mohon pamit, sekalian mengajak Jia Li."Gadis itu pamitan dengan kedua kakak perguruan dan ibu angkatnya kemudian berlari menyusul Jiu Long. Sesampainya di desa kecil itu, Jiu Long menyisipkan uang ke pemilik kandang dan mengambil si Hitam "Kuda bagus, ini pasti kuda unggulan, Perkasa seperti tuannya," kata Jia Li tersenyum menggoda. "Kamu naiklah, biar aku berlari," kata Jiu Long.Perjalanan dilakukan tanpa henti, istirahat sejenak hanya untuk makan siang. Waktu senja mereka tiba di desa kecil dekat kali Bejik. Jia Li memohon agar istirahat "Pahaku lecet."
Jiu Long memperlambat lari si hitam. Jia Li menggumam, "Kamu terangsang, sayang?"Jiu Long mengangguk. Jia Li menuntun tangan Jiu Long ke buah dadanya. "Aku juga, Jiu Long." Dia menunjuk. "Di semak itu saja."Jiu Long menunjuk ke depan, "Di depan tidak jauh lagi, ada gubuk tua."Ketika Jiu Long bercinta dengan Jia Li di gubuk tua dekat kaki gunung Putuo, pada saat yang sama Mayleen dan rombongan tiba di desa Tangkur yang jaraknya setengah hari perjalanan ke pelabuhan Jedung.Mayleen merenung. "Oh Jiu Long kamu ada di mana, saat ini kamu pasti di tengah jalan dan malam nanti tiba di rumah. Esok pagi atau mungkin malam ini juga kamu berangkat ke Jedung. Jikalau kita dengan perjalanan lamban bisa tiga hari, kamu mungkin bisa dua hari, berarti tiga hari lagi baru kamu tiba di Jedung."Jiu Long masih berpelukan dengan Jia Li. Dari gubuk itu ke rumah di lereng Putuo, sekitar setengah hari. "Jika berangkat sekarang, kita sampai di rumah pada malam hari. K
Mendengar itu, Gwangsin meledak dalam tangis dan marah. "Kamu telah membohongi aku, selama ini aku mempercayai kamu, percaya bahwa kamu mencintai aku. Aku mohon padamu Jiu Long, jangan bohongi aku dengan rayuan manismu itu. Katakan dengan jujur, kamu tidak mencintai aku, kamu hanya kasmaran pada tubuhku. Katakan, tak usah ragu, sebab aku tak akan berubah, tetap saja mencintai kamu sebagaimana adanya cintaku yang kemarin. Cintaku tetap sama seperti kemarin maupun hari ini. Cintaku tak akan luntur., tapi tolong jangan bohongi aku, jangan menyakiti aku dengan membohongi aku."Jiu Long memegang tangan isterinya, menciumi tangan yang jari-jarinya lentik. "Aku tidak pernah bohong, aku mencintaimu, aku kasmaran padamu, itu hal yang benar, bukan rayuan atau kebohongan. Bagaimana kamu bisa bicara seperti itu, mengatakan aku membohongi kamu?"Dia menarik tangannya dari genggaman suaminya. "Aku tak mau pergi sekarang, aku tak mau berdebat, aku ngantuk dan mau tidur. Kalau kamu mau pergi, pergila
Jiu Long memeluk dan menciumi leher isterinya yang berkeringat lalu tangannya yang kekar memegang dua pipi perempuan cantik itu. "Kamu dengar Gwangsin, jangan keras kepala, aku hanya mencintai kamu seorang!" "Jangan bohong, katakan saja, kamu mencintai Mayleen dan kamu akan mati apabila tidak bertemu dengannya di Jedung, kamu juga akan mati jika dia pergi ke Himalaya, dan kamu akan mengajak semua orang-orangmu pergi ke Himalaya mengejar cintamu yang hilang itu. Katakan saja Jiu Long, jangan khawatir, aku tidak akan berubah, aku tetap mencintaimu," Gwangsin bicara berapi-api meski dengan nada yang rendah dan lirih.Lelaki itu diam. Pikirannya bekerja. "Jika Mayleen dibawa pulang ke Himalaya karena aku terlambat datang, apakah aku akan menyusul dia ke Himalaya? Mengajak semua isteriku? Atau pergi sendirian? Bagaimana jika sesampai di Jedung, Mayleen sudah dihukum dan tewas misalnya, apa yang akan aku lakukan?"Melihat suaminya diam, Gwangsin beranggapan semua tuduhannya benar. Gwangsin
"Aku jujur, Gwangsin. Sejak di Hutan Buah Persik, aku sudah mencintaimu. Tapi selama ini kupikir aku mencintai kalian semua. Pertanyaanmu tadi telah menggugah hati dan pikiranku. Seandainya kamu, yang dibawa lari ke Himalaya, aku tidak akan ragu dan akan segera menyusulmu apa pun resikonya. Tetapi jika Mayleen, aku masih akan mempertimbangkan resiko untung ruginya, ini adalah perasaanku yang paling jujur. Aku ingin cepat sampai di Jedung karena ingin mencegah keberangkatan Mayleen, itu tanggungjawabku sebagai suami"Gwangsin menciumi wajah dan leher suaminya. "Jiu Long, aku merasa aku adalah perempuan paling beruntung di kolong langit, paling bahagia. Aku mencintaimu, suamiku, dengan segenap raga dan jiwaku" Keduanya larut dalam birahinya cinta. Selesai bercinta, Gwangsin berbisik, "Aku bahagia suamiku." Dia memijit dan mengelus-elus tubuh Jiu Long sampai suaminya tertidur pulas. Keesokan harinya, tubuh suami isteri itu bugar kembali. Sebelum matahari terbit, keduanya sudah b
Sepanjang hari Mayleen hanya menunggu kedatangan kekasihnya. Sewaktu malam tiba Mayleen mulai diserang perasaan ragu. Apakah Jiu Long akan datang menjemputnya? Bagaimana kalau dia tidak datang? Bagaimana kalau dia mendapat halangan yang tak mampu dia atasi sehingga terlambat tiba di sini?Keesokan pagi, nakhoda datang menemuinya. Ia memohon maaf, tak bisa lagi menunda keberangkatan, karena khawatir ketemu topan di tengah lautan. Ia hanya bisa menunda satu hari, sehingga sesuai perhitungan angin, maka siang hari, perahu sudah harus berangkat "Maafkan saya, nona yang mulia."Matahari sangat terik. Udara panas. Pelabuhan sangat sibuk. Banyak pedagang dan pekerja pelabuhan lalu lalang naik turun perahu. Awak kapal sudah mempersiapkan layar. Mayleen duduk bertopang dagu di buritan, memandang jauh ke daratan, mengharap munculnya Jiu Long. Ibunya dan dua kakak iparnya, ikut-ikutan gelisah. Tiga perempuan itu terkadang ragu akan kesetiaan Jiu Long. "Apakah dia akan datang, dem
Begitu sampai di ujung dermaga, Jiu Long melompat dan melayang ke laut sambil meneriakkan tertawa khas dari Lembah Kera. Ia tak lagi bersiul. Suara tawanya mengumandang di laut lepas, menimbulkan suasana magis yang seram. Dia berlari di atas permukaan laut, di antara kecipak ombak. Mendekati perahu, ia melempar sepotong papan ke permukaan laut. Kakinya menjejak papan dan saat berikut ia melayang turun di geladak perahu. Selang beberapa saat kemudian Gwangsin juga melayang turun berpijak di geladak."Suamiku, akhirnya kamu datang juga," kata Mayleen di tengah kekaguman semua orang yang menyaksikan sepak terjang Jiu Long termasuk para pedagang dan awak kapal.Nakhoda itu sempat berkomentar, "Rupanya dialah orang yang ditunggu-tunggu si nona Mayleen, inikah Jiu Long yang berjuluk Raja Pendekar dari Dataran Tengah itu, wuah hebat sekali ilmunya."Jiu Long menyahut seruan Mayleen dengan gairah. "Ke mana pun kamu pergi Mayleen, aku akan mengejarmu, k
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d