Wajah Wasudeva merah seperu kepiting direbus. Ia marah dan malu "Aku perlu bicara dengan kamu, sebab tidak lama lagi kamu akan menjadi janda, dan aku akan menikah dengan kamu"
"Siapa bilang aku akan menjadi janda?"
"Aku! Aku memastikan kamu akan menjadi janda, karena aku akan membunuh Jiu Long. Tidak ada yang bisa mencegah aku membunuh suamimu itu."
Mayleen menjawab dengan berani. "Kamu tak akan ungkulan menghadapi suamiku, ilmunya tinggi dan ia pendekar tanpa tandingan. Lagipula, aku hanya menikah satu kali dalam hidupku. Ada yang lebih penting lagi yang tuan harus tahu, aku hanya mencintai seorang lelaki dan dia adalah suamiku Jiu Long."
Laki-laki itu menatap tajam, pandangannya penuh dendam dan amarah. Sesaat kemudian ia berbalik dan melangkah keluar kamar.
Dari ruangan dalam Yudistira muncul dengan tersenyum. Ia senyum misterius. Rupanya ia mendengar seluruh pembicaraan. "Mayleen, kamu membuat laki-laki itu marah." Dia memandang keempat wanita
"Tunggu!" Yudistira memotong penuturan isterinya. "Waktu itu, aku memberitahu Manisha bahwa aku sudah menerima lamaran Mahesh dan segera merundingkan hari pernikahan.. Aku ingat wajah putriku pucat, tubuhnya gemetar. Itulah terakhir kali aku melihat wajahnya yang cantik. Esok harinya, aku menerima kabar buruk dia mati bunuh diri, terjun dari tebing." Dia berhenti sesaat lantas melanjutkan, "Aku pikir, ada sesuatu yang ganjil yang tidak aku ketahui. Kamu tahu-, beberapa hari sebelum Mahesh datang melamar, aku memenuhi undangan Arjapura bertemu di suatu tempat, dia menjelaskan akan melamar Mayleen menjadi isteri Wasudeva, dan Manisha akan dijodohkan dengan Mahesh, putra sahabatnya. Pernikahan akan dirayakan bersama-sama."Dia berhenti sejenak kemudian melanjutkan dengan mimik wajah yang keras. "Sekarang ini aku bisa mereka-reka cerita selengkapnya, kira-kira begini, Wasudeva menghamili Manisha, setelah itu dia jatuh cinta pada Mayleen, ia batal mengawini Manisha, dia memaksa ay
Tanpa sadar, Mayleen menyahut spontan, "Dia tidak bersalah, suamiku tidak bersalah. Ayah, kami menikah karena suka sama suka, dan aku rela menjadi isterinya." Selesai bicara, Mayleen merasa heran atas keberaniannya. Dari mana datangnya keberanian tadi? Yudistira tersenyum misterius. "Kamu tak mengerti apa yang ayah katakan." Dalam hatinya ia berkata, "Laki-laki yang kumaksud itu Wasudeva, dia harus membayar kesalahannya." Sampai tengah malam Yudistira duduk menyendiri di tepi danau. "Wasudeva harus membayar dosanya terhadap Manisha, mungkin aku akan bentrok dengan Arjapura, dan pasti banyak korban berjatuhan. Tetapi apa boleh buat Laki- laki itu tetap harus dihukum, dia telah melanggar kehormatan keluarga dan harga diriku. Tetapi, Jiu Long, apa salahnya? Ia tak bersalah, ia mencintai Mayleen dan mereka kawin karena saling menyinta. Hanya sehebat apa ilmunya? Ia cucu murid Sun Jian, ia Pendekar Nomor Satu Dataran Tengah, pasti silatnya sangat unggul. Aku ingi
Alis Yudistira berdiri. Ia menatap gadis cantik ini. "Kamu siapa, berani lancang bicara padaku?""Aku orang kecil, tetapi jika kamu memang suka membunuh, kamu ambil nyawaku sebagai penukar hukuman Mayleen, karena aku lihat kamu ini seorang ayah yang haus darah."Tubuh Yudistira gemetar, saking marahnya. "Aku tanya, kamu siapa, apa hubunganmu dengan Jiu Long?""Aku isteri Jiu Long!"Saat itu Mayleen dan Gwangsin sudah melihat apa yang dilakukan Hwang Mi Hee. "Mayleen lihat, itu Hwang Mi Hee sedang bicara dengan ayahmu. Anak edan itu, apa yang dia lakukan?"Mayleen menggeleng kepala. "Aku sudah berpesan padanya, jangan menentang ayahku. Tetapi dia melanggar pesanku. Kak, sekarang apa yang harus kita lakukan?"Melihat Yudistira memegang dahi, isterinya tahu suaminya sedang berpikir keras, memikirkan sesuatu yang pelik. Tak sabar Satyawati bertanya kepada Hwang Mi Hee. "Jadi kamu itu isteri Jiu Long, dan Mayleen juga isterinya, begitu maksudmu?"
"Benar apa kataku, kamu sudah terangsang lagi, kan," sambil berkata demikian, Jia Li berontak dan mengecup bibir lelaki itu Malam itu, Jiu Long kembali menggeluti tubuh molek Jia Li, sementara di tempat lain Mayleen menangis dalam pelukan Satyawati berulang kak menyebut nama Jiu Long, sampai ia tertidur. Dalam tidurnya Mayleen bermimpi berpelukan dengan Jiu Long di sebuah goa kecil di tengah kebun bunga di istana istana Kaisar Giok Barat.Esok pagi, ketika fajar menyingsing di hari pertama bulan Srawana, pada saat Mayleen pamitan dengan keluarga Gan Nung dan Gan Ning serta murid-murid Partai Naga Emas lainnya, saat yang sama di kaki Gunung Jiuhua, Jiu Long terbangun dari tidur lelap.Jia Li masih terbaring bugil di sampingnya. Jiu Long teringat isterinya. Ia harus berangkat sekarang ini. Samar-samar ia melihat cahaya fajar menerobos sela pintu goa. Ia mengenakan pakaian.Jia Li terjaga. "Aku ikut." Suara gadis itu tegas.Jia Li cepat mengenakan pakaian. "
Lalu dengan agak malu-malu dia memandang Jiu Long dan bertanya, "Kapan-kapan kalau aku kangen kepadanya, boleh aku berkunjung?"Jiu Long membungkuk hormat "Sekarang ini ibu adalah ibu mertuaku, jadi kapan saja ibu mau berkunjung aku persilahkan, tapi jika boleh aku memberi saran, jauhi permusuhan dengan siapa pun dan jauhi istana yang mana pun juga. Tetapi bagaimanapun juga semua terserah padamu. Sekarang aku mohon pamit, sekalian mengajak Jia Li."Gadis itu pamitan dengan kedua kakak perguruan dan ibu angkatnya kemudian berlari menyusul Jiu Long. Sesampainya di desa kecil itu, Jiu Long menyisipkan uang ke pemilik kandang dan mengambil si Hitam "Kuda bagus, ini pasti kuda unggulan, Perkasa seperti tuannya," kata Jia Li tersenyum menggoda. "Kamu naiklah, biar aku berlari," kata Jiu Long.Perjalanan dilakukan tanpa henti, istirahat sejenak hanya untuk makan siang. Waktu senja mereka tiba di desa kecil dekat kali Bejik. Jia Li memohon agar istirahat "Pahaku lecet."
Jiu Long memperlambat lari si hitam. Jia Li menggumam, "Kamu terangsang, sayang?"Jiu Long mengangguk. Jia Li menuntun tangan Jiu Long ke buah dadanya. "Aku juga, Jiu Long." Dia menunjuk. "Di semak itu saja."Jiu Long menunjuk ke depan, "Di depan tidak jauh lagi, ada gubuk tua."Ketika Jiu Long bercinta dengan Jia Li di gubuk tua dekat kaki gunung Putuo, pada saat yang sama Mayleen dan rombongan tiba di desa Tangkur yang jaraknya setengah hari perjalanan ke pelabuhan Jedung.Mayleen merenung. "Oh Jiu Long kamu ada di mana, saat ini kamu pasti di tengah jalan dan malam nanti tiba di rumah. Esok pagi atau mungkin malam ini juga kamu berangkat ke Jedung. Jikalau kita dengan perjalanan lamban bisa tiga hari, kamu mungkin bisa dua hari, berarti tiga hari lagi baru kamu tiba di Jedung."Jiu Long masih berpelukan dengan Jia Li. Dari gubuk itu ke rumah di lereng Putuo, sekitar setengah hari. "Jika berangkat sekarang, kita sampai di rumah pada malam hari. K
Mendengar itu, Gwangsin meledak dalam tangis dan marah. "Kamu telah membohongi aku, selama ini aku mempercayai kamu, percaya bahwa kamu mencintai aku. Aku mohon padamu Jiu Long, jangan bohongi aku dengan rayuan manismu itu. Katakan dengan jujur, kamu tidak mencintai aku, kamu hanya kasmaran pada tubuhku. Katakan, tak usah ragu, sebab aku tak akan berubah, tetap saja mencintai kamu sebagaimana adanya cintaku yang kemarin. Cintaku tetap sama seperti kemarin maupun hari ini. Cintaku tak akan luntur., tapi tolong jangan bohongi aku, jangan menyakiti aku dengan membohongi aku."Jiu Long memegang tangan isterinya, menciumi tangan yang jari-jarinya lentik. "Aku tidak pernah bohong, aku mencintaimu, aku kasmaran padamu, itu hal yang benar, bukan rayuan atau kebohongan. Bagaimana kamu bisa bicara seperti itu, mengatakan aku membohongi kamu?"Dia menarik tangannya dari genggaman suaminya. "Aku tak mau pergi sekarang, aku tak mau berdebat, aku ngantuk dan mau tidur. Kalau kamu mau pergi, pergila
Jiu Long memeluk dan menciumi leher isterinya yang berkeringat lalu tangannya yang kekar memegang dua pipi perempuan cantik itu. "Kamu dengar Gwangsin, jangan keras kepala, aku hanya mencintai kamu seorang!" "Jangan bohong, katakan saja, kamu mencintai Mayleen dan kamu akan mati apabila tidak bertemu dengannya di Jedung, kamu juga akan mati jika dia pergi ke Himalaya, dan kamu akan mengajak semua orang-orangmu pergi ke Himalaya mengejar cintamu yang hilang itu. Katakan saja Jiu Long, jangan khawatir, aku tidak akan berubah, aku tetap mencintaimu," Gwangsin bicara berapi-api meski dengan nada yang rendah dan lirih.Lelaki itu diam. Pikirannya bekerja. "Jika Mayleen dibawa pulang ke Himalaya karena aku terlambat datang, apakah aku akan menyusul dia ke Himalaya? Mengajak semua isteriku? Atau pergi sendirian? Bagaimana jika sesampai di Jedung, Mayleen sudah dihukum dan tewas misalnya, apa yang akan aku lakukan?"Melihat suaminya diam, Gwangsin beranggapan semua tuduhannya benar. Gwangsin