Jiu Long menimang-nimang tusuk konde emas berhias berlian itu. Dia tertawa. "Aku sudah lupa benda ini, tapi Im ji hye belum lupa. Akhirnya datang juga saatnya aku membayar hutang. Katakan kepada permaisuri junjunganmu, aku akan datang menemuinya secepat mungkin."
Mei Li Tsu berusaha menarik perhatian Jiu Long, dia menyela sebelum Triasing. "Kalau boleh bertanya, kapan kira-kira tuan datang ke istana, supaya kami bisa menjemput di gerbang, apakah boleh kami meminta benda tadi, akan kami kembalikan ke istana."
Jiu Long tertawa. "Tak perlu repot-repot menjemput aku, aku bisa mengubah diri menjadi burung dan bisa masuk langsung ke keputren. Dan benda ini akan kusimpan, atau kalau kalian mau ambil silahkan mengambil dari tanganku."
Triasing diam bahkan tegang. Tidak demikian Mei Li Tsu yang memang berniat berkenalan dan menarik perhatian Jiu Long. "Ayo Kakak, kita ambil."
Mei Li Tsu menyerbu ke depan. Triasing yang memang sedikit penasaran dan agak tidak perca
Mei Li Tsu merah wajahnya, malu karena pantatnya ditepuk dan diremas. Tetapi diam-diam dia girang, paling tidak dia tahu lelaki itu punya perhatian padanya. Ia tahu dari bagian tubuhnya yang selalu menarik perhatian lelaki adalah wajahnya yang cantik, lingkar pinggangnya yang kecil dan bokongnya yang semok. "Suatu waktu kamu pasti akan mencari aku," gumamnya dalam hatiTriasing juga serba salah. Maju lagi, tak mungkin, ilmu lelaki itu jauh di atas kemampuannya. Tidak bisa tidak, suka atau tidak suka, Triasing memaksa senyum dan memberi hormat. "Terimakasih atas pelajaran ketua, kami mohon diri."---ooo00ooo---Tebing karang itu tinggi di atas permukaan air laut. Gwangsin duduk termenung. Ia menengadah ke langit menatap Awan Putih yang berarak menutupi matahari siang. Jauh di bawah tampak debur ombak yang menghantam kaki tebing. Gwangsin sering duduk di situ menyaksikan dan mempelajari gemuruh ombak. Sifat dan gerak ombak menjadi inti pelajaran tenaga batin.Ombak datang dari tengah la
Tanpa terasa Gwangsin sudah menyelesaikan seluruh pencerahan ilmu neneknya. Tenaga inti Segoro membuat Gwangsin salin rupa menjadi seorang pendekar wanita yang kekuatan tenaga dalamnya sangat mumpuni. Ilmu ringan tubuh dikuasainya setelah mahir bermain-main di atas ombak ganas. Entah sudah berapa banyak air laut yang tanpa sengaja telah diteguknya ketika berlatih bersama neneknya. Neneknya memberi nama ilmu ringan tubuh ciptaannya Wimanasara mengibaratkan gerak secepat panah sakti. Setelah menguasai dua ilmu itu, barulah si nenek mewariskan ilmu Sapwa Tanggwa yang terdiri tujuhbelas jurus. Ilmu itu banyak mengandung perubahan sehingga tidak mudah dipelajari. Satu jurus dikuasai setelah pendalaman sekitar duapuluh hari. Uniknya jurus itu tidak berurutan. Nama-nama jurusnya pun aneh dan unik bahkan tidak sesuai dengan gerakannya.Waktu itu, ia sempat protes ketika neneknya mengajarkan jurus Cumangkrama (Menyetubuhi). Jurus itu indah tetapi dahsyat dan mematikan sebab tujuannya titik kem
Ia dan suaminya mencari si pembunuh, Gwangsin yang masih kecil dan menderita penyakit cacar dititipkan padi Kunti Jiao, adiknya yang berjuluk Dewi Obat. Tragisnya, si pembunuh ternyata salah seorang selir atau kekasih sang suami.Pendekar Matahari tanpa ampun membunuh selirnya itu. Tetapi tragedi membawa akibat panjang. Mungkin kecewa dengan tewasnya sang putra, Pendekar Matahari menghilang, tak pernah lagi bisa ditemui.Peiyu mencari dan mencari, tetapi tak pernah bisa menemukan lelaki yang dicintainya itu. Peiyu juga dilanda kekecewaan berat, dua anaknya mati, suami tercinta menghilang. Untuk mengatasi kekecewaan itu Peiyu menumpahkan semua perhatian pada penciptaan ilmu. Duapuluh tahun kemudian ia berhasil, lahirlah tenaga batin Segoro, ilmu ringan tubuh Wimanasara dan tujuhbelas jurus Sapwa Tanggwa.Suatu malam dalam tidur lelapnya, seseorang membelai rambut dan mencium lututnya. Ia tahu orang itu adalah suaminya, tetapi ia tak kuasa bangun. Tubuhnya lemas, tak bertenaga. Pasti pe
Tetapi lucu juga, suamimu itu suka mencium lututmu, sama seperti Sun Jian yang selalu terangsang setiap mencium lututku, aneh ya Nona?"Gwangsin terdiam, lalu mendadak ia berteriak dan melompat memeluk neneknya. Ia malu tetapi merasa geli. Neneknya ini memang aneh. "Kamu ngawur Nek, kamu ngintip ya Nek?"Neneknya tertawa geli. Gwangsin menyembunyikan wajahnya di leher Si nenek. Ia berbisik. "Kamu ngintip yang di mana, Nek?""Aku lupa, banyak yang kuintip," katanya sambil tawa cekikan.Kejadian itu sudah lama berselang, tetapi Gwangsin masih ingat akan kenakalan Si nenek. Gwangsin tertawa sendiri. "Kalau aku ceritakan pada Jiu Long, bahwa nenek sering ngintip, tidak bisa kubayangkan bagaimana air mukanya," gumamnya sendiri.Dalam kesendirian di atas tebing. Gwangsin terbayang wajah Jiu Long. Rasa rindu itu datang menyerbu seperti tikaman sembilu. Gwangsin mengeluh, betapa ia mencintai lelaki itu. Ia sungguh rindu. Tetapi ia merasa heran dirinya bisa
Siang itu di tebing, Gwangsin menanti neneknya. Hari ini latihan dan pembelajaran silat selesai. Tamat! Neneknya menjanjikan ia boleh turun gunung. Dan ia akan menuju Lembah Buah Persik bertemu nenek Kunti. Setelah itu ia akan mencari Jiu Long.Muncul rasa rindu dan kasmaran akan suaminya. Rindu yang menggerogoti benaknya, membuatnya hampir gila. Tiba-tiba terdengar siulan panjang, melengking tajam mengatasi suara debur ombak dan desir angin laut. Tak lama kemudian, nenek muncul dari arah laut. Ia memanjat tebing menggunakan sapu lidi. Gerakannya cepat dan bertenaga, sekejap ia sudah berdiri di samping Gwangsin.Gwangsin melompat menghambur ke pelukan neneknya. "Nenekku yang cantik, akhirnya kau datang juga. Aku sudah hampir mati menunggumu, ke mana kamu pergi selama dua hari.""Aku mencari perbekalan untuk satu minggu lagi," sambil memperlihatkan bungkusan kain di tangannya. "Nona, aku tahu akal bulusmu, kalau kamu sudah menyebutku nenek cantik, itu pasti ada p
"Belum, belum semua!""Nenek, kamu sendiri mengatakan, semua ilmu sudah kamu wariskan padaku, jangan ingkar janji Nek!""Ada satu yang belum kuajarkan padamu, Nona. Dan ini yang paling penting dari semua ilmuku""Apa lagi, Nek? Semua kan sudah kauajarkan.""Gwangsin, jawab yang jujur, kau rindu suamimu?""Tentu saja, aku rindu dan kasmaran memikirkan dia. Aku takut, dia lupa padaku, khawatir dia tak menginginkan aku lagi."Nenek tua itu memandang dengan mimik serius. "Kalau itu yang terjadi, dia lupa padamu, apa yang kamu lakukan?"Gwangsin tertegun. Saat berikutnya ia merunduk. "Aku tak tahu, lantas menurutmu apa yang harus kulakukan?""Justru ini yang akan kuajarkan padamu Pengalamanku selama duapuluh lima tahun bercinta dengan hanya satu lelaki, patut kau pelajari. Hal itu akan bermanfaat untukmu, Nona."Gwangsin masih harus menunda keberangkatan satu hari. Wejangan nenek menyangkut hubungan asmara dan seni bercinta m
Bersamanya, ikut dua pendekar kembar Mok Tang dan Mok Kong yang berusia limapuluh tahun dan terkenal dengan ilmu pedang bersatupadu. Karuan saja hadirnya dua saudara kembar ini menambah rasa percaya diri Ciu Tan karena selama ini di Tiongkck dua pendekar yang dijuluki si Kembar Aneh belum menemukan tandingan setimpal. Pria yang satunya lagi, Siauw Tong, sastrawan muda berusia tigapuluh tahun, senjatanya sepasang pit panjang. Mungkin tidak sehebat enam lelaki lainnya, namun Siauw Tong tak bisa dianggap remeh karena otaknya yang cerdas. Dia juga mahir berbahasa dataran tengah dan paham budayanya, salah satu sebab mengapa ia diajak ikut serta.Ciu Tan mengajak empat pendekar wanita, seorang di antaranya Sio Lan berusia 20 tahun, putrinya sendiri, senjatanya pedang tipis. Kim Mei, berusia 30 tahun janda cantik yang patah hati, julukan Pendekar Wanita Baju Merah, senjatanya pedang dan ilmu tangan kosong Cakar Elang. Li Moy berusia empatpuluhan, terkenal sebagai Belalang Beracun ma
Ciu Tan menghela napas. "Aku setuju, baiklah sementara kita menunggu kesempatan dan mencari berita, kita sepakat untuk menetap di desa ini, pura-pura sebagai pedagang. Kita sewa rumah yang besar, mulai berjualan pakaian dan alat rumah-tangga. Kita bergaul dengan masyarakat setempat, bagi kalian yang hendak bepergian, boleh-boleh saja, tapi harap diingat markas tempat kumpul kita adalah di desa ini."Siang itu hujan deras membasahi hutan di batas desa Yinchuan. Tiga penunggang kuda melewati hutan. Mereka murid Partai Naga Emas, Gan Nung disertai suami isteri Diaochan dan Lan Yan.Tampak mereka bergegas ingin cepat sampai di desa. Tetapi setiba di batas desa mereka dihadang tiga perempuan. Tiga perempuan itu berdiri di bawah siraman hujan, pakaian mereka basah kuyup menempel ketat di tubuhnya. Mereka murid lembah Bunga yaitu Jianying, Fang Yin dan Jia Li "Kalian pasti orang orang Partai Naga Emas!" Suara Jianying ketus.Diaochan sebagai yang paling tua menjawab so