~Tatapan matamu mengartikan sebuah rasa. Kedekatan pada pandangan pertama itu, membuktikan kaulah masa lalu dalam mimpiku~
🥀🥀🥀
Makanan sudah disiapkan Mama sejak pagi buta sekali. Menu nasi goreng sudah menjadi andalan khas bagi keluarga Nadif. Baiklah, di meja makan hari ini, Amanda siap memperkenalkan keluarga besar yang jumlahnya tidak besar.
Yang duduk di samping Amanda adalah Mamanya yang bernama Hamidah. Dia adalah wanita mandiri yang berkarir. Dia sudah melengkapi pendidikannya sebelum menikahi Papanya, Nadif. Lulus SMA, ia mengemban pendidikan di Universitas Wijaya dengan jurusan psikolog. Sikap bijaksananya membuktikan bahwa ia sudah pantas menjadi ibu sejati. Setelah lulus sarjana, ia memilih meniti karir di dunia periklanan dan model. Hebatnya lagi menjadi Brand Ambassador Glowing Skincare. Sudah cantik, model juga pekerja keras pula.
Bagaimana Papa tidak bisa klepek-klepek sama Mama. Begitulah Perumpamaan Amanda terhadap mereka. Setelah menikahi Papa, Mama lebih fokus mengurus kedua anaknya, Amanda dan Arafa.
Yang di depan Amanda adalah Papanya, Papa Nadif. Dia pun sama sudah pernah melewati masa-masa mudanya dengan mengenyam banyak pendidikan. Lulus SMA, dia mengemban pendidikan yang sama dengan Mama. Tapi Papa lebih memilih jurusan Hakim. Lulus sarjana, Papa masih belum bosan untuk tetap melanjutkan pendidikannya ke S2. Itupun jurusannya juga masih tetap, jurusan Hakim. Begitu seterusnya sampai mendapatkan pekerjaan Hakim tetap di Mahkamah Agung Jakarta.
Waktu itu, saat Mama masih kuliah, pertemuan mereka sungguh unik. Salah satu teman mahasiswa Papa pernah melapor ke kantor polisi bahwa Mama pernah mencuri barang berharga di kampus. Mama tidak mengaku. Malah dia melaporkan temannya telah menfitnah laporan itu. Keadaan semakin runyam, akhirnya pihak polisi melakukan persidangan. Berbagai bukti telah diserahkan pada ketua hakim di pengadilan yang pada saat itu, ketua hakimnya adalah Papa."Menurut bukti yang Terdakwa serahkan, sudah menandakan bahwa terdakwa tidak bersalah," kata Papa menerima bukti yang Mama serahkan berupa cctv dan satpam sebagai saksi.
"Tapi Pak Hakim, semua sudah jelas. Dan saya punya buktinya."
"Coba serahkan dan jelaskan semuanya." Teman Mama menyerahkan bukti berupa buku kecil. Papa membukanya. Mendadak ekspresi Papa terkejut membaca buku kecil tersebut.
"Apa maksud buku ini?" Papa merasa tegang.
Teman Mama membuktikannya dengan membaca keras isi buku kecil tersebut.
"Baik, akan saya bacakan."
Mama ikut tegang mendengarnya seperti curiga dengan perilaku temannya itu.
"Di hampanya hamparan hatiku, tertulis namamu. "
Mama terbelalak. Dengan rona pipi memerah, ia hanya bisa terdiam terpaku.
"Terketuk Palu pertanda berdetak kencang jantungku. Wajah berkarisma dan tubuh gagah, menciptakan mimpi ingin selalu bersamamu. Hidupmu memilih untuk kepastian. Sama seperti diriku menunjukkan jati diriku yang apa adanya. Kau dan aku bagaikan bunga dan lebah sama-sama membutuhkan satu sama lain. Itulah chemistry kita dalam simbiosis mutualisme. Maka, sebut Hamidahmu seperti aku menyebut Nadifku."
Para Tamu yang menghadiri persidangan bertepuk tangan saling bersahut siul. Mereka sama-sama berdebar mendengarkan puisi hasil karya Mama.
"ini maksudnya apa?" Papa semakin tegang.
"Betulkan, Pak Nadif. Hamidah memang telah mencuri barang berharga di kampus. Dan barang berharganya adalah Pak Nadif."
Mereka dibuat saling merona.
"Terima...terima..." Para tamu kompak menyetujui cinta mereka.
Dari cerita cinta mereka sebenarnya sudah lama memendam rasa tapi tak tahu bagaimana bisa mengadili perasaan itu sendiri karena sudah seringnya mereka tidak komunikasi. Bisa komunikasi itupun kebetulan saat mendapat pekerjaan yang sama.
Dalam persidangan itu, Papa akhirnya memutuskan melamar Mama. Dengan tiga ketukan palu, cinta mereka sah dan tinggal menunggu kepastian tanggal pernikahannya.Nitulah seulas kisah asmara antara Papa dan Mama.Yang di samping kiriku adalah adikku namanya Arafa. Dia anak yang paling bandel dan malas kalau disuruh sekolah. Masih untung dia mendapat uang dari orang tua. Tidak susah payah mencari pekerjaan. Cukup belajar dengan rajin membuat Mama dan Papa bangga. Kenakalannya terbilang wajar dialami remaja masa kini. Tidak mengerjakan PR, tidur di kelas, kabur ke kantin pada saat jam kosong, gemar tidak mengerjakan tugas sekolah, yang paling parah, ia kepergok sedang pacaran di luar sekolah ketika jam pelajaran matematika yang dibencinya. Sudah capek Mama dan Papa datang ke sekolah mendapat kabar kalau dia dihukum diskors selama satu bulan. Sudah terlalu lama Arafa dimanja dengan segala apa yang mereka punya.
Hingga pada suatu hari, Arafa dipindahkan ke sekolah yang lebih ketat. Perilakunya masih tetap saja seperti itu."Sampai kapan kau seperti ini Arafa?" kemarahan Mama saat menjemput Arafa dan dipanggil lagi kepala sekolah agar selalu memantaunya.
"Aku maunya sama Roy. Dia segalanya bagiku Ma."
"Kalau mau sama Roy, ajak dia ke rumah. Mama mau ketemu sama dia."
Habis sudah riwayat Arafa. Roy yang selama ini ia cintai, bukan laki-laki sembarangan. Sampai saat ini, Arafa sama sekali belum mengajak Roy ke rumah. Itu yang membuat Mama semakin yakin laki-laki itu pengecut jika tidak mau serius dengan Arafa.
Itu juga ulasan kisah cinta Arafa. Bagaimana dengan Amanda?Amanda juga sama seperti orang tuanya dulu. Menerima cinta dalam diam dan lebih mengorbankan pendidikan. Pendidikan lengkap sampai sarjana dan menjadi Detektif yang dibilang masih junior dan dalam tahap proses penetapan pekerjaan. Jadwal penyelidikan kasus kematian Bruno dilakukan hari ini.
"Kau hari ini ada jadwal penyelidikan?" Tanya Mama menuangkan nasi ke piring Papa.
"Iya Ma. Kasus Bruno yang ditemukan meinggal di sekitar sungai polo."
"Jadi detektif seru kali ya kak?" Arafa menyahut.
"Kalau mau jurusan itu, belajar yang rajin." Amanda membalasnya dengan teguran.
"Malaslah. Aku mau jadi model saja seperti Mama."
"Kalau mau jadi model, juga harus belajar," jawaban Mama yang sama dengan Amanda. Arafa dibuat bete sesaat.
"Iya, Arafa. Bentar lagi kau lulus SMA, harus memikirkan akan lanjut kemana." Papa menyetujui pendapat Mama.
"Aku mau menikah sama Roy, Pa." Arafa menjawab dengan enteng.
"Memangnya menikah itu mudah? bermesraan, bercanda ria, begitu? Menikah itu tidak hanya modal cinta." Papa menasehati.
"Dengerin tuh, semua itu butuh duit." Amanda menegaskan nasehat Papa.
"Arafa berangkat sekolah." Arafa menggebrak sendoknya ke meja. Tanpa pamit, ia menggendong tasnya dan langsung keluar. Mama, Papa dan Amanda hanya bisa bersabar menghadapi sikap keras kepalanya.
Sudah dirasa cukup memenuhi sarapan kali ini, Amanda berpamitan pada Mama untuk menjalankan tugasnya sebagai Detektif. Ia mencium lembut tangan Mama. Menebar senyum meninggalkannya. Ia berangkat ke kantor naik mobil milik Papa yang kebetulan arah mereka sama. Papa menghidupkan mesin. Mobil berjalan dengan kecepatan rata-rata.Dalam perjalanan, Amanda masih memikirkan Arafa. Penasaran dengan latar belakang Roy yang sampai saat ini masih mengejarnya dan membuatnya menjadi buta akan rasa cintanya. Sebagai Detektif, ia perlu menginvestigasi kasus adiknya sendiri.
🌨🌨🌨
~Pertemuan yang tidak sengaja ternyata sudah disengajakan oleh mimpi lewat perjalanan yang bukan kita impi~ 🥀🥀🥀 Setengah jam setelah perjalanan, mereka sampai di kantor Detektif Swasta. Sebelum masuk, Amanda menyalami tangan Papa berpamitan kemudian masuk ke kantor. Amanda disambut hangat oleh para kolega. Melambai tangan menebar senyum penuh semangat. Amanda masuk ke ruang pribadinya. Membuka laptop kerjanya hendak menyimpan segala bukti real berupa foto dan vidio saat di lapangan.Suara ketukan pintu terdengar. Amanda mengizinkannya masuk. Ternyata teman seperjuangannya, Alifa."Amanda, kita ada diskusi mendadak mengenai pelatihan pemula Detektif.""Oh ya terima kasih atas pemberitahuannya."Amanda d
~Termaktub indah kisah cinta yang menarik, penuh intrik dan berkarismatik. Bermodalkan pertemuan mimpi itu, cinta mereka berkembang menjadi nyata~ 🥀🥀🥀"Apa urusannya sama Kakak?" Ketus Arafa menutupi sesuatu."Arafa, pacarmu itu dituduh, jadi tolong bantu pacarmu," tegas Amanda menghadapi keangkuhan adiknya."Baik, baik, iya Kak. Roy terlibat dalam kasus kematian Bruno. Puas?" Jawaban yang menyakiti. Tanpa perasaan, dia menutup laptopnya, meletakkannnya di atas meja kemudian merebahkan tubuhnya tidur. Amanda hanya bisa menghela napas panjang. Pikiran Amanda tidak tenang. Takut Arafa terjadi sesuatu sete
~Masa lalu bergulir merangkai realita yang ada. Masa depan menjadi bayang-bayang mimpi semata~ 🥀🥀🥀Pulang ke rumah, Pengacara Bahrun tidak langsung mampir. Ia memutuskan langsung pulang karena takut orang tuanya khawatir. Amanda hanya menurut saja dan mengucapkan terima kasih padanya. Masuk rumah, Papa dan Mama nampak mesra menonton televisi."Aku pulang Ma Pa," seru Amanda. Ia langsung bersalaman pada mereka."Tumben pulang awal," ujar Papa."Iya Pa. Pekerjaanku hanya menyelidiki kasus kematian Bruno.""Amanda, sampai kapan kau menyelidiki masalah orang lain," sahut Mama.
~Apa yang kau inginkan pasti ada alasan tapi bagaimana dengan menginginkan tanpa ada alasan seperti aku ingin kau menjadi milikku~ ***"Kkk...kau..."Roy datang kembali. Memakai jas Detektif Jack's Angels. Amanda masih tak menyangka yang ada di depannya adalah Roy."Iya. Boleh aku duduk disini?"Mata Amanda masih terpaku. Syukurlah, Alifa selesai ke toilet. Ia juga ikut kaget melihat seorang pria yang sudah berani menduduki kursinya. Ia tidak bisa diam. Dengan cekatan, ia langsung mejewer telinga Roy."Siapa kau berani duduk di sebelah sahabatku." Celoteh Alifa dengan suara cemprengnya. Para kolega terbangun dan merasa terganggu dengan suaranya. Mereka dengan seksama melihat Alifa menjewer telinga seorang pria. Roy malu dibuatnya."Eh, iya iya aku duduk di belakang." Roy akhirnya berdiri."Tidak muat." Jutek Alif
~Semakin menjauh semakin rasa penasaran bagaimana cara untuk bisa mendapatkanmu. Menolak bukanlah gagal. Justru aku belum sempurna untuk memilikimu~ ***"Kau sudah gila!" Gerutu Amanda."Bagaimana?" Roy mendesak. Amanda melepas shallnya dan melemparkannya di hadapan Roy."Adikku lebih mencintaimu dibandingkan aku." Amanda menatapnya nanar. Tanpa rasa kehangatan, ia pergi meninggalkannya. Menyisakan rasa kekecewaan yang menyesakkan dadanya. Amanda kembali ke tenda merebahkan tubuhnya. Membiarkannya sendirian bernuansa dingin yang menyengat.Sepuluh tahun yang lalu, Roy mati-matian memperjuangkan cintanya. Wanita yang tidak pernah berubah dengan sikap dingin, cuek, kaku, jutek dan tidak pernah memahami perasaan orang lain.Di malam yang sesunyi ini, Roy menyembunyikan air
~Pelangi hadir mempermanis setelah hujan. Senja terlukis mengukir nama ketika langit mengizinkan menampakkan rupawannya~ ***"Mengenalmu saja tidak, kenapa aku harus memanggilmu Arjuna." Pekik Amanda."Baiklah, aku akan memprediksimu suatu hari nanti kau akan memanggilku Arjuna."Kebiasaan Amanda yang tak memahami perasaan orang lain, beralih pada Roy yang sengaja meninggalkannya di tepi pantai. Amanda menatap sendu ombak pantai. Ia masih terbayang tatapan mata itu dan membandingkannya dengan wajahnya. Mencoba memahami perasaannya.Amanda yang bisa merasakan liburan baru-baru ini bersama teman-temannya berbeda halnya dengan Arafa. Ia harus melewati beberapa ujian untuk kelulusannya serta upaya agar bisa masuk ke perkuliahan impian. Memasuki bulan maret, Arafa berjuang menyelesaikan u
~Mendekatimu adalah karunia sejak dahulu. Memilikimu adalah keistimewaan yang aku idamkan sampai sekarang. Pelan-pelan kau akan memahamiku~ ***Sang Gadis pujaan, alangkah indah wajahmu...Alangkah manis senyummu...Berwarna warni sekian sikapmu...Pelukismu agung menciptakan karyamu...Siapa gerangan yang berhak bersanding denganmu?Aku hanyalah Senja yang selalu takut mendekatimu...Berharap ketika kau membenciku...Pantaskah aku memperjuangkanmu?Puisi sang Senja yang sedang merindu. Ia tulis di sebuah kertas dengan pena pemberian raja sewaktu ia mengikuti sayembara puisi untuk sang putri. Ia sangat dekat dengan raja tapi tidak tahu maksud kedekatan itu karena memiliki perasaan dengan sang putri. Sayembara itu hanyalah hadiah berupa uang bagi rakyat jelata sepertinya. Ibunya menjadi dayang. A
~Hati tak dapat diselidiki tetapi harus dipahami seperti kisah yang pernah kita jalin dalam hidup ini. Bukan tentang mencintai melainkan ketulusan hati~ ***Liburan telah selesai. Para kolega mengemasi barang-barangnya. Menurunkan tendanya. Api unggun telah padam sejak tadi pagi. Roy yang mendadak ikut waktu itu, juga mengemasi barang-barang mereka. Ia tak membawa apa-apa. Hanya pinjam baju milik Elang. Sebagai balasannya, ia ikut mengemasi barangnya.Saat Amanda mengemasi barangnya, ia lupa masih menyimpan shall milik Roy. Ia terus menatap Roy. Akhirnya ia memberanikan diri mengembalikannya. Tangan Amanda menjulurkan sebuah shall di depan Roy. Ia amati shall tersebut. Kemudian menoleh pada Amanda dengan senyumannya."Kau ambil saja." Kata Roy."Kau yang lebih membutuhkan." Amanda menolak.
~Perkataan seseorang lebih tajam ketimbang perkataan diri sendiri. Lalu, mana yang lebih engkau prioritaskan?~ ***Psikiater prihatin melihat kesedihan Roy. Perawat yang berjaga di belakang para pasien segera memberikan suntik obat bius. Sedang perawat yang lainnya, membawa pasien ke kamarnya agar tidak ketakutan melihat keadaan Sinta. Psikiater itu menuntun Roy ke ruangan pribadinya. Ia tampak terpukul melihat keadaan Sinta semakin hari semakin tidak keruan."Aku tau Roy, kau pasti sedih melihat ibu Sinta selalu diwarnai kecemasan. Kau sabar saja. Lambat laun, ibumu akan mengetahui kebesaran hatimu," kata Psikiater menenangkan hatinya."Sampai kapan, dok? Dari dulu ibu lebih menyayangi Juna karena memang aku in
~Ketika seseorang terjatuh dalam masalahnya, menangis adalah luapan emosinya dan merenung adalah solusi ketenangannya~ ***Pengacara Bahrun menenangkan Amanda dan memintanya langsung keluar saja ke kantor polisi. Amanda masih menangis dalam pelukannya. Ia tak tahu harus bagaimana menghiburnya."Manda, yang sabar ya...doakan saja semoga mama kamu cepat dikeluarkan dari penjara," katanya menenangkan.Ia lebih memilih menunggu taksi offline. Takutnya kalau dia memesan taksi online, si sopir itu malah yang nongol.Setengah jam berlalu, taksinya datang. Pengacara Bahrun perlahan memapahnya masuk ke dalam mobil. Ia kemudian duduk di sampingnya. Mobil berjalan menyapu jalanan yang pada saat itu memang tidak terlalu macet.
~Sosok yang ia rindukan selama ini, ternyata menyimpan luka dan duka mendalam demi kebahagiaannya~ ***Si sopir itu hanya pasrah. Ia menahan rasa sakit bekas pukulan Pengacara Bahrun."Itu teguran untuk tidak bersikap semena-mena terhadap pelanggan. Faham?""Iya, maafkan saya. Kalau begitu, saya pamit pulang." Dengan muka sendu, si sopir membuka pintu mobil. Dan menyalakan mesinnya. Amanda menatapnya tak tega. Ia kemudian menghentikan mobilnya. Pengacara Bahrun kaget dengan keputusan Amanda yang sepihak."Kita harus menghargai pertolongan orang lain," ujar Amanda pada Pengacara Bahrun. Si sopir itu tersenyum. Ia mengizinkannya masuk ke mobil maka ia pun masuk. Pengacara Bahrun masih dalam tatapan nanarnya."Mas
~Sebuah kata ternyata tidak pantas diungkapkan pada seseorang yang mengenalmu tapi bagaimana jika itu terjadi padamu?~ ***Agen Andara menjadi pusat perhatian di bus saat itu. Semua sudah siap dia masih melakukan aktivitas mandi di belakang bus. Ia segera mencuci muka dengan air yang ada dalam botolnya. Lalu mengenakan jasnya."Siap, kita berangkat," seru Agen Andara sudah siap berangkat ke kantor. Sopir mendengarkan intruksi dari boss, ia menyalakan mesin dan bus siap dijalankan.Berada di bus, Amanda teringat masa-masa camping bersama mereka. Menatap kaca jendela, memori tentang dia juga muncul. Ya, saat dimana Juna memeluk jari kelingkingnya.Roy meminta turun di tengah jalan karena dia berseberangan arus dengan mereka. Ia masih
~Kesedihan mendalam yang dialami tak memungkiri berbagai persoalan hidup menghampiri. Dalam hal ini, siapa yang dapat menghiburmu?~ ***Keadaan jadi semakin rumit dengan keputusan Roy."Lah, kalau kita tinggal di rumah Amanda, kita tidur dimana?" Alifa meragukan keputusannya."Disini ada empat kamar. Kamar Amanda, mama, papa, dan kamar tamu."Amanda tercengang kenapa Roy bisa tahu seisi ruangannya. Ia lupa kalau Juna pernah bilang Roy itu memiliki indera ke tujuh."Kalau begitu, kita bagi kamarnya," sahut Amanda ikut berpendapat.Arafa menatapnya bingung."Jumlah para kolega ini berapa?""Sekitar tiga puluhan.
~Satu cinta sudah terlahir sejak dahulu kini tibanya aku tahu siapa kamu~ ***"Baiklah, maaf jika saya mengganggu kegiatan kalian...." ucap si kurir berpamitan. Ia mengendarai motornya lalu menghilang ditelan kecepatan motornya. Pengacara Bahrun menarik tangan Amanda masuk ke dalam. Menutup pintunya dengan wajah kecemasan.Arafa dan Roy menghampiri mereka juga ikut cemas."Ini benar-benar aneh. Kemarin ada sopir taksi sekarang kurir. Siapa yang telah menerorku? Apa mau mereka?""Tenang, Manda. Jangan cemas. Kita sama-sama membongkar siapa di balik semua ini.""Ya sudah, yang penting kita rayakan pesta hari ini," sahut Arafa menenangkan hati Amanda. Melepas dari peneroran itu, mereka kembali ke tepi kolam. Rupanya acara bakar
~Ketika rindu tersekat oleh waktu apakah hanya sesaat aku bisa bertemu?~ ***Cahaya itu menyingsing. Menyinari pepohon yang berfotosintesis. Sedang para kolega pulang dan lega karena sudah mengikuti diskusi hari ini. Pengacara Bahrun dan Amanda naik mobil. Mereka melambaikan tangan pada para koleganya yang juga naik mobil.Mesin dinyalakan, mobil beringsut menghamburkan dedaunan yang berguguran karena musim kemarau telah datang.Sampai pada rumah, Arafa beranjak dari sofa ruang keluarga yang pada saat itu, dia sedang menonton televisi, membukakan pintu. Mereka hampir mengetuk pintu tidak jadi keburu Arafa sudah membukakan pintunya."Bagaimana dengan si sopir itu, kak?" Dia langsung menanyakannya dan panik."Kita
~Gelisah karena banyak mata yang menyelidik. Galau karena rindu terus merajalela. Merana karena cinta masih berada dalam kadar mimpi~ ***Amanda merasa Pengacara Bahrun memberi perhatian lebih padanya. Kenapa bukan Juna? Kapan dia akan kembali?"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" Amanda bertanya lebih dalam."Terus melihat gerak-gerik mencurigakan di rumahmu atau di sekitarmu.""Baiklah, aku juga harus lebih waspada."Ponsel Amanda berdering beberapa saat kemudian. Ia menengok siapa yang menelpon. Nomor tak diketahui siapa. Ia melirik Pengacara Bahrun sebentar. Namun, ia memberanikan diri mengangkat teleponnya."Hallo, dengan detektif Jack's Angel's ada yang bisa saya bantu?"
~Waktu berputar sesuai dengan porosnya. Bagaimana dengan rindu yang berpijak pada targetnya?~ ***"Bangun kak, ini sudah pagi! Jangan terus menghalu!" Celetuk Arafa."Astaghfirullah! Aku harus kerja." Amanda langsung menyabet handuk yang ia tanggalkan di tengah pintu dan masuk ke kamar mandi nyaris kepeleset namun, kaki kuatnya mampu menahannya. Ia menyengir.Karena bangun kesiangan, Arafa yang harus menyiapkan sarapan hari ini. Memasak seadanya saja dan menata piring, nasi serta lauk pauknya di atas meja. Sepuluh menit sudah Amanda mandi, ia meletakkan handuknya di atas kursi. Mendorong kursinya dan duduk dengan nyaman."Seadanya ya kak," ujar Arafa memelas."Tidak apa. Yang penting pagi-pagi sudah diisi perutn