Beranda / Romansa / Lebih dari selamanya / 7. Wanita bermata dingin

Share

7. Wanita bermata dingin

~Semakin menjauh semakin rasa penasaran bagaimana cara untuk bisa mendapatkanmu. Menolak bukanlah gagal. Justru aku belum sempurna untuk memilikimu~

                                              ***

"Kau sudah gila!" Gerutu Amanda.

"Bagaimana?" Roy mendesak. Amanda melepas shallnya dan melemparkannya di hadapan Roy. 

"Adikku lebih mencintaimu dibandingkan aku." Amanda menatapnya nanar. Tanpa rasa kehangatan, ia pergi meninggalkannya. Menyisakan rasa kekecewaan yang menyesakkan dadanya. Amanda kembali ke tenda merebahkan tubuhnya. Membiarkannya sendirian bernuansa dingin yang menyengat. 

Sepuluh tahun yang lalu, Roy mati-matian memperjuangkan cintanya. Wanita yang tidak pernah berubah dengan sikap dingin, cuek, kaku, jutek dan tidak pernah memahami perasaan orang lain. 

Di malam yang sesunyi ini, Roy menyembunyikan air matanya. Mengingat dulu waktu pertama kali bertemu wanita bermata dingin, di sebuah sekolah piano, dia nampak molek menekan nuts-nya. Tatapannya berbeda dari yang lain. Tidak menggoda tapi menggemaskan. Apalagi waktu Roy melihatnya memainkan piano dari jarak dekat. Tatapannya tajam. Setajam pisau yang tidak mengizinkannya untuk diberi kehangatan. 

"Kenapa diam disitu, kau tidak berhak menatapku seperti itu." 

Waktu itu, Roy adalah pria penakut. Ia menyukai tapi tidak pernah memberinya arti. Ia selalu berlari tak menampakkan diri. Pada suatu hari, ia pernah memberanikan diri untuk menembak ketika mereka sama-sama lulus SMP. Ia memberikan sekuntum mawar putih tanpa mengatakan sesuatu. Hanya menatapnya lama yang bisa ia ucapkan.

"Kenapa dengan bunga ini? Kampungan sekali." Ia membuang bunga itu begitu saja. Roy semakin ketakutan dan langsung berlari. 

"Cih, dasar pengecut." Gumam Amanda. 

Dia juga termasuk One Naughty Girl di sekolah. Wanita pemberani terhadap siapapun. Sama guru saja dia tak ada sopan santunnya membalikkan hinaannya. Salah satu dari temannya ada yang gemar sekali tidur pas jam pelajaran. 

"Hey, kau yang tidur, enak ya saya yang menerangkan, kau yang tidur. Sekarang keluar dari kelas." 

Dia berdiri, berjalan dengan tatapan dingin, tanpa perasaan, dia menunjukkan jari di hadapan gurunya.

"Kau yang keluar. Bukan dia. Kau tidak berhak mengusir murid yang sedang belajar."

"Kau..." Guru itu menatapnya sebal. Dia belum puas dengan perkataannya, dia langsung menyerobot mengambil bulpoin dari saku gurunya. Dan....Tapppp!! Bulpoin itu nyaris mengenai matanya. Dia tersenyum melecehkan. 

"Perbaiki matamu dengan baik sebelum menilai seseorang." Dia menarik paksa tangan guru itu dan menusuknya dengan bulpoin hingga membekas sebuah coretan. Guru itu sampai berdetak kencang ketakutan. Dia berjalan pergi, seisi kelas bisa bernapas lega. 

Di balik wajahnya yang mengerikan, matanya yang dingin, Roy dapat mengambil kesimpulan meskipun dia mengerikan, dia adalah wanita iblis berhatikan malaikat. Di mata orang lain dia memang jahat, tapi di mata Roy, dia adalah malaikat. 

Dan sekarang Roy berani mengungkapkan semuanya karena keputus asaannya selama ini. Sampai kapanpun ia tetap memperjuangkan Amanda.

                                           ***

Hari sudah menyambut pagi. Para kolega terbangun mempersiapkan sarapan yang mereka bawa selama perjalanan. Makanan yang bisa tahan lama. Ya. Mereka membawa sebungkus ikan mentah segar. Elang segera menyalakan api unggun untuk pembakaran ikan. Selain membawa ikan mentah, sebagian ada yang membawa bumbu dapur untuk membuat rasa ikan jadi makin sedap. 

Elang mengumpulkan kayu menjadi satu. Menyalakan korek api dan api sudah bisa menyala. Nah, bagian meracik bumbu ikan adalah Kolega wanita. Sementara bagian membakar adalah Kolega pria. 

Roy hanya diam tak membawa apa-apa. Dia terlalu bersemangat mengejar Amanda hingga melupakan membawa bekal. Elang melihatnya ikut prihatin. Ia berinisiatif mengajak Roy membakar api unggun meski tak membawa bekal. Amanda menatap Roy dingin. 

Bumbu sudah siap ditaburkan ke ikan. Kolega pria mempersiapkan mentega juga kipas untuk mempercepat pematangannya. Roy bagian memegang ikannya. Elang mengoleskan menteganya. Sementara yang lain, mengipasi ikannya. 

Amanda menatap Roy yang bersemangat membakar ikannya. Merasa ditatap, Roy balik menatapnya. Amanda buru-buru mengalihkan pandangannya. Roy tersenyum mendengus. 

Ikan bakar bumbu balado siap disantap. Dengan membentuk lingkaran persahabatan, mereka menciptakan kehangatan dengan menyantap makanannya. Roy nampak kelaparan karena menyantap makanannya tak berhenti. Bahkan dia habis satu piring duluan. Ia tak sopan bersendawa di depan mereka. 

"Tidak mau menambah?" Elang menawarkan pada Roy.

"Tidak. Aku sudah kenyang. Nanti pasti ada yang masih lapar." Kata Roy langsung menatap Amanda. Ia memutar bola matanya. 

"Boleh aku menyanyi?" Roy menanyakan pada semua orang tapi tatapannya masih tertuju pada Amanda.

"Boleh juga."Roy merasa yang merespon hanyalah Elang. Yang lain sama seperti sikapnya Amanda, bermata dingin. Tapi Roy tak pernah menyerah. Ia berusaha membuat semua orang nyaman berada di dekatnya. Termasuk Amanda. 

Izinkan ku lukis senja....mengukir namamu disana...

Amanda langsung berhenti makan. Ia mengingat sesuatu. Suara itu tak asing baginya. Seperti pernah ada yang menyanyikan untuknya. Tatapan penuh kehangatan. Senyuman yang menyenangkan. Terlebih sikap tengilnya yang menyebalkan. 

"Suaramu bagus Mas. Apa kau pernah jadi penyanyi single?" Seru Alifa terkagum dengan suaranya. 

"Iya. Lima tahun yang lalu aku pernah jadi aktor di channel NHTV." 

"Wow, kau seorang artis." 

"Siapa nama aslimu? Nama artismu?" Elang menyahut. 

"Nama asliku Arjuna Wiratikta. Sama seperti nama artisku. Aku menyukai nama itu. Nama yang Papa berikan karena aku lahir di bulan purnama saat ada pelangi." Roy terus saja menatap Amanda. Ia masih tetap tidak mau menatapnya balik.

"Keren...judul film apa yang pernah kau bintangi?"

"Ketika pelangi memeluk senja."

"Judulnya romantis." Siapa yang tak kenal Alifa wanita yang paling heboh ketika ada film bucin. Sayangnya, dia tak pernah ada yang membucinkan.

"Aku mau nonton." Sahut Gadis yang paling pojok, "apa masih ada di youtube?" 

"Sepertinya ada."

"Bagaimana kalau kita nonton bareng nanti malam?" Saran Alifa.

"Setuju...setuju..." Gadis yang paling pojok langsung menyetujui. Disusul yang lain ikut menyetujui. Melihat Amanda yang hanya diam, Roy langsung menyekaknya.

"Bagaimana Bebeb Amanda?" Roy tersenyum-senyum. 

"Aku tidak suka nonton film romantis. Jangan memaksa." Celetuk Amanda membuat semua orang kaget dengan responnya. Roy sudah terbiasa dengan sikapnya malah menanggapnya dengan tersenyum-senyum apalagi kalau melihat dia marah-marah. 

"Wow, terus film apa yang kau suka?"

"Film kenyataan."

"Oh, begitu ya? Film kenyataan bahwa kau pernah menggigit bibirku?"

Semua langsung terkejut menatap Amanda. Ia bersikap salah tingkah. Nada bicaranya berbelit-belit.

"Si...siapa ya? Jangan mengarang." Amanda terlihat gugup. 

"Ya biasa saja. Aku hanya bertanya. Berarti itu bukan kenyataan. Hanya film."

Amanda semakin kesal dengan kehadiran Roy. Ia langsung pergi meninggalkan mereka. Memilih menyendiri di tepi pantai. Menikmati ombak pantai berderu menyapu angin. Semakin Roy hadir dalam hidupnya, sepotong kenangan itu terpasang. Amanda tak tahu cara mengaplikasikan sikap Roy yang sama sekali tidak ada dalam ingatannya. Yang ia ingat hanya tatapan kehangatan itu, senyuman menyenangkan itu, dan sikap tengilnya yang selalu mengejarnya. Tapi wajahnya bukan itu. Dia wajah lain. Amanda mengacak-acak rambutnya kesal. Berteriak sejadi-jadinya. 

Ponselnya tiba-tiba berdering. Dilihat siapa yang menelpon, ternyata Arafa. Amanda mengangkat teleponnya. 

"Bagaimana kak liburannya?" 

"Senang." Jawaban yang sangat dingin. Dan sudah pasti Arafa tahu kalau Amanda berbohong.

"Dinikmati saja kak. Buat refresing."

"Ada keperluan apa kau menelponku?" 

"Aku sudah daftar kuliah Kak." Arafa memberitaunya dengan senang. 

"Benarkah? Kuliah dimana?" Amanda akhirnya ikut senang mendengarnya. 

"Kuliah di UI kak. Nanti kalau kakak pulang, ajarin aku ya?"

"Oke, sudah pasti. Kalau Roy, bagaimana kabarnya?" Amanda terbata-bata menanyakannya.

"Aku malas kak membahas pria itu. Dia sudah tidak mempedulikanku lagi."

Amanda tertegun. Dia tidak tahu bahwa sebenarnya Roy yang dibenci ada di dekat kakaknya sendiri. Dan perihnya, Roy menyukai kakaknya sendiri. Apakah ia harus menerima kenyataan telah berselingkuh dengan pacar adiknya sendiri?

"Apa kau masih tidak memahami kedatanganku?" Seseorang tiba-tiba datang dan duduk di sampingnya. Waktu itu, pelangi terlihat di genangan bibir pantai menunjukkan pesonanya. Sama seperti kelahiran Arjuna dalam mimpinya. Amanda menyeka air matanya. Menatapnya dingin. 

"Justru aku yang bertanya, untuk apa aku harus memahami kedatanganmu?" 

"Sampai kapan kau menatapku seperti itu? Dari dulu, aku hanya ingin tatapan matamu yang hangat. Bukan dingin." 

"Kau mau tatapan hangat dariku?" Amanda mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sebuah pisau kecil ia layangkan ke mata Roy. Dengan sigap, Roy menghadang tangannya. Amanda terus berusaha  menusuk matanya. Mereka saling beradu tangan. Dia sama seperti dulu. Melayangkan sesuatu ke mata gurunya. 

"Kau pernah seperti ini terhadap gurumu sendiri. Kau ingat?" Roy menahan tangannya. 

"Tidak. Yang aku ingat, tatapan wajahmu yang menyebalkan itu."

Roy langsung tertawa. Tangan Amanda terhenti melihat Roy yang tiba-tiba tertawa. Dengan tangkas, Roy membuang pisau itu ke tengah pantai. 

"Berhenti memanggil aku Roy, jika kau sudah mengingat Arjuna."

                                         ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status