~Semakin menjauh semakin rasa penasaran bagaimana cara untuk bisa mendapatkanmu. Menolak bukanlah gagal. Justru aku belum sempurna untuk memilikimu~
***"Kau sudah gila!" Gerutu Amanda."Bagaimana?" Roy mendesak. Amanda melepas shallnya dan melemparkannya di hadapan Roy.
"Adikku lebih mencintaimu dibandingkan aku." Amanda menatapnya nanar. Tanpa rasa kehangatan, ia pergi meninggalkannya. Menyisakan rasa kekecewaan yang menyesakkan dadanya. Amanda kembali ke tenda merebahkan tubuhnya. Membiarkannya sendirian bernuansa dingin yang menyengat.
Sepuluh tahun yang lalu, Roy mati-matian memperjuangkan cintanya. Wanita yang tidak pernah berubah dengan sikap dingin, cuek, kaku, jutek dan tidak pernah memahami perasaan orang lain.
Di malam yang sesunyi ini, Roy menyembunyikan air matanya. Mengingat dulu waktu pertama kali bertemu wanita bermata dingin, di sebuah sekolah piano, dia nampak molek menekan nuts-nya. Tatapannya berbeda dari yang lain. Tidak menggoda tapi menggemaskan. Apalagi waktu Roy melihatnya memainkan piano dari jarak dekat. Tatapannya tajam. Setajam pisau yang tidak mengizinkannya untuk diberi kehangatan.
"Kenapa diam disitu, kau tidak berhak menatapku seperti itu."
Waktu itu, Roy adalah pria penakut. Ia menyukai tapi tidak pernah memberinya arti. Ia selalu berlari tak menampakkan diri. Pada suatu hari, ia pernah memberanikan diri untuk menembak ketika mereka sama-sama lulus SMP. Ia memberikan sekuntum mawar putih tanpa mengatakan sesuatu. Hanya menatapnya lama yang bisa ia ucapkan.
"Kenapa dengan bunga ini? Kampungan sekali." Ia membuang bunga itu begitu saja. Roy semakin ketakutan dan langsung berlari.
"Cih, dasar pengecut." Gumam Amanda.
Dia juga termasuk One Naughty Girl di sekolah. Wanita pemberani terhadap siapapun. Sama guru saja dia tak ada sopan santunnya membalikkan hinaannya. Salah satu dari temannya ada yang gemar sekali tidur pas jam pelajaran.
"Hey, kau yang tidur, enak ya saya yang menerangkan, kau yang tidur. Sekarang keluar dari kelas."
Dia berdiri, berjalan dengan tatapan dingin, tanpa perasaan, dia menunjukkan jari di hadapan gurunya.
"Kau yang keluar. Bukan dia. Kau tidak berhak mengusir murid yang sedang belajar."
"Kau..." Guru itu menatapnya sebal. Dia belum puas dengan perkataannya, dia langsung menyerobot mengambil bulpoin dari saku gurunya. Dan....Tapppp!! Bulpoin itu nyaris mengenai matanya. Dia tersenyum melecehkan.
"Perbaiki matamu dengan baik sebelum menilai seseorang." Dia menarik paksa tangan guru itu dan menusuknya dengan bulpoin hingga membekas sebuah coretan. Guru itu sampai berdetak kencang ketakutan. Dia berjalan pergi, seisi kelas bisa bernapas lega.
Di balik wajahnya yang mengerikan, matanya yang dingin, Roy dapat mengambil kesimpulan meskipun dia mengerikan, dia adalah wanita iblis berhatikan malaikat. Di mata orang lain dia memang jahat, tapi di mata Roy, dia adalah malaikat.
Dan sekarang Roy berani mengungkapkan semuanya karena keputus asaannya selama ini. Sampai kapanpun ia tetap memperjuangkan Amanda.
***Hari sudah menyambut pagi. Para kolega terbangun mempersiapkan sarapan yang mereka bawa selama perjalanan. Makanan yang bisa tahan lama. Ya. Mereka membawa sebungkus ikan mentah segar. Elang segera menyalakan api unggun untuk pembakaran ikan. Selain membawa ikan mentah, sebagian ada yang membawa bumbu dapur untuk membuat rasa ikan jadi makin sedap.Elang mengumpulkan kayu menjadi satu. Menyalakan korek api dan api sudah bisa menyala. Nah, bagian meracik bumbu ikan adalah Kolega wanita. Sementara bagian membakar adalah Kolega pria.
Roy hanya diam tak membawa apa-apa. Dia terlalu bersemangat mengejar Amanda hingga melupakan membawa bekal. Elang melihatnya ikut prihatin. Ia berinisiatif mengajak Roy membakar api unggun meski tak membawa bekal. Amanda menatap Roy dingin.
Bumbu sudah siap ditaburkan ke ikan. Kolega pria mempersiapkan mentega juga kipas untuk mempercepat pematangannya. Roy bagian memegang ikannya. Elang mengoleskan menteganya. Sementara yang lain, mengipasi ikannya.
Amanda menatap Roy yang bersemangat membakar ikannya. Merasa ditatap, Roy balik menatapnya. Amanda buru-buru mengalihkan pandangannya. Roy tersenyum mendengus.
Ikan bakar bumbu balado siap disantap. Dengan membentuk lingkaran persahabatan, mereka menciptakan kehangatan dengan menyantap makanannya. Roy nampak kelaparan karena menyantap makanannya tak berhenti. Bahkan dia habis satu piring duluan. Ia tak sopan bersendawa di depan mereka.
"Tidak mau menambah?" Elang menawarkan pada Roy.
"Tidak. Aku sudah kenyang. Nanti pasti ada yang masih lapar." Kata Roy langsung menatap Amanda. Ia memutar bola matanya.
"Boleh aku menyanyi?" Roy menanyakan pada semua orang tapi tatapannya masih tertuju pada Amanda.
"Boleh juga."Roy merasa yang merespon hanyalah Elang. Yang lain sama seperti sikapnya Amanda, bermata dingin. Tapi Roy tak pernah menyerah. Ia berusaha membuat semua orang nyaman berada di dekatnya. Termasuk Amanda.
Izinkan ku lukis senja....mengukir namamu disana...
Amanda langsung berhenti makan. Ia mengingat sesuatu. Suara itu tak asing baginya. Seperti pernah ada yang menyanyikan untuknya. Tatapan penuh kehangatan. Senyuman yang menyenangkan. Terlebih sikap tengilnya yang menyebalkan.
"Suaramu bagus Mas. Apa kau pernah jadi penyanyi single?" Seru Alifa terkagum dengan suaranya.
"Iya. Lima tahun yang lalu aku pernah jadi aktor di channel NHTV."
"Wow, kau seorang artis."
"Siapa nama aslimu? Nama artismu?" Elang menyahut.
"Nama asliku Arjuna Wiratikta. Sama seperti nama artisku. Aku menyukai nama itu. Nama yang Papa berikan karena aku lahir di bulan purnama saat ada pelangi." Roy terus saja menatap Amanda. Ia masih tetap tidak mau menatapnya balik.
"Keren...judul film apa yang pernah kau bintangi?"
"Ketika pelangi memeluk senja."
"Judulnya romantis." Siapa yang tak kenal Alifa wanita yang paling heboh ketika ada film bucin. Sayangnya, dia tak pernah ada yang membucinkan.
"Aku mau nonton." Sahut Gadis yang paling pojok, "apa masih ada di youtube?"
"Sepertinya ada."
"Bagaimana kalau kita nonton bareng nanti malam?" Saran Alifa.
"Setuju...setuju..." Gadis yang paling pojok langsung menyetujui. Disusul yang lain ikut menyetujui. Melihat Amanda yang hanya diam, Roy langsung menyekaknya.
"Bagaimana Bebeb Amanda?" Roy tersenyum-senyum.
"Aku tidak suka nonton film romantis. Jangan memaksa." Celetuk Amanda membuat semua orang kaget dengan responnya. Roy sudah terbiasa dengan sikapnya malah menanggapnya dengan tersenyum-senyum apalagi kalau melihat dia marah-marah.
"Wow, terus film apa yang kau suka?"
"Film kenyataan."
"Oh, begitu ya? Film kenyataan bahwa kau pernah menggigit bibirku?"
Semua langsung terkejut menatap Amanda. Ia bersikap salah tingkah. Nada bicaranya berbelit-belit.
"Si...siapa ya? Jangan mengarang." Amanda terlihat gugup.
"Ya biasa saja. Aku hanya bertanya. Berarti itu bukan kenyataan. Hanya film."
Amanda semakin kesal dengan kehadiran Roy. Ia langsung pergi meninggalkan mereka. Memilih menyendiri di tepi pantai. Menikmati ombak pantai berderu menyapu angin. Semakin Roy hadir dalam hidupnya, sepotong kenangan itu terpasang. Amanda tak tahu cara mengaplikasikan sikap Roy yang sama sekali tidak ada dalam ingatannya. Yang ia ingat hanya tatapan kehangatan itu, senyuman menyenangkan itu, dan sikap tengilnya yang selalu mengejarnya. Tapi wajahnya bukan itu. Dia wajah lain. Amanda mengacak-acak rambutnya kesal. Berteriak sejadi-jadinya.
Ponselnya tiba-tiba berdering. Dilihat siapa yang menelpon, ternyata Arafa. Amanda mengangkat teleponnya.
"Bagaimana kak liburannya?"
"Senang." Jawaban yang sangat dingin. Dan sudah pasti Arafa tahu kalau Amanda berbohong.
"Dinikmati saja kak. Buat refresing."
"Ada keperluan apa kau menelponku?"
"Aku sudah daftar kuliah Kak." Arafa memberitaunya dengan senang.
"Benarkah? Kuliah dimana?" Amanda akhirnya ikut senang mendengarnya.
"Kuliah di UI kak. Nanti kalau kakak pulang, ajarin aku ya?"
"Oke, sudah pasti. Kalau Roy, bagaimana kabarnya?" Amanda terbata-bata menanyakannya.
"Aku malas kak membahas pria itu. Dia sudah tidak mempedulikanku lagi."
Amanda tertegun. Dia tidak tahu bahwa sebenarnya Roy yang dibenci ada di dekat kakaknya sendiri. Dan perihnya, Roy menyukai kakaknya sendiri. Apakah ia harus menerima kenyataan telah berselingkuh dengan pacar adiknya sendiri?
"Apa kau masih tidak memahami kedatanganku?" Seseorang tiba-tiba datang dan duduk di sampingnya. Waktu itu, pelangi terlihat di genangan bibir pantai menunjukkan pesonanya. Sama seperti kelahiran Arjuna dalam mimpinya. Amanda menyeka air matanya. Menatapnya dingin.
"Justru aku yang bertanya, untuk apa aku harus memahami kedatanganmu?"
"Sampai kapan kau menatapku seperti itu? Dari dulu, aku hanya ingin tatapan matamu yang hangat. Bukan dingin."
"Kau mau tatapan hangat dariku?" Amanda mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sebuah pisau kecil ia layangkan ke mata Roy. Dengan sigap, Roy menghadang tangannya. Amanda terus berusaha menusuk matanya. Mereka saling beradu tangan. Dia sama seperti dulu. Melayangkan sesuatu ke mata gurunya.
"Kau pernah seperti ini terhadap gurumu sendiri. Kau ingat?" Roy menahan tangannya.
"Tidak. Yang aku ingat, tatapan wajahmu yang menyebalkan itu."
Roy langsung tertawa. Tangan Amanda terhenti melihat Roy yang tiba-tiba tertawa. Dengan tangkas, Roy membuang pisau itu ke tengah pantai.
"Berhenti memanggil aku Roy, jika kau sudah mengingat Arjuna."
***~Pelangi hadir mempermanis setelah hujan. Senja terlukis mengukir nama ketika langit mengizinkan menampakkan rupawannya~ ***"Mengenalmu saja tidak, kenapa aku harus memanggilmu Arjuna." Pekik Amanda."Baiklah, aku akan memprediksimu suatu hari nanti kau akan memanggilku Arjuna."Kebiasaan Amanda yang tak memahami perasaan orang lain, beralih pada Roy yang sengaja meninggalkannya di tepi pantai. Amanda menatap sendu ombak pantai. Ia masih terbayang tatapan mata itu dan membandingkannya dengan wajahnya. Mencoba memahami perasaannya.Amanda yang bisa merasakan liburan baru-baru ini bersama teman-temannya berbeda halnya dengan Arafa. Ia harus melewati beberapa ujian untuk kelulusannya serta upaya agar bisa masuk ke perkuliahan impian. Memasuki bulan maret, Arafa berjuang menyelesaikan u
~Mendekatimu adalah karunia sejak dahulu. Memilikimu adalah keistimewaan yang aku idamkan sampai sekarang. Pelan-pelan kau akan memahamiku~ ***Sang Gadis pujaan, alangkah indah wajahmu...Alangkah manis senyummu...Berwarna warni sekian sikapmu...Pelukismu agung menciptakan karyamu...Siapa gerangan yang berhak bersanding denganmu?Aku hanyalah Senja yang selalu takut mendekatimu...Berharap ketika kau membenciku...Pantaskah aku memperjuangkanmu?Puisi sang Senja yang sedang merindu. Ia tulis di sebuah kertas dengan pena pemberian raja sewaktu ia mengikuti sayembara puisi untuk sang putri. Ia sangat dekat dengan raja tapi tidak tahu maksud kedekatan itu karena memiliki perasaan dengan sang putri. Sayembara itu hanyalah hadiah berupa uang bagi rakyat jelata sepertinya. Ibunya menjadi dayang. A
~Hati tak dapat diselidiki tetapi harus dipahami seperti kisah yang pernah kita jalin dalam hidup ini. Bukan tentang mencintai melainkan ketulusan hati~ ***Liburan telah selesai. Para kolega mengemasi barang-barangnya. Menurunkan tendanya. Api unggun telah padam sejak tadi pagi. Roy yang mendadak ikut waktu itu, juga mengemasi barang-barang mereka. Ia tak membawa apa-apa. Hanya pinjam baju milik Elang. Sebagai balasannya, ia ikut mengemasi barangnya.Saat Amanda mengemasi barangnya, ia lupa masih menyimpan shall milik Roy. Ia terus menatap Roy. Akhirnya ia memberanikan diri mengembalikannya. Tangan Amanda menjulurkan sebuah shall di depan Roy. Ia amati shall tersebut. Kemudian menoleh pada Amanda dengan senyumannya."Kau ambil saja." Kata Roy."Kau yang lebih membutuhkan." Amanda menolak.
~Menyelidiki tanpa memahami akankah bisa bersatu kembali. Pertolongan pertama yang paling hakiki adalah mendekati~ ***Sarapan pagi kali ini terasa hampa tanpa kehadiran Mama dan Papa. Makanan lezat yang selalu tersaji di meja makan kini hambar. Suasana sarapan yang penuh cerita menjadi bosan. Tersisa Amanda dan Arafa yang berada di meja makan. Sebagai Kakak, Amanda yang menyajikan makanannya. Soal masak memasak memang ia tidak terlalu berbakat. Ia hanya ingin bisa seperti Mamanya. Dan suatu hari, pasti dia juga akan menjadi Mama.Amanda menuangkan lauk telor dadar sambal balado di atas piring milik Arafa."Kak, nanti malam ajari aku buat tes kuliah ya?" Pinta Arafa mulai melahap makanannya."Apa yang belum kau pahami?""Soal penalaran sama sebab akibat.""Oke, Kakak usahakan." Amanda bersedia.
~Kedua tangan merekat ketika saling memberi rasa hangat. inikah tanda rasa pemahaman yang selama ini ia pikat~ ***Mereka terus bertatap mata. Pengacara Bahrun yang merasa diacuhkan berpura-pura batuk. Mereka saling mengalihkan pandangan."Sudah selesai?" Pengacara Bahrun sungguh merusak suasana."Tidak usah jealous." Roy menyindir. Merasa disindir, Pengacara Bahrun tak mau kalah."Iya, aku memang jealous. Kau sudah merebut Amanda dariku." Pengacara Bahrun justru berterus terang. Hati Roy seketika itu membeludak. Menyembur kecemburuan yang berapi-api. Dia sungguh memantik emosi Roy."Kau yang sudah merebut karena dia masa laluku." Roy melototkan matanya pada Pengacara Bahrun."Oh, jadi kau mantannya." Pengacara Bahrun gemar sekali menyindir. Emosi Roy sudah tak bisa dik
~Mendekati dengan cara yang tak biasa bisa luar biasa jika dipahami secara detail dan pelukan hangatmu yang menjadi tanda kebesaran rasa pemahamanku terhadap perasaanmu~ ***"Ku lihat kalian serasi..." Arafa cekikikan meledek Roy."Kenapa bukan kau saja?" Roy membalikkan pertanyaannya."Aku tidak suka. Seleraku sangat tinggi." Kata Arafa berlagak sombong.Mereka saling berbincang seperti sudah saling mengenal satu sama lain. Amanda kembali ke ruang tamu membawakan tiga secangkir teh untuk minum-minum bersantai di pagi hari."Sedang membahas apa?" Amanda memberikan secangkirnya satu persatu."Ituloh Kak Ria sangat cantik. Arafa mau menjodohkannya dengan Kak Bahrun."Amanda menahan tawanya. Roy menatapnya pasrah."Kalau itu boleh-boleh sa
~Ketika dua cinta hadir, sangat terasa sayang mereka menggulir. Ciuman pada pipisepenuh hati menjadi bukti kepedulian mereka~ ***Tatapan mereka melekap indah. Merasuki sukma yang tersembunyi. Lingkar mata penuh kenangan. Ukir senyum yang memaparkan kerinduan. Ia sepakat memahami perasaannya. Jauh dari lubuk hati, ia menyesali masa kelam sepuluh tahun lalu. Apakah ia bisa memperbaiki itu semua?Mereka tersadar, dan saling bangkit dari tatapan. Roy segera meraih tangannya. Menggengam erat. Melintasi kerumunan pengunjung yang takjub melihat kemesraan mereka. Pelayan yang menggoda tadi menarik napas panjang karena telah keliru merusak hubugan mereka. Alkisah, mereka keluar dari klub malam. Berhenti di depan mobil menghirup napas sebanyak-banyaknya. Berada di klub malam, serasa di api neraka yang meluap-luap.
~Perhatian yang selama ini mereka tunjukkan terbukti bahwa cinta bisa datang bukan dengan sendirinya tetapi bersamaan. Tunggu waktu saja yang menjawab pada siapa cinta itu berlabuh~ ***Amanda terketuk diam terpaku. Ia tak tahu kalau akhirnya begini ceritanya. Ia langsung salah tingkah dengan apa yang mereka lakukan tiba-tiba."Mari makan nanti keburu dingin." Amanda cepat-cepat menuangkan nasi ke dalam piringnya sendiri. Tatapan Roy dan Pengacara Bahrun saling bermusuhan. Arafa melihat mereka mencurigai sesuatu. Roy dan Pengacara Bahrun segera mengambil nasinya. Mereka menciptakan keheningan bersama. Melahap makanannya tanpa berkata apa-apa."Makanannya enak ya..." Seru Arafa menciptakan suasana agar kembali hidup setelah diam sejenak."Iya enak karena masakanmu sendiri." Sindir Roy."Tapi
~Perkataan seseorang lebih tajam ketimbang perkataan diri sendiri. Lalu, mana yang lebih engkau prioritaskan?~ ***Psikiater prihatin melihat kesedihan Roy. Perawat yang berjaga di belakang para pasien segera memberikan suntik obat bius. Sedang perawat yang lainnya, membawa pasien ke kamarnya agar tidak ketakutan melihat keadaan Sinta. Psikiater itu menuntun Roy ke ruangan pribadinya. Ia tampak terpukul melihat keadaan Sinta semakin hari semakin tidak keruan."Aku tau Roy, kau pasti sedih melihat ibu Sinta selalu diwarnai kecemasan. Kau sabar saja. Lambat laun, ibumu akan mengetahui kebesaran hatimu," kata Psikiater menenangkan hatinya."Sampai kapan, dok? Dari dulu ibu lebih menyayangi Juna karena memang aku in
~Ketika seseorang terjatuh dalam masalahnya, menangis adalah luapan emosinya dan merenung adalah solusi ketenangannya~ ***Pengacara Bahrun menenangkan Amanda dan memintanya langsung keluar saja ke kantor polisi. Amanda masih menangis dalam pelukannya. Ia tak tahu harus bagaimana menghiburnya."Manda, yang sabar ya...doakan saja semoga mama kamu cepat dikeluarkan dari penjara," katanya menenangkan.Ia lebih memilih menunggu taksi offline. Takutnya kalau dia memesan taksi online, si sopir itu malah yang nongol.Setengah jam berlalu, taksinya datang. Pengacara Bahrun perlahan memapahnya masuk ke dalam mobil. Ia kemudian duduk di sampingnya. Mobil berjalan menyapu jalanan yang pada saat itu memang tidak terlalu macet.
~Sosok yang ia rindukan selama ini, ternyata menyimpan luka dan duka mendalam demi kebahagiaannya~ ***Si sopir itu hanya pasrah. Ia menahan rasa sakit bekas pukulan Pengacara Bahrun."Itu teguran untuk tidak bersikap semena-mena terhadap pelanggan. Faham?""Iya, maafkan saya. Kalau begitu, saya pamit pulang." Dengan muka sendu, si sopir membuka pintu mobil. Dan menyalakan mesinnya. Amanda menatapnya tak tega. Ia kemudian menghentikan mobilnya. Pengacara Bahrun kaget dengan keputusan Amanda yang sepihak."Kita harus menghargai pertolongan orang lain," ujar Amanda pada Pengacara Bahrun. Si sopir itu tersenyum. Ia mengizinkannya masuk ke mobil maka ia pun masuk. Pengacara Bahrun masih dalam tatapan nanarnya."Mas
~Sebuah kata ternyata tidak pantas diungkapkan pada seseorang yang mengenalmu tapi bagaimana jika itu terjadi padamu?~ ***Agen Andara menjadi pusat perhatian di bus saat itu. Semua sudah siap dia masih melakukan aktivitas mandi di belakang bus. Ia segera mencuci muka dengan air yang ada dalam botolnya. Lalu mengenakan jasnya."Siap, kita berangkat," seru Agen Andara sudah siap berangkat ke kantor. Sopir mendengarkan intruksi dari boss, ia menyalakan mesin dan bus siap dijalankan.Berada di bus, Amanda teringat masa-masa camping bersama mereka. Menatap kaca jendela, memori tentang dia juga muncul. Ya, saat dimana Juna memeluk jari kelingkingnya.Roy meminta turun di tengah jalan karena dia berseberangan arus dengan mereka. Ia masih
~Kesedihan mendalam yang dialami tak memungkiri berbagai persoalan hidup menghampiri. Dalam hal ini, siapa yang dapat menghiburmu?~ ***Keadaan jadi semakin rumit dengan keputusan Roy."Lah, kalau kita tinggal di rumah Amanda, kita tidur dimana?" Alifa meragukan keputusannya."Disini ada empat kamar. Kamar Amanda, mama, papa, dan kamar tamu."Amanda tercengang kenapa Roy bisa tahu seisi ruangannya. Ia lupa kalau Juna pernah bilang Roy itu memiliki indera ke tujuh."Kalau begitu, kita bagi kamarnya," sahut Amanda ikut berpendapat.Arafa menatapnya bingung."Jumlah para kolega ini berapa?""Sekitar tiga puluhan.
~Satu cinta sudah terlahir sejak dahulu kini tibanya aku tahu siapa kamu~ ***"Baiklah, maaf jika saya mengganggu kegiatan kalian...." ucap si kurir berpamitan. Ia mengendarai motornya lalu menghilang ditelan kecepatan motornya. Pengacara Bahrun menarik tangan Amanda masuk ke dalam. Menutup pintunya dengan wajah kecemasan.Arafa dan Roy menghampiri mereka juga ikut cemas."Ini benar-benar aneh. Kemarin ada sopir taksi sekarang kurir. Siapa yang telah menerorku? Apa mau mereka?""Tenang, Manda. Jangan cemas. Kita sama-sama membongkar siapa di balik semua ini.""Ya sudah, yang penting kita rayakan pesta hari ini," sahut Arafa menenangkan hati Amanda. Melepas dari peneroran itu, mereka kembali ke tepi kolam. Rupanya acara bakar
~Ketika rindu tersekat oleh waktu apakah hanya sesaat aku bisa bertemu?~ ***Cahaya itu menyingsing. Menyinari pepohon yang berfotosintesis. Sedang para kolega pulang dan lega karena sudah mengikuti diskusi hari ini. Pengacara Bahrun dan Amanda naik mobil. Mereka melambaikan tangan pada para koleganya yang juga naik mobil.Mesin dinyalakan, mobil beringsut menghamburkan dedaunan yang berguguran karena musim kemarau telah datang.Sampai pada rumah, Arafa beranjak dari sofa ruang keluarga yang pada saat itu, dia sedang menonton televisi, membukakan pintu. Mereka hampir mengetuk pintu tidak jadi keburu Arafa sudah membukakan pintunya."Bagaimana dengan si sopir itu, kak?" Dia langsung menanyakannya dan panik."Kita
~Gelisah karena banyak mata yang menyelidik. Galau karena rindu terus merajalela. Merana karena cinta masih berada dalam kadar mimpi~ ***Amanda merasa Pengacara Bahrun memberi perhatian lebih padanya. Kenapa bukan Juna? Kapan dia akan kembali?"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" Amanda bertanya lebih dalam."Terus melihat gerak-gerik mencurigakan di rumahmu atau di sekitarmu.""Baiklah, aku juga harus lebih waspada."Ponsel Amanda berdering beberapa saat kemudian. Ia menengok siapa yang menelpon. Nomor tak diketahui siapa. Ia melirik Pengacara Bahrun sebentar. Namun, ia memberanikan diri mengangkat teleponnya."Hallo, dengan detektif Jack's Angel's ada yang bisa saya bantu?"
~Waktu berputar sesuai dengan porosnya. Bagaimana dengan rindu yang berpijak pada targetnya?~ ***"Bangun kak, ini sudah pagi! Jangan terus menghalu!" Celetuk Arafa."Astaghfirullah! Aku harus kerja." Amanda langsung menyabet handuk yang ia tanggalkan di tengah pintu dan masuk ke kamar mandi nyaris kepeleset namun, kaki kuatnya mampu menahannya. Ia menyengir.Karena bangun kesiangan, Arafa yang harus menyiapkan sarapan hari ini. Memasak seadanya saja dan menata piring, nasi serta lauk pauknya di atas meja. Sepuluh menit sudah Amanda mandi, ia meletakkan handuknya di atas kursi. Mendorong kursinya dan duduk dengan nyaman."Seadanya ya kak," ujar Arafa memelas."Tidak apa. Yang penting pagi-pagi sudah diisi perutn