~Hati tak dapat diselidiki tetapi harus dipahami seperti kisah yang pernah kita jalin dalam hidup ini. Bukan tentang mencintai melainkan ketulusan hati~
***Liburan telah selesai. Para kolega mengemasi barang-barangnya. Menurunkan tendanya. Api unggun telah padam sejak tadi pagi. Roy yang mendadak ikut waktu itu, juga mengemasi barang-barang mereka. Ia tak membawa apa-apa. Hanya pinjam baju milik Elang. Sebagai balasannya, ia ikut mengemasi barangnya.Saat Amanda mengemasi barangnya, ia lupa masih menyimpan shall milik Roy. Ia terus menatap Roy. Akhirnya ia memberanikan diri mengembalikannya. Tangan Amanda menjulurkan sebuah shall di depan Roy. Ia amati shall tersebut. Kemudian menoleh pada Amanda dengan senyumannya.
"Kau ambil saja." Kata Roy.
"Kau yang lebih membutuhkan." Amanda menolak.
~Menyelidiki tanpa memahami akankah bisa bersatu kembali. Pertolongan pertama yang paling hakiki adalah mendekati~ ***Sarapan pagi kali ini terasa hampa tanpa kehadiran Mama dan Papa. Makanan lezat yang selalu tersaji di meja makan kini hambar. Suasana sarapan yang penuh cerita menjadi bosan. Tersisa Amanda dan Arafa yang berada di meja makan. Sebagai Kakak, Amanda yang menyajikan makanannya. Soal masak memasak memang ia tidak terlalu berbakat. Ia hanya ingin bisa seperti Mamanya. Dan suatu hari, pasti dia juga akan menjadi Mama.Amanda menuangkan lauk telor dadar sambal balado di atas piring milik Arafa."Kak, nanti malam ajari aku buat tes kuliah ya?" Pinta Arafa mulai melahap makanannya."Apa yang belum kau pahami?""Soal penalaran sama sebab akibat.""Oke, Kakak usahakan." Amanda bersedia.
~Kedua tangan merekat ketika saling memberi rasa hangat. inikah tanda rasa pemahaman yang selama ini ia pikat~ ***Mereka terus bertatap mata. Pengacara Bahrun yang merasa diacuhkan berpura-pura batuk. Mereka saling mengalihkan pandangan."Sudah selesai?" Pengacara Bahrun sungguh merusak suasana."Tidak usah jealous." Roy menyindir. Merasa disindir, Pengacara Bahrun tak mau kalah."Iya, aku memang jealous. Kau sudah merebut Amanda dariku." Pengacara Bahrun justru berterus terang. Hati Roy seketika itu membeludak. Menyembur kecemburuan yang berapi-api. Dia sungguh memantik emosi Roy."Kau yang sudah merebut karena dia masa laluku." Roy melototkan matanya pada Pengacara Bahrun."Oh, jadi kau mantannya." Pengacara Bahrun gemar sekali menyindir. Emosi Roy sudah tak bisa dik
~Mendekati dengan cara yang tak biasa bisa luar biasa jika dipahami secara detail dan pelukan hangatmu yang menjadi tanda kebesaran rasa pemahamanku terhadap perasaanmu~ ***"Ku lihat kalian serasi..." Arafa cekikikan meledek Roy."Kenapa bukan kau saja?" Roy membalikkan pertanyaannya."Aku tidak suka. Seleraku sangat tinggi." Kata Arafa berlagak sombong.Mereka saling berbincang seperti sudah saling mengenal satu sama lain. Amanda kembali ke ruang tamu membawakan tiga secangkir teh untuk minum-minum bersantai di pagi hari."Sedang membahas apa?" Amanda memberikan secangkirnya satu persatu."Ituloh Kak Ria sangat cantik. Arafa mau menjodohkannya dengan Kak Bahrun."Amanda menahan tawanya. Roy menatapnya pasrah."Kalau itu boleh-boleh sa
~Ketika dua cinta hadir, sangat terasa sayang mereka menggulir. Ciuman pada pipisepenuh hati menjadi bukti kepedulian mereka~ ***Tatapan mereka melekap indah. Merasuki sukma yang tersembunyi. Lingkar mata penuh kenangan. Ukir senyum yang memaparkan kerinduan. Ia sepakat memahami perasaannya. Jauh dari lubuk hati, ia menyesali masa kelam sepuluh tahun lalu. Apakah ia bisa memperbaiki itu semua?Mereka tersadar, dan saling bangkit dari tatapan. Roy segera meraih tangannya. Menggengam erat. Melintasi kerumunan pengunjung yang takjub melihat kemesraan mereka. Pelayan yang menggoda tadi menarik napas panjang karena telah keliru merusak hubugan mereka. Alkisah, mereka keluar dari klub malam. Berhenti di depan mobil menghirup napas sebanyak-banyaknya. Berada di klub malam, serasa di api neraka yang meluap-luap.
~Perhatian yang selama ini mereka tunjukkan terbukti bahwa cinta bisa datang bukan dengan sendirinya tetapi bersamaan. Tunggu waktu saja yang menjawab pada siapa cinta itu berlabuh~ ***Amanda terketuk diam terpaku. Ia tak tahu kalau akhirnya begini ceritanya. Ia langsung salah tingkah dengan apa yang mereka lakukan tiba-tiba."Mari makan nanti keburu dingin." Amanda cepat-cepat menuangkan nasi ke dalam piringnya sendiri. Tatapan Roy dan Pengacara Bahrun saling bermusuhan. Arafa melihat mereka mencurigai sesuatu. Roy dan Pengacara Bahrun segera mengambil nasinya. Mereka menciptakan keheningan bersama. Melahap makanannya tanpa berkata apa-apa."Makanannya enak ya..." Seru Arafa menciptakan suasana agar kembali hidup setelah diam sejenak."Iya enak karena masakanmu sendiri." Sindir Roy."Tapi
~Wajah yang sama tak menciutkan perasaannya untuk tetap memperjuangkannya. Menunggu waktu saja dia akan memahaminya meski dalam kurun yang panjang~ ***Ambulan datang beberapa menit kemudian ketika Roy sudah tak sadarkan diri. Suara sirine memekik dan membuat para kolega panik. Mereka berbondongan melihat keadaan di ruang pribadi Amanda. Ternyata yang pingsan adalah Roy. Petugas ambulan membawa roda ranjang dan menidurkannya di atas ranjang. Denyut nadi Roy lemah ketika petugas ambulan memeriksanya. Amanda tak henti-hentinya menangis. Ia mengiringi perjalanan Roy yang tak sadarkan diri. Hari ini, semua sudah terjadi. Ia menyadari yang pantas diperjuangkan selama ini adalah wajah yang mirip Roy tetapi tatapannya milik Arjuna.Kau adalah Arjuna yang selalu mencintaiku...Roy dibawa masuk ke mobil ambulan. Amanda ikut menemaninya di dalam. Penga
~Jatuh dalam keterpurukan lebih menyesakkan daripada jatuh dalam rasa patah hati. Engkau sudah merasakan kedua-duanya. Maka, izinkan aku memahami dan memberi perhatian lebih kepadamu~ ***Memasuki ruang ICU, didapati ada seseorang yang mirip dengan Roy. Mereka saling menatap dan Amanda sudah bisa menebak bahwa tatapan itu memang milik Roy. Sesekali dia juga melihat Roy yang terbaring lemah."Apa benar kau adalah Roy yang selama ini melarikan diri?"Roy hanya diam. Amanda terus mendesak pertanyaan itu agar Roy bisa mengatakan yang sebenarnya. Selama Roy yang terbaring masih belum sadarkan diri."Jawab Roy. Tolong jangan sembunyikan identitasmu." Tegas Amanda."Apa kau pernah memikirkan sedikitpun tentang perasaan kakakku?" Roy akhirnya angkat bicara."Jadi benar, dia adalah Arjuna yang aku kenal sepuluh
~Impian yang selama ini kau rajut sejak dahulu mari kita perbaiki di masa depan. Cukup dengan memperkaya cinta kita akan selalu merasakan jatuh cinta~ ***Roy tak bisa berkutik. Ibunya mendekat. Raut muka dipenuhi keheranan melihat pria bermasker, bertopi mengendap-endap keluar dari rumah."Kau siapa? Maling ya?"Roy tak menjawab. Ia lekas berlari ketakutan sebelum ibu jauh melangkah mengejar."Hey!!!" Ibu berteriak. Ia mengambil ponsel dari sakunya bermaksud menelpon satpam di depan untuk berhati-hati karena ada penyusup di rumah. Satpam sanggup menjaga. Ia mengedarkan ke seluruh halaman apa ada gerak-gerik menncurigakan. Rupanya kecerdikan Roy main. Ia kalah cepat dengan Roy yang berbalik arah lewat belakang rumah. Ibu menelpon lagi."Bagaimana satpam?" Ibu panik."Tidak ada siapa-siapa buk.""Ben
~Perkataan seseorang lebih tajam ketimbang perkataan diri sendiri. Lalu, mana yang lebih engkau prioritaskan?~ ***Psikiater prihatin melihat kesedihan Roy. Perawat yang berjaga di belakang para pasien segera memberikan suntik obat bius. Sedang perawat yang lainnya, membawa pasien ke kamarnya agar tidak ketakutan melihat keadaan Sinta. Psikiater itu menuntun Roy ke ruangan pribadinya. Ia tampak terpukul melihat keadaan Sinta semakin hari semakin tidak keruan."Aku tau Roy, kau pasti sedih melihat ibu Sinta selalu diwarnai kecemasan. Kau sabar saja. Lambat laun, ibumu akan mengetahui kebesaran hatimu," kata Psikiater menenangkan hatinya."Sampai kapan, dok? Dari dulu ibu lebih menyayangi Juna karena memang aku in
~Ketika seseorang terjatuh dalam masalahnya, menangis adalah luapan emosinya dan merenung adalah solusi ketenangannya~ ***Pengacara Bahrun menenangkan Amanda dan memintanya langsung keluar saja ke kantor polisi. Amanda masih menangis dalam pelukannya. Ia tak tahu harus bagaimana menghiburnya."Manda, yang sabar ya...doakan saja semoga mama kamu cepat dikeluarkan dari penjara," katanya menenangkan.Ia lebih memilih menunggu taksi offline. Takutnya kalau dia memesan taksi online, si sopir itu malah yang nongol.Setengah jam berlalu, taksinya datang. Pengacara Bahrun perlahan memapahnya masuk ke dalam mobil. Ia kemudian duduk di sampingnya. Mobil berjalan menyapu jalanan yang pada saat itu memang tidak terlalu macet.
~Sosok yang ia rindukan selama ini, ternyata menyimpan luka dan duka mendalam demi kebahagiaannya~ ***Si sopir itu hanya pasrah. Ia menahan rasa sakit bekas pukulan Pengacara Bahrun."Itu teguran untuk tidak bersikap semena-mena terhadap pelanggan. Faham?""Iya, maafkan saya. Kalau begitu, saya pamit pulang." Dengan muka sendu, si sopir membuka pintu mobil. Dan menyalakan mesinnya. Amanda menatapnya tak tega. Ia kemudian menghentikan mobilnya. Pengacara Bahrun kaget dengan keputusan Amanda yang sepihak."Kita harus menghargai pertolongan orang lain," ujar Amanda pada Pengacara Bahrun. Si sopir itu tersenyum. Ia mengizinkannya masuk ke mobil maka ia pun masuk. Pengacara Bahrun masih dalam tatapan nanarnya."Mas
~Sebuah kata ternyata tidak pantas diungkapkan pada seseorang yang mengenalmu tapi bagaimana jika itu terjadi padamu?~ ***Agen Andara menjadi pusat perhatian di bus saat itu. Semua sudah siap dia masih melakukan aktivitas mandi di belakang bus. Ia segera mencuci muka dengan air yang ada dalam botolnya. Lalu mengenakan jasnya."Siap, kita berangkat," seru Agen Andara sudah siap berangkat ke kantor. Sopir mendengarkan intruksi dari boss, ia menyalakan mesin dan bus siap dijalankan.Berada di bus, Amanda teringat masa-masa camping bersama mereka. Menatap kaca jendela, memori tentang dia juga muncul. Ya, saat dimana Juna memeluk jari kelingkingnya.Roy meminta turun di tengah jalan karena dia berseberangan arus dengan mereka. Ia masih
~Kesedihan mendalam yang dialami tak memungkiri berbagai persoalan hidup menghampiri. Dalam hal ini, siapa yang dapat menghiburmu?~ ***Keadaan jadi semakin rumit dengan keputusan Roy."Lah, kalau kita tinggal di rumah Amanda, kita tidur dimana?" Alifa meragukan keputusannya."Disini ada empat kamar. Kamar Amanda, mama, papa, dan kamar tamu."Amanda tercengang kenapa Roy bisa tahu seisi ruangannya. Ia lupa kalau Juna pernah bilang Roy itu memiliki indera ke tujuh."Kalau begitu, kita bagi kamarnya," sahut Amanda ikut berpendapat.Arafa menatapnya bingung."Jumlah para kolega ini berapa?""Sekitar tiga puluhan.
~Satu cinta sudah terlahir sejak dahulu kini tibanya aku tahu siapa kamu~ ***"Baiklah, maaf jika saya mengganggu kegiatan kalian...." ucap si kurir berpamitan. Ia mengendarai motornya lalu menghilang ditelan kecepatan motornya. Pengacara Bahrun menarik tangan Amanda masuk ke dalam. Menutup pintunya dengan wajah kecemasan.Arafa dan Roy menghampiri mereka juga ikut cemas."Ini benar-benar aneh. Kemarin ada sopir taksi sekarang kurir. Siapa yang telah menerorku? Apa mau mereka?""Tenang, Manda. Jangan cemas. Kita sama-sama membongkar siapa di balik semua ini.""Ya sudah, yang penting kita rayakan pesta hari ini," sahut Arafa menenangkan hati Amanda. Melepas dari peneroran itu, mereka kembali ke tepi kolam. Rupanya acara bakar
~Ketika rindu tersekat oleh waktu apakah hanya sesaat aku bisa bertemu?~ ***Cahaya itu menyingsing. Menyinari pepohon yang berfotosintesis. Sedang para kolega pulang dan lega karena sudah mengikuti diskusi hari ini. Pengacara Bahrun dan Amanda naik mobil. Mereka melambaikan tangan pada para koleganya yang juga naik mobil.Mesin dinyalakan, mobil beringsut menghamburkan dedaunan yang berguguran karena musim kemarau telah datang.Sampai pada rumah, Arafa beranjak dari sofa ruang keluarga yang pada saat itu, dia sedang menonton televisi, membukakan pintu. Mereka hampir mengetuk pintu tidak jadi keburu Arafa sudah membukakan pintunya."Bagaimana dengan si sopir itu, kak?" Dia langsung menanyakannya dan panik."Kita
~Gelisah karena banyak mata yang menyelidik. Galau karena rindu terus merajalela. Merana karena cinta masih berada dalam kadar mimpi~ ***Amanda merasa Pengacara Bahrun memberi perhatian lebih padanya. Kenapa bukan Juna? Kapan dia akan kembali?"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" Amanda bertanya lebih dalam."Terus melihat gerak-gerik mencurigakan di rumahmu atau di sekitarmu.""Baiklah, aku juga harus lebih waspada."Ponsel Amanda berdering beberapa saat kemudian. Ia menengok siapa yang menelpon. Nomor tak diketahui siapa. Ia melirik Pengacara Bahrun sebentar. Namun, ia memberanikan diri mengangkat teleponnya."Hallo, dengan detektif Jack's Angel's ada yang bisa saya bantu?"
~Waktu berputar sesuai dengan porosnya. Bagaimana dengan rindu yang berpijak pada targetnya?~ ***"Bangun kak, ini sudah pagi! Jangan terus menghalu!" Celetuk Arafa."Astaghfirullah! Aku harus kerja." Amanda langsung menyabet handuk yang ia tanggalkan di tengah pintu dan masuk ke kamar mandi nyaris kepeleset namun, kaki kuatnya mampu menahannya. Ia menyengir.Karena bangun kesiangan, Arafa yang harus menyiapkan sarapan hari ini. Memasak seadanya saja dan menata piring, nasi serta lauk pauknya di atas meja. Sepuluh menit sudah Amanda mandi, ia meletakkan handuknya di atas kursi. Mendorong kursinya dan duduk dengan nyaman."Seadanya ya kak," ujar Arafa memelas."Tidak apa. Yang penting pagi-pagi sudah diisi perutn