~Wajah yang sama tak menciutkan perasaannya untuk tetap memperjuangkannya. Menunggu waktu saja dia akan memahaminya meski dalam kurun yang panjang~
***
Ambulan datang beberapa menit kemudian ketika Roy sudah tak sadarkan diri. Suara sirine memekik dan membuat para kolega panik. Mereka berbondongan melihat keadaan di ruang pribadi Amanda. Ternyata yang pingsan adalah Roy. Petugas ambulan membawa roda ranjang dan menidurkannya di atas ranjang. Denyut nadi Roy lemah ketika petugas ambulan memeriksanya. Amanda tak henti-hentinya menangis. Ia mengiringi perjalanan Roy yang tak sadarkan diri. Hari ini, semua sudah terjadi. Ia menyadari yang pantas diperjuangkan selama ini adalah wajah yang mirip Roy tetapi tatapannya milik Arjuna.Kau adalah Arjuna yang selalu mencintaiku...
Roy dibawa masuk ke mobil ambulan. Amanda ikut menemaninya di dalam. Penga
~Jatuh dalam keterpurukan lebih menyesakkan daripada jatuh dalam rasa patah hati. Engkau sudah merasakan kedua-duanya. Maka, izinkan aku memahami dan memberi perhatian lebih kepadamu~ ***Memasuki ruang ICU, didapati ada seseorang yang mirip dengan Roy. Mereka saling menatap dan Amanda sudah bisa menebak bahwa tatapan itu memang milik Roy. Sesekali dia juga melihat Roy yang terbaring lemah."Apa benar kau adalah Roy yang selama ini melarikan diri?"Roy hanya diam. Amanda terus mendesak pertanyaan itu agar Roy bisa mengatakan yang sebenarnya. Selama Roy yang terbaring masih belum sadarkan diri."Jawab Roy. Tolong jangan sembunyikan identitasmu." Tegas Amanda."Apa kau pernah memikirkan sedikitpun tentang perasaan kakakku?" Roy akhirnya angkat bicara."Jadi benar, dia adalah Arjuna yang aku kenal sepuluh
~Impian yang selama ini kau rajut sejak dahulu mari kita perbaiki di masa depan. Cukup dengan memperkaya cinta kita akan selalu merasakan jatuh cinta~ ***Roy tak bisa berkutik. Ibunya mendekat. Raut muka dipenuhi keheranan melihat pria bermasker, bertopi mengendap-endap keluar dari rumah."Kau siapa? Maling ya?"Roy tak menjawab. Ia lekas berlari ketakutan sebelum ibu jauh melangkah mengejar."Hey!!!" Ibu berteriak. Ia mengambil ponsel dari sakunya bermaksud menelpon satpam di depan untuk berhati-hati karena ada penyusup di rumah. Satpam sanggup menjaga. Ia mengedarkan ke seluruh halaman apa ada gerak-gerik menncurigakan. Rupanya kecerdikan Roy main. Ia kalah cepat dengan Roy yang berbalik arah lewat belakang rumah. Ibu menelpon lagi."Bagaimana satpam?" Ibu panik."Tidak ada siapa-siapa buk.""Ben
~Seribu tahun seseorang mengharapkan cinta akan terbalas dan bahagia jika ia masih menetapkan perasaannya. Rasa mereka tepat tetapi waktunya saja yang salah~ ***Mata Roy bisa menunjukkan sanubarinya yang sedang berbunga-bunga atas panggilan Amanda."Kau sudah memanggilku Juna?""Kenapa kau kaget?""Terharu.""Makan saja." Amanda mengambilkan nasi bubur yang sudah disiapkan perawat sejak sepuluh menit yang lalu. Jadi, buburnya masih hangat. Juna berusaha bangun dan menyandarkan punggungnya di bantal dengan tangkas, Amanda membantunya. Juna tersenyum merekah melihat sikap Amanda yang tak biasa seperti ini."Aku senang jika setiap hari kau seperti ini. Aku pasti tak bosan menatapmu.""Sudah. Buka mulutnya." Amanda memintanya. Juna langsung membuka mulutnya lebar-lebar. Bubur masuk dengan
~Dua jenis yang sama, rupa yang sama, memiliki hubungan darah, namun cinta mereka berbeda. Tetapi waktu yang saling menunjukkan seberapa besar mereka bertahan~ ***Keputusan Roy bulat. Ia datang ke rumah sakit menjenguk Arafa. Ia menunggu taksi pesanannya datang. Taksi datang, Roy segera masuk ke dalam. Meminta sopir mengantarkannya ke rumah sakit Jakarta Hospital.Detak jantung Arafa masih berdenyut normal. Namun, ia belum sadarkan diri."Aku tahu, Arafa sangat mencintai Roy. Aku melihat semuanya di buku diary miliknya." Kata Pengacara Bahrun mencoba memecahkan keheningan."Buku Diary?" Amanda sepertinya baru mengetahui itu."Iya. Buku diary di kamar tamu. Roy juga sangat mencintai Arafa. Tapi, kenapa ya, Roy sekarang malah menjauh?""Aku juga tak mengerti apa yang ada dalam benak Roy. Juga her
~Dua pria yang memiliki sekat dalam pencarian cinta. Sudah nyaman dengan pilihan yang setia. Karena mereka memilih setia~ ***Tatapan mereka beradu sentimen. Juna mendekat dengan raut muka ganjil. Kaki panjangnya melangkah pelan dengan iringan emosi di hatinya. Kaki mereka berhadapan seperti sekarang wajah mereka juga berhadapan. Juna mengepalkan tangannya geram. Lalu melayangkan tamparan keras ke pipinya.Plakkkk.....!Pipi Roy merah. Hatinya tergemap. Seorang kakak yang ia perjuangkan sampai hati dia menamparnya. Roy memegang pipinya bukan kesakitan melainkan tak mengira bahwa kakaknya melemparkan tamparannya."Kenapa kau datang?" Mata Juna memperlihatkan dendam yang terkubur selama sepuluh tahun."Kak, apa kakak tidak mau tahu alasanku melakukan ini semua?""Kau menjebakku Roy. Ya kan? Jangan berbohong den
~Mereka mulai memperjuangkan cinta masing-masing. Memiliki cinta sedarah namun tak pelak saling menguatkan untuk mendapat restu kedua orang tua. Siapa sangka ketika cinta mereka diuji, saling menyalahkan yang ada~ ***"Bruno yang mencintai Amanda." Kata Ibu Roy beberapa menit sejenak termenung."Apa dia masih hidup?""Itu yang menjadi pertanyaanku, dimana dia selama ini? Bruno dan Roy menghilang entah kemana."Alifa mengumpama pernyataan Ibu Roy jika Roy membawa kabur Bruno karena dia telah merebut Amanda. Padahal, dia tidak mencintai Arafa. Mungkin saja Roy yang menyembunyikan Bruno selama ini karena ia memiliki dendam padanya. Ia lebih mencintai Amanda ketimbang Arafa. Begitu asumsi Alifa mengenai keterangan Ibunya.Selebihnya ia akan menanyakan langsung pada Roy dan Amanda. Jika memang benar, ia tak menyan
~Wajah tak berartinya membuktikan cinta. Kebiasaan yang menjunjung tinggi pada siapa sebenarnya dia bercinta~ ***Arafa menatapnya berpendar apakah pria yang di depan matanya adalah Roy atau bukan. Ia mendekat dan Juna tak bisa bergerak. Membeku entah apa yang harus ia lakukan. Untung saja Amanda tertidur pulas. Padahal, ia ingin mencari udara sekedar mencari sesuatu untuk Amanda. Tidak tahu bakal seperti ini."Roy, kenapa kau memakai seragam pasien? Kau sakit?" Arafa mengamati dalam-dalam wajah Juna."Emmm...." Juna masih memikirkan alasan."Bukankah tadi siang baru saja kau menemaniku sekarang kau ke ruang icu. Apa kau mengalami kecelakaan?" Arafa bertubi-tubi menerkanya. Juna tertunduk masih terpekur."Iya, sayang. Tadi sore aku mau membelikanmu boneka terus aku kecelakaan." Kata J
~Cinta yang kita bina selama itu, akan terasa hambar ketika wajah yang ada didekat kita bukan pemilik hatinya~ ***Mereka bertatap mata nanar. Hari apa ini sehingga ia bisa keliru dengan pasangannya. Juna takut dengan keadaan Amanda di restoran. Ia tak mungkin lari karena Arafa sudah mengetahui keberadaannya."Aku ke toilet dulu ya? Kau tunggu disini." Kata Juna berdalih dan keluar dari taksi. Mengedarkan pandangannya ke arah rumah sakit. Mungkin, Roy masih di ruang icu. Saat dia memasuki ruang icu, nyatanya dia tidak disana. Juna panik. Bagaimana perasaannya jika mengetahui dirinya sekarang bersama Arafa. Ia menelpon juga tidak mungkin karena ponselnya ketinggalan di rumah Amanda. Bagaimana kalau Amanda tersesat? Kepanikan bertubi-tubi mengelilingi hati dan pikirannya. Ia kembali ke mobil dengan muka masam.