~Masa lalu bergulir merangkai realita yang ada. Masa depan menjadi bayang-bayang mimpi semata~
🥀🥀🥀Pulang ke rumah, Pengacara Bahrun tidak langsung mampir. Ia memutuskan langsung pulang karena takut orang tuanya khawatir. Amanda hanya menurut saja dan mengucapkan terima kasih padanya. Masuk rumah, Papa dan Mama nampak mesra menonton televisi.
"Aku pulang Ma Pa," seru Amanda. Ia langsung bersalaman pada mereka.
"Tumben pulang awal," ujar Papa.
"Iya Pa. Pekerjaanku hanya menyelidiki kasus kematian Bruno."
"Amanda, sampai kapan kau menyelidiki masalah orang lain," sahut Mama.
"Sudah totalitasku mengerjakan tugas ini, Ma."
"Apa kau tidak mau menyelidiki siapa jodohmu?" Mama sudah mulai menggoda.
Ekspresi Amanda langsung enggan membahas soal perjodohan.
"Sudah tidak perlu diselidiki lagi," jutek Amanda main nyelonong masuk kamar.
Mama dan Papa pasti sudah punya rencana menjodohkannya dengan kenalan teman mereka. Baru saja Amanda sebal dengan perkataan Mama dan Papa. Kini di depan matanya Arafa menangis tidak ada hentinya. Memeluk bantal sambil sesekali memukulnya. Sikap kewibawaannya Amanda pertama kali muncul di hadapan Arafa. Ia duduk di samping Arafa mengajaknya mengobrol dari hati ke hati sebagai sesama perempuan.
"Arafa, kenapa kau menangis? Ada masalah? Apa keluhanmu?"
Arafa terkesiap bangun. Menatapnya sinis.
"Kau masih bertanya kenapa? Aku sakit hati kak." Arafa menjawabnya dengan nada tinggi.
"Sakit hati kenapa? Apa yang Roy lakukan padamu?"
"Dia sudah memblokir nomorku Kak."
Amanda tersentak dengan perkataannya. Ia jadi berpikir alasan Roy memblokir nomor Arafa karena kedatangan mereka mengganggunya.
"Sudah jangan menangis. Kakak janji akan menyelidiki alasan Roy memblokir nomormu. Kakak sudah terbiasa kok menyelidiki kasus percintaan."
"Apakah Kakak bersungguh-sungguh?"
Amanda mengangguk tersenyum penuh arti."Arafa berjanji, kalau sampai Roy ketahuan selingkuh, aku akan membenci selingkuhannya selamanya."
"Iya. Pria cap hidung belang jangan mudah dipercaya."
Amanada juga berpikir jika nanti Roy ketahuan selingkuh, ia tidak akan pernah memaafkannya. Karena dia sudah tidak menghargai perasaan Arafa yang mati-matian memperjuangkan cintanya sementara dia menghancurkan kepercayaannya. Berkat Amanda yang memberikannya kepercayaan, Arafa akhirnya berhenti menangis. Ia mulai merebahkan tubuhnya tidur.
Amanda masih bertanya-tanya wajah Roy yang sama dengan mimpinya.Tapi tatapannya sangat berbeda. Matanya menunjukkan ketulusan hatinya. Kehangatan sikapnya. Genggaman tangannya sangat mengayomi. Perkataannya membaurkan sikap dewasanya. Keprihatinannya sebagai bukti tekadnya untuk memperjuangkan. Dia sangat melankolis. Dan kagumnya menghargai seorang wanita. Arjuna wiratikta, Nama yang murni seperti dia yang apa adanya.
Klien Amanda mendadak menelpon. Amanda mengangkatnya.
"Mbak, terima kasih atas penyelidikan waktu itu. Suami saya memang telah berselingkuh." Amanda baru memahami Klien yang menelpon adalah Ibu-ibu meminta menyelidiki suaminya.
"Iya Bu. Lalu, apa rencana Ibu?"
"Saya yang telah menceraikannya. Ternyata dia selingkuh dengan sekretarisnya yang cantik dan seksi dibandingkan saya yang gemuk seperti ini."
"Ibu tidak boleh berkata seperti itu. Anggap saja suami Ibu hanya jodoh sementara."
"Iya Mbak. Sekali lagi saya berterima kasih banyak."
"Iya sama-sama."
"Nanti saya transfer uangnya."
"Terima kasih Bu."
Klien Amanda menutup teleponnya. Ia akhirnya bisa bernapas lega satu kasus telah diselesaikannya dengan sempurna. Tinggal mengungkap bukti kebenaran tentang kasus kematian Bruno.
Dering chat berbunyi. Amanda membuka ponselnya lagi. Nyatanya dari grup Detektif Jack's Angels. Ia jarang ikut berkomentar karena berpikir sulit untuk bertanya dan merespon anggota grup. Dibaca perlahan-lahan olehnya. Berisikan mengenai tanggal merah. Dari Agen grup hendak mengadakan camping di sebuah pantai Ancol yang terkenal itu. Amanda tidak suka berpesta. Ia lebih memilih menjaga rumah karena selama keluarga bekerja rumah selalu sepi. Maka keputusannya mengkristal bahwa tidak akan ikut camping. Ia letakkan ponselnya di atas meja lalu mengukir mimpi.
***
"Kenapa kau tidak ikut camping?" Mama seperti kurang setuju dengan keputusan Amanda. Seperti biasa keluarga Nadif sarapan bersama di ruang makan.
"Malas saja Ma. Menurutku kalau tanggal merah mending istirahat di rumah saja." Amanda menuangkan nasi di piring Mama, Papa dan Arafa.
"Kau itu ya. Mama menyuruhmu ikut camping supaya kau jadi anak supel. Tidak murung seharian di kamar terus," tutur Mama mengingatkan.
"Kan sudah ada pas kerja." Amanda berlanjut menuangkan lauk pauknya. Kali ini bukan lagi nasi goreng. Masakan sederhana tapi menggugah rasa. Apalagi kalau bukan sambal goreng.
Dirasa sudah lengkap makanannya, saatnya keluarga Nadif melahapnya. Tiba-tiba bel pintu berbunyi. Mereka terkesiap hendak membukakan. Amanda mencegahnya dan membiarkan dirinya yang membuka. Knop pintu terbuka, Amanda terkejut yang datang adalah anggota Detektif Jack's Angels.
"Hai Amanda. Kita menjemputmu, seru Alifa dengan semangat.
"Tapi...." belum sempat Amanda menjawab, Mama bisa-bisanya mengajak mereka ikut sarapan bersama. Bagaimana mereka tidak senang mendapat makanan gratis. Mereka main masuk tanpa ada izin masuk dari Amanda."Mereka temanmu?"
Amanda menghembuskan napas pasrah di hadapan Mama."Mereka sangat menyenangkan."
Amanda terbelalak kemudian menepuk jidatnya. Kembali duduk di kursinya melihat semua kolega melahap makan seperti tidak pernah makan selama tiga hari.
"Siapa yang memasak Tante?" Alifa bertanya sambil mengunyah makanannya. Amanda tak habis pikir disaat seperti ini, mereka yang terkenal seorang Detektif, tidak ada wibawanya sama sekali.
"Saya yang memasak. Nanti kalau kurang kalian boleh nambah buat bekal pas camping."
"Wah, boleh Tante lumayan ada gratisan." Alifa memang paling semangat soal makanan. Porsi makan banyak. Menyantap duluan, habisnya ketinggalan. Badan tetap saja tak berkembang.
"Habiskan," perintah Mama. Amanda dan Arafa saling menatap pasrah.
Selesai makanannya habis, Mama berniat sekali menyiapkan koper seketika itu juga."Ma, kenapa Mama susah-susah mempersiapkan kopernya." Amanda menghampiri Mama di kamarnya.
"Pokoknya Mama ingin kau berlibur, bersenang-senang sama temanmu."Mama mendorong kopernya. Menarik tangan Amanda keluar dari kamar. Teman koleganya siap membawakan keperluan Amanda. Ia hanya pasrah menuruti Mama. Mereka bergantian masuk bus. Amanda memilih masuk paling akhir. Melihat Mama menunggu keberangkatannya di depan rumah bersama Papa dan Arafa. Mereka tersenyum merekah menegaskan padanya untuk tetap bahagia. Amanda akhirnya mengikhlaskan masuk bus. Duduk di sebelah Alifa bersandar di jendela bus. Bus siap dijalankan. Menjelajahi jalan raya yang padat kendaraan.
Para kolega merasa bosan hanya diam di bus tanpa adanya hiburan. Alifa yang sikapnya bodo amat dengan malunya, ia meminta pak sopir menyalakan musiknya. Seisi bus pada menatapnya. Langsung salah satu dari mereka menyetujui. Lamban laun, semua berteriak musik. Pak Sopir menuruti kemauan penumpang. Dan pada akhirnya, musik dimainkan. Lagu yang dimainkan saat itu adalah lagu berjudul melukis senja. Amanda seperti pernah dinyanyikan seseorang tapi entah siapa.
izinkan ku lukis senja....mengukir namamu disana...
Lagu itu sangat menyayat. Tapi para kolega malah tertidur. Yang masih bertahan hanya Amanda dan pak sopir. Setengah jam sudah perjalanan mereka. Masih kurang dua jam lagi mereka tiba di pantai Ancol.
Mendadak Alifa berteriak meminta pak sopir memberhentikan busnya. Ia segera menghampirinya saat pak sopir tidak mendengarkan teriakannya.
"Pak, berhenti sebentar. Saya mau ke toilet," kata Alifa bicaranya ngotot agar Pak Sopir bisa mendengarkan. Pak Sopir akhirnya mengiyakan. Memberhentikan busnya di dekat pom bensin. Alifa terburu-buru keluar dari bus. Memasuki toilet umum pom bensin. Bersamaan dengan itu, seorang pria memakai jas yang mirip dengan anggota Jack's Angels tanpa izin masuk ke bus. Dikira dia salah satu anggota mereka. Maka dari itu, pak sopir membiarkannya. Sementara yang lain masih tertidur pulas. Pria itu mendekati Amanda yang kebetulan tempat duduknya kosong.
"Boleh saya duduk disini?" Pria itu meminta izin. Mendengar ada seseorang yang mengajaknya bicara, Amanda menoleh. Betapa terkejutnya pria yang ada di sampingnya adalah Roy. Amanda menganga tak percaya.
"Kkkk....kau..."
🌨🌨🌨~Apa yang kau inginkan pasti ada alasan tapi bagaimana dengan menginginkan tanpa ada alasan seperti aku ingin kau menjadi milikku~ ***"Kkk...kau..."Roy datang kembali. Memakai jas Detektif Jack's Angels. Amanda masih tak menyangka yang ada di depannya adalah Roy."Iya. Boleh aku duduk disini?"Mata Amanda masih terpaku. Syukurlah, Alifa selesai ke toilet. Ia juga ikut kaget melihat seorang pria yang sudah berani menduduki kursinya. Ia tidak bisa diam. Dengan cekatan, ia langsung mejewer telinga Roy."Siapa kau berani duduk di sebelah sahabatku." Celoteh Alifa dengan suara cemprengnya. Para kolega terbangun dan merasa terganggu dengan suaranya. Mereka dengan seksama melihat Alifa menjewer telinga seorang pria. Roy malu dibuatnya."Eh, iya iya aku duduk di belakang." Roy akhirnya berdiri."Tidak muat." Jutek Alif
~Semakin menjauh semakin rasa penasaran bagaimana cara untuk bisa mendapatkanmu. Menolak bukanlah gagal. Justru aku belum sempurna untuk memilikimu~ ***"Kau sudah gila!" Gerutu Amanda."Bagaimana?" Roy mendesak. Amanda melepas shallnya dan melemparkannya di hadapan Roy."Adikku lebih mencintaimu dibandingkan aku." Amanda menatapnya nanar. Tanpa rasa kehangatan, ia pergi meninggalkannya. Menyisakan rasa kekecewaan yang menyesakkan dadanya. Amanda kembali ke tenda merebahkan tubuhnya. Membiarkannya sendirian bernuansa dingin yang menyengat.Sepuluh tahun yang lalu, Roy mati-matian memperjuangkan cintanya. Wanita yang tidak pernah berubah dengan sikap dingin, cuek, kaku, jutek dan tidak pernah memahami perasaan orang lain.Di malam yang sesunyi ini, Roy menyembunyikan air
~Pelangi hadir mempermanis setelah hujan. Senja terlukis mengukir nama ketika langit mengizinkan menampakkan rupawannya~ ***"Mengenalmu saja tidak, kenapa aku harus memanggilmu Arjuna." Pekik Amanda."Baiklah, aku akan memprediksimu suatu hari nanti kau akan memanggilku Arjuna."Kebiasaan Amanda yang tak memahami perasaan orang lain, beralih pada Roy yang sengaja meninggalkannya di tepi pantai. Amanda menatap sendu ombak pantai. Ia masih terbayang tatapan mata itu dan membandingkannya dengan wajahnya. Mencoba memahami perasaannya.Amanda yang bisa merasakan liburan baru-baru ini bersama teman-temannya berbeda halnya dengan Arafa. Ia harus melewati beberapa ujian untuk kelulusannya serta upaya agar bisa masuk ke perkuliahan impian. Memasuki bulan maret, Arafa berjuang menyelesaikan u
~Mendekatimu adalah karunia sejak dahulu. Memilikimu adalah keistimewaan yang aku idamkan sampai sekarang. Pelan-pelan kau akan memahamiku~ ***Sang Gadis pujaan, alangkah indah wajahmu...Alangkah manis senyummu...Berwarna warni sekian sikapmu...Pelukismu agung menciptakan karyamu...Siapa gerangan yang berhak bersanding denganmu?Aku hanyalah Senja yang selalu takut mendekatimu...Berharap ketika kau membenciku...Pantaskah aku memperjuangkanmu?Puisi sang Senja yang sedang merindu. Ia tulis di sebuah kertas dengan pena pemberian raja sewaktu ia mengikuti sayembara puisi untuk sang putri. Ia sangat dekat dengan raja tapi tidak tahu maksud kedekatan itu karena memiliki perasaan dengan sang putri. Sayembara itu hanyalah hadiah berupa uang bagi rakyat jelata sepertinya. Ibunya menjadi dayang. A
~Hati tak dapat diselidiki tetapi harus dipahami seperti kisah yang pernah kita jalin dalam hidup ini. Bukan tentang mencintai melainkan ketulusan hati~ ***Liburan telah selesai. Para kolega mengemasi barang-barangnya. Menurunkan tendanya. Api unggun telah padam sejak tadi pagi. Roy yang mendadak ikut waktu itu, juga mengemasi barang-barang mereka. Ia tak membawa apa-apa. Hanya pinjam baju milik Elang. Sebagai balasannya, ia ikut mengemasi barangnya.Saat Amanda mengemasi barangnya, ia lupa masih menyimpan shall milik Roy. Ia terus menatap Roy. Akhirnya ia memberanikan diri mengembalikannya. Tangan Amanda menjulurkan sebuah shall di depan Roy. Ia amati shall tersebut. Kemudian menoleh pada Amanda dengan senyumannya."Kau ambil saja." Kata Roy."Kau yang lebih membutuhkan." Amanda menolak.
~Menyelidiki tanpa memahami akankah bisa bersatu kembali. Pertolongan pertama yang paling hakiki adalah mendekati~ ***Sarapan pagi kali ini terasa hampa tanpa kehadiran Mama dan Papa. Makanan lezat yang selalu tersaji di meja makan kini hambar. Suasana sarapan yang penuh cerita menjadi bosan. Tersisa Amanda dan Arafa yang berada di meja makan. Sebagai Kakak, Amanda yang menyajikan makanannya. Soal masak memasak memang ia tidak terlalu berbakat. Ia hanya ingin bisa seperti Mamanya. Dan suatu hari, pasti dia juga akan menjadi Mama.Amanda menuangkan lauk telor dadar sambal balado di atas piring milik Arafa."Kak, nanti malam ajari aku buat tes kuliah ya?" Pinta Arafa mulai melahap makanannya."Apa yang belum kau pahami?""Soal penalaran sama sebab akibat.""Oke, Kakak usahakan." Amanda bersedia.
~Kedua tangan merekat ketika saling memberi rasa hangat. inikah tanda rasa pemahaman yang selama ini ia pikat~ ***Mereka terus bertatap mata. Pengacara Bahrun yang merasa diacuhkan berpura-pura batuk. Mereka saling mengalihkan pandangan."Sudah selesai?" Pengacara Bahrun sungguh merusak suasana."Tidak usah jealous." Roy menyindir. Merasa disindir, Pengacara Bahrun tak mau kalah."Iya, aku memang jealous. Kau sudah merebut Amanda dariku." Pengacara Bahrun justru berterus terang. Hati Roy seketika itu membeludak. Menyembur kecemburuan yang berapi-api. Dia sungguh memantik emosi Roy."Kau yang sudah merebut karena dia masa laluku." Roy melototkan matanya pada Pengacara Bahrun."Oh, jadi kau mantannya." Pengacara Bahrun gemar sekali menyindir. Emosi Roy sudah tak bisa dik
~Mendekati dengan cara yang tak biasa bisa luar biasa jika dipahami secara detail dan pelukan hangatmu yang menjadi tanda kebesaran rasa pemahamanku terhadap perasaanmu~ ***"Ku lihat kalian serasi..." Arafa cekikikan meledek Roy."Kenapa bukan kau saja?" Roy membalikkan pertanyaannya."Aku tidak suka. Seleraku sangat tinggi." Kata Arafa berlagak sombong.Mereka saling berbincang seperti sudah saling mengenal satu sama lain. Amanda kembali ke ruang tamu membawakan tiga secangkir teh untuk minum-minum bersantai di pagi hari."Sedang membahas apa?" Amanda memberikan secangkirnya satu persatu."Ituloh Kak Ria sangat cantik. Arafa mau menjodohkannya dengan Kak Bahrun."Amanda menahan tawanya. Roy menatapnya pasrah."Kalau itu boleh-boleh sa
~Perkataan seseorang lebih tajam ketimbang perkataan diri sendiri. Lalu, mana yang lebih engkau prioritaskan?~ ***Psikiater prihatin melihat kesedihan Roy. Perawat yang berjaga di belakang para pasien segera memberikan suntik obat bius. Sedang perawat yang lainnya, membawa pasien ke kamarnya agar tidak ketakutan melihat keadaan Sinta. Psikiater itu menuntun Roy ke ruangan pribadinya. Ia tampak terpukul melihat keadaan Sinta semakin hari semakin tidak keruan."Aku tau Roy, kau pasti sedih melihat ibu Sinta selalu diwarnai kecemasan. Kau sabar saja. Lambat laun, ibumu akan mengetahui kebesaran hatimu," kata Psikiater menenangkan hatinya."Sampai kapan, dok? Dari dulu ibu lebih menyayangi Juna karena memang aku in
~Ketika seseorang terjatuh dalam masalahnya, menangis adalah luapan emosinya dan merenung adalah solusi ketenangannya~ ***Pengacara Bahrun menenangkan Amanda dan memintanya langsung keluar saja ke kantor polisi. Amanda masih menangis dalam pelukannya. Ia tak tahu harus bagaimana menghiburnya."Manda, yang sabar ya...doakan saja semoga mama kamu cepat dikeluarkan dari penjara," katanya menenangkan.Ia lebih memilih menunggu taksi offline. Takutnya kalau dia memesan taksi online, si sopir itu malah yang nongol.Setengah jam berlalu, taksinya datang. Pengacara Bahrun perlahan memapahnya masuk ke dalam mobil. Ia kemudian duduk di sampingnya. Mobil berjalan menyapu jalanan yang pada saat itu memang tidak terlalu macet.
~Sosok yang ia rindukan selama ini, ternyata menyimpan luka dan duka mendalam demi kebahagiaannya~ ***Si sopir itu hanya pasrah. Ia menahan rasa sakit bekas pukulan Pengacara Bahrun."Itu teguran untuk tidak bersikap semena-mena terhadap pelanggan. Faham?""Iya, maafkan saya. Kalau begitu, saya pamit pulang." Dengan muka sendu, si sopir membuka pintu mobil. Dan menyalakan mesinnya. Amanda menatapnya tak tega. Ia kemudian menghentikan mobilnya. Pengacara Bahrun kaget dengan keputusan Amanda yang sepihak."Kita harus menghargai pertolongan orang lain," ujar Amanda pada Pengacara Bahrun. Si sopir itu tersenyum. Ia mengizinkannya masuk ke mobil maka ia pun masuk. Pengacara Bahrun masih dalam tatapan nanarnya."Mas
~Sebuah kata ternyata tidak pantas diungkapkan pada seseorang yang mengenalmu tapi bagaimana jika itu terjadi padamu?~ ***Agen Andara menjadi pusat perhatian di bus saat itu. Semua sudah siap dia masih melakukan aktivitas mandi di belakang bus. Ia segera mencuci muka dengan air yang ada dalam botolnya. Lalu mengenakan jasnya."Siap, kita berangkat," seru Agen Andara sudah siap berangkat ke kantor. Sopir mendengarkan intruksi dari boss, ia menyalakan mesin dan bus siap dijalankan.Berada di bus, Amanda teringat masa-masa camping bersama mereka. Menatap kaca jendela, memori tentang dia juga muncul. Ya, saat dimana Juna memeluk jari kelingkingnya.Roy meminta turun di tengah jalan karena dia berseberangan arus dengan mereka. Ia masih
~Kesedihan mendalam yang dialami tak memungkiri berbagai persoalan hidup menghampiri. Dalam hal ini, siapa yang dapat menghiburmu?~ ***Keadaan jadi semakin rumit dengan keputusan Roy."Lah, kalau kita tinggal di rumah Amanda, kita tidur dimana?" Alifa meragukan keputusannya."Disini ada empat kamar. Kamar Amanda, mama, papa, dan kamar tamu."Amanda tercengang kenapa Roy bisa tahu seisi ruangannya. Ia lupa kalau Juna pernah bilang Roy itu memiliki indera ke tujuh."Kalau begitu, kita bagi kamarnya," sahut Amanda ikut berpendapat.Arafa menatapnya bingung."Jumlah para kolega ini berapa?""Sekitar tiga puluhan.
~Satu cinta sudah terlahir sejak dahulu kini tibanya aku tahu siapa kamu~ ***"Baiklah, maaf jika saya mengganggu kegiatan kalian...." ucap si kurir berpamitan. Ia mengendarai motornya lalu menghilang ditelan kecepatan motornya. Pengacara Bahrun menarik tangan Amanda masuk ke dalam. Menutup pintunya dengan wajah kecemasan.Arafa dan Roy menghampiri mereka juga ikut cemas."Ini benar-benar aneh. Kemarin ada sopir taksi sekarang kurir. Siapa yang telah menerorku? Apa mau mereka?""Tenang, Manda. Jangan cemas. Kita sama-sama membongkar siapa di balik semua ini.""Ya sudah, yang penting kita rayakan pesta hari ini," sahut Arafa menenangkan hati Amanda. Melepas dari peneroran itu, mereka kembali ke tepi kolam. Rupanya acara bakar
~Ketika rindu tersekat oleh waktu apakah hanya sesaat aku bisa bertemu?~ ***Cahaya itu menyingsing. Menyinari pepohon yang berfotosintesis. Sedang para kolega pulang dan lega karena sudah mengikuti diskusi hari ini. Pengacara Bahrun dan Amanda naik mobil. Mereka melambaikan tangan pada para koleganya yang juga naik mobil.Mesin dinyalakan, mobil beringsut menghamburkan dedaunan yang berguguran karena musim kemarau telah datang.Sampai pada rumah, Arafa beranjak dari sofa ruang keluarga yang pada saat itu, dia sedang menonton televisi, membukakan pintu. Mereka hampir mengetuk pintu tidak jadi keburu Arafa sudah membukakan pintunya."Bagaimana dengan si sopir itu, kak?" Dia langsung menanyakannya dan panik."Kita
~Gelisah karena banyak mata yang menyelidik. Galau karena rindu terus merajalela. Merana karena cinta masih berada dalam kadar mimpi~ ***Amanda merasa Pengacara Bahrun memberi perhatian lebih padanya. Kenapa bukan Juna? Kapan dia akan kembali?"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" Amanda bertanya lebih dalam."Terus melihat gerak-gerik mencurigakan di rumahmu atau di sekitarmu.""Baiklah, aku juga harus lebih waspada."Ponsel Amanda berdering beberapa saat kemudian. Ia menengok siapa yang menelpon. Nomor tak diketahui siapa. Ia melirik Pengacara Bahrun sebentar. Namun, ia memberanikan diri mengangkat teleponnya."Hallo, dengan detektif Jack's Angel's ada yang bisa saya bantu?"
~Waktu berputar sesuai dengan porosnya. Bagaimana dengan rindu yang berpijak pada targetnya?~ ***"Bangun kak, ini sudah pagi! Jangan terus menghalu!" Celetuk Arafa."Astaghfirullah! Aku harus kerja." Amanda langsung menyabet handuk yang ia tanggalkan di tengah pintu dan masuk ke kamar mandi nyaris kepeleset namun, kaki kuatnya mampu menahannya. Ia menyengir.Karena bangun kesiangan, Arafa yang harus menyiapkan sarapan hari ini. Memasak seadanya saja dan menata piring, nasi serta lauk pauknya di atas meja. Sepuluh menit sudah Amanda mandi, ia meletakkan handuknya di atas kursi. Mendorong kursinya dan duduk dengan nyaman."Seadanya ya kak," ujar Arafa memelas."Tidak apa. Yang penting pagi-pagi sudah diisi perutn