Share

Bab 6 Nota Tagihan

Penulis: Mumu Rahadi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-06 20:00:04

Seminggu telah berlalu sejak kejadian malam itu. Hari ini Prada sudah kembali datang ke restoran. Kesempatan bagi Rumi untuk memberikan nota tagihan yang tujuh hari ini tergeletak di dalam laci meja kerjanya.

Awalnya Rumi ingin memberikan laporan keuangan dan nota itu pada hari yang sama dengan dibawanya Prada ke rumah sakit. Sekaligus ingin membahas tentang Kepala Koki mereka.

Ketika sedikit senggang dia menyempatkan diri menjenguk Prada di sana. Tetapi perawat mengatakan kalau pasien yang bernama Pradana Herman Wijaya telah keluar dari rumah sakit sejak tengah hari.

Rumi merasa heran karena jam lima pagi itu Prada baru dibawa ke rumah sakit. Bagaimana bisa dia sudah keluar dari sana di hari yang sama mengingat kondisi Prada yang sekarat?

Namun Rumi tidak terlalu ambil pusing. Dia hanya kesal karena gagal memberikan nota tagihan. Apalagi dia ingin sekali menekan Prada tentang keputusan menerima surat pengunduran Kepala Koki yang berharga tanpa sepengetahuannya.

Restoran Prada merupakan satu-satunya restoran Prancis terkenal di Yogyakarta. Restoran ini telah menjadi salah satu tujuan wisata di kota ini. Sejak dibuka tahun 2010, langsung populer di semua kalangan. Salah satu hal menarik dari restoran ini selain desain unik interiornya adalah mengganti semua resep yang menggunakan wine dan benda sejenis dengan sari buah. Bebas alkohol menjadi ciri khas yang melekat erat.

Sepengetahuan Rumi, Kepala Koki menangani perubahan resep itu sendiri. Seharusnya, si Kepala Koki juga yang membuat sari buah yang diolah khusus dengan teknik rahasia. Kalau Kepala Koki mereka itu berhenti, siapa yang akan mengurus hal ini? Apa cara membuatnya sudah diajarkan kepada koki yang lain atau minimal pada Wakil Kepala Koki?

Jika tidak ada kejelasan, resiko berat akan mereka tanggung. Kerugian besar atas keputusan gegabah Prada sudah barang tentu membahayakan para pegawai. 

Dengan alasan-alasan inilah, saat mendapat kabar menyegarkan atas kehadiran Prada di restoran pagi ini membuat Rumi bersemangat. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, sekarang dia sudah berdiri di depan pintu ruangan bosnya itu. 

Diketuknya pintu ruangan Prada tiga kali. Seruan ‘masuk’ pun terdengar dari dalam. Gadis ini membuka pintu segera.

Kerlingan Prada menyambut Rumi ketika melangkahkan kaki ke dalam ruangan. Ekspresi yang tidak bersahabat. Lebih menyebalkan dari biasa.

Rumi mengabaikan alarm 'hati-hati' yang berdering di dalam batinnya. Tenang dia melangkah mendekati meja kerja Prada. Tanpa duduk dia menyerahkan buku laporan keuangan yang dipegang. 

"Ini laporan keuangan yang seharusnya Bapak periksa seminggu lalu," ucapnya membuka pembahasan.

Walau sudah tidak bisa memandang hormat seperti dulu, Rumi berusaha tetap berlaku sopan kepada Prada. Profesional kerja. Tidak pantas rasanya jika dia bersikap kurang ajar hanya karena tahu satu rahasia penting lelaki ini.

"Apa ini?" 

akhirnya Prada membuka suara setelah setengah jam meneliti laporan tanpa mempersilahkan Rumi untuk duduk. Ditangannya terdapat sebuah nota.

"Nota tagihan," jawab Rumi tenang.

"Tagihan apa?" mata tajam Prada menatap penuh tekanan.

"Anda bisa membacanya sendiri," jawab Rumi masih tenang.

Prada mendesis sebal, tapi membaca juga. Dua puluh detik selanjutnya meletakkan benda itu kasar ke atas meja. 

Rumi sedikit kaget tetapi tidak menunjukkan reaksi berarti selain kerutan di dahi.  Dia merasa tak melakukan sebuah kesalahan.

"Jadi benar kamu yang membawaku ke rumah sakit?!" bentak Prada. Kata ‘saya’ yang diucap sebelumnya telah berganti menjadi ‘aku’. "Aku sudah bilang tidak suka rumah sakit, 'kan? Berani-beraninya kamu ..."

"Anda sekarat," potong Rumi tanpa takut. 

Dia mengerjakan hal yang benar. Lelaki ini seharusnya berterima kasih.

Prada mendecih. "Alasan. Pasti kamu sengaja, 'kan? Kamu tahu aku tidak suka rumah sakit, makanya membawaku ke sana."

Sangat menyebalkan jika mengatakan hal sebenarnya, tapi dituduh mengada-ada. Dahi Rumi semakin berkerut menahan kesal. 

"Anda sekarat di kamar saya. Saya sengaja membawa Anda ke rumah sakit supaya tempat saya tidak menjadi TKP kematian Anda."

"Kamu ... Keluar!" usir Prada geram.

"Uang saya?" tanya Rumi tidak peka kalau bosnya ini sedang marah maksimal.

"Keluarrr!" bentak Prada lebih geram dari sebelumnya.

Rumi memutar bola mata dalam diam. Dia menunduk singkat sebelum melangkah pergi.

Sebuah helaan napas terdengar dari mulut Rumi saat sudah berada di luar. Dia sedang berduka memikirkan uang ganti rugi tidak akan didapat dalam waktu dekat. Padahal dia sudah bersabar selama tujuh hari.

Protes tentang masalah restoran juga gagal. Dia kembali harus memendam keingintahuan yang sudah hampir meluap.

Lunglai Rumi melangkah menuju ruangannya. Saat ini, dia hanya perlu menyepi untuk menenangkan diri. ***

Prada menggosok wajah dengan kedua tangan. Berharap sedikit kewarasan datang. Rumi bukan orang yang harus menerima kemarahannya. Meski menjengkelkan, manager itu melakukan hal yang tepat.

Dia sedang dalam kondisi emosi yang buruk. Ada masalah yang mengganggu sejak semalam. Nota tagihan Rumi hanya datang di waktu yang salah.

Setelah menenangkan diri selama dua puluh menit, Prada menekan nomor khusus untuk ruangan Rumi. Dia ingin meminta maaf. Tentu saja bukan dengan ucapan ‘maaf’ yang keluar langsung dari bibir itu.

"Datang ke ruangan saya," perintah Prada, lalu memutus sambungan telepon tanpa perlu menunggu jawaban Rumi.

Lima menit kemudian Rumi sudah berada di ruangan Prada. Duduk di depan lelaki ini setelah dipersilahkan.

"Temani saya makan siang di luar." Bukan sebuah ajakan.

Rumi meneliti ekspresi bosnya itu. Dia ingin tahu apakah ucapan yang terlontar serius atau hanya sebuah gurauan..

"Saya ingin suasana makan yang beda," lanjut Prada.

"Maaf, Pak. Saya tidak bisa. Jam makan siang adalah masa yang sibuk. Tidak pantas seorang manager meninggalkan restoran pada waktu krusial. Apapun bisa terjadi, dan saya harus ada di tempat untuk menanganinya." Rumi menolak tegas.

"Kamu mengatakan saya tidak profesional?" Prada sedikit tersinggung dengan ucapan Rumi.

"Tidak," balas Rumi.

"Kalimatmu mengarah ke sana," tuduh Prada.

"Saya tidak bermaksud."

Prada mendecak. "Saya tidak mau tahu. Ayo pergi!"

Prada beranjak dari duduk. Membawa hal yang diperlukan, kemudian segera berjalan menuju pintu. Namun kemudian mendecak karena Rumi belum bergerak sama sekali.

"Rumi ... Saya tidak suka dibantah dan menunggu." Kalimat penuh penekanan ini memaksa Rumi untuk melangkah dan mengekor Prada.

Mereka pun keluar ruangan bersama. Berpasang-pasang mata pegawai restoran langsung memandang penuh tanda tanya. Tidak biasanya pemilik dan manager mereka terlihat berdua. Apalagi yang mereka tahu, bos mereka ini selalu terlihat tidak puas dengan kinerja si manager. Tetapi setidaknya mereka lega, restoran akan damai sementara waktu.

Berbeda dengan ajakan makan di luar, Prada malah berbelok ke dapur. Rumi mulai berpikir bahwa 'makan di luar' versi bosnya ini adalah 'makan di luar' secara harfiah.

"Mau makan dimana?" tanya Rumi memastikan.

Prada tidak menjawab. Dia masih saja melaju.

Langkah itu terhenti ketika sudah berhadapan dengan Kepala Koki mereka. "Gantikan Rumi selama jam makan siang. Urusan memasak biarkan Sous Chef yang memimpin."

Meski bingung, Kepala Koki mengangguk saja. Dia mengurungkan niat untuk bertanya banyak melihat ekspresi wajah Prada. Ditambah lagi mendapati sosok Rumi di belakang bos mereka dengan air muka yang sama buruknya.

"Jadi kita mau makan dimana?" Rumi mengulang pertanyaan setelah mereka bergerak menuju pintu keluar.

"Tempat yang istimewa," jawab Prada tak berniat mengatakan nama tempat tersebut. "Buka matamu dan belajarlah sebanyak mungkin ketika kita berada di sana."

Rumi berdecak pelan. Akhirnya tahu maksud dari ajakan—temani saya makan siang—itu. Prada ingin memaksanya mempelajari banyak hal dari restoran yang akan mereka kunjungi. ***

Mumu Rahadi

Hai, hai, hai! Selamat datang teman-teman! Terima kasih udah bersedia mampir. Dan lebih bersukur lagi kalau kalian meninggalkan vote dan komen. Sayang kalian semuaa ... Salam kenal! 🤗🤗🤗

| Sukai

Bab terkait

  • Le Restaurant de Prada   Bab 7 Berpisah

    Rumi terpana melihat dekorasi ruangan restoran yang mereka datangi. Wanita ini sempat berpikir kalau Prada akan membawanya ke sebuah restoran bintang lima seperti hal orang-orang kaya. Ternyata lelaki ini membawanya ke tempat yang lebih menarik. Di pintu masuk mereka langsung disambut dua pohon kelapa gading kuning asli. Sengaja ditanam di sana agar memberikan kesan pesisir. Masuk ke dalam disambut dengan langit-langit ruangan yang dilukis awan putih dan langit biru yang cerah. Memberi kesan liburan musim panas telah tiba. Dindingnya dilukis pemandangan pantai yang menyegarkan, pohon kelapa, pasir putih, dan laut. Lantainya ditabur pasir putih setebal lima sentimeter—terbukti dengan heels sepatu Rumi yang tenggelam. Terdengar juga deru ombak berirama sebagai latar. Dan tak ketinggalan angin buatan yang sepoi-sepoi.

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • Le Restaurant de Prada   BAB 8 New Menu

    Rumi duduk bersandar pada sofa single dengan tangan terlipat di dada. Matanya tajam menatap Prada yang sedang menyuap makanan. Rasa jengkel sudah memenuhi kepala."Jadi ... mengapa Anda memanggil saya?" tanya Rumi berusaha meredam emosi. Menghadapi bosnya ini memang perlu kesabaran ekstra.Saat ini jam makan siang. Seharusnya dia tidak boleh bersantai seperti sekarang. Waktu sibuk seperti ini semestinya dia berkeliling memantau kerja para pegawai. Namun sebuah panggilan telepon dari si pemilik restoran mengacaukan semua.Awalnya dia pikir ada hal penting yang harus disampaikan Prada. Namun dua minggu mengalami kejadian serupa membuatnya kesal. Terutama hal yang dikira penting itu hanya menonton Prada makan siang. Sangat membuang w

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-08
  • Le Restaurant de Prada   Bab 9 Resign

    Suara ketukan terdengar dari luar saat Prada memaksa diri menghabiskan makanan yang ada di dalam piring. Pertanyaan 'Kapan Mama punya mantu?' tadi sangat merusak selera, tapi harus tetap makan juga kalau tidak ingin melihat wanita yang melahirkannya itu merajuk."Masuk!" seru Prada.Dia bersukur mendapat jeda menyuap. Isi perutnya sudah mendorong ke arah tenggorokan, membuat mual.Dalam sedetik pintu langsung terbuka. Rumi muncul dari balik pintu. Raut mukanya masam. Tatapannya tajam seolah siap menerkam. Dia hendak mengatakan kalimat tidak menyenangkan waktu melihat Mama Prada duduk di samping anak yang merangkap bosnya itu."Ah ... Maaf saya mengganggu."Tersadar bukan waktu yang tepat, Rumi membungkuk sekilas.

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-09
  • Le Restaurant de Prada   Bab 10 Membujuk Rumi

    Rumi memandang malas pada Prada yang berdiri di depannya sekarang. Dia sedang ingin mandi setelah sedari pagi menonton beberapa film yang menguras air mata ketika suara ketukan sekaligus panggilan terdengar."Mengapa Anda ke sini?" tanya Rumi tak bersahabat.Bagaimana pun dia bosan kalau hampir tiap hari dikunjungi. Apalagi si pengunjung adalah Prada yang tidak ingin ditemui."Memastikan kalau kamu masih di rumah ini," jawab Prada santai.Sebelah tangannya diangkat sejajar mata Rumi. Memamerkan kantung makanan yang dibawa.Rumi memutar bola mata. Lelaki ini akan menumpang tempat untuk menghabiskan makan siangnya."Terima surat pengunduran diri itu, maka saya pastikan t

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-11
  • Le Restaurant de Prada   Bab 11 Bosan Melihatmu

    “Anda serius?” Rumi memastikan kalau pendengarannya sedang tidak bermasalah.Lima menit lalu Prada meminta Rumi ke ruangannya. Rumi pun segera pergi ke sana. Lalu, saja gadis ini mendengar kalau Prada akan memberikan libur satu hari untuk seluruh karyawan ... Besok.“Tentu,” jawab Prada santai.“Tapi besok hari minggu!” Rumi tidak menutupi kekesalannya.“Lantas?” Prada malah terlihat menantangnya.“Jumlah pelanggan yang datang meningkat dari hari biasa. Libur di akhir pekan itu merugikan.”“Tidak akan berpengaruh banyak.” Prada tidak menanggapi serius protes yang Rumi lontarkan. “Pegawai yang memiliki me

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Le Restaurant de Prada   BAB 1 Menolong Pebinor

    “Hidup Anda sepertinya membosankan sekali,” sindir Rumi sekadar memecah kebisuan sambil terus membersihkan luka pada wajah lelaki yang berbaring di sofa, di hadapannya. Lelaki yang sesekali meringis setiap tekanan kapas beralkohol tujuh puluh lima persen di atas lukanya ini menatap Rumi sebentar sebelum berkata, “Aku tidak melakukan itu karena bosan. Kami saling mencintai.” Rumi tanpa sadar menyunggingkan senyum mengejek. Tatapan mencela menghilangkan kesopanan dan rasa hormat. “Berhenti menatapku dengan senyuman seperti itu!” seru lelaki ini pelan, namun penuh aura harus dipatuhi. “Dia baik dan penyayang. Perhatiannya tidak pernah kudapatkan dari wanita manapun.” Rumi mencibir. Tangannya bergerak tangkas mengganti kapas yang sudah kotor oleh darah dengan yang baru.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-04
  • Le Restaurant de Prada   BAB 2 Pebinor Menyebalkan (1)

    Rumi masih terdiam di tempat. Matanya membelalak, sedang mulutnya masih terbuka tak percaya. Dia semakin yakin untuk menyesal telah membantu. Seharusnya dia biarkan saja Prada yang tidak tahu diri main serong dengan istri orang lain. Tatapan kasihan tadi berubah jadi tatapan marah pada bosnya yang mulai tidak sadarkan diri.Tak lama dua orang satpam mendekat dengan wajah cemas. Salah satu satpam itu beristigfar kaget melihat penampilan bos mereka yang sekarat.“Siapa orang-orang tadi?” tanya satpam yang bertubuh lebih kurus dan tua dari satpam yang beristigfar.Rumi menggeleng. Lebih baik tidak memberikan informasi apapun.“Bantu saya, Pak. Kita harus membawa Pak Prada ke rumah sakit.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-04
  • Le Restaurant de Prada   BAB 3 Pebinor Menyebalkan (2)

    Prada membuka mata waktu pintu kamar mandi tertutup. Hembusan napas lelah terdengar. Sekujur tubuhnya sakit. Pasti ada bengkak membiru dimana-mana. Pukulan dua algojo tadi bukan main-main. “Hidup ini indah...” Dahinya berkerut saat telinga menangkap suara Rumi menyanyikan lagu milik Glenn Fredly yang terdengar jelas dari kamar mandi. “Jika kau tahu ... Jalan mana yang benar...” Dia mendengus geli. Dia yakin gadis itu tidak sadar kalau suaranya bisa membangunkan orang se-RT. Lalu sedetik kemudian meringis karena daerah perutnya sakit ketika mendengus. “Harapan ada ... Harapan ada ... Jika kau percaya...” Bunyi air mengalir jatuh ke lantai terdengar kemudian, menjadi musik latar nyanyian Rumi. Prada sedikit bergeser mencari posisi yang lebih nyaman. Telinganya tetap me

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-04

Bab terbaru

  • Le Restaurant de Prada   Bab 11 Bosan Melihatmu

    “Anda serius?” Rumi memastikan kalau pendengarannya sedang tidak bermasalah.Lima menit lalu Prada meminta Rumi ke ruangannya. Rumi pun segera pergi ke sana. Lalu, saja gadis ini mendengar kalau Prada akan memberikan libur satu hari untuk seluruh karyawan ... Besok.“Tentu,” jawab Prada santai.“Tapi besok hari minggu!” Rumi tidak menutupi kekesalannya.“Lantas?” Prada malah terlihat menantangnya.“Jumlah pelanggan yang datang meningkat dari hari biasa. Libur di akhir pekan itu merugikan.”“Tidak akan berpengaruh banyak.” Prada tidak menanggapi serius protes yang Rumi lontarkan. “Pegawai yang memiliki me

  • Le Restaurant de Prada   Bab 10 Membujuk Rumi

    Rumi memandang malas pada Prada yang berdiri di depannya sekarang. Dia sedang ingin mandi setelah sedari pagi menonton beberapa film yang menguras air mata ketika suara ketukan sekaligus panggilan terdengar."Mengapa Anda ke sini?" tanya Rumi tak bersahabat.Bagaimana pun dia bosan kalau hampir tiap hari dikunjungi. Apalagi si pengunjung adalah Prada yang tidak ingin ditemui."Memastikan kalau kamu masih di rumah ini," jawab Prada santai.Sebelah tangannya diangkat sejajar mata Rumi. Memamerkan kantung makanan yang dibawa.Rumi memutar bola mata. Lelaki ini akan menumpang tempat untuk menghabiskan makan siangnya."Terima surat pengunduran diri itu, maka saya pastikan t

  • Le Restaurant de Prada   Bab 9 Resign

    Suara ketukan terdengar dari luar saat Prada memaksa diri menghabiskan makanan yang ada di dalam piring. Pertanyaan 'Kapan Mama punya mantu?' tadi sangat merusak selera, tapi harus tetap makan juga kalau tidak ingin melihat wanita yang melahirkannya itu merajuk."Masuk!" seru Prada.Dia bersukur mendapat jeda menyuap. Isi perutnya sudah mendorong ke arah tenggorokan, membuat mual.Dalam sedetik pintu langsung terbuka. Rumi muncul dari balik pintu. Raut mukanya masam. Tatapannya tajam seolah siap menerkam. Dia hendak mengatakan kalimat tidak menyenangkan waktu melihat Mama Prada duduk di samping anak yang merangkap bosnya itu."Ah ... Maaf saya mengganggu."Tersadar bukan waktu yang tepat, Rumi membungkuk sekilas.

  • Le Restaurant de Prada   BAB 8 New Menu

    Rumi duduk bersandar pada sofa single dengan tangan terlipat di dada. Matanya tajam menatap Prada yang sedang menyuap makanan. Rasa jengkel sudah memenuhi kepala."Jadi ... mengapa Anda memanggil saya?" tanya Rumi berusaha meredam emosi. Menghadapi bosnya ini memang perlu kesabaran ekstra.Saat ini jam makan siang. Seharusnya dia tidak boleh bersantai seperti sekarang. Waktu sibuk seperti ini semestinya dia berkeliling memantau kerja para pegawai. Namun sebuah panggilan telepon dari si pemilik restoran mengacaukan semua.Awalnya dia pikir ada hal penting yang harus disampaikan Prada. Namun dua minggu mengalami kejadian serupa membuatnya kesal. Terutama hal yang dikira penting itu hanya menonton Prada makan siang. Sangat membuang w

  • Le Restaurant de Prada   Bab 7 Berpisah

    Rumi terpana melihat dekorasi ruangan restoran yang mereka datangi. Wanita ini sempat berpikir kalau Prada akan membawanya ke sebuah restoran bintang lima seperti hal orang-orang kaya. Ternyata lelaki ini membawanya ke tempat yang lebih menarik. Di pintu masuk mereka langsung disambut dua pohon kelapa gading kuning asli. Sengaja ditanam di sana agar memberikan kesan pesisir. Masuk ke dalam disambut dengan langit-langit ruangan yang dilukis awan putih dan langit biru yang cerah. Memberi kesan liburan musim panas telah tiba. Dindingnya dilukis pemandangan pantai yang menyegarkan, pohon kelapa, pasir putih, dan laut. Lantainya ditabur pasir putih setebal lima sentimeter—terbukti dengan heels sepatu Rumi yang tenggelam. Terdengar juga deru ombak berirama sebagai latar. Dan tak ketinggalan angin buatan yang sepoi-sepoi.

  • Le Restaurant de Prada   Bab 6 Nota Tagihan

    Seminggu telah berlalu sejak kejadian malam itu. Hari ini Prada sudah kembali datang ke restoran. Kesempatan bagi Rumi untuk memberikan nota tagihan yang tujuh hari ini tergeletak di dalam laci meja kerjanya. Awalnya Rumi ingin memberikan laporan keuangan dan nota itu pada hari yang sama dengan dibawanya Prada ke rumah sakit. Sekaligus ingin membahas tentang Kepala Koki mereka. Ketika sedikit senggang dia menyempatkan diri menjenguk Prada di sana. Tetapi perawat mengatakan kalau pasien yang bernama Pradana Herman Wijaya telah keluar dari rumah sakit sejak tengah hari. Rumi merasa heran karena jam lima pagi itu Prada baru dibawa ke rumah sakit. Bagaimana bisa dia sudah keluar dari sana di hari yang sama mengingat kondisi Prada yang sekarat? Namun Rumi tidak terlalu am

  • Le Restaurant de Prada   BAB 5 Kompensasi

    Setelah pertanyaan serius tadi Prada menutup mulut. Diam meskipun sudah ada jawaban di dalam hatinya. Karena jawaban itu memberi luka yang berujung pada pertanyaan lain.Papa Prada melakukan hal yang sama. Memberi kesempatan pada anaknya untuk berpikir. Sepuluh menit kemudian baru dia bersuara lagi.“Waktu enggak mungkin nunggu, Nak. Kamu makin tua tiap harinya, begitupun Papa dan Mama. Kami mungkin enggak punya cukup waktu untuk ngelihat cucu kami tumbuh, tapi seenggaknya pingin lihat anak kami menikah. Jadi kami tahu kalau kami pergi nanti, anak kami enggak sendiri.”Mulut Prada terkatup rapat. Giginya saling beradu. Saat ini dia merasa seperti anak yang tidak berguna.Orang tua Prada, terutama Papanya tidak pernah membahas hal itu sebelum ini.

  • Le Restaurant de Prada   BAB 4 Obrolan Serius

    Prada sedang berpikir siapa yang membawanya ke rumah sakit. Bangun-bangun sudah mencium aroma khas tempat itu, membuatnya tertekan. Mengabaikan badan yang terasa kaku dia mencari gawainya, lalu segera menelepon Dokter Gunawan. Dia ingin Dokter pribadi keluarganya itu mengeluarkannya sesegera mungkin. Beruntung Dokter itu cepat tanggap. Setengah jam kemudian dia sudah berbaring nyaman di kamar sendiri meskipun masih harus dipasangkan infus di tangan kiri.Dia sedang berjanji dalam hati akan membuat perhitungan pada orang yang membawanya ke sana ketika pintu kamar dibuka dengan kasar. Lelaki ini kaget; refleks melihat ke arah pintu. Seorang wanita paruh baya masuk tergesa-gesa. Gamis dan kerudung lebarnya bergoyang mengikuti gerak langkah itu. Wajahnya sangat cemas.Prada tersenyum seceria mungkin—meskipun tida

  • Le Restaurant de Prada   BAB 3 Pebinor Menyebalkan (2)

    Prada membuka mata waktu pintu kamar mandi tertutup. Hembusan napas lelah terdengar. Sekujur tubuhnya sakit. Pasti ada bengkak membiru dimana-mana. Pukulan dua algojo tadi bukan main-main. “Hidup ini indah...” Dahinya berkerut saat telinga menangkap suara Rumi menyanyikan lagu milik Glenn Fredly yang terdengar jelas dari kamar mandi. “Jika kau tahu ... Jalan mana yang benar...” Dia mendengus geli. Dia yakin gadis itu tidak sadar kalau suaranya bisa membangunkan orang se-RT. Lalu sedetik kemudian meringis karena daerah perutnya sakit ketika mendengus. “Harapan ada ... Harapan ada ... Jika kau percaya...” Bunyi air mengalir jatuh ke lantai terdengar kemudian, menjadi musik latar nyanyian Rumi. Prada sedikit bergeser mencari posisi yang lebih nyaman. Telinganya tetap me

DMCA.com Protection Status