"Tony! Bukuku berhamburan semua." teriak seorang cewek, suaranya memenuhi seisi kelas. Muka cewek itu berubah menjadi merah padam akibat perlakuan seorang cowok yang tidak sengaja menabraknya yang sedang berjalan membawa banyak buku. Cowok itu adalah temannya, Tony.
"Hehe, maaf. Aku kan ga sengaja Rene. Sekali-kali ga berkutat dengan buku bisa ga sih? Aku bosan melihatnya."
"Ihh! Aku ga suka dipanggil Rene. Namaku Laurene! Kamu tahu kan kalau buku itu duniaku, jadi aku ga bakal bisa dipisahkan sama buku. Sekarang kamu tanggung jawab! Beresin buku aku!" seru cewek itu pada Tony masih dengan muka merah padam.
Nama cewek yang sedang emosi itu adalah Laurene Calista. Seorang anak SMA Permata Bangsa yang sangat mencintai buku. Kemanapun ia pergi pasti selalu membawa buku. Semua orang memberi julukan kepadanya "cewek kutu buku." Walaupun dijuluki cewek kutu buku, tapi penampilannya tidak cupu. Ia memiliki rambut panjang berwarna coklat nan indah yang menjadi impian para cewek, bulu mata yang lentik, hidung yang mancung dan bibir yang tipis.
"Ga mau !" ucap Tony lalu menjulurkan lidahnya ke arah Laurene.
Laurene yang diledek sama Tony pun tidak tinggal diam, ia segera mengejar Tony yang sedang tertawa cengengesan.
"Enak aja! Beresin gak, cepetan beresin!" Kaki-kaki kecilnya berlari dengan cepat mengitari meja-meja yang ada di dalam kelas itu untuk mengejar Tony, dan melewati beberapa anak yang sedang berkumpul, tapi Toni pun terus menghindar dan berlari lebih cepat. Saking kesalnya sama Tony, ia tidak memerhatikan jalannya, ia pun tidak sengaja menyenggol meja teman sebangkunya, Sella.
Bruk!
Laurene pun terjatuh. Ia mencoba membuka matanya dan melihat apakah dirinya mendarat dengan mulus di lantai. Pandangan pertama yang ia lihat saat membuka matanya adalah Tony. Ternyata lagi-lagi Tony yang telah menyelamatkannya sehingga ia tidak jadi mendarat dan mencium lantai. Sesaat matanya bertemu pandang dengan mata Tony, ia melihat ada rasa khawatir di sana.
Aku sudah sejak lama berteman dengan Tony tapi mengapa baru sekarang aku sadar bahwa Tony itu ternyata tampan juga, rambutnya selalu disisir rapi, matanya teduh, hidungnya mancung. Pantas saja banyak cewek yang terpikat pada temanku ini. Laurene bergumam dalam hati. Tiba-tiba suara Tony memecah keheningan yang tercipta.
"Laurene, lain kali bisa gak sih perhatiin baik-baik kalo lagi jalan! Udah sering banget deh kamu jatuh. Kesenggol meja lah, nabrak temen lah, nyemplung selokan lah! Haha."
Laurene pun terdiam.
Marry me, Juliet
You'll never have to be alone
I love you and that's all I really know
Suara dering telepon teman yang ada di dalam kelas itu, tidak merusak momen indah yang sedang terjadi. Ia masih menatap kedua mata itu tanpa berkedip. Posisinya masih tidak berubah, ia masih dalam dekapan temannya itu.
"Weh, sadar! Ini kelas woi ! Bukan tempat buat mesra-mesraan, tempat buat belajar! Bantu beresin buku-buku aku dong, buku aku juga jatuh nih gara-gara ulah kalian berdua."
Laurene dan Tony pun tersadar saat mendengar suara Sella. Laurene segera melepaskan diri dari pelukan Tony, dan segera membantu Sella membereskan bukunya. Saat dirinya mau mengambil buku Biologi, hal yang sama juga dilakukan oleh Tony. Alhasil, tangan mereka bersentuhan.
"Aduh! Udah ya Romeo and Juliet. Udah selesai belum beresin bukunya? "
"Iya udah kok, Sell. Tony nih ganggu aja."
"Siapa yang ganggu ? Mau dibantuin juga woi!"
"Gak usah! Sana beresin buku aku yang tadi kamu tabrak sampe jatuh tuh! Tanggung jawab gak! "
"Udah bawel! Lihat aja sendiri ! "
"Udah ... udah ... berisik tau, pagi-pagi udah pada berantem aja. "
Laurene dan Sella adalah sahabat dekat. Mereka memiliki hobi yang sama yaitu membaca buku, baik buku pelajaran maupun novel remaja. Laurene suka pelajaran biologi, Sella juga suka biologi. Laurene suka baca novel Dear Nathan, begitu juga dengan Sella.
"Ren, kamu sama Tony tuh lucu ya, selalu berantem tapi mesra."
"Apaan mesra! "
"Kejar-kejaran dan berakhir dengan pelukan seperti tadi, mau aku bilang kalian kayak Tom and Jerry kan tidak mungkin, gak kayak ending di film-film Tom and Jerry. Haha. "
"Apaan sih Sell! Aduh! Udah ah ga usah dibahas."
"Kenapa? Kamu speechless ya karena tadi dipeluk sama Tony?"
"Bukan dipeluk Sella, tadi Tony itu ... tadi cuma menolong aku. Lagian aku tidak suka kok sama dia, bawel."
"Wkwk. Kan aku ga bilang kamu suka sama Tony, jangan-jangan ... memang benar ya ada hati yang berharap ?"
"Iiih Sella! Udah dong ganti topik aja napa? "
"Gimana, kamu udah ngerjain pr biologi yang kemarin blum?" tanya Laurene mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Hahaha."
"Kok ketawa ? Emang ada yang lucu, Sell?"
"Kan kemarin guru biologi kita rapat, jadi kan gak dikasih pr, cuma dikasih tugas buat presentasi."
"Oh iya ya?"
"Cie yang lagi salting karena dipeluk. Haha."
"Sella! Itu kan cuma kebetulan."
"Kebetulan atau takdir?"
"Udah ah. Mumpung masih ada waktu 20 menit lagi sebelum masuk kelas, lebih baik aku baca dulu aja."
Kakinya mulai melangkah menjauh dari meja Sella, menuju pintu keluar kelas dan beranjak ke taman yang ada di belakang sekolah sambil membawa novel kesukaannya.
***
Laurene pun mulai membaca kata demi kata dalam novel, sambil membayangkan seandainya tokoh cewek dalam novel itu adalah dirinya. Cewek yang selalu dijemput dan diantar ke sekolah sama cowok populer yang tampan, smart, baik, pake motor ninja pula. Pasti senang kayaknya.
"Hey Rene. Kamu di sini? Pasti lagi baca buku Dear Nathan lagi ya?"
Laurene mendengar suara yang tidak asing itu dari balik punggungnya, lagi-lagi ia merasa kesal dengan panggilan Rene itu tapi ia memilih untuk diam saja, tidak menggubrisnya. Ia terus membaca novel itu dan terus membayangkan bahwa dirinya lah yang berada di atas motor ninja merah itu, pasti akan sangat keren dan romantis. Tanpa sadar senyum mengembang di bibirnya, pasti rasanya sangat bahagia diantar pulang seseorang yang dicintai.
"Ih serem! Masih pagi tapi udah ada yang senyum senyum sendiri."
Khayalan yang sudah ia bangun seketika buyar, hancur saat mendengar suara Tony yang terus mengganggunya, tak sadar ternyata Tony sudah berada tepat di depannya, membuatnya kaget. Ia melihat Tony tertawa lebar dengan bahagianya, mukanya merah padam menahan amarah karena hari ini tak henti-hentinya Tony meledeknya, membuat kesabarannya habis.
"Tony! Bisa gak sih jauh-jauh dari hidup aku, gak ganggu aku mulu!"
"Ngebayangin apa hayo? Biar kutebak ya, pasti kamu lagi ngehalu ... ngekhayal cowok ya ?"
" Udah deh, jangan kebanyakan mengkhayal Rene. Kehidupan nyata itu tidak lah seindah kehidupan di novel atau w*****d tau! "
"Iiih! Sekali-kali aja lihat temannya seneng dikit bisa engga sih Tony!" Laurene berteriak hampir menangis.
"Ya ampun, bercanda aku Rene. Masa gitu aja kamu marah?"
"Kamu tuh ga ngerti amat perasaan orang sih!"
Tanpa disadarinya air matanya berlinang, padahal ini masih pagi hari tapi Tony sudah membuatnya badmood. Tiba-tiba ia merasakan ada sentuhan di tangannya lalu ia mengangkat wajahnya, ternyata tangan Tony yang menyentuhnya. Ia segera menarik tangannya.
"Apaan sih kamu, Tony!"
"Maaf deh, maaf. Aku tidak bermaksud ganggu kamu. Hanya saja menurutku berkhayal itu ...."
"Sudahlah Ton. Kamu memang tidak suka kan melihat aku senang."
Laurene menarik tangannya dan segera berjalan menjauhi Tony, bergegas masuk ke kelasnya sambil mengusap sudut mata dengan kedua jarinya. Ia tidak mau terlihat sedih di depan Sella dan teman-teman di kelasnya. Hari ini Laurene sangat kesal pada Tony, padahal tadi lagi seru-serunya cerita di novel yang sedang dibacanya. Jadi terpaksa harus ditunda dulu. Laurene pun segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelasnya.
Pertemuan itu tak disengaja ... *** Kaki kecil Laurene berjalan semakin cepat. Saat sedang berjalan terdengar suara bel yang mengalun di sepanjang koridor kelas. Ia pun melihat benda bulat yang melingkar di pergelangan tangankirinya, waktu sudah menunjukkan pukul enam lewat lima puluh menit. Pantas saja bel sudah berbunyi ternyata sudah jam segini, tapi tumben jam segini baru bunyi biasanya jam enam lewat empat puluh lima menit bel baru berbunyi. Mendengar suara bel yang sudah mengalun di sepanjang koridor sekolah, membuat ia mau tidak mau harus berlari kencang. Ternyata Laurene tidak sendirian, banyak siswa-siswi yang entah dari mana datangnya, tiba-tiba ikut berlarian karena takut telat masuk kelas sama seperti dirinya. Pemandangan seperti ini sudah sangat s
Tidak terasa Laurene pun sampai di depan pintu kelas 10 MIA 3. Jantungnya saat ini benar-benar tak bisa dikendalikan, berdebar tak menentu. Hari ini adalah hari rabu artinya hari ini akan diawali dengan kelas Pak Dito. Pak Dito adalah guru biologi yang super galak. Ia mengajar di kelas 10 MIA 3 dan 10 MIA 4, tapi ia akan masuk ke kelas MIA 4 saat jam pelajaran ke-3 dan ke-4 setelah dari kelas Laurene. "Laurene, are you okay?" Laurene pun menengok ke belakangnya, ia seakan lupa dengan sosok cowok tampan di belakangnya itu, yang tadi berjanji mengantarnya ke kelas, dan akan menjelaskan kepada guru biologinya yang galak ini.Ia pun segera menjawab pertanyaan Shawn dengan gugup. "I'm ok, I'm
Langkah kakinya menuju arah pintu keluar kelas, ia melihat ke kiri dan ke kanan, suasana masih tampak sepi karena jam pelajaran masih berlangsung, dan bel istirahat pun belum berbunyi. Akhirnya dia memutuskan untuk menunggu Sella, teman sebangkunya yang masih sibuk mengerjakan soal-soal ulangan biologi dari Pak Dito di dalam kelas, tetapi tiba-tiba ia melihat ada seseorang yang menyusulnya keluar dari kelas, dan orang itu adalah Tony. Tony menatap ke arah nya dengan tajam. Tony kenapa ya? Belum sempat Laurene berpikir untuk menjawab pertanyaan yang berkecamuk di dalam hatinya tiba-tiba Tony menarik tangannya. "Ikut aku!"seru Tony sambil menggenggam erat pergelangan tangannya. "Apaan sih Tony! Aku gak mau! Lepasin tanganku, sakit tau!" "Aku gak peduli!" jawab Tony ketus tanpa melihat
Sekarang Ia dan Shawn sudah berada di perpustakaan sekolah. Berada di perpustakaan membuat hati Laurene merasa senang, suasana yang tenang dan sepi sangat disukainya, membuat ia merasa nyaman dan lebih konsentrasi untuk belajar. "Shawn, aku cari buku referensi untuk pelajaran bahasa inggris dulu ya." "Ya ampun Laurene, kita kan baru sampe baru aja duduk." "Aku kesini kan mau cari buku bukannya mau duduk-duduk. Ngapain juga kesini cuma buat ngeliatin buku-buku dari jauh, ya baca lah." "Kamu aja yang duduk Shawn, ga usah ikut denganku. Aku mau mencari buku referensi Bahasa Inggris dulu. Kamu tunggu di sini aja, aku akan segera kembali." "Haha, beneran? Kamu ga mau aku bantuin?"
Akhirnya Laurene pun sampai di depan pintu ruangan kelasnya 10 MIA 3, masih dengan Shawn yang mengikuti di belakangnya. Matanya melihat ke dalam kelas, memastikan bahwa guru PPKN belum datang, dan untunglah guru PPKNnya memang belum datang. Ia pun merasa sangat lega. "Laurene, guru kamu belum datang kan?" Laurene pun menoleh ke belakang, Shawn masih berdiri persis di belakangnya. "Iya Shawn, belum datang." jawab Laurene pada Shawn. "Masih aman kok. Makasih ya Shawn karena udah mau nganter aku sampai kelas." "Sama-sama Laurene. Aku juga terima kasih karena kamu sudah mau belajar bareng aku tadi di perpustakaan." "No problemShawn, aku juga senang kok bisa belajar ba
Laurene melihat jam tangan putih yang melingkar di tangan kirinya, waktu sudah menunjukkan pukul lima lewat empat puluh lima menit. Ia baru saja selesai ekskul padus. "Ren, duluan ya." "Eh iya, Don. Makasih ya udah bantuin beres-beres." "Iya, sama-sama Ren. Sampai jumpa." "Sampai jumpa, Don. Bye." Dona adalah teman anggota padus, ia selalu rajin membantu Laurene membereskan ruang musik setiap kali mereka selesai latihan padus. Sebagai ketua Ceria Choir, Laurene selalu pulang paling akhir dan paling sore karena harus membereskan ruang musik, untung saja ia mempunyai teman-teman yang baik yang selalu membantunya. Setelah selesai
Mandi adalah hal pertama yang ingin Laurene lakukan saat masuk ke kamarnya. Badannya sudah terasa lengket berkeringat karena seharian di sekolah. Ia benar-benar harus menyiapkan ekstra energi pada setiap hari rabu, kamis dan hari senin karena setelah kelas ada kegiatan ekskul sampai sore bahkan kadang-kadang hingga malam hari, apalagi kalau ada acara lomba, benar-benar melelahkan. Ia langsung menaruh tas sekolahnya di atas meja belajarnya dan segera melesat menuju ke kamar mandi. Setelah selesai mandi, badannya terasa segar dan lelahnya pun sedikit berkurang. Lalu, ia langsung menuju meja belajarnya dan mulai membuka buku biologinya. Hari ini entah mengapa Laurene enggan untuk turun ke bawah untuk makan. Hari ini Ia tidak merasa lapar, padahal rasanya tadi di sekolah ia hanya makan sedikit itupun makan makanan bekal dari mama; sepoton
Kring ... kring ... kring. Suara jam beker di atas meja belajarnya berbunyi membangunkan Laurene yang sedang tidur nyenyak. Masih dengan setengah sadar, ia segera bangun dari tempat tidurnya menuju meja belajar, dan mematikan jam bekernya. Jam di atas meja belajarnya itu menunjukkan pukul lima tepat. Haduh, ini pasti akibat semalam begadang jadi bawaannya malas banget untuk bangun pagi, rasanya masih ngantuk masih ingin bersembunyi di balik selimut yang hangat, tapi kalau gak bangun sekarang mana ada waktu lagi buat belajar ya. Nanti di kelas gimana kalo aku gak bisa ngerjain soal-soal atau gimana kalau tiba-tiba ada ulangan mendadak kayak kemarin. Aku harus segera cuci muka dan mulai belajar. Ayo semangat Laurene!
Cinta kadang tak butuh kata-kata ...Cinta adalah sebuah rasa ...Rasa yang indah tak terlukiskan oleh kata-kata ...Rasa yang kadang tak butuh rangkaian kata-kata indah Laurene melayangkan pandangannya ke penjuru kantin, tapi Sella belum terlihat. Ia ingat chat yang dikirim oleh Sella tadi katanya dia sudah sampai di kantin. Laurene terus melayangkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin, berharap Sella akan muncul tetapi hasilnya nihil. Sella kenapa belum kelihatan juga ya? Bukannya tadi dia sendiri yang bilang udah sampai di kantin. ApaSellabelum sampai ke kantin tapi dia bilang udah sampai kantin ya?Dasar nih anak, paling suka ngerjain deh! Kalau tahu Sella belum datang,
Keindahan yang terlihat di depan mata kadang kala hanyalah keindahan semu semata, yang mungkin saja akan sirna saat mentari tenggelam di balik kegelapan malam, dan menghilang saat gelap tersapu dan diterpa berkas cahaya mentari pagi hari yang merona... Sekarang sudah pukul tiga sore, tetapi Laurene belum bisa segera pulang ke rumahnya karena sore ini masih ada kegiatan ekskul paduan suara. Laurene membuka kunci pintu ruang musik, melangkah masuk, lalu meletakkan tas sekolahnya di atas meja di dalam ruang musik itu. Ruangan musik itu masih sepi, bahkan sangat sepi sehingga detik-detik jarum jam di dinding ruangan itu terdengar sangat jelas olehnya. Detik-detik jarum jam tersebut terus berdentang tiada hentinya, sesaat telah menyadarkan Laurene bahwa waktu terus berputar meninggalkan detik demi detik di belakangnya, dan
Laurene masuk ke dalam kamarnya. Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan bagi Laurene. Hari pertama ia masuk sekolah kembali setelah dua hari harus istirahat di rumah. Banyak catatan pelajaran yang tertinggal yang harus ia catat, ada juga beberapa tugas susulan yang harus segera ia selesaikan. Untunglah tubuhnya sudah lumayan pulih kembali, dan pusing di kepalanya pun sudah menghilang. Ia membawa segelas susu hangat dan roti rasa kopi yang tadi dibuatkan mama untuknya, lalu meletakkannya di atas meja belajarnya. Susu vanilla yang hangat terasa nyaman mengalir di tenggorokannya, namun roti rasa kopi di hadapannya tidak terlalu membuatnya berselera seperti biasanya. Terbayang kembali kejadian di sekolah tadi siang, terbayang kembali semua kata demi kata dari cerita Sella padanya tadi di ruang padus. Mereka berdua sengaja ngumpet di
Laurene baru keluar dari kamar mandi, baru selesai mandi sore. Tubuhnya terasa jauh lebih segar sore ini. Air hangat yang tadi mengguyur tubuhnya, membuat sekujur tubuhnya sekarang terasa lebih segar. Ditambah dengan tidur yang cukup semalam, asupan makanan yang bergizi dan vitamin dari dokter Adrian. Sore ini, Laurene benar-benar merasa jauh lebih sehat. Kepalanya sudah tidak terasa pusing lagi, dan tubuhnya juga tidak terasa lemas tak bertenaga lagi. Ia merasa semuanya terasa jauh lebih baik. Laurene mulai merapikan buku-buku pelajarannya, lalu ia melihat jadwal pelajaran untuk besok, dan memasukkan buku-buku yang harus dibawanya ke sekolah besok. Ia memeriksa kembali semua pekerjaan rumahnya untuk besok, untunglah pekerjaan rumah buat besok sudah selesai ia kerjakan semuanya. Besok aku akan masuk sekolah kembali. Tidak
Kadang jarak itu sulit didefinisikan ....Dekat tak berjarak kadang justru membuat jarak ....Jauh berjarak kadang membuat tak ada jarak. Laurene sudah mencoba untuk tidur kembali, tapi matanya tidak mau diajak kompromi. Ia tidak bisa tidur kembali. Ia pun bangun dari tempat tidurnya, dan minum susu panas yang dibuatkan mama untuknya, lalu menyalakan laptopnya dan memutar lagu dari penyanyi kesayangannya, Taylor Swift. Laurene mencoba merapikan meja belajarnya, satu demi satu buku-buku yang berserakan di atas meja belajarnya itu dirapikannya. Laurene memandang boneka teddy bear warna pink di lantai di samping lemari bukunya itu, di sana masih tergeletak beberapa balon yang berwarna warni di samping boneka teddy bear yang besar itu. Ia melihat kembali kartu ucap
Kring ... kring ... kring. Suara jam beker di atas meja kecil di samping tempat tidur Laurene berbunyi kencang, membuat Laurene terbangun dari tidurnya. Tadi malam Laurene tidur sangat nyenyak. Entah berapa jam ia sudah tertidur, terasa lama sekali. Pagi ini tubuhnya terasa lebih segar, walaupun masih sedikit pusing. Laurene ingin segera bangun dan mandi lalu bergegas berangkat ke sekolah seperti biasanya, tapi semua itu tidak jadi ia lakukan. Hari ini ia tidak bisa pergi ke sekolah, mama tidak mengizinkannya pergi ke sekolah. Kemarin dokter Adrian sudah membuatkan surat izin untuk tidak pergi ke sekolah agar Laurene hari ini dapat beristirahat di rumah. Mama juga sudah menitipkan surat dokter itu pada Sella untuk disampaikan ke Bu Lela, guru wali kelas mereka. Apa yang akan aku lakukan hari ini ya? Berdiam diri d
Laurene berbaring di tempat tidurnya yang nyaman dengan bedcover yang berwarna pink, ditemani sahabatnya Sella. Sella duduk di pinggir tempat tidur Laurene sambil memegang piring di tangannya yang berisi makanan yang dibuatkan mama khusus untuk Laurene, dan sebentar-sebentar Sella menyuapi makanan itu ke mulut Laurene. Dokter Adrian baru saja pulang, setelah selesai memeriksa Laurene. Tadi mama Laurene sangat cemas melihat kondisi putri kesayangannya itu, jadi mama langsung menelpon dokter Adrian. Dokter keluarga yang sudah sangat dikenalnya sejak ia masih kecil. Untunglah setelah memeriksa Laurene dokter Adrian tidak menemukan gejala penyakit yang serius di tubuh Laurene, Laurene hanya kecapean saja ditambah kurang makan dan kurang istirahat. Mama Laurene pun merasa sangat lega, demikian juga dengan Sella. "Aduuh Laurene, kamu
Entah sudah berapa lama Laurene tak sadarkan diri, dan entah sudah berapa lama pula ia terlelap dalam tidurnya yang tanpa mimpi itu. Akhirnya Laurene membuka matanya juga. "Puji Tuhan, akhirnya kamu sadar juga Ren." Laurene melihat Sella duduk di samping tempat tidurnya sambil menggenggam tangannya. Laurene melihat ada air mata yang membasahi kedua pipinya. "Kamu kenapa nangis, Sell?" tanya Laurene menatap bingung pada Sella. "Abis kamu pingsannya lama banget, kita semua di sini khawatir banget sama kamu, tapi untunglah sekarang kamu udah sadar." Sella pun memeluk sahabatnya itu dengan erat. Sella merasa sangat lega melihat sahabatnya itu akhirnya sadar juga. "Alhamdulilah, kamu
"Hati-hati Ren, pelan-pelan aja jalannya." Sella membantu Rene turun dari tempat tidur UKS itu, lalu memapahnya berjalan perlahan-lahan menuju ke kelas 10 MIA 3. "Ren, kamu yakin mau ikut pelajaran fisika sekarang?" tanya Sella sambil menatap wajah Rene dalam-dalam seakan tak yakin pada keinginan Laurene itu. Wajah Laurene masih terlihat pucat, ia juga masih terlihat lemah. "Iya Sell, aku mau ke kelas aja." balas Laurene sambil memegang tangan Sella dengan erat. "Tidak mau istirahat aja dulu, Ren?" tanya Sella lagi. "Gak deh Sell, aku dah gapapa kok. Aku mau ikut pelajaran aja." "Bener kamu udah kuat?" Sella masih belum yakin