Sekarang Ia dan Shawn sudah berada di perpustakaan sekolah. Berada di perpustakaan membuat hati Laurene merasa senang, suasana yang tenang dan sepi sangat disukainya, membuat ia merasa nyaman dan lebih konsentrasi untuk belajar.
"Shawn, aku cari buku referensi untuk pelajaran bahasa inggris dulu ya."
"Ya ampun Laurene, kita kan baru sampe baru aja duduk."
"Aku kesini kan mau cari buku bukannya mau duduk-duduk. Ngapain juga kesini cuma buat ngeliatin buku-buku dari jauh, ya baca lah."
"Kamu aja yang duduk Shawn, ga usah ikut denganku. Aku mau mencari buku referensi Bahasa Inggris dulu. Kamu tunggu di sini aja, aku akan segera kembali."
"Haha, beneran? Kamu ga mau aku bantuin?"
"Tidak, terima kasih Shawn. Aku bisa mencarinya sendiri."
"Ok kalau begitu. Aku akan tunggu kamu di sini."
Kakinya mulai melangkah menuju rak buku yang terletak di pojok ruangan, matanya dengan teliti mencari satu demi satu buku referensi untuk pelajaran Bahasa Inggris. Ia menemukan sebuah buku di bagian atas rak buku, kelihatannya buku itu bagus cocok buat referensi Bahasa Inggrisnya. Laurene menjinjitkan kakinya mencoba untuk meraih buku itu, tapi tidak sampai, tangannya tidak dapat menggapai buku itu. Ia mencoba menaikkan tumitnya sekali lagi, dia sudah berdiri di ujung jarinya di ujung bagian depan sepatu ketsnya lalu mencoba untuk meraih buku itu, tapi tangannya hanya dapat menyentuh sedikit bagian bawah buku itu. Ia ingin sekali mengambil buku itu, tapi buku itu letaknya terlalu tinggi dan tangannya tidak cukup panjang untuk mengambil buku itu.
Tiba-tiba ia melihat ada tangan yang lain, tangan seseorang yang mengambil buku itu duluan. Laurene merasa kecewa karena ia tidak bisa mendapatkan buku itu, padahal ia ingin sekali mendapatkan buku itu, sepertinya buku itu sesuai dengan buku yang sedang dicarinya. Laurene pun menoleh kesamping kirinya, betapa kagetnya ia ternyata tangan itu adalah milik Shawn.
"Ini bukunya." kata Shawn tersenyum sambil memberikan buku itu kepada Laurene.
"Kamu? Shawn?" Laurene pun tersenyum lega. " Makasih ya Shawn, lagi-lagi kamu menolongku."
"Sama-sama Laurene. Itulah gunanya teman untuk saling tolong menolong."
"Ok." Laurene pun tersenyum sambil mengacungkan jempolnya ke arah Shawn.
Saat ia sedang berbicara dengan Shawn, dari balik rak buku ia seperti melihat Tony berdiri di luar jendela kaca perpustakaan, tapi saat ia melihat ke arah jendela itu lagi ia tidak melihat siapapun di sana. Mungkin matanya yang sudah salah lihat atau itu hanyalah sebuah halusinasi karena ia merasa takut kalau-kalau ada orang yang sedang mengikuti dan memata-matai ia dan Shawn.
Seketika perasaan takut menyelimuti dirinya, bagaimana kalau tadi itu benar-benar Tony? Bisa-bisa Tony salah paham lagi dan protes lagi padanya lalu akan bersikap aneh lagi padanya seperti kejadian waktu itu di taman belakang sekolah. Belakangan ini Tony aneh, suka protes dan marah-marah gak jelas, ujung-ujungnya bakal berantem lagi dah sama Tony. Ah sudahlah, kenapa juga dipikirin. Tony kan dari dulu memang suka begitu, selalu suka ngatur-ngatur Laurene. Emang dia siapanya Laurene, kakak bukan pacar juga bukan. Udahlah, bodo amat!
"Laurene, are you okay?"
"Eh? Iya Shawn, aku baik-baik aja kok."
Suara Shawn membuyarkan dan menghapus obrolan dengan dirinya sendiri di dalam benaknya. Kakinya langsung melangkah ke tempat duduk yang tadi ia pilih bersama Shawn, Shawn pun mengikuti langkah Laurene dan memilih tempat duduk tepat di hadapannya.
"Oke, sekarang kamu mau belajar apa?"
Suara Shawn memecah keheningan.
"Shawn, kamu mau belajar bareng aku?"
"Tentu saja." kata Shawn sambil menatap ke arahnya dengan serius, dalam hati Laurene tertawa, lucu juga melihat wajah Shawn seperti itu, dan Shawn pun masih terus menatap diri nya
"Mengapa kamu menatap aku seperti itu?" Laurene bertanya lalu cepat-cepat menundukkan kepalanya mencoba menghindar dari tatapan itu, tiba-tiba ia merasa malu.
"Apa ada yang aneh dengan aku?"cLaurene bertanya pada Shawn sambil mencoba menenangkan dirinya sendiri.
"Oh tidak, tidak sama sekali."
"Kamu terlihat cantik."
"Gombalan kamu basi tau!"
" Serius, kamu juga terlihat smart."
"Udah ah!" balas Laurene sambil membolak-balikkan buku referensi Bahasa Inggris di hadapannya, tapi sebenarnya ia sendiri tidak tau pasti apa yang sedang dicarinya, tapi di dalam hati ia pun merasa senang mendengar pujian dari Shawn barusan.
"Ayo! Katanya mau belajar."
"Oke princess."
"Ih, Shawn jangan bilang begitu aku tidak suka. Panggil nama saja. Aku kan bukan princess."
"Oke, oke. Sekarang kita mau belajar apa nih?"
"Bagaimana kalau kita belajar biologi? Kamu mau Laurene?"
"Mau sih, tapi kan buku biologi aku ada di kelas. Memangnya kamu bawa buku biologi?"
"Oh iya yah, aku juga lupa bawa buku biologi. Mana sempet orang kabur masih inget bawa buku. Kabur mah tinggal kabur. Haha." Shawn tertawa lebar, untung saja penjaga perpustakaan itu tidak melihatnya, coba kalau ia lihat bisa-bisa mereka diusir dari perpus ini.
"Benar juga ya, kalau mau belajar biologi berarti kita harus cari buku di sini."
"Ya sudah, biar aku saja yang mencari bukunya Laurene. Kamu tunggu di sini saja."
Sambil menunggu Shawn mencari buku biologi, lebih baik aku melihat buku referensi Bahasa Inggris yang baru saja aku ambil tadi, gumam Laurene.
Ia pun mulai membaca dengan seksama. Saat ia sedang asyik membaca tiba-tiba ada suara dari balik punggungnya, membuat kegiatan membacanya terhenti. Suara siapa lagi kalau bukan suara Shawn. Ia melihat Shawn membawa dua buah buku biologi.
"Seru banget sih bacanya Laurene."
"iya,belajar Bahasa Inggris seru tau."
"Belajar biologi juga seru!"
"Iya, dua-duanya seru."
"Jadi kan kita belajar biologinya?"
"Jadi lah." Ia mengambil buku biologi yang tadi dibawa Shawn.
Ia mulai membuka buku itu begitu juga dengan Shawn. Melihat latihan soal-soal yang terdapat pada halaman awal buku dan mulai mengerjakannya. Biologi adalah salah satu pelajaran kesukaannya selain Bahasa Inggris jadi baginya sangat mudah untuk mengerjakan soal-soal dalam buku biologi itu.
"Cendana merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Tanaman tersebut tumbuh alami di daerah ...."
Ia dan Shawn menyebutkan soal yang sama. Ia baru tahu kalau dirinya juga sudah sampai nomor 5.
"Ini jawabannya NTT kan Shawn?"
"Iya Laurene. Baru aku mau bilang."
"Oke. Sekarang kita lanjut ke nomor 6 dan seterusnya."
Hari ini adalah hari yang istimewa buatnya karena ini adalah pertama kalinya ia belajar dan tertawa lepas dengan teman cowok selain Tony. Kalau dengan Tony pasti banyak berantemnya juga sih ketimbang akurnya.
"Sel api adalah alat ekskresi pada hewan ...."
"Ini jawabannya pasti planaria."
Ia mendengar Shawn menyebut jawaban nomor 10. Ia melihat soal yang ia kerjakan, nomor 10. Jawabannya sama seperti jawaban yang ia silang.
"Iya kamu betul Shawn. Aku juga menjawab planaria."
Ia melirik jam tangan putih yang berada di tangannya. Waktu menunjuk kan pukul dua belas lewat tiga puluh menit artinya ia mempunyai sisa waktu lima menit untuk menuju ke kelasnya.
"Shawn, udah jam segini. Tidak menyangka waktu berjalan cepat banget ya."
"Iya Laurene. Aku berharap waktu berhenti aja dulu sekarang."
"Loh, emang kenapa Shawn?"
"Supaya aku bisa belajar lebih lama bareng kamu."
"Apaan sih kamu Shawn! Bisa saja. Ya sudah, ayo kita bereskan buku dan kembali ke kelas masing-masing!"
"Oke."
Ia membawa buku biologi beserta kotak pensilnya, begitu juga dengan Shawn. Ia hanya berharap tidak telat masuk kelas lagi. Saat sedang berjalan tiba-tiba ada siswa yang meledeknya.
"Cie, sekarang cewek cupu udah gak sama pangeran kodok lagi ya."
"Si kutu buku sekarang udah dapet gebetan baru nih."
"Pangeran kodoknya dikemanakan ya?"
"Waah, gebetan barunya boleh juga tuh."
"Gak cocok sama yang ini mah, cocoknya sama yang ono, pangeran kodok! "
"Yang ini mah cocoknya sama gue."
Ia mencoba menahan emosinya. Ia sebenarnya sudah sering mendengar perkataan yang tidak nyaman seperti ini, tetapi ia hanya diam saja, ia malas, dan tidak ada waktu untuk memperdulikan atau membahas hal yang tidak perlu seperti itu. Lalu tiba-tiba Shawn mendekati anak-anak itu dan berkata sambil menahan marah. Laurene dapat melihat itu terbersit di wajahnya.
"Urusin saja dirimu sendiri. Jangan urusin orang lain! Apa kalau kita senang itu mengganggu kamu?"
"Maaf cowok ganteng, kita ga punya urusan sama kamu ya."
"Saya kasih tau kamu ya, mulai sekarang kalau kamu mengganggu dia itu berarti kamu berurusan dengan aku, mengerti?"
"Mengerti kamu?" Shawn melanjutkan.
"Dia teman aku jadi jangan sekali-sekali mengganggu dia! Jika ada yang berani ganggu dia berarti berurusan dengan aku."
"Aku akan lapor ke guru kalian ya kalau masih berani ganggu dia."
Laurene melihat mereka semua terdiam mendengar ucapan Shawn. Dalam hati, ia merasa beruntung bertemu dengan teman seperti Shawn. Tadi pagi ia tidak jadi dihukum oleh Pak Dito karena Shawn telah menyelamatkannya, dan sekarang lagi-lagi Shawn membelanya seperti itu. Seketika ia teringat pada Tony, biasanya Tony juga sering menolong dia dan membelanya seperti itu.
"Shawn sudahlah. Terima kasih ya tadi kamu sudah membela aku."
"It's ok Laurene. Aku tidak bisa melihat orang bersikap seperti itu apalagi ke kamu, Laurene. Lagian juga kamu kan tidak mengganggu mereka, kenapa mereka bersikap seperti itu ke kamu?"
"Udah, biarin aja Shawn." Laurene hanya bisa tersenyum, jauh di dalam lubuk hatinya ia berterima kasih kepada Tuhan karena telah dipertemukan dengan teman yang baik seperti Shawn.
Akhirnya Laurene pun sampai di depan pintu ruangan kelasnya 10 MIA 3, masih dengan Shawn yang mengikuti di belakangnya. Matanya melihat ke dalam kelas, memastikan bahwa guru PPKN belum datang, dan untunglah guru PPKNnya memang belum datang. Ia pun merasa sangat lega. "Laurene, guru kamu belum datang kan?" Laurene pun menoleh ke belakang, Shawn masih berdiri persis di belakangnya. "Iya Shawn, belum datang." jawab Laurene pada Shawn. "Masih aman kok. Makasih ya Shawn karena udah mau nganter aku sampai kelas." "Sama-sama Laurene. Aku juga terima kasih karena kamu sudah mau belajar bareng aku tadi di perpustakaan." "No problemShawn, aku juga senang kok bisa belajar ba
Laurene melihat jam tangan putih yang melingkar di tangan kirinya, waktu sudah menunjukkan pukul lima lewat empat puluh lima menit. Ia baru saja selesai ekskul padus. "Ren, duluan ya." "Eh iya, Don. Makasih ya udah bantuin beres-beres." "Iya, sama-sama Ren. Sampai jumpa." "Sampai jumpa, Don. Bye." Dona adalah teman anggota padus, ia selalu rajin membantu Laurene membereskan ruang musik setiap kali mereka selesai latihan padus. Sebagai ketua Ceria Choir, Laurene selalu pulang paling akhir dan paling sore karena harus membereskan ruang musik, untung saja ia mempunyai teman-teman yang baik yang selalu membantunya. Setelah selesai
Mandi adalah hal pertama yang ingin Laurene lakukan saat masuk ke kamarnya. Badannya sudah terasa lengket berkeringat karena seharian di sekolah. Ia benar-benar harus menyiapkan ekstra energi pada setiap hari rabu, kamis dan hari senin karena setelah kelas ada kegiatan ekskul sampai sore bahkan kadang-kadang hingga malam hari, apalagi kalau ada acara lomba, benar-benar melelahkan. Ia langsung menaruh tas sekolahnya di atas meja belajarnya dan segera melesat menuju ke kamar mandi. Setelah selesai mandi, badannya terasa segar dan lelahnya pun sedikit berkurang. Lalu, ia langsung menuju meja belajarnya dan mulai membuka buku biologinya. Hari ini entah mengapa Laurene enggan untuk turun ke bawah untuk makan. Hari ini Ia tidak merasa lapar, padahal rasanya tadi di sekolah ia hanya makan sedikit itupun makan makanan bekal dari mama; sepoton
Kring ... kring ... kring. Suara jam beker di atas meja belajarnya berbunyi membangunkan Laurene yang sedang tidur nyenyak. Masih dengan setengah sadar, ia segera bangun dari tempat tidurnya menuju meja belajar, dan mematikan jam bekernya. Jam di atas meja belajarnya itu menunjukkan pukul lima tepat. Haduh, ini pasti akibat semalam begadang jadi bawaannya malas banget untuk bangun pagi, rasanya masih ngantuk masih ingin bersembunyi di balik selimut yang hangat, tapi kalau gak bangun sekarang mana ada waktu lagi buat belajar ya. Nanti di kelas gimana kalo aku gak bisa ngerjain soal-soal atau gimana kalau tiba-tiba ada ulangan mendadak kayak kemarin. Aku harus segera cuci muka dan mulai belajar. Ayo semangat Laurene!
Laurene membuka matanya, kepalanya terasa sangat pusing dan sekujur tubuhnya terasa lemas sekali.Laurene mencoba melihat sekelilingnya “Aku ada di mana ini?” kata Laurene perlahan, suaranya hampir tak terdengar. “Kamu sudah sadar, Ren?“ Ia seperti mengenal suara itu, ia mencoba membuka lebar kedua matanya, ternyata itu adalah suara Sella yang sedang duduk di samping tempat tidurnya. Laurene memandang sekitarnya sekali lagi, ia baru menyadari kalau saat ini ia sedang terbaring di tempat tidur di UKS. “Kenapa aku ada di sini, Sell?" tanya Laurene pada Sella. “Kamu tadi pingsan di parkiran, Ren.” Tiba-tiba ia mendengar suara lain dari samping kanannya. Ia langsung melihat pemilik s
"Hati-hati Ren, pelan-pelan aja jalannya." Sella membantu Rene turun dari tempat tidur UKS itu, lalu memapahnya berjalan perlahan-lahan menuju ke kelas 10 MIA 3. "Ren, kamu yakin mau ikut pelajaran fisika sekarang?" tanya Sella sambil menatap wajah Rene dalam-dalam seakan tak yakin pada keinginan Laurene itu. Wajah Laurene masih terlihat pucat, ia juga masih terlihat lemah. "Iya Sell, aku mau ke kelas aja." balas Laurene sambil memegang tangan Sella dengan erat. "Tidak mau istirahat aja dulu, Ren?" tanya Sella lagi. "Gak deh Sell, aku dah gapapa kok. Aku mau ikut pelajaran aja." "Bener kamu udah kuat?" Sella masih belum yakin
Entah sudah berapa lama Laurene tak sadarkan diri, dan entah sudah berapa lama pula ia terlelap dalam tidurnya yang tanpa mimpi itu. Akhirnya Laurene membuka matanya juga. "Puji Tuhan, akhirnya kamu sadar juga Ren." Laurene melihat Sella duduk di samping tempat tidurnya sambil menggenggam tangannya. Laurene melihat ada air mata yang membasahi kedua pipinya. "Kamu kenapa nangis, Sell?" tanya Laurene menatap bingung pada Sella. "Abis kamu pingsannya lama banget, kita semua di sini khawatir banget sama kamu, tapi untunglah sekarang kamu udah sadar." Sella pun memeluk sahabatnya itu dengan erat. Sella merasa sangat lega melihat sahabatnya itu akhirnya sadar juga. "Alhamdulilah, kamu
Laurene berbaring di tempat tidurnya yang nyaman dengan bedcover yang berwarna pink, ditemani sahabatnya Sella. Sella duduk di pinggir tempat tidur Laurene sambil memegang piring di tangannya yang berisi makanan yang dibuatkan mama khusus untuk Laurene, dan sebentar-sebentar Sella menyuapi makanan itu ke mulut Laurene. Dokter Adrian baru saja pulang, setelah selesai memeriksa Laurene. Tadi mama Laurene sangat cemas melihat kondisi putri kesayangannya itu, jadi mama langsung menelpon dokter Adrian. Dokter keluarga yang sudah sangat dikenalnya sejak ia masih kecil. Untunglah setelah memeriksa Laurene dokter Adrian tidak menemukan gejala penyakit yang serius di tubuh Laurene, Laurene hanya kecapean saja ditambah kurang makan dan kurang istirahat. Mama Laurene pun merasa sangat lega, demikian juga dengan Sella. "Aduuh Laurene, kamu
Cinta kadang tak butuh kata-kata ...Cinta adalah sebuah rasa ...Rasa yang indah tak terlukiskan oleh kata-kata ...Rasa yang kadang tak butuh rangkaian kata-kata indah Laurene melayangkan pandangannya ke penjuru kantin, tapi Sella belum terlihat. Ia ingat chat yang dikirim oleh Sella tadi katanya dia sudah sampai di kantin. Laurene terus melayangkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin, berharap Sella akan muncul tetapi hasilnya nihil. Sella kenapa belum kelihatan juga ya? Bukannya tadi dia sendiri yang bilang udah sampai di kantin. ApaSellabelum sampai ke kantin tapi dia bilang udah sampai kantin ya?Dasar nih anak, paling suka ngerjain deh! Kalau tahu Sella belum datang,
Keindahan yang terlihat di depan mata kadang kala hanyalah keindahan semu semata, yang mungkin saja akan sirna saat mentari tenggelam di balik kegelapan malam, dan menghilang saat gelap tersapu dan diterpa berkas cahaya mentari pagi hari yang merona... Sekarang sudah pukul tiga sore, tetapi Laurene belum bisa segera pulang ke rumahnya karena sore ini masih ada kegiatan ekskul paduan suara. Laurene membuka kunci pintu ruang musik, melangkah masuk, lalu meletakkan tas sekolahnya di atas meja di dalam ruang musik itu. Ruangan musik itu masih sepi, bahkan sangat sepi sehingga detik-detik jarum jam di dinding ruangan itu terdengar sangat jelas olehnya. Detik-detik jarum jam tersebut terus berdentang tiada hentinya, sesaat telah menyadarkan Laurene bahwa waktu terus berputar meninggalkan detik demi detik di belakangnya, dan
Laurene masuk ke dalam kamarnya. Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan bagi Laurene. Hari pertama ia masuk sekolah kembali setelah dua hari harus istirahat di rumah. Banyak catatan pelajaran yang tertinggal yang harus ia catat, ada juga beberapa tugas susulan yang harus segera ia selesaikan. Untunglah tubuhnya sudah lumayan pulih kembali, dan pusing di kepalanya pun sudah menghilang. Ia membawa segelas susu hangat dan roti rasa kopi yang tadi dibuatkan mama untuknya, lalu meletakkannya di atas meja belajarnya. Susu vanilla yang hangat terasa nyaman mengalir di tenggorokannya, namun roti rasa kopi di hadapannya tidak terlalu membuatnya berselera seperti biasanya. Terbayang kembali kejadian di sekolah tadi siang, terbayang kembali semua kata demi kata dari cerita Sella padanya tadi di ruang padus. Mereka berdua sengaja ngumpet di
Laurene baru keluar dari kamar mandi, baru selesai mandi sore. Tubuhnya terasa jauh lebih segar sore ini. Air hangat yang tadi mengguyur tubuhnya, membuat sekujur tubuhnya sekarang terasa lebih segar. Ditambah dengan tidur yang cukup semalam, asupan makanan yang bergizi dan vitamin dari dokter Adrian. Sore ini, Laurene benar-benar merasa jauh lebih sehat. Kepalanya sudah tidak terasa pusing lagi, dan tubuhnya juga tidak terasa lemas tak bertenaga lagi. Ia merasa semuanya terasa jauh lebih baik. Laurene mulai merapikan buku-buku pelajarannya, lalu ia melihat jadwal pelajaran untuk besok, dan memasukkan buku-buku yang harus dibawanya ke sekolah besok. Ia memeriksa kembali semua pekerjaan rumahnya untuk besok, untunglah pekerjaan rumah buat besok sudah selesai ia kerjakan semuanya. Besok aku akan masuk sekolah kembali. Tidak
Kadang jarak itu sulit didefinisikan ....Dekat tak berjarak kadang justru membuat jarak ....Jauh berjarak kadang membuat tak ada jarak. Laurene sudah mencoba untuk tidur kembali, tapi matanya tidak mau diajak kompromi. Ia tidak bisa tidur kembali. Ia pun bangun dari tempat tidurnya, dan minum susu panas yang dibuatkan mama untuknya, lalu menyalakan laptopnya dan memutar lagu dari penyanyi kesayangannya, Taylor Swift. Laurene mencoba merapikan meja belajarnya, satu demi satu buku-buku yang berserakan di atas meja belajarnya itu dirapikannya. Laurene memandang boneka teddy bear warna pink di lantai di samping lemari bukunya itu, di sana masih tergeletak beberapa balon yang berwarna warni di samping boneka teddy bear yang besar itu. Ia melihat kembali kartu ucap
Kring ... kring ... kring. Suara jam beker di atas meja kecil di samping tempat tidur Laurene berbunyi kencang, membuat Laurene terbangun dari tidurnya. Tadi malam Laurene tidur sangat nyenyak. Entah berapa jam ia sudah tertidur, terasa lama sekali. Pagi ini tubuhnya terasa lebih segar, walaupun masih sedikit pusing. Laurene ingin segera bangun dan mandi lalu bergegas berangkat ke sekolah seperti biasanya, tapi semua itu tidak jadi ia lakukan. Hari ini ia tidak bisa pergi ke sekolah, mama tidak mengizinkannya pergi ke sekolah. Kemarin dokter Adrian sudah membuatkan surat izin untuk tidak pergi ke sekolah agar Laurene hari ini dapat beristirahat di rumah. Mama juga sudah menitipkan surat dokter itu pada Sella untuk disampaikan ke Bu Lela, guru wali kelas mereka. Apa yang akan aku lakukan hari ini ya? Berdiam diri d
Laurene berbaring di tempat tidurnya yang nyaman dengan bedcover yang berwarna pink, ditemani sahabatnya Sella. Sella duduk di pinggir tempat tidur Laurene sambil memegang piring di tangannya yang berisi makanan yang dibuatkan mama khusus untuk Laurene, dan sebentar-sebentar Sella menyuapi makanan itu ke mulut Laurene. Dokter Adrian baru saja pulang, setelah selesai memeriksa Laurene. Tadi mama Laurene sangat cemas melihat kondisi putri kesayangannya itu, jadi mama langsung menelpon dokter Adrian. Dokter keluarga yang sudah sangat dikenalnya sejak ia masih kecil. Untunglah setelah memeriksa Laurene dokter Adrian tidak menemukan gejala penyakit yang serius di tubuh Laurene, Laurene hanya kecapean saja ditambah kurang makan dan kurang istirahat. Mama Laurene pun merasa sangat lega, demikian juga dengan Sella. "Aduuh Laurene, kamu
Entah sudah berapa lama Laurene tak sadarkan diri, dan entah sudah berapa lama pula ia terlelap dalam tidurnya yang tanpa mimpi itu. Akhirnya Laurene membuka matanya juga. "Puji Tuhan, akhirnya kamu sadar juga Ren." Laurene melihat Sella duduk di samping tempat tidurnya sambil menggenggam tangannya. Laurene melihat ada air mata yang membasahi kedua pipinya. "Kamu kenapa nangis, Sell?" tanya Laurene menatap bingung pada Sella. "Abis kamu pingsannya lama banget, kita semua di sini khawatir banget sama kamu, tapi untunglah sekarang kamu udah sadar." Sella pun memeluk sahabatnya itu dengan erat. Sella merasa sangat lega melihat sahabatnya itu akhirnya sadar juga. "Alhamdulilah, kamu
"Hati-hati Ren, pelan-pelan aja jalannya." Sella membantu Rene turun dari tempat tidur UKS itu, lalu memapahnya berjalan perlahan-lahan menuju ke kelas 10 MIA 3. "Ren, kamu yakin mau ikut pelajaran fisika sekarang?" tanya Sella sambil menatap wajah Rene dalam-dalam seakan tak yakin pada keinginan Laurene itu. Wajah Laurene masih terlihat pucat, ia juga masih terlihat lemah. "Iya Sell, aku mau ke kelas aja." balas Laurene sambil memegang tangan Sella dengan erat. "Tidak mau istirahat aja dulu, Ren?" tanya Sella lagi. "Gak deh Sell, aku dah gapapa kok. Aku mau ikut pelajaran aja." "Bener kamu udah kuat?" Sella masih belum yakin