Rencana liburan mereka akhirnya hanya dihabiskan di penginapan. Ayya tidak mau ambil resiko dengan mengajak lelaki itu pergi. Jadi, mereka hanya melakukan hal-hal kecil di penginapan, memasak salah satunya. Ayya tengah berkutat di dapur saat tiba-tiba Kafa memeluknya dari belakang. Terang saja perempuan itu terkejut, membuat sudut pisau nyaris menyentuh jemarinya.
"Ya ampun, Kafa. Aku kaget. Kamu ngapain ke sini? Tidur aja sana," ujarnya.
"Aku ke sini buat sama kamu. Kalau cuma tiduran, apa bedanya di sini sama di rumah?"
Ayya menghela napas, kemudian berbalik menghadap lelaki itu. "Kafa, aku begini karena peduli. Kalau sampai ada apa-apa gimana? Kita juga tetap enggak akan bisa ngapa-ngapain, 'kan?"
Mau tak mau Kafa mengangguk.
Melihat hal itu, Ayya kembali melanjutkan aktivitas memasaknya, sementara Kafa menatap perempuan itu dari meja makan. Banyak hal yang tiba-tiba melintas di ke
Temen-temen, jangan lupa tinggalkan love yaa ^^
"Kalau kamu memang perempuan baik-baik, tidak seharusnya kamu menerima ajakan bertemu seorang pria yang sudah beristri."Ayya tersentak kaget saat perempuan yang baru saja selesai memaki, ganti mendorong kuat tubuhnya hingga tersungkur jatuh. Sedangkan lelaki di sebelahnya tak banyak bicara, membela pun seolah enggan. Padahal, dia yang mengajaknya ke sini.Perempuan yang lebih tinggi dari Ayya itu maju selangkah, menunduk, lalu kembali memukuli Ayya dengan brutal. Meski pukulan tersebut cukup kuat dan menyakitkan, tetap tak lebih sakit dibanding hatinya sekarang."Kenapa kamu jahat? Apa lelaki di dunia ini sudah benar-benar habis sampai kamu nekat menggoda suami orang?" ujarnya lagi dengan sorot yang lebih redup dari sebelumnya. Perempuan itu beralih pandang, menatap sang suami yang saat ini membatu di tempatnya. "Dan kamu, A, kenapa bisa sejauh ini? Apa kehadiran Arka di hidup kita tidak cukup untuk membuat kamu mencintai
Yang berbahaya itu bukan hanya pertemuan dengan mantan, tetapi berbenturan dengan kenangan. Tak berwujud pun kenangan sanggup mengacaukan sebuah usaha melupakan.Lanjut Salah, Berhenti Susah |01|***"Besok jadi mau minta surat rekomendasi dari IDI, Mas?"Yendra menelan makanan yang tengah dikunyah lebih dulu sebelum akhirnya bersuara, "Iya, jadi. Siapa tahu kalau persyaratannya rampung dilengkapi, perizinan bisa keluar secepatnya."Ayya mengangguk mafhum. Calon suaminya itu memang tengah sibuk mengurus segala sesuatu terkait klinik yang baru didirikan. Wajar kalau intensitas pertemuan mereka semakin menyempit. Yendra tak hanya harus pintar membagi waktu antara urusan klinik, keluarga, dan Ayya, tetapi juga urusan kampus, mengingat belum lama ini lela
Hanya ada satu alasan kenapa seseorang begitu sulit kamu lupakan: dia terlalu berkesan. Berkesan sakitnya, atau justru terlalu berkesan pula jejak kenangan yang ditinggalkannya.Back To You |02|***Ayya sibuk menggulir lembar microsoft exel. Di sana tercatat data pasien Rumah Sakit Gardenia yang tinggal di rumah singgah Azalea. Kebanyakan berasal dari luar kota. Namun, tak sedikit pula yang memang tinggal di Bandung.Anak Rendra contohnya. Diketahui, ada tumor pada saluran cernanya. Dia berasal dari Soreang, Kabupaten Bandung, tetapi karena jarak tempuh antara rumah ke rumah sakit cukup jauh, orang tuanya memilih tinggal di rumah singgah. Pihak rumah singgah sempat menawarkan fasilitas antar jemput, jadi mereka bisa tetap berkumpul bersama keluarga, tak sulit dan memakan biaya
Obat bisa bersifat terapeutik, bisa pula toksik. Tak jauh berbeda dengan cinta. Ada masa di mana cinta bertugas sebagai penyembuh, tetapi dalam kasus berbeda sanggup menjadi pembunuh.Lanjut Salah, Berhenti Susah|03|***"Shit!"Kafa mengumpat kesal. Lelaki itu turun tergesa dan langsung dihadapkan pada bagian samping mobil kesayangannya yang ternyata sudah tergores. Tadi Kafa sengaja berhenti sejenak untuk mengangkat sambungan telepon dari sang istri. Namun, tiba-tiba seseorang menabrak mobilnya yang terparkir di bahu jalan.Pandangan pria itu meliar, mengamati dalam diam mobil yang baru saja berbenturan dengan mobilnya. Tidak ada pergerakan sama sekali dari dalam sama. Entah karena orang itu gugup dan takut, atau mungkin ... orang itu pingsan? Nalurinya sebagai seorang dokter mu
Kendati sudah berusaha menutup mata dan telinga agar tak melihat atau mendengar apa pun lagi tentangnya, otak justru kepayahan untuk sekadar menghapus nama yang telanjur tercatat. Dan hati dengan tak tahu diri mengabadikan kenangan yang telah dalam terpahat.Lanjut Salah, Berhenti Susah|04|***Kafa terbatuk beberapa kali, meski sedikit tertahan. Padahal, posisinya sekarang tengah memeriksa pasien. Tangan pemuda itu terangkat, membetulkan letak masker yang sedikit merosot. Sudah hampir seminggu setelah pertemuan tengah malam dengan Yendra, Kafa didera flu berat, lengkap dengan radang tenggorokan yang lumayan menyiksa. Selain membuatnya kesulitan menelan makanan, kondisi itu juga memaksanya menelan methyl prednisolon yang pahit bukan main jika bersentuhan dengan indra perasa. Namun, itu tak membuatnya malas bekerja. Bagaimanapun menghabis
Saat bibir terkatup rapat, seolah kehilangan daya untuk sekadar mengatakan aku mencintaimu. Jantung justru sukses besar melakukan tugasnya, dengan berdebar cepat saat berhadapan tepat dengan pemilik hatimu.Lanjut Salah, Berhenti Susah |05|***"Wow, kenapa harus seheboh ini sih?" Kafa bertanya-tanya sendiri saat detak jantungnya sulit dikendalikan.Sebenarnya bukan hanya sekarang—saat menunggu perempuan bernama Ayya— jantungnya mengamuk seolah minta keluar, tetapi sejak di rumah sakit tadi setelah mengobrol dengan Suster Gendis ihwal Komunitas Peduli Sesama binaan perempuan itu.Kafa ingin memastikan, apakah benar Ayya yang dimaksud adalah gadisnya? Ah, gadis dari masa lalunya. Berselancar di internet juga tak memberi banyak petunjuk, sebab yang tertulis hanya visi, misi, dan apa pun yang berkaitan dengan ko
Jika tahu salah, kenapa tidak sama-sama menyerah?Bahagia memang harus diperjuangkan. Tetapi, dengan melukai hati orang, tidak bisa dikategorikan ke dalam usaha memperjuangkan kebahagiaan.Lanjut Salah, Berhenti Susah|06|***KafaAy, makan siang, yuk?Aku belum makan.Ayya tersedak salivanya sendiri saat membaca pesan yang dikirim Kafa. Bukan apa-apa, posisinya saat ini sedang makan siang bersama Yendra. Bahaya kalau sampai lelaki itu melihat dan pada akhirnya berpikir yang tidak-tidak."Pelan-pelan, Sayang," ujar lelaki itu lembut sembari mengusap punggung calon istrinya.Setelah pertemuan hari itu, Kafa memang gencar mengajaknya bertemu. Alasannya ingin membahas tentang beberapa pasien yang ditanganinya. Ayya sempat meminta orang lain untuk menggantikanny
Kafa berdiri di depan cermin, meraba area leher yang memang terlihat membengkak. Ia bukan tidak menyadari hal itu sebelumnya, tetapi mulai curiga saat Ayya yang mengingatkannya. Semula, Kafa berpikir kalau pembengkakan kelenjar getah bening terjadi karena batuk flu yang dideritanya selama seminggu lebih. Namun, sakitnya hilang pun ternyata benjolan itu tak mengecil, justru semakin kentara.Tubuhnya tiba-tiba menegang saat seseorang memeluknya dari belakang. Sungguh, Kafa berharap yang melakukan hal tersebut adalah Ayya, meski ia harus menuai kecewa karena orang itu Arini."A, mau ngobrol.""Bisa besok aja? Aku capek."Senyum yang semula tercetak manis di bibir Arini berubah redup karena Kafa seolah enggan menanggapinya. Begitu pulang, Kafa juga sama sekali tak menyentuh Arka. Jujur itu membuat hatinya sedih. Arini merasa ia dan putranya diabaikan. Ah, atau mungkin Arini saja yang terlalu sensitif. Kafa pas