“Bukan, aku tidak menikah dengan Clara. Aku menikah dengan orang lain,” jawab Harris, mata lelaki itu bergerak mencari keberadaan Anin. Mengetahui bahwa Harris mencarinya, Anin pun segera melangkah ke arah mereka.
“Mas Harris,” panggilnya.
“Nah itu dia istriku, Anindia namanya,” tunjuk Harris ke arah perempuan kesayangannya yang berjalan ke arah mereka. Sekarang Harris dan Anin sudah berkumpul bersama, teman perempuan Harris itu menatap Anin dari ujung kaki hingga ujung kepala hingga ujung kaki. Netranya teralihkan pada cincin yang bertengger di jari manis Anin.
“Kapan kalian menikah?” tanya perempuan itu setelah yakin bahwa Anin adalah istri Harris.
“Setahun yang lalu, maaf ya kami tidak mengundangmu,” ujar Harris, tangannya melingkar di pundak Anin.
“Tak apa, ternyata kamu cepat juga ya Ris menemukan pengga
“Mas!!”“Hahaha, lihat wajahmu sayang,” tunjuk Harris ke wajah panik Anin seraya tertawa geli. Anin yang semula panik karena takut ‘serangan’ dari Harris berubah menjadi tatapan aneh. Karena tiba-tiba lelaki itu tertawa. “Aku hanya bercanda, sayang,” ujar Harris sembari menahan tawanya“Apa sih, Mas. Gak lucu,” kata Anin yang ngambek, wajahnya tampak kesal dengan perbuatan Harris tadi.“Kamu lanjut mandinya, aku akan keluar,” titah Harris. “Jangan lupa kunci pintunya ya, siapa tahu aku berubah pikiran,” lanjutnya, ia mengerlingkan satu matanya. Mencoba untuk menggoda Anin.“Awas ya kalau kamu coba-coba untuk masuk,” ancam Anin yang disambut oleh tawa kersa Haris. Sesuai perkataan tadi, lelaki bertubuh atletis itu melangkah keluar dari tempat itu menuju ke kamarnya. Harris membaringkan tubuhnya di samping Bhima, matanya menatap langit-langit kamar. Ia membayangkan ekspresi takut Anin tadi.“Dia punya trauma akan kehadiran laki-laki di sekitarnya. Siapapun yang telah menghamilinya benar
“Katakan saja sayang,” ujar Harris yang tak sabaran.“Tidur di sofa, dengan pose membelakangi dan jangan coba-coba untuk berbalik badan,” jawab Anin, raut wajahnya tampak serius.“Hanya itu?”“Iya,” jawab Anin cepat. “Nantu akan kupikirkan syarat lainnya,” imbuhnya.“Pikirkan syarat yang banyak sayang, apapun akan kulakukan,” sahut Harris dengan percaya diri. Usai mengatakan hal tersebut, lelaki itu masuk ke kamar mandi sedangkan Anin mengurus Bhima yang sudah bangun. Sementara Nyonya Setya bergabung dengan para asistennya membuatkan makanan untuk anak dan menantunya.Sayangnya anak dan menantunya masih berada di dalam kamar, Harris yang sudah selesai mandi dan berganti baju tak kunjung turun ke bawah, ia membantu menjaga Bhima ketika Anin di kamar mandi. Ia berencana turun setelah perempuan kesayangannya itu dan sang putra selesai membersihkan diri.Sehingga Nyonya Setya mengirim pembantunya untuk memberitahu mereka jika sarapan sudah siap. Asisten itu pun naik menuju lantai dua, men
“Aku malu untuk mengatakannya Bu,” jawab Anin seraya menundukkan kepalanya.“Kenapa malu? Coba katakan pada Ibu sekarang,” desak Ibu Harris.“Sebenarnya Anin merasa malu karena tak tahu banyak jenis bumbu dapur Bu,” ucap Anin akhirnya mengatakan apa yang menjadi ganjalan hatinya.”“Ternyata hanya masalah itu saja, Nin. Tak apa jika kamu tidak tahu bumbu dapur, lama kelamaan juga akan hafal sendiri,” sahut Nyonya Besar, ia terlihat lega setelah Anin mengatakan yang sebenarnya.Mobil terus bergerak menuju tempat tujuan keduanya, jalanan yang lengang membuat keduanya segera sampai. Waktu tempuh yang seharusnya satu jam menjadi 45 menit saja. Dari jauh simbol supermarket tersebut sudah terlihat jelas.Kendaraan berwarna putih itu semakin lama semakin pelan dan akhirnya berhenti di depan pintu masuk supermarket terbesar itu, Anin segera mengeluarkan kereta dorong milik Bhima sedangkan bayi mungil itu digendong terlebih dahulu oleh Ibu Harris sebelum diletakkan di dalamnya.Setelah memastik
“Apa maksudmu, Ris?”“Ibu salah paham, sebenarnya yang terjadi tidak seperti itu. Anin sama sekali tidak menghubungiku,” jelas Harris. “Aku tahu tentang Bhima karena aku mendadak kangen dengannya sehingga aku menghubungi Anin, dia memberi tahu jika Bhima sedang rewel,” sambungnya.“Meskipun begitu seharusnya Anin tidak memberitahumu tentang keadaan Bhima karena pasti akan merasa khawatir, kamu jadi tidak konsentrasi ketika bekerja,” ujar Nyonya Setya masih menyalahkan Anin.“Harris akan sangat marah jika Anin melakukan itu, bagaimanapun aku harus tahu keadaan anakmu yang sebenarnya, Bu. Lagipula Harris mendengar tangisannya,” sahut Harris, ia tak terima jika perempuan yang dicintainya terus disalahkan.“Sudah ya Mas,” lirih Anin seraya menarik tangan Harris. “Anin janji Bu tidak akan berbuat seperti itu lagi, maafkan Anin ya Bu,” kata Anin, ia menundukkan kepalanya. Tangan kurusnya mengusap air mata yang masih mengalir di pipinya.Melihat Anin bersikap seperti itu membuat Nyonya Sety
“Silakan lapor, Tuan,” jawab Damar. “Saya rasa Pak Harris tidak akan langsung percaya tuduhan tersebut,” lanjut Damar. Pria muda itu tampak percaya diri dengan perkataannya, ia merasa jika atasannya itu akan memihaknya.Merasa tertantang Tuan Besar itu lantas meraih ponselnya, lalu menekan nomor telepon anaknya. Tak seperti Damar yang tenang, si sekretaris Harris tampak panik. Perempuan itu benar-benar takut jika sampai atasannya menindak mereka berdua.Tak perlu menunggu lama, Harris segera menjawab telepon tersebut. Tuan Setya membesar volume agar keduanya dapat mendengar percakapan di antara mereka.“Ris, Ayah mendapati kedua orang kepercayaanmu akan bertindak hal tidak senonoh di kantor,” lapor pria paruh baya tersebut. Terdengar suara Harris yang tidak mempercayai hal itu tetapi Tuan Setya tetap kekeuh pada pendiriannya.“Apa alasannya mereka melakukan hal itu di kantor?” tanya Harris.“Ayah juga tidak tahu, jika kamu mau tahu cepat datang ke kantor,” pungkas Tuan Besar itu lalu
“Apa maksudmu? Ayah benar-benar ingin menemuimu. Aku sama sekali tak tahu jika kau tak ada di kantor,Ris,” ujar Tuan Setya mencari pembenaran.“Kalau sudah tahu Pak Harris tak ada di kantor, lalu untuk apa Tuan berlama-lama di ruangan tersebut?” cecar Damar.“Tentu saja untuk menunggunya datang kembali ke kantor,” jawab Tuan Setya percaya diri.“Tuan tampak yakin jika Pak Boss akan segera kembali ke kantor, tahu dari mana? Apakah anda menghubungi Pak Harris?” lanjut Damar. Akibat perkataan Damar tersebut, semua mata tertuju pada pria paruh baya itu, menanti alasan apalagi yang akan diucapkannya.“Belum, karena perhatianku tertuju pada suara di luar,” ucapnya. Damar dan Harris saling bertatapan, mereka tahu bahwa pria itu tak akan mengakui perbuatannya.“Kita sudahi sampai di sini karena tak ada manfaatnya jika diteruskan,” ucap Harris mengakhiri huru-hara yang dibuat oleh ayahnya. Presdir muda itu meminta kedua pegawainya kembali bekerja. Mereka menuruti perintah bossya, baik Selvi da
“Karena Harris harus fokus pada urusan kantornya, untuk urusan perceraian lebih baik Ibu yang mengurusnya sendiri,” jawab Nyonya Besar itu.“Maaf Bu, jika Anin boleh berpendapat. Mas Harris tetap harus tahu mengenai rencana Ibu ini,” sela Anin.“Memang benar, Harris tahu tentang masalah ini karena menyangkut kedua orang tuanya. Tetapi nanti, setelah ibu mengurus seluruh berkasnya. Dan Ibu harap kamu membantu untuk merahasiakannya sementara,” kata Nyonya Setya, raut wajahnya terlihat tak ingin dibantah. Baru kali ini Anin melihat ekspresi wajah ibu Harris yang seperti itu, mau tak mau ia pun menurutinya.“Baik Bu,” jawab Anin singkat.Nyonya Setya menyuruh menantunya untuk istirahat di kamar begitu pula dengan dirinya. Anin pamit ke kamar dengan menggendong putra kesayangannya. Sepanjang jalan menuju kamarnya ia memikirkan bagaimana cara menyembunyikan hal tersebut dari Harris.“Aku harus menjaga lisanku, jika sampai aku keceplosan maka habislah riwayatku sebagai menantu keluarga Adija
“Tidak ada, Mas. Hanya saja aku yang tidak bisa menjelaskannya padamu. Belum saatnya aku bercerita sekarang,” jawab Anin.“Ayolah sayang, jangan main rahasiaan denganku,” bujuk Harris agar Anin mau memberitahunya.“Nanti pasti aku akan memberitahumu,” jawab Anin, ia tetap pada pendiriannya. “Bagaimana masalah kantor? Apakah kamu marah pada Damar dan sekretarismu?”“Tidak, kenapa harus marah. Mereka tak melakukan kesalahan apapun, ayah saja yang berlebihan,” kata Harris menjawab pertanyaan Anin, lelaki itu mengembalikan buku yang ia baca tadi pada tempatnya. “Kita kembali ke kamar, kasian Bhima kalau tidur di gendongan begitu,” ajak Harris. Anin menganggukkan kepala ia setuju dengan ucapan pria itu.Mereka meninggalkan ruang baca tersebut dan berjalan menuju kamar tidurnya. Harris membuka ppintu dan mempersilakan Anin untuk masuk dahulu. Sang Ibu muda itu lantas menidurkan bayi laki-laki kesayangannya di ranjang besar tersebut.“Mas Harris,” panggil seorang asisten rumah tangga pada a
Di tempat yang sama Anin juga sedang menatap cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya. Ia kembali bersabar untuk meresmikan hubungannya dengan Harris. “Tenang saja sayang, aku masih bersabar menantikan hari bahagia kita,” batinnya. Seakan ia mendengar suara hati Harris di kantornya.Suara Bhima mengalihkan pandangan Anin, ia tersadar ada bayi mungil yang harus diurusnya sekarang. Ternyata diapers bayi laki-laki itu penuh, dengan telaten Anin menggantinya, menghilang ruam di kaki anaknya. Setelah itu ia kembali menyusui Bhima, anaknya itu terlihat masih mengantuk.Tak hanya Bhima saja yang mengantuk, sang kakek juga merasakan yang sama. Ia hampir menabrak kendaraan lain karena tiba-tiba merasakan kantuk yang hebat. Perjalanannya menuju rumah kekasihnya terpaksa terhenti, ia harus menepi di rest area sebentar.“Aku bisa kecelakaan jika diteruskan,” gumamnya. Lelaki paruh baya itu akhirnya mencari rest area terdekat di jalan tol tersebut. Untungnya lokasi tempat peristirahatan
“Sejak kapan Ibu ada di situ?” tanya Harris yang terkejut melihat Ibunya berdiri di depan kamarnya.“Baru saja, memangnya kenapa?” tanya wanita paruh baya itu balik padanya. Harris menggelengkan kepalanya cepat. Tak percaya dengan anaknya, Nyonya Besar itu merangsek masuk. Ia hendak bertanya pada Anin. Tetapi melihat Anin yang tertidur, wanita itu lantas membatalkannya.“Ibu mau bicara dengan Anin?” tanya Harris.“Tidak, biarkan dia tidur. Kasian Anin lelah mengurus Bhima,” ujarnya. Sebenarnya Anin terbangun karena mendengar percakapan Harris dan Ibunya. Ia ingin membalikkan tubuhnya tetapi diurungkan ketika mendengar Ibu Haris tak ingin berbicara dengannya. Anin lantas berpura-pura tidur.“Ada sesuatu yang ingin Ibu tanyakan padaku? Maksud Harris, ada apa ibu ke kamar kami,” tanya Harris pada ibunya.“Ibu hanya ingin melihat Bhima saja, soalnya tadi dia menangis begitu kencang. Ibu takut terjadi sesuatu padanya,” jawab sang Ibu.“Bhima baik-baik saja kok Bu, terima kasih ya sudah men
“Benar Bu. Karena kami belum menikah secara hukum,” jawab Harris, di dalam hatinya ia merasa bingung dengan nada bicara ibunya. Namun ia tak menunjukkannya di depan Anin, lelaki itu takut moment bahagia yang sedang mereka rasakan menjadi hilang. “Ada apa Bu?”“Pernikahan akan digelar dalam waktu dekat ini?”“Tentu tidak Bu, kami akan laksanakan setelah situasinya membaik,” ujar Harris, ia kini tahu kenapa sang Ibu bersikap demikian. Harris juga sadar akan situasi yang terjadi pada orangtuanya begitu pula pada Anin.Sang Ibu menyuruh mereka untuk segera pulang karena Bhima terus menangisi mencari ibunya. Anin menjadi khawatir, ia ingin cepat-cepat bertemu dengan anaknya. Beruntungnya Anin, karena Harris tahu jalan alternatif yang lebih dekat dan tidak terkena macet. Ditambah lagi dengan kemampuan mengendarai mobil lelaki itu yang baik.Tak ada percakapan diantara keduanya selama perjalanan tersebut, Harris fokus mengemudi karena jalur yang mereka lewati berbatu dan banyak belokan. Teta
“Kamu kenapa senyum-senyum sendiri, Mas?” tanya Anin, ia mencurigai Harris yang tersenyum sembari mengendarai mobilnya. “Mas ...”“Kenapa sih sayang?” tanya Harris pura-pura tak tahu.“Kamu yang kenapa, Mas? Dari tadi senyum-senyum sendiri,” jawab Anin, suara berubah. Harris merasa jik Anin sudah mulai kesal dengannya. Ia pun mencoba menjelaskan jika alasan tersenyum untuk menutupi rasa gugupnya.“Kamu merasa gugup ‘kan sayang? Tanpa alasan yang jelas,” sahut Harris. Anin mengiyakan apa kata lelaki itu, ia juga sempat merasakan gugup tadi. “Aku menutupi rasa gugupku dengan memikirkan hal-hal lucu, sayang.”Tak terasa mereka sampai di tempat tujuan, Harris mencari tempat parkir yang pas. Lelaki itu turun lebih dahulu untuk membuka pintu mobil untuk Anin. Kini kedua orang di mabuk cinta itu mulai masuk ke dalam restoran yang sudah Harris booking tersebutPramusaji mengarahkan keduanya menuju sebuah ruang privat, Anin terkejut karena mereka makan di ruangan yang tertutup. “Kita makan di
Anin beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju pintu. Ia penasaran siapa yang mengetuk pintu kamarnya seperti itu. Tangan kurusnya memegang gagang pintu stainless tersebut lalu menariknya ke dalam. Perlahan pintu terbuka dan terlihat jelas siapa yang berdiri di depan Anin sekarang.“Ayah ...” gumam Anin, ia terkejut melihat lelaki paruh baya itu menemuinya. “Ada perlu apa ayah ke mari?” tanya Anin.“Aku ingin menanyakan sesuatu padamu,” jawab Tuan Besar. “Kau pernah melihatku pergi dengan seseorang bukan,” imbuhnya.Degh!Anin tercekat mendengar hal tersebut, ia tak menyangka jika ayah Harris ternyata melihat dirinya menguntit mereka. Namun Anin memilih untuk berbohong, ia bepura-pura tak mengetahui hal tersebut.“Kenapa diam saja? Jawab aku!”“Anin tak mengerti maksud ayah,” ujar Anin mulai menjalankan aktingnya. Tuan Besar itu memutar bola matanya malas, ia tahu jika Anin berbohong padanya.“Jangan bohong, katakan saja sejujurnya padaku,” titahnya. Ada penekanan di setiap k
“Mas Harris mendadak diam begini, pasti hatinya kembali sakit,” gumam Anin. Ia berniat untuk menghibur Harris lagi setelah lelaki itu keluar dari kamar mandi, Sembari menunggu Harris keluar, Anin mempersiapkan baju kerja untuknya. Pagi ini Anin akan mendadani Harris dengan pakaian serba cokelat.Tak butuh ama untuk Anin menemukan padu padan yang pas. Ia berharap lelaki yang dicintainya itu suka dengan baju pilihannya. Anin kembali lagi ke ranjangnya, ia mendengar suara shower sudah berhenti, tu artinya Harris sudah selesai mandi.“Kamu menyiapkan baju untukku, sayang?” tanya Harris.“Iya sayang, kamu tidak suka ya? Mau pakai warna lain?” ujar Anin, ia lega karena Haris melihat dan bereaksi atas baju pilihannya.“Tidak, aku suka kok. Terima kasih ya sayang,” kata Harris. Ia akan memakai apapun yang disediakan olehj perempuan yang dicintainya itu. Harris lantas beralih menuju cermin yang sangat besar, ia ingin mematsikan semua benda yang diberikan oleh Anin padanya.“Ternyata aku tampa
Tuan Setya mengembalikan kertas tersebut ke tempatnya semula. Pagi ini ia sudah memantapkan hatinya untuk memberikan sebuah pengumuman penting terkait rumah tangganya dengan sang istri. Ia pergi ke lantai bawah, ada istrinya dan Anin di meja makan.“Kamu dari kamar, Mas?” tanya sang istri. Harris yang baru masuk ke dalam rumah usai memeriksa mobilnya terkejut mendengar pertanyaan sang Ibu namun ia lebih kaget lagi ketika melihat ayahnya menganggukkan kepalanya.“Ayah sembunyi di mana? Kenapa aku tak melihatnya tadi,” batin Harris.Tuan Setya langsung duduk di kursi yang biasa ditempatinya itu, ia menyadari perubahan wajah Harris namun lelaki itu mencoba bersikap tenang. Anin merasakan ketegangan di meja makan tersebut, apalagi saat ia melihat ke arah Harris. Rasanya ada hal yang ingin dikatakn olehnya.“Mari sarapan meskipun tak ada dari kita yang mandi,” ajak Nyonya Besar itu, ia mencoba mencairkan suasana. Perempuan itu paling tak suka jika ada keributan di meja makan. Anin mencoba
Jika Harris sibuk memikirkan cara untuk menikahi Anin sedangkan ayahnya baru saja pulang dari kantor pengacara. Tekadnya sudah bulat untuk berpisah dengan istrinya. Alasannya sudah ia sampaikan pada ahli hukum tersebut.Malam ini ia akan pulang ke rumah untuk menyiapkan berkas-beras yang diperlukan. Sepanjang perjalanan pulang, Pria paruh baya itu mencari cara agar bisa mempersiapkan berkas yang dibutuhkan tanpa ketahuan oleh anggota keluarganya.Jawabannya belum berhasil ditemukan tetapi pintu gerbang rumahnya sudah terlihat . “Aku akan pikirkan lagi nanti,” katanya sembari memarkirkan mobil. Ia melirik ke arah mobil Harris yang bermasalah pagi tadi Pemilik mobil mewah tersebut sedang tidur di kamarnya. Selimut yang dipakainya tadi sudah tak lagi menempel di tubuhnya. Harris jatuh tertidur ketika memikirkan hal tersebut.Rumah mewahnya tampak sepi ketika sang Tuan Besar sampai di rumahnya. Bahkan untuk masuk ke dalam, ia harus melewati taman samping. Akses yang dibuka hanyaah pintu
Tuan Setya segera turun dari lantai dua kemudian berjalan cepat menuju pintu rumahnya. Ia membukanya lalu keluar begitu saja. Tuan Besar itu bergerak ke arah mobilnya yang terparkir di halaman depan. Mesin mobil mewah tersebut sudah menyala, tanda jika pemiliknya akan pergi. Tuan Besar sepertinya akan pergi ke suatu tempat, ia mengetikkan sebuah alamat di ponselnya dan petunjuk jalan pun mulai menuntunnya. Kendaraan roda empat tersebut mulai keluar gerbang rumahnya. Tak butuh lama baginya untuk bergabung dengan kendaraan lain menambah kemacetan jalan raya saat ini. Pria paruh baya itu meuju ke suatu arah yang tak pernah dilewatinya. Butuh waktu 1,5 jam perjalanan untuk sampai di tempat tujuannya. Jika Tuan Setya membutuhkan waktu selama itu untuk sampai ke tempat tersebut. Sebaliknya sang istri hanya memerlukan waktu selama satu jam untuk membuat makanan pengganti menu makan malam. Bahkan tanpa dibantu oleh Anin atau dua asistennya yang lain, hanya dirinya dan simbok saja. “Apa yan