Share

LOVELY MAN
LOVELY MAN
Penulis: Kumara

REUNI

Penulis: Kumara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sepasang mata almond bergerak gelisah menyisir ballroom yang penuh dekorasi serba putih. Pria tinggi yang mengenakan kemeja putih gading itu mengusap bibirnya beberapa kali, ada sesuatu yang dicari oleh matanya. Tamu undangan berkerumun di tengah ballroom, menari sesuai irama yang menggema, terkecuali dirinya.

"Bhara?!"

Sampai sebuah suara menyapa membuyarkan lamunan si pemilik nama. "Hm?" Spontan dia menggumam seraya berbalik badan.

Sesosok pria bertubuh subur tersenyum begitu lebar. "Bhara! Ya ampun! Gue kira lu nggak datang!"

Bhara memaksakan diri untuk tersenyum walau rasanya canggung sekali. Sejak dia berdiri di tempatnya sekarang, ini pertama kali ada seseorang yang mengenali dirinya.

"Lu keliatan beda banget, Bro. Sampe pangling gue, sempat nggak ngenalin lu! Eh, lu sendirian?" Pria tambun itu bertanya lagi.

"Nunggu, sih--" Bhara tak menyelesaikan kalimatnya. Sebetulnya dia mengajak sekretaris pribadinya untuk datang mendampingi tapi entah mengapa gadis ceroboh itu belum kelihatan juga batang hidungnya, akan sangat memalukan kalau sampai dia tak memenuhi permintaan Bhara.

"Eh, lu ingat Maya, kan?!"

Tiba-tiba saja puncak kepala Bhara seolah dihantam palu godam, telinga dan kepalanya sebentar terasa pengang. Sudah lama nama itu tak dia dengar, mana mungkin dia lupa seseorang yang telah menghancurkan hatinya sampai berkeping-keping, membakar harapannya sampai hangus menjadi debu tak bersisa.

"Eum--" Lagi-lagi Bhara terlihat seperti orang kikuk nan bodoh.

"Dia datang juga, loh. Tuh di sana!" Si pemuda tambun setengah berbalik, menunjuk sebuah kerumunan di sudut ballroom.

O tentu saja, pikir Bhara. Maya selalu menarik perhatian seluruh pasang mata. Sejak di bangku kuliah, dia memang selalu populer, hampir seluruh mahasiswa maupun mahasiswi angkatan mereka mengagumi kecantikannya. Dan sialnya, Bharalah yang menjadi korban paling ganas dari pesona berbisa yang dimiliki Maya.

Sejak saling mengenal di tahun kedua, sebenarnya Bhara menghindari gadis itu, dia tak tertarik dengan orang-orang populer yang menurutnya penuh drama. Bhara pribadi yang sederhana, fokusnya pada saat itu hanya studi sebab bukan mudah baginya untuk memperoleh beasiswa. Dan alasan lainnya, dia sempat pula skeptis dengan motif Maya, entah apa yang diinginkan Maya dari pria seperti dia.

Mereka tidak setara nyaris di segala aspek. Maya adalah puteri seorang desainer ternama yang mempunyai merek dagang sendiri serta butik di beberapa mal, belum lagi dia juga kerap tampil mengisi halaman majalah. Dunianya jelas berbanding terbalik dengan Bhara yang sudah yatim piatu dan menghabiskan waktu untuk belajar dan belajar. Hanya belajar.

Namun toh, Maya pada akhirnya menang. Kecantikannya berhasil memikat si mahasiswa paling rajin di kampus kala itu. Dan seiring waktu berjalan, Maya juga berhasil menjadikannya budak atas nama cinta. Segala tugas, esai, sampai skripsinya dikerjakan oleh Bhara, dan Bhara dengan senang hati saja melaksanakannya tanpa ada rasa curiga. Sayangnya, segala keindahan pun akan ada masanya untuk layu, pil pahit harus rela ditelan oleh Bhara waktu mereka lulus.

Maya memutuskan hubungan mereka. Alasannya? Maya akan berangkat ke Australia untuk melanjutkan studi S2. Siapapun akan tahu apa alasan sebetulnya, tentu karena Bhara pemuda miskin dan Maya telah selesai memanfaatkan pria lugu itu.

Tapi seperti kata pepatah, musim pun akan berganti. Bhara justru menggunakan kesedihan serta tragedi asmara itu sebagai bahan bakarnya untuk membuktikan diri. Segala upaya dia tempuh sampai kini, dia telah berhasil meraih posisi direktur keuangan di sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang properti, sedikit gila mengingat usianya masih muda. Level Maya tentu mudah untuk dia lampaui.

***

"Pak Bhara!"

Sebuah suara nyaring dengan napas agak tersengal mengejutkan Bhara dan memecah gelembung memorinya. Matanya langsung melirik tajam, seorang perempuan mungil berdiri di sampingnya sekarang sambil mengatur napas.

"Udah saya bilang, kan? Jangan panggil pak." Bhara setengah berbisik.

"O ... maaf ... maaf! Saya lupa, Pa-- maksud aku, ya ... Mas Bhara." Gadis muda itu tergagap, dia rapikan anak rambutnya yang mencuat dari ikatannya.

"Kenapa kamu telat? Nggak di kantor, nggak di sini, telat terus kerjaan kamu." Bhara mengoceh, tapi mengusahakan agar suaranya terjaga supaya tamu undangan yang lain tidak ikut mendengar percakapan mereka.

"Tadi macet, Pak--Mas. Di jalan tadi ada kecelakaan terus jadinya macet, makanya aku akhirnya panggil ojek. Tapi sekarang, make up sama rambut aku berantakan," keluhnya.

Bhara mendengus, ada-ada saja ulah gadis yang baru sebulan menjadi sekretarisnya ini. Hampir tak bisa diandalkan dalam hal apapun.

"Ya udah sana ke toilet, rapikan dulu tuh muka cemong kamu," celoteh Bhara.

"Bhara?"

Tapi sebelum sekretarisnya itu melangkah, gerombolan yang tadi melingkari Maya sudah berada di hadapannya. Seketika tubuh Bhara membeku, sudah lama dia tak segugup ini, seolah dia akan segera diadili dengan dibakar di api suci.

"Betul kan? Kamu Bhara! Tadi si gendut Tommy bilang kamu di sini, tapi baru sekarang aku ngeh kamu emang Bhara!" Seorang gadis membuka mulut.

Sebelum orang-orang itu berkomentar panjang lebar, seorang perempuan bertubuh langsing dengan gaun ketat sepaha melewati kerumunan itu. Seluruh angin seakan berembus menerpa wajah Bhara begitu gadis berambut panjang ikal sepinggul itu berada di hadapannya. Mata kucing miliknya masih tajam seperti dulu, bibir penuhnya merah merona. Wangi parfum mahal menguar dari lehernya yang putih jenjang. Konsentrasi Bhara sedikit terusik.

"Wah, lama nggak ketemu. Aku pikir kamu nggak pernah tertarik datang ke pesta, Bhara." Dan suaranya, seperti guyuran hujan di tengah malam, dingin sekaligus memberi ketenangan.

"Kenapa? Kamu nggak berharap ketemu aku di sini, Maya?" balas Bhara mencoba mempertahankan harga diri. Rasanya asing menyebut nama itu kembali setelah sekian lama.

Sekretaris Bhara menelan ludahnya susah payah, suasana yang canggung membuatnya tak tahu harus berkata apa. Mata kucing milik Maya menatapnya seperti menatap anak ayam kecil. "O, hai ... kamu calonnya Bhara?" Maya bertanya dengan santai.

"Ini Alisa, bisa kamu panggil Lisa. Lisa, ini Maya, teman kuliahku dulu." Bhara berlagak santai memperkenalkan keduanya, akting naturalnya sejenak membuat Alisa terbius.

"Hai ... aku Alisa, sekre--maksudku, ya aku pacarnya Mas Bhara, tapi aku juga sekretarisnya." Alisa menjulurkan tangan.

Maya tertegun sebentar. Sekretaris? pikirnya. Bukankah hanya jabatan-jabatan tinggi saja yang memiliki sekretaris? Otak Maya berkelana, apa iya Bhara sudah bukan lagi Bhara si pemuda miskin yang dulu dia manfaatkan? Matanya menyisir tubuh Bhara dari kaki sampai kepala.

Sepatunya bermerek, ikat pinggangnya juga bermerek, dan begitu mata Maya sampai di pergelangan tangan Bhara, mulutnya sedikit menganga. Jam rolex? Nggak mungkin! Itu pasti palsu! pekik Maya dalam hati. Bagaimana bisa Bhara sanggup memiliki jam tangan miliaran rupiah?

"Kenapa, Maya? Ada yang mengejutkan kamu?" Bhara yang tahu benar Maya sedang menguliti dirinya bertanya dengan usil, rasa kemenangan mulai mengisi hatinya.

Bab terkait

  • LOVELY MAN   DIREKTUR

    "Sekretaris?" ulang Maya setelah lamunannya terpecah. "Emang kamu kerja di mana sekarang, Bhara?" tanyanya lagi.Senyum Bhara mengembang tipis di wajah tampannya, dia keluarkan kartu nama dari dompetnya. "Ini kartu nama aku."Maya menerima kartu nama itu dengan muka sedikit melongo. Matanya bulat sempurna begitu dia baca pekerjaan dan posisi Bhara. "Di ... direktur?" lirihnya, sedikit memberi kesan udik. Tapi sungguh, siapa yang akan sangka Bhara berada di posisi ini sekarang?Teman-teman kampus yang lain segera melirik, memastikan apakah benar Bhara sekarang menjabat sebagai direktur. Suara bisik-bisik mereka langsung mengisiballroomitu, bising seperti lebah bergerombol."Hah? Masa sih?""Liat, itu kan perusahaan gede.""Wah, keren ... Bhara pakai orang dalam kali ya?""Hush, jangan sembarangan lu, Bhara kan yatim.""Kali aja dia punya tante om jauh, gitu."Sebagian memuji kagum, sebagian sibuk meny

  • LOVELY MAN   KUNJUNGAN TIBA-TIBA

    Sejauh mata memandang, yang bisa dilihat Bhara hanya puncak-puncak gedung pencakar langit yang beberapa bahkan menyentuh awan. Di antara jari telunjuk dan tengahnya terapit sebatang rokok yang masih menyala, dari mulutnya keluar asap tipis-tipis. Perkataan Maya beberapa hari lalu dia ingat kembali, dulu sewaktu kuliah dia memang tak pernah menyentuh satu batang pun rokok.Semua berubah sejak berbagai masalah dan tumpukan pekerjaan menuntutnya untuk berpikir cepat, maka hanya rokok yang mampu membantunya mencairkan kepenatan di kepala. Berada di dalam ruangan mewah di puncak gedung tinggi seperti ini pun kadang tak membuatnya merasa cukup. Seperti ada lubang di hatinya yang masih menganga, ada sesuatu yang belum dia selesaikan.Suara pintu yang terbuka menarik perhatian Bhara. Si ceroboh Alisa masuk membawa tumpukan berkas. "Pak, saya letakkan di sini, ya. Semuanya perlu Bapak tanda tangani." Berkas-berkas itu diletakkannya di atas meja kerja Bhara."Hari ini ada

  • LOVELY MAN   BELUM MOVE ON

    Maya terbatuk sebentar, tidak dia kira Bhara akan bertanya tepat pada sasaran seperti ini, Bhara yang dulu dia kenal adalah sosok yang pendiam, tidak suka berterus-terang mengungkap apa yang ada dalam benaknya."Oya? Apa aku bersikap kayak gitu?" Maya memperbaiki posisi duduknya."Jangan bilang kamu udah lupa apa yang dulu kamu lakukan, cuma itu kurasa alasan kenapa kamu bisa sesantai ini, tanpa rasa bersalah." Bhara menahan emosinya sekuat tenaga.Samar-samar bayangan masa lalu mengusik pikirannya kembali. Tiap kali bayangan suram itu muncul, dadanya menjadi begitu sesak."Kamu tau aku memang pelupa, Bhara.""Sekalipun kamu pelupa dan ingatan manusia memang terbatas, kurasa bakal sulit juga buat melupakan kejahatan yang dulu pernah kamu lakukan." Intonasi Bhara tidak melunak sama sekali.Muka Maya memucat. Sungguh, aura Bhara begitu kuat, bisa dikatakan mengintimidasi. Dulu, laki-laki ini akan sangat mudah ditaklukkan dengan kata-kata manis

  • LOVELY MAN   BERJALAN SUKSES

    Saking fokusnya menyapukan lipstik di bibir ranumnya, Maya sampai tak sadar seseorang masuk ke dalam apartemennya. Pria berkulit sawo matang itu berdiri di ambang pintu kamar Maya, memperhatikan tunangannya yang sedang berada di depan meja kaca rias."Kenapa nggak angkat telepon aku?"Tangan kanan Maya yang kini telah berganti memegang kuasblushsejenak kehilangan keseimbangan. "Ya ampun, Dev! Kamu ngangetin aku! Aku kirain siapa, kamu kapan datang?" Maya melanjutkan kesibukannya yang sempat tertunda."Kamu belum jawab aku. Kenapa telepon aku nggak kamu angkat? Kamu mau ke mana? Ada jadwal syuting apa hari ini?" Dev mendekati meja rias."Nggak ada syuting, kok.""Terus? Mau ke mana? Ada janji ketemu teman kamu?"Maya langsung berbalik dengan muka sedikit masam. "Kenapa sih, Dev? Kamu kayak nggak senang banget kalau aku pergi dan ada kegiatan. Emang kamu mau ngapain? Kita kan nggak ada janji juga hari ini.""Karena

  • LOVELY MAN   FIRASAT BURUK

    "Kejutan ...!"Maya spontan mundur tiga kalah setelah terperanjat dengan seruan Dev. Alisnya meninggi sedetik, tapi raut wajahnya perlahan berubah semringah.Apartemen yang tadi dia tinggal dalam keadaan kurang rapi kini terlihat begitu indah dengan lilin-lilin yang menyala dan ditata sedemikian rupa di atas lantai, lampu tentu dipadamkan untuk membuat suasana menjadi kian romantis. Dan di atas meja makan sudah tersedia makanan lengkap bunga mawar merah dalam vas kaca."Apa ini, Dev?" tanya Maya masih takjub."Sebagai wujud permintaan maaf aku atas sikap aku tadi. Aku siapkancandle light dineruntuk kita berdua." Dev meminta tangan Maya.Maya menggeleng sesaat tapi lekas menyambut uluran tangan Dev. "Tapi nggak perlu segininya juga kali," katanya pura-pura tak terkesan.Dev menuntun Maya dan mempersilakan tunangannya itu duduk. "Aku akui, tadi aku salah banget, Sayang. Harusnya aku ikut senang sama kemajuan kamu." Dev iku

  • LOVELY MAN   HIDUNG BELANG

    Bhara baru bisa menarik napas lega setelah sampai di rumah Husen dan Maya masih berada di sana, dalam keadaan baik-baik saja, justru raut wajahnya kebingungan tingkat tinggi."Bhara? Kamu beneran ke sini? Kenapa?" tanya Maya sambil bangkit berdiri.Bhara yang tadi berlari dari luar pagar mencoba menstabilkan napasnya yang masih agak goyah. "Batalkan aja kerja samanya, ayo balik." Tak ada penjelasan.Tentu tak akan semudah itu Maya menurut, impiannya sudah nyaris berada di depan hidung, mana mungkin kesempatan langka ini dia lepas begitu saja. "Kamu nggak lagi bercanda, kan? Aku susah payah bisa ketemu sama dia langsung, Bhar! Aku di sini buat nunggu dia balik. Ini portofolio aku!" Maya mengangkat sebuah dokumen di tangan."Ini nggak akan berjalan baik, Maya. Sekarang aku antar kamu pulang." Bhara mendekat untuk meraih tangan Maya."Apa alasannya?! Kenapa?!" Maya menepis tangan Bhara. Matanya mendelik nanar."Aku nggak bisa cerita sekarang, t

  • LOVELY MAN   KESEPAKATAN GILA

    Dalam hatinya, Bhara sebenarnya ingin meninju mukanya sendiri. Apa yang baru saja dia katakan? Tapi terlalu gengsi untuk menarik perkataannya sekarang, maka dia tunggu respons dari Maya.Mata kucing milik Maya menerawang seakan ada jawaban di udara, mendadak pikirannya kosong, hening. Sekalipun tak pernah terbersit dalam benaknya bahwa pertanyaan seperti ini akan keluar dari mulut Bhara. Bhara yang dia kenal kutu buku dan tak suka macam-macam terhadap perempuan.Bukannya mundur, Maya malah merasa ini adalah sebuah tantangan. Dengan ego setinggi awan, dia lipat kedua tangan di depan dada. "Kalau aku setuju, kamu benar-benar bakal mastiin aku bisa jadi bintang film?"Seketika tenggorokan Bhara serasa kering, tak dia sangka Maya akan setuju dengan ide gila yang tadi dia ucapkan tanpa berpikir. Namun, keduanya sama saja, ego dan gengsi sudah telanjur naik."Apa pernah aku ingkar janji? Aku ini bisa dipercaya, kamu bisa pegang kata-kata aku."Sekujur tu

  • LOVELY MAN   SATU KECUPAN

    "Lu bawa cewek dari mana, sih?" omel Erik sehabis kelas akting yang dia ajar berakhir.Maya masih berada di dalam ruang latihan, sedang mengobrol bersama murid yang lain. Erik keluar untuk menjumpai Bhara yang baru saja tiba untuk mengecek situasi, dialah yang membawa Maya ke sini, kebetulan Erik adalah teman masa SMA-nya."Kenapa?" Alis Bhara mengerut sampai nyaris bertemu di tengah."Payah banget, nggak ada harapan." Kepala Erik menggeleng."Separah itu?""I-ya! Yang kayak gitu mau jadi pemain utama? Siap-siap aja dia disembur ama sutradara. Mukanya sih cantik, bodinyayahut, tapi kalau aktingnya kayak nenek-nenek diperkosa sih ...""Ngomong apaan sih lu?! Kasar banget," tegur Bhara."Emang dia siapa, sih? Ehem ... pacar lu, ya? Muke gile selera lu, kayak model. Nah, mungkin kalau jadi model bisalah diusahakan, tapi kalo akting ... ampun, bos! Lu mesti liat sendiri gimana. Gue jamin lu sependapat ama gue!"Bhara

Bab terbaru

  • LOVELY MAN   KESEMPATAN KEDUA

    Dengan agak kesusahan, Alisa menarik koper besarnya keluar dari kamar. Di luar rumah, taksi yang akan membawa dia ke stasiun kereta sudah siap menunggu. Tepat saat kopernya baru sampai di anak tangga pertama, Damar masuk dengan derap langkah kaki yang cepat, pintu mobil bahkan dibantingnya tadi.

  • LOVELY MAN   CINTA SEJATI

    "Sayang ...!!"Jantung Bhara nyaris mau copot rasanya ketika suara nyaring Maya tiba-tiba memekakkan telinga, perempuan cantik itu masuk ke dalam ruang kerja Bhara membawa serantang makanan, menggunakan gaunsummerberwarna putih bermotif bunga seroja."Ngapain kamu di sini?" tanya Bhara bingung."Kunjungan mendadak ~" jawab Maya manja seraya mendekat lalu duduk di atas pangkuan Bhara. "Aku juga buatin makan sing, loh. Kamu belum makan, kan?""May, nggak usah berlebihan, deh. Ini tuh kantor, minggir sana. Atau turun tuh, temui Tommy aja di bawah, liat kerjaannya," ujar Bhara pura-pura seb

  • LOVELY MAN   DANSA TERAKHIR

    Kedua tangan Alisa memegang hasil pemeriksaan USG kehamilan yang baru tadi siang dia lakukan. Dipegangnya perut yang mulai membesar. Genap kandungannya memasuki usia enam bulan, dan menurut tes USG, jenis kelamin janin yang dia kandung adalah laki-laki. Lantas hasil pemeriksaan USG itu dia letakkan di atas meja lampu, di samping sebuah undangan pernikahan yang juga baru saja dia baca.

  • LOVELY MAN   HADIAH TAK DISANGKA-SANGKA

    Pria di hadapan Bhara masih membolak-balik foto-foto yang tadi diserahkan kepadanya. Bhara sendiri sembari menyesap kopinya pelan-pelan terus mengawasi.

  • LOVELY MAN   MAAF

    "Mana Bang Bhara? Kak Maya?" tanya Tommy ketika dia temukan hanya ada Luna di rumah.Luna yang tengah asyik membaca novel di ruang tengah cuma melirik sinis sesaat lalu menjawab datar, "Di rumah sakit.""Eh? Siapa yang sakit?" tanyanya lagi.Novel di tangan ditutup Luna dengan kasar, dia mulai tak senang dengan gempuran pertanyaan dari Tommy, terlebih rasanya, pertanyaan itu hanya sekadar basa-basi cuma untuk mendekatkan diri dengannya."Kalau mau tau, tanya aja sendiri." Luna bangkit berdiri.Sebelum gadis remaja itu menaiki anak tangga, Tommy kembali membuka mulutnya, "Heh, B

  • LOVELY MAN   SEBUAH TRAGEDI

    Tulilit Tulilit ...

  • LOVELY MAN   TOLONG CINTAI AKU LAGI

    Lebih dari dua menit sudah Alisa mondar-mandir di depan TV, jam dinding klasik sudah berdentang tanda sudah lewat tengah malam. Bukan baru kali ini saja dia menunggu kepulangan Damar dengan hati resah, malah bisa dikatakan malam-malamnya hanya diisi dengan resah dan gelisah saja sejak hari pernikahan mereka. Padahal dokter kerap kali meminta dia untuk menghindari stres, tapi bagaimana bisa dia menghindari stres jika dia dihadapkan dengan situasi seperti ini setiap hari.Tepat saat Alisa baru meletakkan pantat di atas sofa, didengarnya suara pintu gerbang terbuka. Sesegera mungkin dia berlari untuk membukakan pintu. Dan tepat seperti dugaannya, Damar baru pulang, dengan kemeja agak acakadut dan berbagai aroma yang menguar dari tubuhnya."Aku mulai capek sama tingkah kamu, Mas," kritik

  • LOVELY MAN   TOMMY

    Maya terbangun dari tidur singkatnya di sofa usai telinganya menangkap suara pintu terbuka. Bhara akhirnya pulang setelah jarum pendek jam menunjuk angka 2. Sudah lewat pukul dua dini hari.

  • LOVELY MAN   LUMPUR

    Senyum tipis tersungging di wajah tampan Bhara setelah dilihatnya kehadiran Alisa kembali di belakang meja kerjanya. Gadis itu berdiri tegak lalu menyapa dengan wajah berseri-seri, "Selamat pagi, Pak! Baru balik bulan madu dari Bali, ya?!" tanyanya bermaksud berkelakar.

DMCA.com Protection Status