Home / Romansa / LOVELY MAN / KUNJUNGAN TIBA-TIBA

Share

KUNJUNGAN TIBA-TIBA

Author: Kumara
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sejauh mata memandang, yang bisa dilihat Bhara hanya puncak-puncak gedung pencakar langit yang beberapa bahkan menyentuh awan. Di antara jari telunjuk dan tengahnya terapit sebatang rokok yang masih menyala, dari mulutnya keluar asap tipis-tipis. Perkataan Maya beberapa hari lalu dia ingat kembali, dulu sewaktu kuliah dia memang tak pernah menyentuh satu batang pun rokok.

Semua berubah sejak berbagai masalah dan tumpukan pekerjaan menuntutnya untuk berpikir cepat, maka hanya rokok yang mampu membantunya mencairkan kepenatan di kepala. Berada di dalam ruangan mewah di puncak gedung tinggi seperti ini pun kadang tak membuatnya merasa cukup. Seperti ada lubang di hatinya yang masih menganga, ada sesuatu yang belum dia selesaikan.

Suara pintu yang terbuka menarik perhatian Bhara. Si ceroboh Alisa masuk membawa tumpukan berkas. "Pak, saya letakkan di sini, ya. Semuanya perlu Bapak tanda tangani." Berkas-berkas itu diletakkannya di atas meja kerja Bhara.

"Hari ini ada rapat?" tanya Bhara sambil memadamkan api rokok di asbak.

"Nggak ada, Pak. Tapi besok Bapak ada rencana makan siang sama pimpinan."

"Ya, yang saya tanya kan hari ini!"

Alisa menelan ludahnya setelah mendapat semprotan dari Bhara.

"Pak, cewek yang kemarin itu mantan pacar Bapak, ya?"

Bhara yang sekarang duduk di kursinya teralihkan kembali. "Kenapa kamu penasaran?"

"Eum ... maaf Pak kalau saya lancang, tapi saya cuma mengira-ngira aja, saya mau mastiin dugaan saya aja, Pak."

Bhara melipat kedua tangan di atas dada. "Kalau dugaan kamu benar, emang kamu dapat apa? Dapat payung gratis?" ketusnya.

Alisa menggaruk lehernya yang tak gatal. "Kalau Bapak nggak mau jawab juga nggak apa-apa, Pak. He he." Senyum pahit tersungging di bibirnya seraya berbalik hendak menuju pintu.

"Iya, dia itu mantan saya. Kami pacaran dua tahun lebih,"

Tapi sebelum tangan Alisa menjangkau daun pintu, mulut Bhara kembali terbuka. Alisa berbalik badan lagi, "Wah keren! Bapak pasti keren banget waktu kuliah!"

Alis Bhara terangkat sedikit, bingung apa maksud Alisa.

"Bapak bisa pacaran sama cewek sekeren itu ..."

"Jadi maksud kamu saya ini nggak keren? Nggak layak berpacaran sama cewek sekeren itu?"

"Bu-bukan, Pak--"

"Nggak apa-apa," potong Bhara, "toh itu bener, kok. Makanya dia mutusin saya, akhirnya dia sadar kami nggak selevel."

Tidak disangka, Bhara bisa bersikap sesantai ini meski di dalam hatinya sebetulnya telah terjadi gempa hebat, ada amarah yang sudah tahunan ditahan.

"Bapak nggak payah, kok!" seru Alisa tiba-tiba. "Bapak juga nggak kurang dibanding cewek itu," lanjutnya.

Hampir lima detik lamanya Bhara menatap Alisa dengan mata nanar. "Kamu habis minum-minum, ya? Omonganmu mulai ngaco. Sana keluar." Reaksi Bhara menunjukkan antara malu atau risih, belum pernah Alisa melemparkan pujian seperti ini.

"I-iya, Pak. Maaf."

***

Baru sedetik pantat Alisa menyentuh kursinya, seorang wanita yang memakai mantel krem dan rok mini jeans mendekati meja kerjanya. Hidung Alisa mengingat aroma kuat yang menguar dari tubuh wanita bersepatu tumit tinggi itu.

"Eh, Mbak--bukan, eum, Maya?!" Alisa langsung berdiri dan memasang senyum kaku, baru saja dia membahas Maya dengan Bhara.

"Hai, Bharanya ada?" Maya mencopot turun kaca mata hitam yang dia pakai. Gayanya persis seorang selebriti.

"A-ada. Di dalam, tapi lagi ngecek laporan. Ma-mau ketemu sekarang?"

"Jam makan siang bentar lagi, kan? Boleh kami ketemu sekarang aja?" Maya tampak begitu percaya diri.

"Bentar, aku tanya dulu. Tunggu sebentar."

Gugup, Alisa buru-buru masuk kembali ke dalam ruang kerja Bhara. Pintu dia tutup rapat agar memastikan Maya tak menguping pembicaraan mereka. "Pak, i-itu ... di luar, di luar ada Maya."

Bhara menutup berkas yang baru saja dia buka. "Maya? Siapa?"

Hanya satu Maya yang dia kenal, tapi sepertinya tak mungkin Maya yang itu yang datang menemuinya.

"Maya yang kemarin di pesta pernikahan, Pak. Maya mantan Bapak," jelas Alisa.

Jantung Bhara langsung berdegup ganjil. Sial, untuk apa gadis itu kemari? Dan apa niatnya? Bhara berpikir. Matanya menerawang gugup tanpa alasan.

"Pak, apa saya suruh pulang aja?" tanya Alisa lagi.

"Jangan, suruh masuk aja." Bhara segera merapikan kemejanya, memastikan penampilannya tidak kacau.

Alisa keluar lagi untuk sebentar, lantas mempersilakan Maya masuk ke dalam ruang kerja Bhara. Mata Maya seketika berbinar, seperti mata seorang yang pertama kali melihat kilau emas. Lukisan yang menghias dinding ruang kerja itu paling menarik perhatiannya, lukisan itu terlihat begitu indah dan tentunya ... mahal. Patung dan guci pun tak selesai-selesai dia pandangi, sampai membuat Bhara sendiri tidak nyaman.

"Aku penasaran kamu dapat guci ini dari mana, ini keliatan langka."

Alih-alih menyapa dan mengatakan apa maksud kedatangannya, Maya malah menyentuh guci di sudut ruang kerja Bhara.

"Jadi kamu ngapain ke sini?" Bhara tak menanggapi pertanyaan Maya yang menurutnya tidak penting.

"Ah! Maaf, aku terlalu asyik ngeliat guci kamu. Sampai lupa datang ke sini buat apa." Maya tertawa malu.

"Itu bukan guci punya aku, punya perusahaan," ralat Bhara.

"Tapi tetap aja. Kalau semua koleksi ini diuangkan, pasti bisa miliaran," ucap Maya takjub.

"Jadi kamu mau ngasih aku penawaran?"

"Ya bukanlah, Bhara!" Maya bahkan tanpa canggung duduk di depan meja kerja Bhara. "Boleh aku minta teh?"

"Kamu mau bicara banyak emangnya?"

"Apa nggak boleh? Ini pertama kali aku datang melihat kantor kamu, loh. Masa nggak ditawari teh satu gelas pun?" protes Maya berlagak manja.

Bhara melirik Alisa yang masih menunggu di dekat pintu. "Tolong buatkan satu gelas teh hangat--"

"Pakai susu, ya. Susu rendah lemak." Maya segera menambah perintah Bhara.

Alisa menutup pintu kembali, sambil berjalan menuju dapur kantor, dia merutuk, "Apaan sih cewek itu? Kenapa gayanya melebihi bos besar? Duh, tahan, Lisa ... tahan, kenapa aku jadi julid? Itu kan bukan urusan aku, mereka kan emang mantan pacar."

Sementara itu, di dalam ruang kerja Bhara, keheningan telah merajai Bhara dan Maya. "Jadi, maksud kedatangan kamu apa, May?" Akhirnya Bhara yang mengajukan pertanyaan lebih dulu.

"Nggak ada maksud apa-apa, Bhar. Aku kan simpan kartu nama kamu, jadi aku kepikiran mau liat, kantor kamu di mana lokasinya. Sekalian mau ngajak kamu makan siang."

Bhara mengepal tinjunya. Lama-lama kesabarannya mulai habis. "Apa kamu sudah lupa apa yang dulu kamu perbuat?" ungkitnya.

Sorot mata Maya langsung meredup. "Kenapa, Bhar? Kamu masih mengingat masa lalu? Itu udah lama berlalu. Kamu masih nyimpan dendam sama aku?"

"Aku? Nggaklah. Kamu tau aku bukan pendendam, aku cuma kaget kamu bisa menemui aku dan bersikap seolah nggak pernah terjadi apa-apa di antara kita."

Related chapters

  • LOVELY MAN   BELUM MOVE ON

    Maya terbatuk sebentar, tidak dia kira Bhara akan bertanya tepat pada sasaran seperti ini, Bhara yang dulu dia kenal adalah sosok yang pendiam, tidak suka berterus-terang mengungkap apa yang ada dalam benaknya."Oya? Apa aku bersikap kayak gitu?" Maya memperbaiki posisi duduknya."Jangan bilang kamu udah lupa apa yang dulu kamu lakukan, cuma itu kurasa alasan kenapa kamu bisa sesantai ini, tanpa rasa bersalah." Bhara menahan emosinya sekuat tenaga.Samar-samar bayangan masa lalu mengusik pikirannya kembali. Tiap kali bayangan suram itu muncul, dadanya menjadi begitu sesak."Kamu tau aku memang pelupa, Bhara.""Sekalipun kamu pelupa dan ingatan manusia memang terbatas, kurasa bakal sulit juga buat melupakan kejahatan yang dulu pernah kamu lakukan." Intonasi Bhara tidak melunak sama sekali.Muka Maya memucat. Sungguh, aura Bhara begitu kuat, bisa dikatakan mengintimidasi. Dulu, laki-laki ini akan sangat mudah ditaklukkan dengan kata-kata manis

  • LOVELY MAN   BERJALAN SUKSES

    Saking fokusnya menyapukan lipstik di bibir ranumnya, Maya sampai tak sadar seseorang masuk ke dalam apartemennya. Pria berkulit sawo matang itu berdiri di ambang pintu kamar Maya, memperhatikan tunangannya yang sedang berada di depan meja kaca rias."Kenapa nggak angkat telepon aku?"Tangan kanan Maya yang kini telah berganti memegang kuasblushsejenak kehilangan keseimbangan. "Ya ampun, Dev! Kamu ngangetin aku! Aku kirain siapa, kamu kapan datang?" Maya melanjutkan kesibukannya yang sempat tertunda."Kamu belum jawab aku. Kenapa telepon aku nggak kamu angkat? Kamu mau ke mana? Ada jadwal syuting apa hari ini?" Dev mendekati meja rias."Nggak ada syuting, kok.""Terus? Mau ke mana? Ada janji ketemu teman kamu?"Maya langsung berbalik dengan muka sedikit masam. "Kenapa sih, Dev? Kamu kayak nggak senang banget kalau aku pergi dan ada kegiatan. Emang kamu mau ngapain? Kita kan nggak ada janji juga hari ini.""Karena

  • LOVELY MAN   FIRASAT BURUK

    "Kejutan ...!"Maya spontan mundur tiga kalah setelah terperanjat dengan seruan Dev. Alisnya meninggi sedetik, tapi raut wajahnya perlahan berubah semringah.Apartemen yang tadi dia tinggal dalam keadaan kurang rapi kini terlihat begitu indah dengan lilin-lilin yang menyala dan ditata sedemikian rupa di atas lantai, lampu tentu dipadamkan untuk membuat suasana menjadi kian romantis. Dan di atas meja makan sudah tersedia makanan lengkap bunga mawar merah dalam vas kaca."Apa ini, Dev?" tanya Maya masih takjub."Sebagai wujud permintaan maaf aku atas sikap aku tadi. Aku siapkancandle light dineruntuk kita berdua." Dev meminta tangan Maya.Maya menggeleng sesaat tapi lekas menyambut uluran tangan Dev. "Tapi nggak perlu segininya juga kali," katanya pura-pura tak terkesan.Dev menuntun Maya dan mempersilakan tunangannya itu duduk. "Aku akui, tadi aku salah banget, Sayang. Harusnya aku ikut senang sama kemajuan kamu." Dev iku

  • LOVELY MAN   HIDUNG BELANG

    Bhara baru bisa menarik napas lega setelah sampai di rumah Husen dan Maya masih berada di sana, dalam keadaan baik-baik saja, justru raut wajahnya kebingungan tingkat tinggi."Bhara? Kamu beneran ke sini? Kenapa?" tanya Maya sambil bangkit berdiri.Bhara yang tadi berlari dari luar pagar mencoba menstabilkan napasnya yang masih agak goyah. "Batalkan aja kerja samanya, ayo balik." Tak ada penjelasan.Tentu tak akan semudah itu Maya menurut, impiannya sudah nyaris berada di depan hidung, mana mungkin kesempatan langka ini dia lepas begitu saja. "Kamu nggak lagi bercanda, kan? Aku susah payah bisa ketemu sama dia langsung, Bhar! Aku di sini buat nunggu dia balik. Ini portofolio aku!" Maya mengangkat sebuah dokumen di tangan."Ini nggak akan berjalan baik, Maya. Sekarang aku antar kamu pulang." Bhara mendekat untuk meraih tangan Maya."Apa alasannya?! Kenapa?!" Maya menepis tangan Bhara. Matanya mendelik nanar."Aku nggak bisa cerita sekarang, t

  • LOVELY MAN   KESEPAKATAN GILA

    Dalam hatinya, Bhara sebenarnya ingin meninju mukanya sendiri. Apa yang baru saja dia katakan? Tapi terlalu gengsi untuk menarik perkataannya sekarang, maka dia tunggu respons dari Maya.Mata kucing milik Maya menerawang seakan ada jawaban di udara, mendadak pikirannya kosong, hening. Sekalipun tak pernah terbersit dalam benaknya bahwa pertanyaan seperti ini akan keluar dari mulut Bhara. Bhara yang dia kenal kutu buku dan tak suka macam-macam terhadap perempuan.Bukannya mundur, Maya malah merasa ini adalah sebuah tantangan. Dengan ego setinggi awan, dia lipat kedua tangan di depan dada. "Kalau aku setuju, kamu benar-benar bakal mastiin aku bisa jadi bintang film?"Seketika tenggorokan Bhara serasa kering, tak dia sangka Maya akan setuju dengan ide gila yang tadi dia ucapkan tanpa berpikir. Namun, keduanya sama saja, ego dan gengsi sudah telanjur naik."Apa pernah aku ingkar janji? Aku ini bisa dipercaya, kamu bisa pegang kata-kata aku."Sekujur tu

  • LOVELY MAN   SATU KECUPAN

    "Lu bawa cewek dari mana, sih?" omel Erik sehabis kelas akting yang dia ajar berakhir.Maya masih berada di dalam ruang latihan, sedang mengobrol bersama murid yang lain. Erik keluar untuk menjumpai Bhara yang baru saja tiba untuk mengecek situasi, dialah yang membawa Maya ke sini, kebetulan Erik adalah teman masa SMA-nya."Kenapa?" Alis Bhara mengerut sampai nyaris bertemu di tengah."Payah banget, nggak ada harapan." Kepala Erik menggeleng."Separah itu?""I-ya! Yang kayak gitu mau jadi pemain utama? Siap-siap aja dia disembur ama sutradara. Mukanya sih cantik, bodinyayahut, tapi kalau aktingnya kayak nenek-nenek diperkosa sih ...""Ngomong apaan sih lu?! Kasar banget," tegur Bhara."Emang dia siapa, sih? Ehem ... pacar lu, ya? Muke gile selera lu, kayak model. Nah, mungkin kalau jadi model bisalah diusahakan, tapi kalo akting ... ampun, bos! Lu mesti liat sendiri gimana. Gue jamin lu sependapat ama gue!"Bhara

  • LOVELY MAN   BUKAN ALAT BALAS DENDAM

    "Maaf soal yang tadi, ya." Bhara baru membuka suara sesudah mobilnya berhenti di depan rumah Alisa.Wajah Alisa masih setengah padam, dia buka sabuk pengaman tanpa berkomentar apa-apa."Lisa? Kamu nggak dengar apa yang saya bilang?" tanya Bhara lagi."Saya dengar kok, tapi saya harus komentar apa, Pak?" sahut Alisa, intonasinya tak seceria biasanya. Matanya bahkan enggan menatap lurus kepada Bhara."Ya. Bilang apa yang ada di pikiran kamu. Apa kamu marah sama saya?""Emang apa hak saya untuk marah? Sudah ya, Pak. Tugas saya udah selesai, saya mau turun." Alisa bersiap untuk meninggalkan mobil Bhara."Tunggu!" Bhara menarik tangan Alisa, akhirnya mata keduanya selurus bertemu. "Lisa, saya merasa bersalah, perbuatan saya tadi sangat kurang ajar. Saya melakukan itu bukan karena saya atasan kamu, saya nggak bermaksud semena-mena."Memang, peristiwa seperti ini bisa dibilang sangat langka. Bhara bersedia mengakui kesalahan dan meminta maaf

  • LOVELY MAN   PERMOHONAN MAAF

    "Maya! Maya!" panggil Bhara sambil tetap mengekor.Maya bergeming, diangkatnya rok gaun malamnya tinggi-tinggi agar langkahnya lebih cepat."Maya! Kamu nggak bisa pura-pura nggak dengar aku terus, Maya! Aku lagi ngomong sama kamu! Maya!" Bhara mulai kehabisan kesabaran. "Maya, dengar aku!" Dengan agak kasar, diraihnya tangan Maya lalu dia balikkan tubuh gadis itu.Wajah Maya sudah basah dengan air mata yang mengalir sampai dagu, dia tutupi setengah muka dengan tangan kanan. "Ngapain kamu?! Kamu mau ledekin aku?! Hiks, kamu senang kan sekarang, Bhar?!" amuk Maya sambil sesenggukan hebat. "Kamu pasti senang liat aku kayak gini! Kamu pasti ketawa dalam hati kamu! O ... kamu hebat, kamu sekarang direktur! Di-rek-tur! Sedangkan aku? Ha ha!" Polah Maya mulai aneh, akal sehatnya sedikit terguncang. "Kamu liat aku! Siapa aku ini, Bhara?! Artis gagal! Aku emang nggak berbakat, aku ini tolol! Aku nggak punya talenta apa pun!! Hancur semua, hancur! Silakan, Bhara ... silak

Latest chapter

  • LOVELY MAN   KESEMPATAN KEDUA

    Dengan agak kesusahan, Alisa menarik koper besarnya keluar dari kamar. Di luar rumah, taksi yang akan membawa dia ke stasiun kereta sudah siap menunggu. Tepat saat kopernya baru sampai di anak tangga pertama, Damar masuk dengan derap langkah kaki yang cepat, pintu mobil bahkan dibantingnya tadi.

  • LOVELY MAN   CINTA SEJATI

    "Sayang ...!!"Jantung Bhara nyaris mau copot rasanya ketika suara nyaring Maya tiba-tiba memekakkan telinga, perempuan cantik itu masuk ke dalam ruang kerja Bhara membawa serantang makanan, menggunakan gaunsummerberwarna putih bermotif bunga seroja."Ngapain kamu di sini?" tanya Bhara bingung."Kunjungan mendadak ~" jawab Maya manja seraya mendekat lalu duduk di atas pangkuan Bhara. "Aku juga buatin makan sing, loh. Kamu belum makan, kan?""May, nggak usah berlebihan, deh. Ini tuh kantor, minggir sana. Atau turun tuh, temui Tommy aja di bawah, liat kerjaannya," ujar Bhara pura-pura seb

  • LOVELY MAN   DANSA TERAKHIR

    Kedua tangan Alisa memegang hasil pemeriksaan USG kehamilan yang baru tadi siang dia lakukan. Dipegangnya perut yang mulai membesar. Genap kandungannya memasuki usia enam bulan, dan menurut tes USG, jenis kelamin janin yang dia kandung adalah laki-laki. Lantas hasil pemeriksaan USG itu dia letakkan di atas meja lampu, di samping sebuah undangan pernikahan yang juga baru saja dia baca.

  • LOVELY MAN   HADIAH TAK DISANGKA-SANGKA

    Pria di hadapan Bhara masih membolak-balik foto-foto yang tadi diserahkan kepadanya. Bhara sendiri sembari menyesap kopinya pelan-pelan terus mengawasi.

  • LOVELY MAN   MAAF

    "Mana Bang Bhara? Kak Maya?" tanya Tommy ketika dia temukan hanya ada Luna di rumah.Luna yang tengah asyik membaca novel di ruang tengah cuma melirik sinis sesaat lalu menjawab datar, "Di rumah sakit.""Eh? Siapa yang sakit?" tanyanya lagi.Novel di tangan ditutup Luna dengan kasar, dia mulai tak senang dengan gempuran pertanyaan dari Tommy, terlebih rasanya, pertanyaan itu hanya sekadar basa-basi cuma untuk mendekatkan diri dengannya."Kalau mau tau, tanya aja sendiri." Luna bangkit berdiri.Sebelum gadis remaja itu menaiki anak tangga, Tommy kembali membuka mulutnya, "Heh, B

  • LOVELY MAN   SEBUAH TRAGEDI

    Tulilit Tulilit ...

  • LOVELY MAN   TOLONG CINTAI AKU LAGI

    Lebih dari dua menit sudah Alisa mondar-mandir di depan TV, jam dinding klasik sudah berdentang tanda sudah lewat tengah malam. Bukan baru kali ini saja dia menunggu kepulangan Damar dengan hati resah, malah bisa dikatakan malam-malamnya hanya diisi dengan resah dan gelisah saja sejak hari pernikahan mereka. Padahal dokter kerap kali meminta dia untuk menghindari stres, tapi bagaimana bisa dia menghindari stres jika dia dihadapkan dengan situasi seperti ini setiap hari.Tepat saat Alisa baru meletakkan pantat di atas sofa, didengarnya suara pintu gerbang terbuka. Sesegera mungkin dia berlari untuk membukakan pintu. Dan tepat seperti dugaannya, Damar baru pulang, dengan kemeja agak acakadut dan berbagai aroma yang menguar dari tubuhnya."Aku mulai capek sama tingkah kamu, Mas," kritik

  • LOVELY MAN   TOMMY

    Maya terbangun dari tidur singkatnya di sofa usai telinganya menangkap suara pintu terbuka. Bhara akhirnya pulang setelah jarum pendek jam menunjuk angka 2. Sudah lewat pukul dua dini hari.

  • LOVELY MAN   LUMPUR

    Senyum tipis tersungging di wajah tampan Bhara setelah dilihatnya kehadiran Alisa kembali di belakang meja kerjanya. Gadis itu berdiri tegak lalu menyapa dengan wajah berseri-seri, "Selamat pagi, Pak! Baru balik bulan madu dari Bali, ya?!" tanyanya bermaksud berkelakar.

DMCA.com Protection Status