Saat sampai di istana, Deva merasa sangat bahagia masih melihat ibunya. "Terima kasih Tuhan, hari ini aku masih bisa melihat senyum ibuku, aku akan selalu mengingat senyum itu," ujar Deva dalam hati dan langsung menghampiri ibunya. "Ibu! Hari ini banyak sekali gadis yang mengikuti hari-hariku," ujar Deva kepada Doerthe, ibunya, yang tengah membersihkan keringat anaknya yang lelah setelah berlatih. "Biarkan gadis-gadis itu mengikutimu, Nak. Intinya kau tidak melukai mereka dan jangan merendahkan mereka," jawab Doerthe menenangkan anaknya. Doerthe adalah wanita terbaik yang dimiliki Deva, sering sekali Deva membanggakan ibunya itu di depan semua orang, karena kasih sayang yang diberikan Doerthe yang begitu besar sehingga Deva enggan untuk menanggapi gadis-gadis di luar sana.
Matahari pun tenggelam dan menghadirkan sinar bulan yang begitu terang. Semua penerangan yang ada di istana pun di nyalakan untuk ikut menerangi malam. "Besok adalah ulang tahun ibu, apa yang harus aku berikan untuknya? Hadiah apa yang bagus untuknya?" ujar Deva di dalam kamarnya sambil memikirkan sebuah hadiah yang akan ia berikan untuk ibunya. Tok! Tok! Tok! Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Deva. "Buka pintunya Deva, ini Ayah," kata Carolus, ayahnya. Carolus ingin masuk ke dalam kamar Deva untuk memberikan sesuatu.
Setelah pintu dibuka, Deva langsung menanyakan maksud sang ayah yang ingin masuk ke dalam kamarnya itu.
"Ada apa Ayah?" tanya Deva sambil menyalami tangan sang ayah.
"Tidak, aku ke mari hanya untuk memberikanmu ini," ujar Carolus sambil menyerahkan sesuatu. Sang ayah menyerahkan sebuah kantong berisi makanan burung merpati.
"Bawa ini ketika kamu pergi ke kuil, berikan makanan ini untuk burung merpati, " sambung Carolus.
"Iya Ayah, akan ku berikan makanan ini untuk burung merpati di kuil," kata Deva sambil mengambil sebuah kantong yang diberikan sang ayah.
Carolus pun pergi ke luar kamar Deva, dan memang, ia sering memberikan Deva sebuah kantong yang berisi makanan burung merpati. Ia selalu menyuruh Deva untuk membawa makanan burung itu ke kuil untuk diberikan kepada burung merpati yang berkeliaran di wilayah kuil.
Singkat cerita, matahari pun kembali terbit dengan cerah. Deva terbangun dan langsung mencari ibunya yang sedang berada di taman.
"Ibu! Selamat ulang tahun!” ujar Deva sambil memeluk ibunya dengan erat.
"Terima kasih! Anakku," ujar Doerthe dengan senyuman yang lebar dan membalas pelukan dari anaknya itu.
"Apa kau sudah menyiapkan hadiah untukku?" sambung Doerthe yang masih memeluk erat Deva. Deva pun terdiam, karena sejak kemarin malam ia memikirkan hadiah untuk ibunya tapi tak kunjung menemukan ide.
"Apa yang Ibu mau hari ini?" tanya Deva dengan semangat.
"Aku tidak ingin banyak hal, aku hanya ingin kau cepat menemukan pendamping hidupmu, Deva.” Doerthe menambah erat peluknya.
Deva langsung melepaskan pelukannya, permintaan sang ibu itu membuatnya terdiam.
"Ibu, apa kau yakin dengan permintaanmu itu?" tanya Deva dengan nada pelan.
"Ya, Ibu yakin, aku harap kau segera menemukan gadis impianmu, Nak." Doerthe pun langsung pergi meninggalkan Deva yang sedang terpaku itu.
Kembalilah Deva ke rumah gurunya untuk berlatih. "Guru, hari ini aku mendapat permintaan yang berat dari ibu di hari ulang tahunnya," ujar Deva.
"Apa permintaan ibumu Nak?" tanya Sang Guru penasaran.
"Ibu memintaku untuk segera menemukan gadis impianku, permintaan macam apa ini, Guru.” Deva melemparkan batu-batu kecil di taman rumah Sang Guru.
"Aku mengerti perasaanmu,Nak. Tapi permintaan ibumu itu jauh lebih mulia apalagi di hari ulang tahunnya ini," ujar Sang Guru sambil memegang pundak Deva.
Deva tambah gelisah dengan permintaan ibunya itu, terlebih karena ia kesulitan menemukan pendamping hidupnya. "Wanita seperti ibuku, mungkin sangat langka," ujarnya.
Deva pergi ke kuil untuk berdoa dan tidak lupa untuk memberikan makanan untuk burung merpati yang sudah diberikan ayahnya kemarin malam. Seperti biasa, para gadis sudah menunggu Deva lebih awal, seakan mereka tahu Deva akan datang. Namun ketika Deva hendak berdoa, tiba-tiba terjadi sesuatu. "Awas!" teriak seorang laki-laki dari jauh sambil menunjuk ke arah Deva. "Ah!" Deva merintih kesakitan. Deva terkena sasaran panah yang meleset dari arah depan kuil. Ternyata di depan kuil tersebut sedang berlangsung pelatihan memanah untuk anak-anak muda di sana, dan salah satu pemuda melesetkan arah panahnya dan mengenai dada Deva. Semua orang pun kaget dan langsung mengerumuni Deva yang sedang kesakitan. Deva pun segera dibawa ke istana oleh orang-orang yang tengah berada di kuil tersebut. Betapa kagetnya Doerthe dan Carolus saat melihat Deva sudah merintih kesakitan, mereka pun langsung segera mengobati Deva saat itu juga, Sang Guru pun juga ada di sana untuk melihat kondisi Deva.
"Bagaimana keadaanmu, Deva? Sudah membaik?” tanya Doerthe sambil memegang tangan anaknya itu.
"Aku baik-baik saja, Ibu. Hanya sakit sedikit," jawab Deva sambil memegang kembali tangan sang ibu untuk menenangkan.
Setelah semua keadaan mulai membaik, Sang Guru pun angkat bicara.
"Ada sesuatu yang buruk akan terjadi," ujar Sang Guru. Perkataan Sang Guru membuat kaget semua orang yang ada di istana.
"Apa maksudmu, Guru? Sesuatu yang buruk? Apa itu?" tanya Carolus penasaran.
"Ya, sesuatu yang buruk, dengan kejadian Sang Putra Mahkota yang tertusuk panah saat akan berdoa di kuil itu menandakan hal buruk akan terjadi Carolus," jawab Sang Guru memperjelas.
“Sudahlah, jangan membahas hal lain dulu, pentingkan kesehatan Deva saat ini," sambung Doerthe dengan nada pelan. Carolus dan yang lainnya pun jadi terdiam dan langsung menenangkan Deva yang sedang merintih kesakitan. Setelah beberapa hari dirawat di istana, banyak gadis-gadis yang menunggu kabar dari Deva, mereka khawatir dengan kondisi Deva saat itu.
Deva pun akhirnya sembuh dari luka yang menyakitinya waktu itu, ia kembali ke rumah gurunya untuk berlatih seperti biasa, namun ia ditemani seorang Pengawal suruhan Carolus dari istana untuk menjaganya dari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Guru, apa hal buruk yang kau maksud saat itu?" tanya Deva penasaran. Deva terus mempertanyakan itu kepada gurunya karena ia penasaran dengan maksud dari Sang Guru.
"Aku tidak tahu, intinya aku merasa akan ada hal buruk yang akan terjadi. Jaga dirimu baik-baik, itu pesanku," jawab Sang Guru. Mendengar jawaban dari Sang Guru, Deva hanya bisa terdiam dan meminta perlindungan kepada Tuhan.
Setelah selesai berlatih, Deva pun langsung pergi ke kuil seperti biasa sambil memberikan makanan untuk burung merpati. "Tidak bosan-bosan mereka menungguku di sini," kata Deva ketika melihat para gadis yang seperti biasa sudah menunggunya. Deva pun tersenyum kepada para gadis itu, dan para gadis langsung membalas senyuman Deva dengan penuh kebahagiaan. Deva pun mulai berdoa pada saat itu, namun tidak lepas dari pengawasan pengawal istana.
Saat kembali ke istana, Deva dikagetkan Sang Guru yang memanggilnya dari jauh, "Deva!" teriak Sang Guru dari jauh sambil berlari dengan cepat. "Ada apa Guru? Kenapa kau terburu-buru seperti itu?” tanya Deva dengan penasaran sambil menenangkan Sang Guru yang kelelahan. "Ayo! Kita ke istana! Ibumu! Ibumu dalam bahaya!" jawab Sang Guru. "Ibu? Kenapa dia?" tanya Deva dengan nada khawatir. "Aku mendapat kabar dari ayahmu, jika ada penyerangan dari Kerajaan Edayon dan salah satu Prajurit Edayon melukai ibumu, saat ini kondisinya sangat kritis! Ayo! Cepat!" jawabSang Guru tegas. Mendengar ucapan itu, Deva langsung bergegas pergi ke istana denga
"Aku benci Edayon! Karenanya aku kehilangan surgaku! Karenanya aku kehilangan ibuku!" gertak Deva. Ia sangat membenci Kerajaan Edayon yang telah merenggut nyawa Doerthe, ibunya. Deva juga sangat ingin bisa membalaskan dendamnya kepada Kerajaan Edayon. Kerajaan Edayon adalah salah satu kerajaan besar yang memiliki konflik terhadap Kerajaan Throne yang dipimpin oleh Carolus. Dua kerajaan ini memang sudah berselisih sejak Deva belum dilahirkan, tapi sampai saat ini, ia masih belum tahu apa penyebab terjadinya konflik diantara dua kerajaan ini. Deva hanya tahu jika Kerajaan Edayon sudah merenggut nyawa ibunya. "Deva!” kata Carolus memanggil anaknya itu. " Iya Ayah, ada apa kau memanggilku?" tanya Deva.
Singkat cerita, pagi hari pun tiba. Deva terbangun menatap mata hari yang selalu setia menyinari dunianya. "Hari ini, semoga aku bertemu dengan gadis itu lagi," kata Deva. Gadis itu kini menjadi harapannya di pagi hari, Deva tidak ingin melepaskan gadis itu lagi jika ia menemuinya. "Ayah, hari ini aku akan pergi ke rumah guruku lebih awal," kata Deva kapada Carolus. "Aku tahu maksudmu itu, kau ingin mencari gadis yang kau temui kemarin itu bukan?" tanya Carolus. "Kau sudah tahu, jadi aku tidak perlu menjelaskan apa-apa lagi Ayah," jawab Deva. Deva pun akhirnya pergi ke luar istana untuk menemui gurunya dan mencari gadis itu. Di sepanjang perjalanan, mata Deva tidak pernah berhenti mencari sosok gadis yang ia temui kemarin itu, namun ia tak kunjung menemukannya.
Deva kembali pergi untuk mencari gadis itu, ia masih berharap besar hari ini bisa bertemu kembali dengan gadis misterius yang ia temui. "Aku harap kau datang hari ini, aku harap aku bisa menemuimu lagi," ujar Deva. Ia kembali menyusuri sepanjang jalan sambil meyakinkan diri jika gadis itu akan datang. "Mungkin saja dia akan kembali ke jalan ini lagi, aku akan menunggunya di sini saja," kata Deva sambil meneguk air yang ia bawa dari istana. Deva pun menunggu kedatangan gadis itu sambil duduk di bawah pohon, ia merasa sangat lapar dan kelelahan saat itu. "Aku lupa membawa bekal makanan kemari, padahal aku sudah sangat lapar," ucap Deva. Tanpa disadari, ia pun tertidur di bawah pohon itu, ia juga terlihat begitu pucat karena menahan rasa lapar seharian.
Deva kembali bertemu dengan Georgia saat ia sedang berada di kuil. Ia pun langsung menghampiri dan menyapa gadis pujaannya itu. “Bagaimana kabarmu?” tanya Deva kepada Georgia. “Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu? Masih melakukan sayembara untuk mencariku?” ujar Georgia mengejek Deva. “Ah! Aku sudah menemukanmu, untuk apa lagi sayembara itu,” jawab Deva membalas ejekan itu. “Siapa namamu? Kau lupa memberitahuku kemarin,” tanya Georgia. “Deva, namaku Deva. Dan kenapa kau tidak menanyakan namaku kemarin?” ujar Deva. “Seharusnya kau yang harus memberitahu namamu sendiri,” jawab Georgia. “Lupakan saja, hari ini
“Georgia, mengapa kau begitu indah di mataku?” ujar Deva saat ia mengingat pertemuannya dengan Georgia. Ia selalu ingin menghabiskan waktu bersama gadis pujaannya itu. Deva kembali pergi ke rumah Sang Guru, untuk menceritakan pertemuannya dengan Georgia. Di perjalanan, ia hanya mengingat sosok Georgia. Sorot matanya, senyumnya, dan caranya memperlakukan Deva, masih teringat jelas di benak Deva saat itu. Sesampainya Deva di rumah Sang Guru, ia langsung menceritakan pertemuannya itu kepada gurunya. “Guru, apa kau tahu? Aku sudah menemukan pujaan hatiku,” ujar Deva bahagia. “Jadi kau sudah bertemu dengan gadis yang kau cari itu?” tanya Sang Guru. “Iya Guru, aku sudah bertemu dengannya. Dan apa kau tahu? Dia sangat cantik, begitu angg
Setelah perbincangannya dengan Sang Guru dan Carolus, Deva kemudian pergi ke kuil untuk berdoa. Ia juga masih merasa penasaran dengan orang yang dimaksud sebagai mata-mata dari Kerajaan Edayon. Sesampainya Deva di kuil, ia lanjut berdoa dan tak lupa memberikan sekantong makanan untuk burung merpati. “Deva, bagaimana kabarmu?” tanya laki-laki tua yang pernah menegur para gadis di kuil itu. “Aku baik-baik saja,” jawab Deva sambil memberikan makanan untuk burung merpati. Laki-laki tua itu pun tersenyum kepada Deva dan langsung masuk ke dalam kuil. Hari ini, hanya laki-laki tua itu saja yang menyapanya di kuil, tidak terlihat satu pun para gadis yang menyapanya di sana. “Boleh aku membantumu, Putera Mahkota
“Kenapa jadi seperti ini? Ini tidak sesuai dengan tujuanku,” ujar Georgia di dalam kamarnya. Ia pun juga merasa gelisah setelah seharian menemani Deva. Rupanya benar, ia sedang menyembunyikan sesuatu selama ini. “Haruskah aku berhenti menjalankan ini semua? Sungguh berat rasanya,” sambungnya. Ternyata, ia adalah putri satu-satunya dari Tyson Edzar, pemimpin Kerajaan Edayon saat ini. Ia sengaja tidak mau memberitahu asal usulnya kepada Deva dan Sang Guru di Throne, karena sebenarnya ia adalah Putri Mahkota dari Kerajaan Edayon, yang dimana menjadi musuh terbesar dari Kerajaan Throne. Selama ini, ia sering pergi ke wilayah Throne hanya untuk mencari suasana baru. Namun, hal itu diketahui oleh ayahnya, Tyson Edzar. Kemudian Tyson Edzar memberi