"Aku benci Edayon! Karenanya aku kehilangan surgaku! Karenanya aku kehilangan ibuku!" gertak Deva. Ia sangat membenci Kerajaan Edayon yang telah merenggut nyawa Doerthe, ibunya. Deva juga sangat ingin bisa membalaskan dendamnya kepada Kerajaan Edayon. Kerajaan Edayon adalah salah satu kerajaan besar yang memiliki konflik terhadap Kerajaan Throne yang dipimpin oleh Carolus. Dua kerajaan ini memang sudah berselisih sejak Deva belum dilahirkan, tapi sampai saat ini, ia masih belum tahu apa penyebab terjadinya konflik diantara dua kerajaan ini. Deva hanya tahu jika Kerajaan Edayon sudah merenggut nyawa ibunya.
"Deva!” kata Carolus memanggil anaknya itu.
" Iya Ayah, ada apa kau memanggilku?" tanya Deva.
"Aku ingin memberitahumu sesuatu Nak,” ujar Carolus.
"Sesuatu? Sesuatu apa Ayah?" tanya Deva penasaran.
"Ini tentang konflik yang terjadi diantara kerajaan kita dengan Kerajaan Edayon. Maafkan Ayah jika baru memberitahumu sekarang, Ayah hanya menunggu waktu yang tepat untuk memberitahumu, dan ini adalah saat yang tepat," kata Carolus.
"Memang apa yang terjadi Ayah? Aku berhak tahu, aku adalah anakmu, yang berarti juga orang penting di kerajaan ini," ujar Deva.
"Edayon dan kerajaan kita sudah berselisih lama sejak Ayah masih menjadi seorang Putra Mahkota sepertimu, saat itu kerajaan kita dipimpin oleh kakekmu,” ujar Carolus sambil memegang pundak anaknya.
Carolus menjelaskan kepada anaknya itu jika Kerajaan Throne dan Kerajaan Edayon adalah dua kerajaan besar yang sama-sama mempunyai wilayah kekuasaan yang sangat luas. Kedua kerajaan ini juga sama-sama berdiri cukup lama, tak heran jika banyak yang mengagumi dua kerajaan ini. Terjadinya konflik diantara Kerajaan Throne dengan Kerajaan Edayon, bermula saat Kerajaan Throne berhasil mendapatkan wilayah kekuasaan yang lebih luas dari Kerajaan Edayon. Kedua kerajaan ini juga memang berselisih untuk mendapatkan wilayah kekuasaan, namun saat itu, Gavi Edzhar, pemimpin Kerajaan Edayon merasa yakin jika dialah yang bisa mendapatkan wilayah kekuasaan itu. Namun, takdir berkata lain, setelah ia tahu jika kemenangan bukanlah miliknya, Gavi beserta pasukannya merasa marah dan ingin merebut wilayah itu kembali dari Kerajaan Throne.
Merasa iri, Kerajaan Edayon mulai menyusun rencana jahat untuk menghancurkan Kerajaan Throne yang dipimpin oleh Edward Charles, ayah dari Carolus dan juga kakek dari Deva. Edward Charles dikenal sebagai raja yang berwibawa dan disegani saat itu, ia juga dikenal sebagai penakluk musuh oleh rakyatnya karena kekuatan dan ilmu bela dirinya yang sangat hebat. Kerajaan Edayon memulai penyerangan pertamanya, saat Kerajaan Throne tengah merayakan keberhasilannya yang telah mendapat wilayah kekuasaan yang begitu luas. Pada saat itu, Kerajaan Edayon menyerang dengan mengerahkan banyak sekali pasukannya untuk bisa menghancurkan Kerajaan Throne. Edward Charles beserta pasukannya tidak tinggal diam, mereka melakukan penyerangan balik untuk Kerajaan Edayon. Penyerangan itu terjadi cukup lama dan menelan banyak korban jiwa, namun tidak mudah untuk menaklukan Kerajaan Throne, penyerangan dari Kerajaan Edayon sama sekali tidak membuat Kerajaan Throne hancur, justru Edayon yang mengakui kekelahannya sendiri.
Namun, Kerajaan Edayon juga tidak menyerah, mereka masih tetap ingin menghancurkan Kerajaan Throne bagaimanapun caranya, walaupun semua penyerangan yang dilakukan sama sekali tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya Kerajaan Edayon sempat berhenti dan menyerah melawan Kerajaan Throne yang sangat kokoh dan tak mudah dihancurkan, dan kembali muncul dengan penyerangan yang besar, hingga merenggut nyawa Doerthe.
Mendengar semua penjelasan dari sang ayah, keinginan Deva untuk membalas dendam semakin besar, ia juga semakin benci dengan Kerajaan Edayon yang telah menjadi musuh kerajaannya sejak dulu, apalagi Edayon sudah merenggut nyawa ibunya.
Deva lalu pergi bertemu sang guru di rumahnya untuk berlatih, namun di tengah jalan ia bertemu dengan seorang gadis cantik, berambut pirang panjang. Seketika gadis itu membuat hati Deva luluh, tidak biasanya ada seorang gadis yang bisa meluluhkan hatinya. "Siapa dia? Sepertinya ia tidak berasal dari sini," ujar Deva. Mata Deva terus memandangi wajah gadis itu yang sedang berbincang dengan salah satu pedagang bunga di sekitar sana, ia seakan tidak ingin kehilangan jejak gadis itu. "Kau datang dari mana?" tanya Deva kepada gadis itu. Gadis itu tidak menjawab sama sekali pertanyaan Deva, dan dia pergi menjauhi Deva yang sedang berdiri di hadapannya. "Apa dia gila? Mengapa dia tidak menjawab pertanyaanku dan malah pergi meninggalkanku?" kata Deva.
Setelah pertemuannya dengan gadis itu, Deva jadi selalu memikirkannya. Ia penasaran dengan gadis itu, terlebih gadis itu berhasil membuatnya luluh. Sesampainya Deva di rumah gurunya, ia langsung memberitahu apa yang dialaminya tadi kepada sang guru.
"Tadi aku bertemu dengan seorang gadis Guru," ujar Deva.
"Apa maksudmu? Bukankah kau setiap hari selalu bertemu dengan para gadis?" tanya Sang Guru kepada Deva.
"Iya, tapi gadis yang aku temui tadi berhasil membuatku luluh, Guru. Ia sangat cantik, anggun, dan tatapannya lembut, tapi ketika aku menanyakan asalnya, dia tidak menjawabku sama sekali, dia malah pergi meninggalkanku begitu saja," kata Deva sambil menjelaskan gadis yang ia temui.
"Apa kau memimpikan gadis itu menjadi milikmu?" tanya Sang Guru.
"Aku tidak tahu Guru, tapi setiap kali aku menatapnya, aku merasa tenang, seakan aku melihat wajah ibu," ujar Deva.
"Jika memang begitu, berjuanglah untuk mencari gadis itu, luluhkan hatinya sehingga ia bisa menjadi milikmu. Mungkin inilah saatnya kau untuk menemukan gadis impianmu," jawab Sang Guru pelan.
Setelah mendengar ucapan dari gurunya, Deva terdiam sambil terus memikirkan gadis itu, ia sangat penasaran dan ingin bertemu dengan gadis itu lagi. "Aku berharap aku bisa bertemu dengan gadis itu lagi, dan aku tidak akan membiarkannya pergi lagi. Aku akan menahannya sampai ia menjawab semua pertanyaanku, kenapa aku bodoh tadi, kenapa aku tidak bilang saja jika aku ini anak seorang raja, pasti dia tidak akan meninggalkanku," ujar Deva.
Setelah dari rumah gurunya, Deva masih terus memikirkan gadis itu. Sampai ia memberitahu ayahnya tentang gadis itu, dan ayahnya juga memberikan saran yang sama seperti gurunya. Malam pun tiba, wajah gadis itu masih terbayang-bayang di benak Deva, dan keinginannya untuk bertemu gadis itu pun semakin besar.
Di tengah dinginnya malam, tiba-tiba Deva mengingat sosok Doerthe. Ia merindukan dekapan hangat sang ibu sebelum ia tidur, dan tanpa disadari, air mata sang putra mahkota itu jatuh membasahi pipinya saat ia mengingat sosok lembut ibunya. "Ibu, aku tahu kau juga sangat merindukanku, kemarilah Ibu, aku ingin kau memelukku lagi sebelum tidur," kata Deva sambil menangisi ibunya. Rasa terpukul Deva saat kehilangan Doerthe masih ada di dalam hatinya, namun ia tidak ingin terus-terusan menangisi ibunya itu, yang ia inginkan adalah mengabulkan permintaan sang ibu yang menginginkan Deva untuk segera menemukan gadis impiannya.
Singkat cerita, pagi hari pun tiba. Deva terbangun menatap mata hari yang selalu setia menyinari dunianya. "Hari ini, semoga aku bertemu dengan gadis itu lagi," kata Deva. Gadis itu kini menjadi harapannya di pagi hari, Deva tidak ingin melepaskan gadis itu lagi jika ia menemuinya. "Ayah, hari ini aku akan pergi ke rumah guruku lebih awal," kata Deva kapada Carolus. "Aku tahu maksudmu itu, kau ingin mencari gadis yang kau temui kemarin itu bukan?" tanya Carolus. "Kau sudah tahu, jadi aku tidak perlu menjelaskan apa-apa lagi Ayah," jawab Deva. Deva pun akhirnya pergi ke luar istana untuk menemui gurunya dan mencari gadis itu. Di sepanjang perjalanan, mata Deva tidak pernah berhenti mencari sosok gadis yang ia temui kemarin itu, namun ia tak kunjung menemukannya.
Deva kembali pergi untuk mencari gadis itu, ia masih berharap besar hari ini bisa bertemu kembali dengan gadis misterius yang ia temui. "Aku harap kau datang hari ini, aku harap aku bisa menemuimu lagi," ujar Deva. Ia kembali menyusuri sepanjang jalan sambil meyakinkan diri jika gadis itu akan datang. "Mungkin saja dia akan kembali ke jalan ini lagi, aku akan menunggunya di sini saja," kata Deva sambil meneguk air yang ia bawa dari istana. Deva pun menunggu kedatangan gadis itu sambil duduk di bawah pohon, ia merasa sangat lapar dan kelelahan saat itu. "Aku lupa membawa bekal makanan kemari, padahal aku sudah sangat lapar," ucap Deva. Tanpa disadari, ia pun tertidur di bawah pohon itu, ia juga terlihat begitu pucat karena menahan rasa lapar seharian.
Deva kembali bertemu dengan Georgia saat ia sedang berada di kuil. Ia pun langsung menghampiri dan menyapa gadis pujaannya itu. “Bagaimana kabarmu?” tanya Deva kepada Georgia. “Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu? Masih melakukan sayembara untuk mencariku?” ujar Georgia mengejek Deva. “Ah! Aku sudah menemukanmu, untuk apa lagi sayembara itu,” jawab Deva membalas ejekan itu. “Siapa namamu? Kau lupa memberitahuku kemarin,” tanya Georgia. “Deva, namaku Deva. Dan kenapa kau tidak menanyakan namaku kemarin?” ujar Deva. “Seharusnya kau yang harus memberitahu namamu sendiri,” jawab Georgia. “Lupakan saja, hari ini
“Georgia, mengapa kau begitu indah di mataku?” ujar Deva saat ia mengingat pertemuannya dengan Georgia. Ia selalu ingin menghabiskan waktu bersama gadis pujaannya itu. Deva kembali pergi ke rumah Sang Guru, untuk menceritakan pertemuannya dengan Georgia. Di perjalanan, ia hanya mengingat sosok Georgia. Sorot matanya, senyumnya, dan caranya memperlakukan Deva, masih teringat jelas di benak Deva saat itu. Sesampainya Deva di rumah Sang Guru, ia langsung menceritakan pertemuannya itu kepada gurunya. “Guru, apa kau tahu? Aku sudah menemukan pujaan hatiku,” ujar Deva bahagia. “Jadi kau sudah bertemu dengan gadis yang kau cari itu?” tanya Sang Guru. “Iya Guru, aku sudah bertemu dengannya. Dan apa kau tahu? Dia sangat cantik, begitu angg
Setelah perbincangannya dengan Sang Guru dan Carolus, Deva kemudian pergi ke kuil untuk berdoa. Ia juga masih merasa penasaran dengan orang yang dimaksud sebagai mata-mata dari Kerajaan Edayon. Sesampainya Deva di kuil, ia lanjut berdoa dan tak lupa memberikan sekantong makanan untuk burung merpati. “Deva, bagaimana kabarmu?” tanya laki-laki tua yang pernah menegur para gadis di kuil itu. “Aku baik-baik saja,” jawab Deva sambil memberikan makanan untuk burung merpati. Laki-laki tua itu pun tersenyum kepada Deva dan langsung masuk ke dalam kuil. Hari ini, hanya laki-laki tua itu saja yang menyapanya di kuil, tidak terlihat satu pun para gadis yang menyapanya di sana. “Boleh aku membantumu, Putera Mahkota
“Kenapa jadi seperti ini? Ini tidak sesuai dengan tujuanku,” ujar Georgia di dalam kamarnya. Ia pun juga merasa gelisah setelah seharian menemani Deva. Rupanya benar, ia sedang menyembunyikan sesuatu selama ini. “Haruskah aku berhenti menjalankan ini semua? Sungguh berat rasanya,” sambungnya. Ternyata, ia adalah putri satu-satunya dari Tyson Edzar, pemimpin Kerajaan Edayon saat ini. Ia sengaja tidak mau memberitahu asal usulnya kepada Deva dan Sang Guru di Throne, karena sebenarnya ia adalah Putri Mahkota dari Kerajaan Edayon, yang dimana menjadi musuh terbesar dari Kerajaan Throne. Selama ini, ia sering pergi ke wilayah Throne hanya untuk mencari suasana baru. Namun, hal itu diketahui oleh ayahnya, Tyson Edzar. Kemudian Tyson Edzar memberi
Singkat cerita, Georgia kembali membaik saat itu. Ia langsung mengajak Deva untuk pergi mengantarnya pulang ke istana. Namun, Deva merasa sedikit berat membiarkan Georgia pergi kembali ke istananya. Ia masih merasa khawatir dengan pujaan hatinya itu. “Apa kau yakin ingin pulang?” ujar Deva kepada Georgia yang tengah bersiap-siap untuk pergi. “Aku yakin, ayo antarkan aku,” jawab Georgia. “Ya sudah, aku akan mengantarmu. Tapi ingat satu hal, jaga kondisimu dengan baik,” sahut Deva khawatir. “Kau tenang saja,” jawab Georgia menenangkan. Kemudian Deva pun pergi mengantar Georgia ke istananya.
Keesokan harinya, Deva kembali pergi ke kuil itu untuk berdoa, ia juga berharap Georgia ada di sana hari ini. “Pagi ini, kembali harapanku adalah kedatanganmu,” ujar Deva. Dan benar saja, sesampainya ia di kuil, ia melihat seorang gadis yang tengah berdoa di sana. Terlihat cantik, anggun dan sangat bercahaya, itulah Georgia. Deva yang melihat itu langsung datang menghampiri Georgia. “Hay! Bagaimana kabarmu, Putri Mahkota yang anggun?” ucap Deva menggoda Georgia.“Aku baik-baik saja, Putra Mahkota yang tampan,” balas Georgia.“Lalu kenapa kemarin kau tidak datang kemari? Apa kau tahu? Aku sangat tidak bersemangat kemarin,” sahut Deva sambil memperlihatkan raut wajah yang sedih.“Maafkan a