Singkat cerita, pagi hari pun tiba. Deva terbangun menatap mata hari yang selalu setia menyinari dunianya. "Hari ini, semoga aku bertemu dengan gadis itu lagi," kata Deva. Gadis itu kini menjadi harapannya di pagi hari, Deva tidak ingin melepaskan gadis itu lagi jika ia menemuinya.
"Ayah, hari ini aku akan pergi ke rumah guruku lebih awal," kata Deva kapada Carolus.
"Aku tahu maksudmu itu, kau ingin mencari gadis yang kau temui kemarin itu bukan?" tanya Carolus.
"Kau sudah tahu, jadi aku tidak perlu menjelaskan apa-apa lagi Ayah," jawab Deva.
Deva pun akhirnya pergi ke luar istana untuk menemui gurunya dan mencari gadis itu. Di sepanjang perjalanan, mata Deva tidak pernah berhenti mencari sosok gadis yang ia temui kemarin itu, namun ia tak kunjung menemukannya.
"Kemana gadis itu? Apa dia tidak kembali ke sini lagi?" tanya Deva dalam hati. Setelah beberapa lama ia mencari dan tak kunjung menemukan gadis itu, Deva pun datang ke rumah gurunya untuk memberitahu, jika hari ini gadis itu tidak kembali.
"Guru, aku sudah mencari gadis itu di sepanjang jalan yang aku lalui kemarin, tapi sama sekali aku tidak menemukan jejaknya," kata Deva.
"Mungkin dia belum datang, tunggu saja" jawab Sang Guru. Deva pun akhirnya mengikuti saran dari Sang Guru, ia menunggu gadis itu untuk datang kembali.
“Aku akan pergi mencarinya Guru, sudah lama aku menunggunya," kata Deva.
"Baiklah, jika itu maumu. Tapi ingat, jika nanti kau sudah bertemu dengan gadis itu, jangan sakiti dia atau berkata buruk yang bisa menyinggung perasaannya," ujar Sang Guru.
Setelah mendengar ucapan Sang Guru, Deva kemudian berpamitan untuk mencari gadis impiannya itu. Deva menyusuri sepanjang jalan, dan bertanya pada orang-orang sekitar tentang gadis itu, namun tidak ada satu pun yang tahu kemana gadis itu pergi. Deva semakin bingung dan penasaran dengan gadis itu, "Siapa sebenarnya dia? Aku sudah menunggu cukup lama dan berusaha keras untuk mencarinya, tapi tidak ada hasilnya," ujar Deva sambil menghapus keringat di tubuhnya.
Deva pun memutuskan untuk kembali ke istana, dan tiba-tiba terlintas di fikirannya untuk mengadakan sayembara. Sayembara itu di lakukan Deva untuk bisa menemukan gadis itu, ia menyuruh semua pengawal istana untuk menyebarkan sayembaranya kepada setiap penduduk di sana, siapapun yang bisa menemukan gadis itu, akan diberi imbalan yang cukup banyak oleh Deva. Deva berharap dengan adanya sayembara ini, ia bisa bertemu lagi dengan gadis itu. Sayembara pun berjalan, penduduk berlomba-lomba untuk mencari gadis yang dimaksud Deva itu. Cantik, rambutnya pirang panjang, tinggi, dan sorot mata yang lembut. Itu ciri-ciri gadis yang diberikan Deva untuk sayembara itu.
Setelah beberapa lama, para penduduk berkumpul di depan istana untuk memberitahu Deva tentang sayembara itu. Masing-masing dari penduduk yang ikut sayembara membawa seorang gadis yang mempunyai salah satu ciri yang disebut Deva. Deva pun melihat semua gadis yang dibawa para penduduk, ia menghampiri gadis-gadis itu dan melihatnya dengan teliti. Namun, setelah Deva melihat semua gadis yang dibawa para penduduk, ia juga tidak menemukan adanya gadis itu. "Semua gadis yang kalian bawa kemari, itu bukanlah gadis yang aku maksud," ujar Deva kepada para penduduk yang mengikuti sayembara. Para penduduk pun bingung dengan perkataan sang putra mahkota, mereka sudah berusaha keras mencari gadis impian Deva dan membawakannya, namun Deva tidak juga menemukan adanya gadis itu.
"Aku sudah mengadakan sayembara untuk menemukan gadis itu, namun dia masih saja tidak bisa aku temukan," kata Deva dalam hati. Ia tidak menyerah, Deva masih tetap ingin menemukan gadis itu dimanapun ia berada.
"Deva, gadis yang kau maksud itu tidak berasal dari kerajaan kita, mungkin saja ia menetap di tempat lain dan tidak ada waktu untuk kemari lagi," kata Carolus.
"Tidak Ayah, meskipun begitu dia pasti akan kembali lagi kemari tapi aku tidak tahu kapan," jawab Deva.
Carolus semakin yakin dengan anaknya itu, ia merasa jika Deva sudah menemukan gadis impiannya. "Siapa gadis itu? Beruntung sekali dia bisa menaklukan hati anakku," tanya Carolus dalam hati. Carolus pun juga ikut penasaran dengan gadis itu dan ingin sekali menemuinya, karena gadis itu berhasil membuat Deva luluh dan jatuh cinta.
Deva terdiam di kamarnya sambil merenung. "Gadis itu, kenapa aku selalu memikirkannya? Jika ibu tahu bahwa aku sedang memikirkan seorang gadis, pasti dia akan bahagia," ujar Deva dalam hati. Deva selalu berharap untuk bisa segera bertemu dan berbincang banyak hal dengan gadis itu. Ini pertama kalinya untuk Deva merasakan jatuh cinta, banyak gadis-gadis yang selalu menggodanya setiap hari, namun hanya gadis yang ia temui kemarin itu yang bisa menaklukan hatinya.
“Deva, buka pintunya Nak!" ucap Carolus di depan pintu.
"Iya Ayah," sahut Deva.
"Apa kau masih memikirkan gadis itu?" tanya Carolus sembari memasuki kamar anaknya.
"Iya Ayah, aku tidak tahu kenapa aku bisa jatuh cinta dengan gadis itu, padahal aku baru menemuinya kemarin," jawab Deva.
"Nak, teruslah berusaha, Ayah akan membantumu, Ayah sudah mengerahkan beberapa pengawal untuk mencari gadis itu," kata Carolus.
"Terimakasih Ayah, tapi untuk menemukan gadis itu tidaklah mudah," jawab Deva kepada ayahnya.
"Kita hanya bisa sabar dan berusaha Deva, semuanya sudah Tuhan yang mengatur, jika kau berjodoh dengan gadis itu, kau pasti akan bertemu dengannya, sabarlah," ujar Carolus.
Deva pun membenarkan ucapan ayahnya itu, ia hanya bisa bersabar dan berusaha untuk bisa menemukan gadis impiannya.
"Kau tidak tahu, dulu kisah cinta Ayah dengan ibumu sangatlah rumit, hampir sama denganmu. Ayah mencari ibumu yang entah berada di mana saat itu, sekian lama Ayah mencarinya, akhirnya Ayah bisa menemukan dan memiliki ibumu," kata Carolus sambil menyemangati anaknya itu.
"Benarkah Ayah? Aku berharap gadis itu sama seperti ibu, aku sangat mengharapkannya, meskipun aku belum mengenalnya lebih jauh," jawab Deva.
"Jika dia tidak sama seperti ibumu, setidaknya ia bisa membuatmu bahagia, Nak. Jangan menuntut seseorang agar sama seperti keinginanmu," ujar Carolus sambil memeluk Deva.
"Iya Ayah, aku hanya menginginkan sosok pengganti ibu di hatiku,". Kata Deva sambil membalas pelukan ayahnya
Deva bersyukur masih memiliki orang-orang yang mau memberikannya semangat dan dorongan, ia merasa jika dirinya selalu dikelilingi orang-orang baik saat ini. "Aku adalah manusia yang paling beruntung di dunia ini, meskipun aku sudah kehilangan ibuku. Namun aku masih punya seorang ayah dan seorang guru yang selalu bisa menguatkanku, apalagi jika nanti aku berhasil bertemu dan mendapatkan gadis impianku, keberuntunganku pasti akan menjadi sempurna," gumam Deva dalam hati.
Deva kembali pergi untuk mencari gadis itu, ia masih berharap besar hari ini bisa bertemu kembali dengan gadis misterius yang ia temui. "Aku harap kau datang hari ini, aku harap aku bisa menemuimu lagi," ujar Deva. Ia kembali menyusuri sepanjang jalan sambil meyakinkan diri jika gadis itu akan datang. "Mungkin saja dia akan kembali ke jalan ini lagi, aku akan menunggunya di sini saja," kata Deva sambil meneguk air yang ia bawa dari istana. Deva pun menunggu kedatangan gadis itu sambil duduk di bawah pohon, ia merasa sangat lapar dan kelelahan saat itu. "Aku lupa membawa bekal makanan kemari, padahal aku sudah sangat lapar," ucap Deva. Tanpa disadari, ia pun tertidur di bawah pohon itu, ia juga terlihat begitu pucat karena menahan rasa lapar seharian.
Deva kembali bertemu dengan Georgia saat ia sedang berada di kuil. Ia pun langsung menghampiri dan menyapa gadis pujaannya itu. “Bagaimana kabarmu?” tanya Deva kepada Georgia. “Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu? Masih melakukan sayembara untuk mencariku?” ujar Georgia mengejek Deva. “Ah! Aku sudah menemukanmu, untuk apa lagi sayembara itu,” jawab Deva membalas ejekan itu. “Siapa namamu? Kau lupa memberitahuku kemarin,” tanya Georgia. “Deva, namaku Deva. Dan kenapa kau tidak menanyakan namaku kemarin?” ujar Deva. “Seharusnya kau yang harus memberitahu namamu sendiri,” jawab Georgia. “Lupakan saja, hari ini
“Georgia, mengapa kau begitu indah di mataku?” ujar Deva saat ia mengingat pertemuannya dengan Georgia. Ia selalu ingin menghabiskan waktu bersama gadis pujaannya itu. Deva kembali pergi ke rumah Sang Guru, untuk menceritakan pertemuannya dengan Georgia. Di perjalanan, ia hanya mengingat sosok Georgia. Sorot matanya, senyumnya, dan caranya memperlakukan Deva, masih teringat jelas di benak Deva saat itu. Sesampainya Deva di rumah Sang Guru, ia langsung menceritakan pertemuannya itu kepada gurunya. “Guru, apa kau tahu? Aku sudah menemukan pujaan hatiku,” ujar Deva bahagia. “Jadi kau sudah bertemu dengan gadis yang kau cari itu?” tanya Sang Guru. “Iya Guru, aku sudah bertemu dengannya. Dan apa kau tahu? Dia sangat cantik, begitu angg
Setelah perbincangannya dengan Sang Guru dan Carolus, Deva kemudian pergi ke kuil untuk berdoa. Ia juga masih merasa penasaran dengan orang yang dimaksud sebagai mata-mata dari Kerajaan Edayon. Sesampainya Deva di kuil, ia lanjut berdoa dan tak lupa memberikan sekantong makanan untuk burung merpati. “Deva, bagaimana kabarmu?” tanya laki-laki tua yang pernah menegur para gadis di kuil itu. “Aku baik-baik saja,” jawab Deva sambil memberikan makanan untuk burung merpati. Laki-laki tua itu pun tersenyum kepada Deva dan langsung masuk ke dalam kuil. Hari ini, hanya laki-laki tua itu saja yang menyapanya di kuil, tidak terlihat satu pun para gadis yang menyapanya di sana. “Boleh aku membantumu, Putera Mahkota
“Kenapa jadi seperti ini? Ini tidak sesuai dengan tujuanku,” ujar Georgia di dalam kamarnya. Ia pun juga merasa gelisah setelah seharian menemani Deva. Rupanya benar, ia sedang menyembunyikan sesuatu selama ini. “Haruskah aku berhenti menjalankan ini semua? Sungguh berat rasanya,” sambungnya. Ternyata, ia adalah putri satu-satunya dari Tyson Edzar, pemimpin Kerajaan Edayon saat ini. Ia sengaja tidak mau memberitahu asal usulnya kepada Deva dan Sang Guru di Throne, karena sebenarnya ia adalah Putri Mahkota dari Kerajaan Edayon, yang dimana menjadi musuh terbesar dari Kerajaan Throne. Selama ini, ia sering pergi ke wilayah Throne hanya untuk mencari suasana baru. Namun, hal itu diketahui oleh ayahnya, Tyson Edzar. Kemudian Tyson Edzar memberi
Singkat cerita, Georgia kembali membaik saat itu. Ia langsung mengajak Deva untuk pergi mengantarnya pulang ke istana. Namun, Deva merasa sedikit berat membiarkan Georgia pergi kembali ke istananya. Ia masih merasa khawatir dengan pujaan hatinya itu. “Apa kau yakin ingin pulang?” ujar Deva kepada Georgia yang tengah bersiap-siap untuk pergi. “Aku yakin, ayo antarkan aku,” jawab Georgia. “Ya sudah, aku akan mengantarmu. Tapi ingat satu hal, jaga kondisimu dengan baik,” sahut Deva khawatir. “Kau tenang saja,” jawab Georgia menenangkan. Kemudian Deva pun pergi mengantar Georgia ke istananya.
Keesokan harinya, Deva kembali pergi ke kuil itu untuk berdoa, ia juga berharap Georgia ada di sana hari ini. “Pagi ini, kembali harapanku adalah kedatanganmu,” ujar Deva. Dan benar saja, sesampainya ia di kuil, ia melihat seorang gadis yang tengah berdoa di sana. Terlihat cantik, anggun dan sangat bercahaya, itulah Georgia. Deva yang melihat itu langsung datang menghampiri Georgia. “Hay! Bagaimana kabarmu, Putri Mahkota yang anggun?” ucap Deva menggoda Georgia.“Aku baik-baik saja, Putra Mahkota yang tampan,” balas Georgia.“Lalu kenapa kemarin kau tidak datang kemari? Apa kau tahu? Aku sangat tidak bersemangat kemarin,” sahut Deva sambil memperlihatkan raut wajah yang sedih.“Maafkan a
Setelah pemberian hukuman itu, Deva langsung teringat pada Georgia yang ia tinggalkan di rumah Sang Guru. Ia langsung pergi ke rumah gurunya untuk menemui Georgia. Namun saat sampai di sana, Deva tak melihat jejak Georgia lagi, Deva belum mengetahui jika gadis pujaannya itu sudah kembali ke istananya. “Kemana lagi gadis itu? Ah! Mungkin aku yang terlalu lama berada di istana sehingga membuatnya jenuh menungguku dan kembali ke istananya,” ujar Deva. Deva pun kembali pergi ke istananya, di sana Sang Guru dan Carolus masih berada di tempat hukuman itu. “Carolus, tenangkanlah dirimu. Jangan biarkan hawa nafsu itu menguasai dirimu,” ujar Sang Guru kepada Carolus.“Iya Guru, aku sudah puas membuat pengawal itu merasakan sakit yang sama dengan Doerthe,” sahut Carolus.