Deva kembali pergi untuk mencari gadis itu, ia masih berharap besar hari ini bisa bertemu kembali dengan gadis misterius yang ia temui. "Aku harap kau datang hari ini, aku harap aku bisa menemuimu lagi," ujar Deva. Ia kembali menyusuri sepanjang jalan sambil meyakinkan diri jika gadis itu akan datang.
"Mungkin saja dia akan kembali ke jalan ini lagi, aku akan menunggunya di sini saja," kata Deva sambil meneguk air yang ia bawa dari istana. Deva pun menunggu kedatangan gadis itu sambil duduk di bawah pohon, ia merasa sangat lapar dan kelelahan saat itu. "Aku lupa membawa bekal makanan kemari, padahal aku sudah sangat lapar," ucap Deva. Tanpa disadari, ia pun tertidur di bawah pohon itu, ia juga terlihat begitu pucat karena menahan rasa lapar seharian.
“Ah! Mengapa aku tertidur di sini, jangan-jangan gadis itu sudah melewati jalan ini dan aku tidak melihatnya," kata Deva. Deva terbangun sambil melihat di sekitar jalan untuk memastikan kedatangan gadis itu, namun ia masih tetap tidak melihatnya, Deva takut jika gadis itu sudah sempat berada di sekitarnya, namun ia tidak melihatnya karena sudah tertidur di bawah pohon. Wajah Deva sudah sangat pucat, kepalanya pusing dan ia merasa lemas. "Ini pasti karena aku menahan lapar seharian," kata Deva sambil memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Deva pun kembali meneguk air yang dibawanya, ia berharap air ini bisa menghilangkan rasa tidak nyaman itu, dan akhirnya rasa sakit yang dialami Deva perlahan membaik, namun wajahnya masih terlihat sangat pucat.
“Apa kau baik-baik saja?" kata seorang gadis yang mendatangi Deva.
Dan betapa terkejutnya Deva saat melihat wajah gadis itu.
“Kau? Kau ada di sini?” tanya Deva kepada gadis itu.
“Iya, aku datang kemari untuk membeli sesuatu," jawab gadis itu pelan.
Rupanya gadis yang mendatanginya adalah gadis yang ia temui waktu itu.
“Hay! Apa kau tahu, aku sudah lama mencarimu, bahkan aku membuat sayembara untuk bisa menemukanmu," ucap Deva.
“Benar kah? Untuk apa kau mencariku? Dan sayembara itu? Konyol sekali, mencari gadis sepertiku saja kau harus melakukan sayembara," ujar gadis itu sambil mengejek Deva yang sedang menatapnya.
“Karena mencarimu itu tidak mudah, ke mana saja kau? Dan kenapa kau baru datang hari ini?” tanya Deva penasaran.
“Aku tidak pergi ke mana-mana, aku hanya diam di tempatku saja," jawab gadis itu.
“Di mana? Kau tinggal di mana? Kau berasal dari mana?” sahut Deva.
“Kau ini! Kenapa kau menanyakan banyak hal padaku?” ujar gadis itu.
“Aku adalah Putra Mahkota di sini, jadi aku harus tahu asal usul orang yang datang kemari," jawab Deva.
“Apa dengan menyebut Putra Mahkota, aku jadi takut padamu?" tanya gadis itu.
“Apa-apaan kau ini! Apa kau tidak lihat tubuhku sampai lemas dan wajahku sangat pucat seperti ini karena mencarimu?” jawab Deva.
“Untuk apa kau mencariku?” tanya gadis itu lagi.
“Tidak, aku hanya ingin bertemu denganmu saja, tapi siapa namamu?" ujar Deva.
"Namaku Georgia, aku juga seorang Putri Mahkota dari kerajaan ayahku," jawab gadis itu.
“Putri Mahkota dari kerajaan ayahmu? Di mana? Kerajaan apa?” tanya Deva.
“Ah! kau ini, kau bilang tubuhmu lemas, wajahmu pucat, tapi terus saja bertanya banyak hal padaku, kau tidak perlu tahu asalku dari mana, yang harus kau tahu adalah, aku juga seorang Putri Mahkota dari kerajaan," sahut gadis itu.
Deva pun terdiam dan menatap wajah gadis itu, ia merasakan ketenangan ketika melihat wajah Georgia.
“Makanlah! Aku membawa makanan untukmu," ujar Georgia kepada Deva.
Georgia memberikan makanan untuk Deva, ia tahu jika Deva pucat seperti itu karena menahan lapar.
“Terima kasih, tapi ijinkan aku bertanya satu hal lagi padamu," jawab Deva.
“Ah! Baiklah, kau ingin bertanya apa lagi padaku?” jawab Georgia sambil memberikan makanan kepada Deva.
"Mengapa kau meninggalkanku waktu itu?” tanya Deva.
“Waktu itu? Karena aku sedang terburu-buru untuk kembali ke istana, sudahlah, ayo makan," jawab Georgia.
Georgia seakan tidak ingin jika Deva mengetahui asalnya. Namun Deva tak memperdulikan itu, Deva merasa bahagia karena bisa bertemu dengan gadis impiannya, dan gadis impiannya itu juga sudah menolongnya hari ini.
“Apa kau sudah membaik?" ujar Georgia pelan.
“Iya, aku sudah baik-baik saja, Terima kasih kau sudah datang lagi dan menolongku," jawab Deva.
Georgia pun tersenyum dan menatap wajah Deva, ia juga merasakan ketenangan ketika menatap wajah Deva yang tampan itu.
“Hari sudah mulai gelap, apa kau tidak kembali ke istana?" tanya Georgia.
“Kenapa kau menanyakan itu padaku? Justru aku yang seharusnya bertanya seperti itu, kau ini gadis dan tidak berasal dari sini, apa kau tidak takut pergi ke istana sendirian? Apa perlu aku mengantarmu?” ucap Deva sambil meneguk air minumnya.
"Aku sudah terbiasa pulang sendirian, dan nanti akan ada pengawal ayahku yang akan datang menjemputku, jadi kau tenang saja, kau tidak usah mengantarku," jawab Georgia.
“Aku tidak ingin kau terkena bahaya di sana, sudahlah, biar aku saja yang mengantarmu sampai ke istana ya?" tanya Deva kepada Georgia.
“Jika kau mengantarku, aku tidak akan mau kembali ke sini lagi untuk bertemu denganmu," kata Georgia mengancam.
"Hay! Jangan berkata seperti itu, baiklah, aku tidak akan mengantarmu, tapi kau akan pergi bersama pengawalmu," ujar Deva.
"Baiklah, aku pergi dulu sebelum hari semakin gelap, aku akan bertemu pengawalku di pertengahan jalan. Kau tidak perlu khawatir, dan kau harus pulang juga ke istana," jawab Georgia sambil bergegas meninggalkan Deva yang masih duduk di bawah pohon.
Georgia pun pergi meninggalkan Deva saat itu, Deva merasa bahagia bisa bertemu lagi dengan gadis impiannya. Namun ia juga merasa bingung dengan Georgia karena tidak mau memberitahu asal kerajaannya berada. Deva pun akhirnya kembali ke istana dan memberitahu ayahnya tentang kedatangan gadis itu. Sesampainya ia di istana, Deva langsung menghampiri ayahnya.
“Ayah, hari ini aku bertemu dengan gadis itu lagi,” ujar Deva.
“Benar kah? Lalu apa kau sudah tahu dari mana ia berasal?” tanya Carolus penasaran.
“Tidak, dia seakan tidak mau memberitahu asalnya kepadaku Ayah, ia hanya mengatakan jika dirinya adalah Putri Mahkota dari kerajaan ayahnya. Dia tidak memberitahu asal dan nama kerajaannya itu,” jawab Deva.
“Aneh sekali, kenapa dia tidak mau memberitahu asalnya?” ucap Carolus.
“Sudahlah, tapi aku sudah tahu nama gadis itu,” ujar Deva semangat.
“Siapa nama gadis itu?” tanya Carolus lagi.
“Georgia! Namanya Georgia, dia sangat cantik, anggun, dan dia juga sudah menolongku dari rasa lapar tadi,” ujar Deva.
“Apa? Kau kelaparan? Kenapa kau tidak kembali ke istana saja untuk makan?” sahut Carolus.
“Tidak, saat itu aku hanya ingin bertemu dengan gadis itu. Jika aku kembali ke istana, aku tidak akan bertemu dengannya, Ayah. Tapi ia sudah menolongku dan betapa bahagianya aku,” jawab Deva.
Semenjak pertemuannya dengan Georgia, Deva jadi semakin bahagia dan selalu mengharapkan kehadiran Georgia di setiap harinya.
Deva kembali bertemu dengan Georgia saat ia sedang berada di kuil. Ia pun langsung menghampiri dan menyapa gadis pujaannya itu. “Bagaimana kabarmu?” tanya Deva kepada Georgia. “Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu? Masih melakukan sayembara untuk mencariku?” ujar Georgia mengejek Deva. “Ah! Aku sudah menemukanmu, untuk apa lagi sayembara itu,” jawab Deva membalas ejekan itu. “Siapa namamu? Kau lupa memberitahuku kemarin,” tanya Georgia. “Deva, namaku Deva. Dan kenapa kau tidak menanyakan namaku kemarin?” ujar Deva. “Seharusnya kau yang harus memberitahu namamu sendiri,” jawab Georgia. “Lupakan saja, hari ini
“Georgia, mengapa kau begitu indah di mataku?” ujar Deva saat ia mengingat pertemuannya dengan Georgia. Ia selalu ingin menghabiskan waktu bersama gadis pujaannya itu. Deva kembali pergi ke rumah Sang Guru, untuk menceritakan pertemuannya dengan Georgia. Di perjalanan, ia hanya mengingat sosok Georgia. Sorot matanya, senyumnya, dan caranya memperlakukan Deva, masih teringat jelas di benak Deva saat itu. Sesampainya Deva di rumah Sang Guru, ia langsung menceritakan pertemuannya itu kepada gurunya. “Guru, apa kau tahu? Aku sudah menemukan pujaan hatiku,” ujar Deva bahagia. “Jadi kau sudah bertemu dengan gadis yang kau cari itu?” tanya Sang Guru. “Iya Guru, aku sudah bertemu dengannya. Dan apa kau tahu? Dia sangat cantik, begitu angg
Setelah perbincangannya dengan Sang Guru dan Carolus, Deva kemudian pergi ke kuil untuk berdoa. Ia juga masih merasa penasaran dengan orang yang dimaksud sebagai mata-mata dari Kerajaan Edayon. Sesampainya Deva di kuil, ia lanjut berdoa dan tak lupa memberikan sekantong makanan untuk burung merpati. “Deva, bagaimana kabarmu?” tanya laki-laki tua yang pernah menegur para gadis di kuil itu. “Aku baik-baik saja,” jawab Deva sambil memberikan makanan untuk burung merpati. Laki-laki tua itu pun tersenyum kepada Deva dan langsung masuk ke dalam kuil. Hari ini, hanya laki-laki tua itu saja yang menyapanya di kuil, tidak terlihat satu pun para gadis yang menyapanya di sana. “Boleh aku membantumu, Putera Mahkota
“Kenapa jadi seperti ini? Ini tidak sesuai dengan tujuanku,” ujar Georgia di dalam kamarnya. Ia pun juga merasa gelisah setelah seharian menemani Deva. Rupanya benar, ia sedang menyembunyikan sesuatu selama ini. “Haruskah aku berhenti menjalankan ini semua? Sungguh berat rasanya,” sambungnya. Ternyata, ia adalah putri satu-satunya dari Tyson Edzar, pemimpin Kerajaan Edayon saat ini. Ia sengaja tidak mau memberitahu asal usulnya kepada Deva dan Sang Guru di Throne, karena sebenarnya ia adalah Putri Mahkota dari Kerajaan Edayon, yang dimana menjadi musuh terbesar dari Kerajaan Throne. Selama ini, ia sering pergi ke wilayah Throne hanya untuk mencari suasana baru. Namun, hal itu diketahui oleh ayahnya, Tyson Edzar. Kemudian Tyson Edzar memberi
Singkat cerita, Georgia kembali membaik saat itu. Ia langsung mengajak Deva untuk pergi mengantarnya pulang ke istana. Namun, Deva merasa sedikit berat membiarkan Georgia pergi kembali ke istananya. Ia masih merasa khawatir dengan pujaan hatinya itu. “Apa kau yakin ingin pulang?” ujar Deva kepada Georgia yang tengah bersiap-siap untuk pergi. “Aku yakin, ayo antarkan aku,” jawab Georgia. “Ya sudah, aku akan mengantarmu. Tapi ingat satu hal, jaga kondisimu dengan baik,” sahut Deva khawatir. “Kau tenang saja,” jawab Georgia menenangkan. Kemudian Deva pun pergi mengantar Georgia ke istananya.
Keesokan harinya, Deva kembali pergi ke kuil itu untuk berdoa, ia juga berharap Georgia ada di sana hari ini. “Pagi ini, kembali harapanku adalah kedatanganmu,” ujar Deva. Dan benar saja, sesampainya ia di kuil, ia melihat seorang gadis yang tengah berdoa di sana. Terlihat cantik, anggun dan sangat bercahaya, itulah Georgia. Deva yang melihat itu langsung datang menghampiri Georgia. “Hay! Bagaimana kabarmu, Putri Mahkota yang anggun?” ucap Deva menggoda Georgia.“Aku baik-baik saja, Putra Mahkota yang tampan,” balas Georgia.“Lalu kenapa kemarin kau tidak datang kemari? Apa kau tahu? Aku sangat tidak bersemangat kemarin,” sahut Deva sambil memperlihatkan raut wajah yang sedih.“Maafkan a
Setelah pemberian hukuman itu, Deva langsung teringat pada Georgia yang ia tinggalkan di rumah Sang Guru. Ia langsung pergi ke rumah gurunya untuk menemui Georgia. Namun saat sampai di sana, Deva tak melihat jejak Georgia lagi, Deva belum mengetahui jika gadis pujaannya itu sudah kembali ke istananya. “Kemana lagi gadis itu? Ah! Mungkin aku yang terlalu lama berada di istana sehingga membuatnya jenuh menungguku dan kembali ke istananya,” ujar Deva. Deva pun kembali pergi ke istananya, di sana Sang Guru dan Carolus masih berada di tempat hukuman itu. “Carolus, tenangkanlah dirimu. Jangan biarkan hawa nafsu itu menguasai dirimu,” ujar Sang Guru kepada Carolus.“Iya Guru, aku sudah puas membuat pengawal itu merasakan sakit yang sama dengan Doerthe,” sahut Carolus.
“Semuanya terlihat baik-baik saja, mari kita kembali ke istana dan aku sudah mengutus beberapa pengawal untuk tetap berjaga di sini,” ujar Carolus. Deva dan Sang Guru pun mengikuti perintah dari Sang Raja itu. Mereka kembali ke istana untuk berdiskusi kembali masalah keamanan kerajaan. Saat sampai di istana, Deva terlihat masih gelisah dan murung, tatapan matanya pun seakan kosong. Carolus yang saat itu merasa risih melihat putranya murung seperti iu, langsung menanyakan apa masalah hatinya dan sebisa mungkin untuk menenangkannya.“Deva, dari tadi aku lihat kau begitu murung, tidak jelas,” ujar Carolus.“Maafkan aku, Ayah. Hanya saja aku kepikiran Georgia, ia tidak datang menemuiku lagi,” jawab Deva.“Deva, haruskah ayah menasehatimu?