Matahari pun kembali muncul tanpa mengenal rasa lelah untuk menyinari dunia. Deva terbangun dari tidurnya sambil menyapa matahari yang sudah memancarkan sinarnya yang begitu cerah. Namun, hari ini sedikit berbeda, tidak ada lagi yang menemani hari-hari Deva dan mengisi kerinduan hatinya. Deva akan menikmati hari-harinya seperti dulu lagi, tanpa seorang kekasih ataupun gadis pujaan hati yang menemaninya. “Ayolah! Deva! Dulu kau terbiasa tanpa seorang gadis, bahkan sangat tidak ingin menanggapi semua gadis,” ujar Dev dirinya sendiri. Deva kini menjadi sedikit berubah, ia menjadi lebih cuek dengan semua hal termasuk tentang seorang gadis. Sikap Deva yang dulu manis dan hanya berpikir untuk menunggu seorang gadis, kini berubah kembali menjadi seorang yang dingin dan malas untuk memikirkan seorang gadis. Meskipun begitu, di dalam hatinya masih tersimpan rasa rindu yang sangat dalam untuk Georg
Setelah dari makam sang kakek, Deva dan ayahnya kembali ke istana. Namun, di perjalanan Deva masih terlihat murung, sedih dan tidak berkata sedikit pun. Carolus pun kebingungan dengan anaknya itu, tidak biasanya dia sedih dan murung dengan waktu yang lama.“Deva, Anakku. Kau ada masalah apa?” tanya Carolus kepada Deva.“Aku baik-baik saja, Ayah. Lanjutkan saja perjalanan kita,” jawab Deva. Carolus hanya bisa mengikuti kata anaknya itu tanpa bertanya lagi. Seakan Carolus sudah mengerti maksud dari sang anak yang tidak mau menceritakan kesedihannya itu. Saat sampai di istana, Deva langsung memasuki kamarnya dan terdiam di sana. Entah rasa
“Georgia, kau di sini?” ujar Deva. Georgia melihat Deva yang sudah berada di hadapannya. Georgia terkejut dan terheran-heran ketika melihat orang yang sangat ia rindukan ada di hadapannya dan memberikan tatapan serta senyuman yang sangat ia rindukan itu. “Deva, sudah lama kau di sini? Kenapa kau tidak memberitahuku dulu jika kau ingin datang kemari?” tanya Georgia.“Aku tahu kau sedang merindukan kehadiranku, Georgia. Itu sebabnya aku datang kemari untuk menemuimu, lagi pula aku juga sangat merindukan dirimu,” jawab Deva.“Terima kasih, kau sudah datang kemari. Aku memang sangat merindukanmu, Deva, setiap hari aku selalu menginginkan kehadiranmu di sisiku,” sahut Georgia memandang Deva tanpa henti.
“Deva, sekali lagi aku minta maaf atas keputusan yang sudah aku buat,” ujar Georgia.“Kenapa kau membuat keputusan yang tidak jelas seperti itu?” jawab Deva.“Ayah memintaku untuk tinggal di rumah kakek, jadi aku tidak bisa membantahnya, Deva,” sahut Georgia.“Tolong bicara yang jelas, Georgia. Aku tahu kau adalah gadis yang misterius, tapi untuk kali ini, tolong bicara yang jelas!” pinta Deva.“Deva, aku melihat secara langsung saat ayahmu memberikan hukuman mati kepada orang asing itu. Dan setelah itu, aku jadi takut untuk datang kemari lagi, aku takut keberadaanku mengganggu di sini,” jelas Georgia.“Kau sama sekali tidak mengganggu
Sang Mentari kembali memancarkan sinarnya, dan tiba saatnya Deva, Sang Guru dan juga para pengawal pergi ke Kerajaan Edayon. Semua sudah dipersiapkan dengan matang, baju, serta perlengkapan menyamar lainnya juga sudah dipersiapkan. Di tengah perjalanan, Deva masih sempat memikirkan Georgia. Apa yang terjadi dengan Georgia nanti dan apa keputusan yang akan ia ambil jika benar Georgia adalah warga Edayon? Itulah yang dipikirkan Deva sepanjang perjalanan.“Guru, berapa lama kita berada di Edayon?” tanya Deva kepada Sang Guru“Aku belum bisa memastikannya, Deva. Kita akan kembali ke istana ketika sudah mendapat kebenaran,” jawab Sang Guru.“Guru, jika Georgia benar warga Kerajaan Edayon, apa yang akan kita lakukan?“ ujar Deva.“Biar ayahmu yang memutuskan itu, Nak. Aku tidak berhak membuat keputusan untuk seseorang,” sahut Sang Guru.Deva hanya terdiam saja setelah mendengar ucapan dari Sang Guru itu. I
Seperti biasa, setiap pagi Deva selalu pergi ke rumah gurunya untuk belajar ilmu bela diri. Baginya ilmu bela diri adalah segalanya, terlebih ayahnya adalah seorang raja yang terkenal hebat dan pemberani, Deva terinspirasi dari ayahnya itu. "Apa kau tidak mau mencari pasangan hidup, Anakku? Sudah cukup lama kau berguru kepadaku, tapi tidak pernah aku melihat kau mengajak seorang wanita satu pun kecuali ibumu,” kata Sang Guru kepada Deva sambil mengajarinya ilmu bela diri. Sang Guru sudah tahu jika watak Sang Putra Mahkota itu cukup keras dan tak mudah meluluhkannya. Bahkan sering sekali ia mengajak Deva untuk menemukan wanita idamannya, namun Deva selalu menolak. "Guru, apa kau tahu jika wanita itu membosankan bagiku? Itu sebabnya aku tidak mau mencari pasangan hidup. Aku sudah nyaman bersama satu wanita saja sejak aku lahir yaitu ibuku, hanya dia satu-satunya wanita yang tidak membosankan bagiku, Guru," jawab Deva dengan wajah yang lelah.
Saat sampai di istana, Deva merasa sangat bahagia masih melihat ibunya. "Terima kasih Tuhan, hari ini aku masih bisa melihat senyum ibuku, aku akan selalu mengingat senyum itu," ujar Deva dalam hati dan langsung menghampiri ibunya. "Ibu! Hari ini banyak sekali gadis yang mengikuti hari-hariku," ujar Deva kepada Doerthe, ibunya, yang tengah membersihkan keringat anaknya yang lelah setelah berlatih. "Biarkan gadis-gadis itu mengikutimu, Nak. Intinya kau tidak melukai mereka dan jangan merendahkan mereka," jawab Doerthe menenangkan anaknya. Doerthe adalah wanita terbaik yang dimiliki Deva, sering sekali Deva membanggakan ibunya itu di depan semua orang, karena kasih sayang yang diberikan Doerthe yang begitu besar sehingga Deva enggan untuk menanggapi gadis-gadis di luar sana.
Saat kembali ke istana, Deva dikagetkan Sang Guru yang memanggilnya dari jauh, "Deva!" teriak Sang Guru dari jauh sambil berlari dengan cepat. "Ada apa Guru? Kenapa kau terburu-buru seperti itu?” tanya Deva dengan penasaran sambil menenangkan Sang Guru yang kelelahan. "Ayo! Kita ke istana! Ibumu! Ibumu dalam bahaya!" jawab Sang Guru. "Ibu? Kenapa dia?" tanya Deva dengan nada khawatir. "Aku mendapat kabar dari ayahmu, jika ada penyerangan dari Kerajaan Edayon dan salah satu Prajurit Edayon melukai ibumu, saat ini kondisinya sangat kritis! Ayo! Cepat!" jawabSang Guru tegas. Mendengar ucapan itu, Deva langsung bergegas pergi ke istana denga
"Aku benci Edayon! Karenanya aku kehilangan surgaku! Karenanya aku kehilangan ibuku!" gertak Deva. Ia sangat membenci Kerajaan Edayon yang telah merenggut nyawa Doerthe, ibunya. Deva juga sangat ingin bisa membalaskan dendamnya kepada Kerajaan Edayon. Kerajaan Edayon adalah salah satu kerajaan besar yang memiliki konflik terhadap Kerajaan Throne yang dipimpin oleh Carolus. Dua kerajaan ini memang sudah berselisih sejak Deva belum dilahirkan, tapi sampai saat ini, ia masih belum tahu apa penyebab terjadinya konflik diantara dua kerajaan ini. Deva hanya tahu jika Kerajaan Edayon sudah merenggut nyawa ibunya. "Deva!” kata Carolus memanggil anaknya itu. " Iya Ayah, ada apa kau memanggilku?" tanya Deva.