Ternyata kejadian barusan terlihat oleh temanku Ardina. Nampaknya dia kebetulan lewat dan menyaksikan adegan yang terjadi di dalam cafe. Wajar melihat karena dindingnya terbuat dari kaca transparan."Astaga, apa yang terjadi?" tanyanya menyongsongku ketika aku keluar dari tempat. Sahabatku tak mampu menyembunyikan raut terkejutnya."Pria itu lancang sekali ingin meminta rujuk kepadak," jawabku sambil mendecak pelan."Hah, minta rujuk, apa dia sedang CLBK? Hahahah." Temanku itu hanya tertawa sejadi jadinya, sedang aku hanya menaikkan sudut bibir, jengkel dengan tertawaannya. "Mungkin menyesal karena ternyata kekasihnya mungkin tidak sesuai ekspektasi .... atau bisa jadi dia meninjau kembali tentang anak kami.""Umumnya pria yang tergila-gila pada kita pertama yang tidak akan peduli tentang nasib istri dan anak karena sudah dibutakan cinta. Mas Hendri saja yang bukan cinta pertama sangat tergila-gila padaku, apalagi Arga yang sudah memupuk perasaannya selama bertahun-tahun.""Kalau b
"Beraninya kamu melayangkan tanganmu pada anakku, kau kira dirimu itu siapa?"Ibu mertua langsung meradang, mencak mencak dan emosi jiwa."Aku ibunya dan hanya itu yang kutahu, jika seseorang menyakiti anakku, tentu aku akan meradang, seperti yang kau rasakan!"jawab ibu dengan sengitnya."Jadi, kau sungguh ingin aku laporkan ini ke polisi?""Laporkan sana, ayo lapor, lapor sekarang juga, sepulang dari rumah ini!""Kau akan dijerat pasal penganiayaan!""Masa bodoh, pasal pembunuhan sekalipun aku tidak takut! Kau juga kutuntut dengan fitnah dan perbuatan tidak menyenangkan!"jawab ibu dengan mata melotot dan berkacak pinggang."Ya Tuhan, keterlaluan sekali!" Ibu mertua yang dulu sangat baik tetiba menjadi orang yang seakan belum kukenali. Dia seperti kesurupan dan bukan dirinya sendiri."Biar! Aku keterlaluan karena sudah terlalu sering kalian menyakiti anakku, memangnya kenapa kalo aku ikut membelanya, kalian tidak suka?!""Tidak sopan sekali ....""Kalian yang tidak sopan, ujug-uju
Ternyata aksi ku menabrak pria asing itu terlihat oleh teman-teman sekantor, lepas kepergian yang masuk ke gedung sebelah teman-teman saling melirik dan menatapku dengan senyum dikulum."Cie, cie, ada yang ketemu pangeran pagi-pagi," ucap Riska teman kantorku."Pangeran katamu? ah, ya ampun, kalo benar dia pangeran berarti aku sudah menumpahkan kopi di atas dada seorang pewaris tahta," jawabku sambil melangkah cepat ke pintu loby."Iyalah, pria itu terlihat tampan, rapi dan good looking, aku tidak yakin dia merupakan staf biasa," timpal Lisa."Sudahlah, aku mau fokus kerja dulu dan mikirin berapa harga kemeja yang harus kuganti, aku tidak yakin bahwa pakaian yang dia kenakan berharga murah, setidaknya aku bertanggung jawab.""Apa pria itu memintamu mengganti pakaiannya?""Tidak, hanya saja dia akan menungguku di cafe lantai dasar gedung ini.""Oh, so sweet sekali ....""So sweet apanya? Bisa jadi dia akan melayangkan laporan ke kantor polisi bahwa aku telah mencederai anggota tubuhny
"Kartu nama? Saya tidak punya Pak saya hanya staf biasa," jawabku gemetar."Kalau begitu meletakkan nama dan nomor ponselmu agar aku bisa memintamu melakukan sesuatu untukku.""Bagaimana kalau saya bayar saja ganti rugi kemeja itu pak agar saya tidak merasa berhutang lagi?""Kemeja saya adalah Polo original seharga dua juta, kamu mau membayarnya?""Bahkan itu melebihi dari setengah gaji saya Pak, ini masih tanggal tua, dan saya pun ...." Aku hanya bisa menarik nafas dalam menahan mengendalikan hatiku yang sangat syok mendengar angka 2 juta."Kamu tinggal berikan nama dan nomor ponselmu lalu saya akan melupakan semua itu," ucap Pria itu sambil menahan tawa."Sungguhkah?""Maksud saya jika kamu mampu membayar dengan harga yang sama.""Saya belum punya uang pak," jawabku sambil meremas jemari."Bagaimana kalau kita berteman?"Pertanyaannya barusan langsung membuatku terkejut gugup lalu mendongak dan menatap matanya, ingin kutelisik apakah dia tengah bercanda atau serius, namun dari sorot
Seiring berjalannya waktu yang bergulir, aku dan Mas Aditya semakin berteman dekat, sering kami menghabiskan makan siang bersama atau pergi menikmati suasana pantai di akhir pekan. Bukan hanya aku dan dia, tapi ada Hafiz juga.Tak jarang orang-orang yang kebetulan melihat kami bersama menganggap kami seperti sebuah keluarga padahal sebenarnya tidak, aku dan Mas Adit hanya berteman. Sejauh ini aku belum menangkap sinyal tanda-tanda bahwa dia menyukaiku dalam arti menyukai secara berlebihan, seperti ketertarikan seorang lelaki kepada wanita untuk menjalin asmara, aku belum menangkap hal itu. Mas Adit yang belum memberikan tanda atau malah akunya yang tidak peke, entah.Lagipula pria yang punya tutur kata lembut dan terlihat penyayang terhadap anakku, membuat diri ini makin terkesan padanya, belum lagi perhatian dan beberapa kiriman makanan dan kebutuhan balita untuk Hafiz yang kerap dikirimkan melalui kurir. Tak tahu bagaimana cara aku berterima kasih atau mengungkapkan betapa aku me
"Halo ...."Tadinya aku tidak berkenan mengangkat panggilan dari Mas Arga, tapi karena dering ponsel terus mengganggu, aku terpaksa menjawab."Boleh ketemu?""Buat apa?""Demi hubungan baik di antara kita dan demi anak kita ke depannya," balasnya."Ah, ya ampun, selalu tentang anak," gumamku sambil memutar bola mata."Mau bahas apaan sih? aku sibuk hari ini dan full jadwal," balasku."Cukup 5 menit aja," balasnya cepat."Oke, silakan datang ke kantor kita ketemu di cafe seperti biasa," jawabku."Tidak bisakah kamu mendatangi restoran yang sudah aku reservasi untuk kenyamanan kita?""Maaf ya, kita kan tidak sedang berkencan jadi bertemu di manapun tidak masalah, lagi pula aku tidak tahu membuat calon istrimu salam paham," balasku.Meski akhir akhir ini Mas Arga menunjukkan tanda penyesalan, tapi aku juga tak melihat sinyal bahwa dia dan Gita sudah berpisah, oleh karenanya, kusebut wanita itu calon istrinya Arga untuk menyentil hatinya."Tolong jangan katakan itu," bisiknya pelan."Data
"Terima kasih ya, Mas, kamu menyelamatkan harga diri dan martabatku di depan keluarga mantan suami yang selama ini sudah merendahkan diri ini.""Aku tahu, tapi wanita tegar seperti yang seharusnya tidak diperlakukan seperti itu, kau layak mendapatkan kehidupan dan perlakuan lebih baik, Irma.""Untuk pertama kalinya saya baru mendengar ungkapan demikian dari orang asing, biasanya selama ini satu-satunya penyemangatku hanya ibu dan ayah.""Bagaimana dengan sahabat.""Saya punya teman, tapi tidak semua hal yang menyangkut privasi hidup ini aku bagikan kepada mereka. Aku takut itu akan jadi senjata makan tuan ketika hubungan kami renggang.""Apa kamu merasa pertemanan hanya akan berakhir kerenggangan?""Tidak demikian, saya hanya berhati hati, Mas, saya membagikan keceriaan canda dan tawa juga beberapa ide dan pendapat tapi tidak dengan kesedihan," balasku sambil menghela napas."Kamu wanita hebat, aku salut padamu," ucapnya sambil menepuk bahuku lembut."Terima kasih, Mas, sekali lagi te
"Terima kasih ya, Mas, kamu menyelamatkan harga diri dan martabatku di depan keluarga mantan suami yang selama ini sudah merendahkan diri ini.""Aku tahu, tapi wanita tegar seperti yang seharusnya tidak diperlakukan seperti itu, kau layak mendapatkan kehidupan dan perlakuan lebih baik, Irma.""Untuk pertama kalinya saya baru mendengar ungkapan demikian dari orang asing, biasanya selama ini satu-satunya penyemangatku hanya ibu dan ayah.""Bagaimana dengan sahabat.""Saya punya teman, tapi tidak semua hal yang menyangkut privasi hidup ini aku bagikan kepada mereka. Aku takut itu akan jadi senjata makan tuan ketika hubungan kami renggang.""Apa kamu merasa pertemanan hanya akan berakhir kerenggangan?""Tidak demikian, saya hanya berhati hati, Mas, saya membagikan keceriaan canda dan tawa juga beberapa ide dan pendapat tapi tidak dengan kesedihan," balasku sambil menghela napas."Kamu wanita hebat, aku salut padamu," ucapnya sambil menepuk bahuku lembut."Terima kasih, Mas, sekali lagi te