Malam selanjutnya, Husein menerobs masuk ke dalam kamar Areta saat pintu sudah hendak dikunci. Tubuh kuat nan tegap itu menahan dengan cepat."Saya merindukanmu, dan saya akan tidur di sini,"ujarnya dengan tatapan serius.Areta hanya berdeham pelan seraya membiarkan Husein masuk. Namun, ia enggan mengeluarkan suara."Kau masih marah?" tanya Husein lembut. Tangan kanannya mencoba membelai pipi mulus Areta."Marah untuk hal apa, Tuan?" Dingin nada bicara Areta jelas terasa bagi Husein."Saya menikahi, Flo. Areta, harus berapa kali saya jelaskan kalau itu bukanlah keinginan saya. Bahkan saat ini saya sangat menyesal.""Saya hanya syok kemarin, Tuan. Sekarang sudah tidak lagi, karena apa bedanya bagi saya? Toh cinta Tuan memang sudah terbagi," desis Areta sengaja mengungkit masalah hati suaminya.Areta sudah merasa muak mengikuti drama kehidupan yang dijalaninya. Selama tinggal di rumah Maxi, ia tenang dan tak pernah mengalami masalah. Itu menjadi perbandingannya kini."Apa maksudmu bicar
Sepulangnya Khana dari Cafe tempatnya bertemu dengan lelaki misterius tadi, Flo dan Ros juga turut pulang. Di tangannya telah mengantongi sebuah bukti perselingkuhan Khana. Padahal kenyataannya tak benar begitu.Di rumah, Areta menyendiri dan terus memikirkan masa depannya yang akan dilangsungkan nanti. Bertahan kah? Atau menyerah?"Kenapa aku seolah memiliki pilihan sekarang? Padahal dulu aku sama sekali tak pernah membayangkan hidup tanpa Tuan Husein. Apa karena ada Maxi yang saat ini mencintaiku? Jadi, aku merasa bisa melepaskan cinta pertamaku," gumamnya seraya menatap lurus ke depan.Tak lama terlihat sebuah mobil taksi kembali datang. Areta yang duduk di taman dapat leluansa melihat pemandangan di depan.Tak hanya itu, mobil yang dikendarai Ros juga hadir. Mertuanya itu menghampiri Khana dan mencoba mempertanyakan kepergiannya tadi.Areta hanya menyimak dari kejauhan. Sedikit pun hatinya tak tergerak untuk mencaritahu apa yang sedang terjadi."Kau dari mana, Nona Khana?" tanya R
Di dalam kamar, Husein menatap serius ke arah mata Khana yang tampak gelisah. Husein tak suka dikhianati, jadi ia sangat menekankan peringatan pada selirnya tersebut."Saya harap kau bisa belajar dari pengalaman masa lalu, Nona Khana. Saya tidak akan mentoleransi kesalahanmu tentang laki-laki lain, jika nanti kau berbuat ulah lagi," ujarnya dengan tegas.Khana menelan ludah getir, kemudian ia mencoba mengukir senyum sinisnya."Aku sudah katakan yang seujurnya padamu, Tuan. Kalau pun aku hendak bermain-main, maka aku pastinya akan mencari sosok laki-laki yang sama seperti sebelumnya. Sebab jelas dia mencintaiku," sahut Khana.Kalimatnya itu memancing emosi Husein. Kedua tangan kekarnya mengepal keras dan seperdetik berikutnya Husein melayangkan pukulan ke dinding.Bugh!Suara itu menggema di dalam ruangan kamar. Khana memejamkan matanya karena terkejut. Tubuh selir muda Husein tersebut seketika menjadi gemetar. Ia telah salah membangunkan singa yang sedang tidur."Coba ulangi ucapanmu
Pagi harinya suasana masih lagi tegang. Husein tak ikut sarapan di meja. Ia langsung berlalu ke kantor tanpa bicara sepatah kata pun pada orang-orang yang ada di sana.Sedangkan Khana juga mengurung diri di dalam kamar. Pintu yang dirusak kemarin sudah diperbaiki."Putra saya jadi tak sarapan dan kehilangan keceriaannya karena wanita laknat itu," gumam Ros.Areta tak ingin mendengar kata-kata yang dapat memancing emosinya juga, Jadi, ia memutuskan untuk menjauh dan melangkah meninggalkan meja makan.Seperginya Areta, Ros dan Flo berniat menemui Khana. Keduanya tentu bukan ingin menjenguk karena peduli. Melainkan ingin memperlihatkan kesenangannya dengan apa yang sedang menimpa Khana.Saat sampai di dalam kamar Khana, Ros langsung membuka suara."Harusnya Husein tak perlu mengotori tangannya sendiri dengan mencoba menghabisimu! Cukup ceraikan dan usir saja," seru Ros seraya menyeringai sinis.Khana menghela napas malas. Gemeletuk giginya beradu menahan geram atas ucapan yang didengarny
Sepanjangan malam itu Khana tak tenang. Ia memikirkan nasib lelaki yang nekad mendekatinya itu. Rasa penasaran serta ketidak asingan membuatnya ingin tahu lebih jauh tentang Ruhi."Apa handphonenya bisa dihubungi? Hem, bagaimana jika, Roy menyitanya dan mendapati pesanku kalau aku mencoba menghubunginya? Ah, kenapa aku jadi memikirkan pria asing itu? Tidak! Sungguh aku tidak merasa asing padanya. Sebenarnya siapa dia?" Sejuta tanda tanya tak ada jawabnya saat ini.Lalu, tiba-tiba ponsel milik Khana begetar. Wanita cantik yang tengah gelisah itu terkejut saat melihat siapa yang mengiriminya pesan."Ruhi? Bagaimana mungkin?"Seulas senyum muncul begitu saja saat membaca isi pesannya.[Tidurlah, Nona Khana! Jangan cemaskan saya! Di sini saya baik-baik saja. Hanya mendapat hukuman kecil yang tak berati bagi saya. Hah! Saya percaya diri sekali ya, Nona? Padahal pastinya Nona tak akan memikirkan saya.]Pesan itu membuat senang sekaligus sedih. Khana tak tahu harus membalas dengan kalimat ma
Sore harinya, Khana mulai bosan mengurung diri di dalam kamar. Ia kemudian keluar dan duduk di taman samping rumahnya. Kebetulan Areta juga sedang menuju ke sana. Langkah istri pertama Husein itu terhenti saat melihat Khana."Rasanya aku tak mau bertemu atau pun bicara pada Nona Khana saat ini," gumamnya yang menimbang ucapan sang mertua tadi.Areta berhasil terbakar dendam lama yang nyatanya tak akan bisa sirna begitu saja.Ketika ia hendak memutar langkahnya mundur, tiba-tiba Khana menoleh dan memanggilnya. "Nyonya Areta."Tentunya Areta terpaksa berhenti dan memberikan respon."Ya," sahutnya dingin.Khana bangkit, lalu mendekat."Nyonya Areta mau ke mana?""Ke dalam.""Hem, memangnya dari mana?""Tidak dari mana-mana." Sikap Areta jelas berubah pada Khana. Selir Husein tersebut dapat merasakan perubahannya."Nyonya Areta masih marah padaku?" tanya Khana lagi.Areta menyeringai miris. Ia bahkan tidak marah, tetapi kecewa. Ya, kecewa pada dirinya sendiri yang tak bisa membuat suami s
Suasana makan malam menjadi sangat tegang. Areta mulai meneteskan air matanya ketika tuduhan demi tuduhan terlontar dari mulut Husein untuknya."Cukup, Nona Khana! Kau sudah puas sekarang? Apa kau sengaja mengungkit perpisahan dengan alasan diri saya? Kau benar-benar pintar," ujar Areta menunjuk-nunjuk ke wajah Khana geram."Aku sama sekali tak pernah punya pikiran seperti itu, Nyonya. Sungguh, aku memang ingin segera terlepas dari ikatan ini karena hatiku sendiri yang sudah terlalu lelah," sahut Khana dengan cepat.Husein pusing mendengar perdebatan malam ini. Ia tak terima dengan keputusan Khana. Jadi, ia akan menyalahkan siapa saja. Karakter Husein memang suka semena-mena."Saya tidak ingin membahas perihal perpisahan. Antara kau dan Areta tak akan ada yang saya lepaskan. Tolong, jangan membuat saya semakin marah!" papar Husein.Ros tentunya tidak akan diam saja menonton setiap adegan keributan yang berlangsung. Ia turut membuka suara dan berkata, "Husein, Putraku ... jika, seorang
Setelah dokter datang dan selesai memeriksa Flo, Husein segera keluar tanpa basa-basi lagi dengan menanyakan keadaan istri ketiganya.Ros menyusul sang Putra. Meminta sedikit pengertian serta perhatian sebagai bentuk kewajiiban karena Flo juga adalah tanggung jawabnya."Husein, tunggu! Ibu ingin bicara sebentar," ujar Ros menahan Husein yang hendak masuk ke dalam kamarnya."Mau bicara soal apa, Bu? Saya sedang lelah, dan saya tak ingin mendengar hal yang bisa menambah berat beban pikiran saya!""Hem, Ibu memang mau membahas hal serius. Ini penting, Husein. Ibu tak mungkin berdiam saja menyaksikan bagaimana sikap dinginmu pada, Flo! Itu tidak adil. Seperti tadi, kau tahu dia sedang tak sehat. Harusnya kau tidur di kamarnya dan menemaninya, Husein."Husein menghela napas kasar. Ia tak suka membicarakan tentang Flo. Sebab di hatinya tak ada tempat untuk wanita tersebut."Ibu ... harus berapa kali saya mengulang ucapan saya tentang ini?""Ibu mengerti, Husein. Kau memang tak menyukai Flo,