***Sampai di rumah, Khana semakin tak tenang. Bayangan Dokter Hans yang tampan tiba-tiba sudah berubah jadi sangat menggerikan.Khana gemetar di dalam kamar sambil meringkuk memegangi lututnya sendiri."Apa yang harus aku lakukan? Jangan sampai Dokter sialan itu merencanakan kejahatan untukku dan juga Tuan Husein. Aku bersumpah akan segera membungkam keangkuhannya," gumam Khana.Pikiran-pikiran buruk memenuhi isi kepala. Takut bercampur kesal menjadi satu menyerang ketenangannya. Khana benar-benar berada di situasi yang serba salah. Diceritakan bisa mengancam statusnya, jika dibiarkan tentu akan memakan korban nantinya."Nona Khana, sedari tadi saya mengetuk pintu tapi kamu tidak mendengar dan tidak membukakannya," ujar Areta yang sudah berdiri di dalam kamar Khana."Oh, benarkah? Aku sungguh tak menyadari. Ada apa, Nyonya?""Hem, ada Ibu mertua yang baru sampai dari luar negeri. Kamu belum pernah bertemu beliau, bukan? Jadi keluarlah! Ibu menunggumu," papar Areta pula. Ia mencoba be
***Ros akhirnya pergi bersama Khana menuju markas rahasia Husein. Sepanjang perjalanan keduanya berbagi cerita hangat. Khana benar-benar merasa sangat bahagia berada di dekat sang mertua."Bu, berarti Tuan Husein sudah menceritakan tentang tawanan kami di markas itu?" tanya Khana penuh hati-hati.Ros menarik lekuk bubur tuanya itu untuk menyuguhkan senyuman. "Benar, sayang. Se-mu-a-ny-a.""Hem, tapi masalahnya sekarang itu adalah Sherly mengalami kelumpuhan dan hilangnya daya mengingat, Bu. Padahal hanya dia yang bisa menjawab semua pertanyaan kami selama ini.""Kenapa bisa mendadak lupa ingatan?" Kening tua Ros mengernyit."Aku juga tak tahu, Bu. Aneh sekali, awalnya dia hanya dihukum dalam ruangan penuh dengan nyamuk saja.""Tenanglah, sayang! Ibu pasti akan berada di pihakmu. Sekarang kita turun dan cek lagi kondisi Sherly."Khana mengangguk setuju mengiringi langkah Ros yang lebih dulu keluar dari mobil. Di hati selir muda itu dipenuhi kebimbangan. Jika, sampai sang mertua tahu t
***Waktu terus berjalan, semakin hari pembangunan rumah untuk Khana sudah terlihat hasilnya. Desain yang sempurna sesuai pilihan wanita cantik itu."Aku tak menyangka kalau hasilnya akan secepat ini, Tuan. Sungguh aku tak sabar ingin segera melihat hasil sempurnanya nanti," ujar Khana seraya mengitari ke dalam bangunan.Kesiapannya sudah mencapai lima puluh persen. Khana sangat bahagia."Tuan, dan Nona Khana dipanggil Nyonya besar." Seorang pelayan di rumah utama berlari menghampiri kedua majikannya."Oh, baiklah. Kami akan segera menemui beliau," sahut Husein.Langkah Husein lebih dulu meninggalkan Khana, tapi tingkah manja yang semakin diperlihatkan Khana membuat Husein harus menuruti permintaannya."Tuan, tunggu!" Khana menggandeng sang suami, kemudian baru masuk ke rumah utama.Hati Areta bertambah panas melihat kemesraan yang diperlihatkan oleh adik madunya itu. Sesak di dada kian memburu. Khana melirik ke arahnya dan menyadari akan hal itu. Namun, ia malah merasa puas."Ibu mem
***Pencarian terus dilakukan sampai malam. Namun, keberadaan Khana belum juga menemukan titik terang.Husein sangat cemas. Matanya berkaca-kaca memikirkan selir mudanya yang saat ini sangat ia cinta.Sementara di rumah Areta merasa senang. Tiadanya Khana membuat suasana hatinya menjadi tentram.'Rasakan kau, jalang! Aku sungguh bahagia dengan keadaan ini. Semoga selamanya kau tak akan kembali,' lirih Areta sembari menatap wajahnya sendiri di hadapan cermin besar.Di sisi lain, Husein hampir putus asa. Ia telah mengelilingi seluruh kota. Bahkan semua anak buahnya pun sudah dikerahkan untuk mencari keberadaan Khana.Hingga malam semakin larut. Husein dan yang lain terpaksa pulang terlebih dahulu. Di depan pintu Areta sudah menyambut dengan wajah yang dibuatnya seolah ikut cemas juga."Bagaimana, Tuan? Apa Nona Khana sudah ditemukan?" tanya Areta.Husein menatap lemah, ia langsung menerobos masuk dan menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.Areta menusuk sembari mencoba memeluk sang suami aga
***Sebulan sudah berlalu, hilangnya Khana belum jua menemukan titik terang. Bangunan rumah mewah yang diminta Khana pun telah berdiri dengan sempurna."Di mana kamu, Nona Khana? Kenapa tega sekali meninggalkan saya dengan kerinduan tanpa ada obatnya ini? Kembalilah, saya sangat lemah tanpamu," ujar Husein seraya memandangi foto Khana yang tersenyum manis.Areta berada tepat di belakang suaminya tersebut. Air mata ikut menetes ke pipinya saat menyaksikan bagaimana terlukanya sang suami tanpa selirnya itu.Dengan hati yang terbiasa remuk redam, Areta mengundurkan langkah dan berlalu menuju taman samping rumah. Lokasi itu menghubungkan antara rumahnya dan rumah yang dibuatkan untuk Khana."Dalam waktu singkat wanita itu mampu memusnahkan kebahagiaanku. Bahkan saat dia tak ada pun aku tetap kalah," gumam Areta.Tak lama Roy datang ke sana. Ia menghampiri Areta yang sedang menangis sambil mengepalkan kedua tangan. Roy juga sempat mendengar ucapan istri pertama Husein tersebut."Nyonya Are
Sebulan sudah Khana disekap. Ia tetap hidup walau terasa sangat menderita. Jiwanya beronta bertanya-tanya tentang siapakah yang telah tega mengurungnya. Bahkan keyakinan itu tetap saja jatuh pada Areta."Aku tidak meminta kalian membebaskan aku, tapi tolong beri tahu siapa otak di balik semua ini?" tanya khana dengan tatapan mata yang tak bersinar seperti dulu.Dua lelaki bertubuh kekar itu tertawa miris. "Apa untungnya kami menjawab pertanyaan tak pentingmu itu?""ya, setidaknya aku tak mati penasaran. Namun, aku yakin bos kalian adalah maduku sendiri. Benar, bukan?" Khana berkata dengan penuh percaya diri."jika, Nona punya jawaban sendiri kenapa masih bertanya?""berarti dugaanku memang tepat,' desis Khana pula.Para penjahat itu hanya berdeham keras tanpa merespon ucapan Khana lagi. derik berikutnya mereka berlalu.__Di sisi lain Areta terbangun dari tidurnya dengan mata yang sembab akibat menangis semalaman. Husein pun datang kembali untuk memastikan keadaaan istri pertamanya.
Suasana semakin menegang. Husein pum semakin murka terhadap Areta. Tidak ada lagi kepercayaan di hatinya untuk istri pertama."Saya sudah tak ingin mendengar omong kosongmu itu, Areta! Mulai hari ini kamu akan saya pulangkan ke kampung! ingat, kau baru boleh kembali, jika kau sudah menyadari kesalahanmu!" ujar Husein lantang."Saya tidak mau, Tuan. Tolong jangan lakukaan itu!" rintih Areta memohon di kaki suaminya."Menyingkir!" hardik Husein."Tuan, tolong dengarkan saya! Saya tidak mau pulang ke kampung. Saya tak sanggup hidup tanpamu, Tuan." Areta tak mau melepaskan dekapannya di kaki sang suami.Namun, Husein sudah tak menaruh simpati lagi. Sikap Areta dianggapnya sangat keterlaluan."Percuma kau memohon, Area. Saya tetap pada keputusan yang saya pilih. Salim, antarkan wanita ini ke kampung sekarang juga!" titah Husein.Areta menangis histeris. Hidupnya benar-benar kacau, semenjak hadirnya Khana dalam cerita rumah tangganya."Kau kejam, Tuan! Saya hanya berniat melepaskan diri dar
Waktu terus berjalan, Areta tak tenang berdiam diri saja di rumah tua peninggalan orang tuanya. Akhirnya Areta mencoba bangkit dan mulai memberanikan diri untuk kembali ke kota. Ia ingin menemui sang suami yang tak kunjung datang menjenguknya selama dirinya berada di desa.Dengan modal nekad dan keyakinanan penuh, Areta pun berlalu menggunakan angkutan umum. Hidupnya benar-benar dibuat melarat, karena Husein tak pernah memberikan nafkah setelah pengusiran itu.Perjalanan panjang yang ditempuh Areta tak menggentarkan semangatnya untuk menuntut haknya. Ia sampai di depan halaman rumah mewah yang dulu dihuninya. Bahkan bangunan di sebelahnya yang dibuat khusus milik Khana pun tampak seperti sudah ada yang menempati."Mungkin jalang itu sudah kembali, hingga aku sama sekali tak dibutuhkan lagi," gumamnya seraya melanjutkan langkah menuju ke depan pintu.Tangan Areta gemetar ketika harus menekan bel. Ada rasa pilu bercampur rasa rindu pada sang suami.Tak lama kemudian, pintu dibuka. Areta