Citra yang sudah menunggu Mey di depan ruang ganti langsung menarik Mey menuju ke toilete. Untung saja Rey masih harus bertemu kolega bisnisnya, jadi Mey meminta untuk kembali ke ruang ganti lebih dulu, kebetulan pak Dev sudah menunggu Mey di sana.
"Aku butuh penjelasan darimu Mey." kata Citra setelah memastikan tidak ada orang lain selain mereka di toilet itu.
"Aduhhh aku juga gak tau Cit." kata Mey, ia terduduk lesu di hadapan Citra.
"Oh Tuhan, kamu tadi berangkat bareng aku Mey tapi kenapa tiba-tiba sekarang kamu..." Citra menunjuk ke arah gaun pengantin Mey.
"Oke, tadi aku di panggil Pak Dev, terus tiba-tiba kata dia calon istri Pak Rey menghilang dan dia minta aku gantiin si Silvia itu untuk nikah sama Pak Rey." kata Mey menjelaskan.
"Lalu kamu setuju begitu saja?" tanya Citra.
"Yah aku tolak lah." jawab Mey.
"Terus ini?" kembali Citra menunjuk gaun pengantin Mey.
"Mereka ngancem bakal pecat aku kalau nolak Cit." Mey terlihat frustasi.
"Haaa? tapi kamu gak perlu sampe ngorbanin masa depan kamu dong Mey?" ucap Citra sama frustasinya.
"Kamu kan tau aku kemaren baru ngambil rumah, adik aku juga butuh biaya sekolah, ayah bundaku juga usaha kuenya lagi seret. Mana bisa aku kehilangan pekerjaan yang sulit di dapatkan ini." kata Mey menjelaskan alasannya.
"What? bentar deh, bentar. Ayah bunda?"
Citra tiba-tiba teringat sesuatu, pernikahan adalah acara sakral untuk menyatukan dua insan yang saling mencintai, bukan hanya pasangan saja yang akan di satukan tapi juga kedua keluarga. Seharusnya acara ini juga di hadiri oleh kedua belah pihak keluarga mempelai. Citra dan Mey baru sadar, di acara pernikahan dadakan itu orang tua Mey tidak turut hadir disini.
"Ohh tidak, mampus aku Cit. Ayah bunda pasti ngamuk sekarang." teriak Mey panik.
"Tenang dulu tenang, mereka pasti belum tau sekarang kan? Ayo kita pikir alasan." kata Citra menenangkan.
Mey kemudian teringat bahwa Rey adalah salah satu keluarga konglomerat di negeri ini, ayah dan ibu Rey adalah pemilik perusahan Global group, perusahaan dimana Rey yang menjadi presdirnya. Bahkan di dalam aula pernikahan tadi jelas ada banyak wartawan dan juga reporter stasiun TV.
"Uwaaaaa.." teriak Mey sambil memegang kepalanya.
"Kenapa Mey?" tanya Citra.
"Acara ini pasti masuk koran dan berita!" teriak Mey panik, Citra yang baru sadar langsung ikut terduduk lemas.
"Sudahlah, selamat menghadapi kenyataan ini yah Mey." kata Citra sambil menepuk-nepuk pundak Mey, Mey kini terdiam dan pasrah dengan keadaan.
Saat Mey kembali ke ruang ganti, ternyata Rey sudah ada disana.
"Dari mana saja kamu?" tanya Rey dingin.
"Ahh aku tadi dari toilet." jawab Mey. Rey langsung menunjuk ke arah toilet yang ada di dalam ruangan.
"Sepertinya aku lupa kalau ada toilet didalam ruang ganti." kata Mey tertawa.
"Pak Dev sedang keluar, sebentar lagi dia akan menyiapkan kontrak pernikahan kita. Jangan kemana-mana dan tunggu sampai dia datang." ucap Rey cuek.
"Pak Rey, bisakah kita membahas kontrak ini besok? pinta Mey.
Mendengar itu Rey langsung bangkit dan berjalan mendekati Mey, Mey yang takut langsung melangkah mundur. Rey terus maju hingga tubuh Mey tersandar di dinding, Rey mendekatkan wajahnya seakan ingin kembali mengulang adegan ciuman di altar. Mey memejamkan matanya penuh ketakutan, napasnya tertahan, tapi ternyata Rey hanya berbisik padanya.
"Apa kamu mencoba untuk kabur dariku sekarang? Aku katakan bahwa kamu tidak akan pernah bisa lepas begitu saja dari pernikahan ini." ucap Rey dan langsung menjauh dari tubuh Mey.
Mey menghela napas saat Rey menjauhinya.
"Bukan begitu Pak, aku hanya ingin pulang kerumah. Apa Pak Rey tau kalau orang tuaku tidak hadir di hari pernikahanku ini? Mereka pasti sangat marah padaku jika tau anaknya menikah tanpa sepengetahuan mereka." jawab Mey sedih.
Rey terdiam, lalu dia segera mengambil jas miliknya.
"Benar juga, harusnya aku menyapa ayah dan ibu mertuaku sekarang." kata Rey, Mey langsung tercengang mendengar Rey menyebut kedua orang tuanya sebagai mertuanya.
"Bukankah Pak Rey bilang ini hanya pernikahan kontrak? Jadi bapak tidak perlu menemui orang tuaku, biar aku yang akan menjelaskan semuanya pada mereka." ucap Mey tidak setuju Rey ikut bersamanya.
"Benar ini adalah pernikahan atas dasar Kontrak, tapi aku kan tidak pernah mengatakan untuk tidak melakukannya dengan serius." jawab Rey santai.
"Cepatlah, bukankah malam ini adalah malam pertama kita?" tanya Rey dengan tatapan bak serigala yang sedang melihat mangsanya. Mey langsung merasa jijik melihat tatapannya itu, sementara Rey tertawa melihat wajah Mey. sebenarnya ia hanya ingin menggoda Mey saja.
Setelah Mey berganti pakaian, Rey langsung mengajak Mey untuk kerumah orang tuanya. Mey sangat gelisah selama di dalam mobil, dia tau pasti kalau orang tuanya saat ini mungkin akan sangat marah padanya. Saat tiba dirumah, ia meminta kepada Rey untuk membiarkannya masuk terlebih dahulu dan Rey mengizinkannya.
Saat akan membuka pintu, Mey sudah berkeringat dingin duluan membayangkan ayah dan bunda yang akan memarahinya habis-habisan, tapi seperti kata Citra ia harus menerima kenyataan ini apapun resikonya. Dengan keberanian penuh, Mey masuk ke dalam rumah. Benar saja, Bunda Dela menatap penuh amarah ketika dilihatnya Mey yang baru saja masuk kedalam rumah sebelum akhirnya bunda langsung memukuli Mey dengan kemoceng.
"Dasar anak nakal, bisa-bisanya Bunda tau kamu menikah dari berita di TV, apa kamu tidak lagi menganggap ayah dan bunda sebagai orang tuamu?" teriak bunda Dela sangat marah.
"Aampun Bunda, Biar Mey jelaskan dulu yah." ucap Mey memohon.
"Tidak perlu, sini kamu." teriak bunda, Mey berlari berusaha menghindari kejaran bunda sampai ayahnya pak Anjas Justru menangkapnya dan langsung menjewer telinganya.
"Apa kamu tidak ingin Ayah dampingi saat menikah Mey?" tanya pak Anjas tak kalah marahnya.
"Bukan begitu Ayah.." tanpa mereka sadari Rey sudah berdiri di depan pintu yang terbuka dan melihat pertengkaran mereka, bagi Rey suasana ini benar-benar terasa Akward.
Mey yang melihat Rey terpaku di depan pintu langsung menyapanya.
"Pak Rey! Aah maksudku suamiku silahkan masuk." sapa Mey mencoba mencari perlindungan dari Rey, bu Dela dan Pak Anjas langsung terdiam, mereka sontak langsung melepaskan Mey.
"Ayo masuk Sayang.." ucap Mey menyuruh Rey untuk masuk, Rey mengernyitkan dahinya mendengar Mey memanggilnya layaknya seorang sepasang kekasih sungguhan.
"Selamat sore Ayah dan Ibu mertua." sapaan Rey terdengar dingin dan penuh kecanggungan.
Pak Anjas dan bu Dela yang semula marah kepada Mey langsung mempersilahkan Rey untuk masuk, sampai di dalam mereka bahkan menyuguhkan kue buatan mereka kepada Rey, Mey sampai bingung melihat perubahan drastis sikap ayah dan bundanya.
"Jadi bisakah di jelaskan alasan pernikahan kalian yang mendadak ini?" tanya pak Anjas.
"Lalu siapa Silvia yang disebutkan wartawan sebagai wanita yang harusnya kamu nikahi nak Rey? dan kenapa bisa Mey yang menggantikan wanita itu? lalu kenapa kalian menikah tanpa sepengetahuan kami?" tanya bu Dela penuh keseriusan, tatapan tajamnya menusuk hingga ke jantung Rey.
Mey dan Rey saling tatap seakan saling memberi kode untuk menjawab, Mey bahkan mempersilahkan Rey untuk menjawab semua pertanyaan itu. Rey kini terdiam sesaat, tatapan pak Anjas dan bu Dela yang seakan tidak sabar menunggu jawaban membuat Rey sedikit tertekan dan tidak nyaman. Sementara Mey sempat berbisik pada Rey.
"Bukankah pak Rey ingin menyapa ayah dan ibu mertua? Silahkan dijawab yah Pak." kata Mey dengan senyuman mengejek. Rey jadi teringat dengan ucapannya sebelum datang ke sini, sepertinya Rey tau kalau Mey sedang membalas dirinya yang sudah mengerjainya saat prosesi ciuman di altar tadi.
Mey tercengang dengan kemampuan Rey memanipulasi jawabannya di hadapan ayah dan ibunya, dengan cepat mereka mengerti dengan keadaan yang menyebabkan pernikahan dadakan itu. Rey mengatakan bahwa awalnya dia di jodohkan oleh Silvia, tapi karena rasa cintanya pada Mey membuatnya berani berbuat nekat untuk menghadirkan Mey sebagai mempelai wanitanya di acara pernikahannya sendiri agar orang tua Rey tidak bisa berbuat apa-apa di depan awak media dan akhirnya terpaksa membiarkan Rey menikahi wanita yang di cintainya yaitu Mey. Ia juga mengatakan bahwa dirinya tidak ingin melibatkan orang tua Mey dalam masalah percintaan mereka, Mey hanya geleng-geleng kepala mendengar semua kebohongan Rey. "Bunda sempat berpikir kalau Mey tidak akan mudah mendapatkan pasangan karena Mey yang terlalu pemilih." ucap bu Dela tiba-tiba. Rey tertawa mendengar ucapan bundanya Mey, ia bahkan melirik Mey dengan tatapan mengejek. "B
Rey baru saja selesai mandi saat di lihatnya Mey yang kini tertidur, ia hendak membangunkannya tapi di urungkannya niat itu. Tiba-tiba ide jahil Rey melintas di pikirannya, Rey tersenyum jahat kepada Mey. Saat Mey terbangun dilihatnya Rey yang sudah sibuk di depan laptopnya, saat akan bersiap untuk mandi Rey menyuruhnya untuk pergi membelikannya segelas kopi di cafe yang ada di depan hotel. "Tidak bisakah aku membelikannya setelah mandi? lagi pula di sini juga disediakan kopi instan kemasan." kata Mey mencoba menolak. "Ahh, saat ini kepalaku terasa sakit sekretaris Mey, aku harus minum segelas kopi untuk bisa menyelesaikan pekerjaan ini segera dan lagi aku tidak biasa minum kopi instan." ucap Rey, mendengar Rey menyebutkan kata sekretaris akhinya dengan berat hati ia melakukan apa yang di perintahkan oleh presdir perusahaan yang saat ini telah menjadi suaminya itu. "Baik Pak Pres
Mey sedang membereskan pakaiannya saat Rey kembali ke kamar hotel, Rey tidak berbicara apapun pada Mey begitu pula sebaliknya. Rey hanya meletakkan surat perjanjian kontrak pernikahan di tempat tidur, Mey tidak peduli dan hanya sibuk mengemasi pakaiannya. "Bacalah, jika ada yang ingin kamu tambahkan katakan saja." kata Rey datar dan mulai membuka permbicaraan. "Aku tidak akan melanjutkan pernikahan ini." ucap Mey sama datarnya. Rey terdiam dan menarik napas dalam. "Bukankah sudah ku bilang kamu tidak akan pernah bisa lari dari pernikahan ini?" kata Rey, ada emosi yang tertahan di balik suaranya itu. "Aku bahkan belum menandatangani kontraknya. Jadi aku berhak untuk mundur sekarang." jawab Mey hendak pergi meninggalkan Rey. Rey langsung be
Rey melajukan mobilnya, ia bergegas menuju kerumah Mey untuk memintanya ikut bersamanya. Namun saat tiba dirumah Mey, ternyata Mey tidak ada di sana. Kehadiran Rey justru membuat bu Dela bingung dan bertanya-tanya. "Ada apa Nak Rey? Loh, Meynya mana?" tanya Bunda Dela dengan tatapan menyelidik, ia terlihat celingukan mencari keberadaan putrinya. Rey terdiam, ia benar-benar kaget mengetahui kalau Mey tidak pulang kerumahnya. "Pergi kemana dia?" batin Rey. "Nak Rey?" panggil bu Dela membuyarkan lamunan Rey. "Ahh, saya di suruh Mey untuk mengambil..." Rey memutar otak memikirkan alasan, karena tidak mungkin ia mengatakan bahwa mereka sedang bertengkar. "Ohh, ada yang ketinggalan? Ayok masuk Nak Rey kekamar." ajak bu Dela. Rey yang belum mendapat alasan yang tepat akh
Rey tiba di rumahnya, ia langsung di sambut tatapan tajam nyonya Serly dan tuan Will. Rey berusaha mengabaikan tatapan tajam itu, namun semakin di abaikannya semakin risih saja Rey di buatnya. Kemanapun Rey melangkah tatapan itu mengikuti dan mengintimidasinya. "Mami, Papi, jangan tatap aku seperti penjahat begitu dong." protes Rey tidak tahan lagi. Mami mendekatinya "Dimana menantu Mami?" tanya nyonya Serly dengan tatapan kesal, Rey menghelas napas. "Besok aku jemput dia, Mami tenang saja." "Ehemm, jangan coba-coba berbohong kepada kami Rey." kata tuan Will dengan suara datar. "Iya, Rey tidak bohong." Saat mereka sedang serius berbicara, sepupu Rey Exel muncul dari arah pintu depan. "Halo Tante." sapanya dengan senyuman lebar, ia
Mey menatap penuh selidik, ia terpaksa mendorong Rey dengan sedikit kekuatannya hingga Rey pun terdorong dan pintu kamarnya terbuka. Mey menutup mulutnya dengan tangan saking terkejutnya, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa kamar Pak Rey.." Mey tidak melanjutkan kalimatnya, Rey hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan wajah yang memerah padam. Mey melangkah masuk, sejujurnya ia bingung harus senang atau justru merasa heran. Kamar Rey terlihat layaknya kamar pengantin pada umumnya, hiasan vas bunga berisi mawar merah segar, ditambah helai demi helai bunga mawar terhampar di atas kasur. Dimeja terdapat lilin aroma terapi menenangkan dengan aroma yang sama yaitu mawar. Rey terlihat kebingungan sama seperti dirinya, Mey tahu ini pasti bukan perbuatan Rey. "Kamu tidak akan berpikir aku yang menyiapkan semua ini kan?" tanya Rey berusaha me
Rey tersedak mendengar ucapan maminya, suasana dimeja makan pagi itu sedikit canggung. Mey hanya bisa diam terpaku, sementara Exel terlihat mencoba menahan tawanya. "Aku sibuk banget di kantor Mi, mana ada waktu untuk hal yang seperti itu." tolak Rey sedikit kesal. "Loh, memangnya kenapa? Lagi pula mulai hari ini ada Exel yang akan membantu pekerjaanmu dikantor." kata nyonya Serly tidak mau kalah. "Yah, kamu boleh pergi untuk berbulan madu dengan Mey. Aku akan membantumu menyelesaikan pekerjaanmu Rey dan soal rapat hari ini biar aku yang mengurusnya." sambung Exel, yang justru dibalas tatapan tajam oleh Rey. "Sepertinya tidak perlu seperti itu Mi, Mey mengerti dengan kesibukkan Rey." ucap Mey berusaha memberi dukungan pada suaminya. "Tidak sayang, mami sudah mendiskusikan hal ini dengan papi semalam. Papi juga sudah me
"Kenapa kau tidak mengenalkan aku pada istrimu itu Rey?" tanya pria itu. "Dia tidak perlu mengenalmu Jo." kata Rey dingin. "Hahaha. Sepertinya kau takut aku akan mengatakan banyak hal padanya." Pria bernama Jo itu tertawa, sementara Rey hanya terdiam dan berusaha mengendalikan emosinya yang hampir meledak. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Rey dan langsung melangkah pergi meninggalkan Jo. Jo berbalik dan menatap punggung Rey dengan senyum kecil yang tergambar di wajahnya. Ia bahkan terus memandangi Rey hingga bayangan Rey hilang di balik pintu villa. Rey segera menutup pintu sesaat setelah ia masuk ke dalam villa, namun ia masih terdiam di balik pintu. Wajahnya yang tadinya pucat, kini berubah merah padam penuh amarah. "Apa Pak Rey baik-baik saja?" tanya Mey yang tiba-tiba muncul dari ar
“Hati-hati yah.” Pesan Dela saat melepas kepergian Mey dan Rey. Mey sebenarnya tidak ingin semobil dengan Rey, tapi dirinya tidak ingin membuat bunda curiga.“Aku tidak melakukannya.” Tiba-tiba Rey bersuara dan memecah keheningan.“Melakukan apa?” Mey bertanya dengan sedikit malas.“Aku tidak memecat siapapun!” Rey mengatakan hal itu dengan tatapan lurus kedepan. Kali ini dia sendiri yang membawa mobil tanpa sopirnya Coki.“Memangnya aku percaya? Siapa lagi yang bisa melakukan itu?” Tegas Mey menolak percaya. “Mami..” Jawab Rey kesal karena terus dituduh oleh Mey.Mey terperangah mendengar ucapan Rey, dia tidak akan bisa percaya jika Serly yang melakukan hal setega itu. Selama berapa hari ini dia bisa menilai orang seperti apa Serly itu. Dia sangat baik dan memperlakukan Mey seperti anaknya sendiri.“Jangan coba berbohong ya!” ancam Mey, ia kini benar-benar lupa bahwa Rey adalah bosnya.“Aku serius Mey. Berhati-hati lah pada Mami, dia bisa saja berubah jadi orang yang kejam.” Pesan R
Mey berjalan dengan tanpa takut, semua orang tampak bersikap biasa. Tidak! Lebih tepatnya orang-orang dikantor ini tidak ada lagi yang mengenalinya. Mey bahkan tidak mengenali mereka. Mey ingat sempat berkenalan dengan beberapa pegawai disini saat pertama bekerja, mereka pun tidak lagi ada disini. Ia berjalan menuju keruangan Rey, karena tepat didepan pintu ruangan Rey meja sekretaris berada.‘Apa aku terlalu egois? Bagaimana bisa begitu banyak orang kehilangan pekerjaan karena diriku’ batin Mey penuh penyesalan, andai saja dia tahu akibatnya sudah tentu dia akan menolak tawaran pernikahan itu. Mey bahkan menerima tawaran itu karena takut kehilangan pekerjaan, nyatanya hal itu justru terjadi pada orang lain karena dirinya.Ditengah kesedihannya Citra datang mengagetkannya. “Jangan menyalahkan dirimu sendiri, ini bukan salahmu Mey. Kau hanya sedang memperjuangkan nasibmu sendiri.” Ucap Citra, ia sadar Mey begitu terkejut dengan kabar itu dan merasa bersalah.“Tapi tetap saja, memecat b
Mey menata rambutnya dengan begitu rapi, ia bahkan mengenakan pakaian yang selama ini digunakannya untuk bekerja sebagai sekretaris Rey. Ini sudah lebih seminggu dirinya tidak masuk untuk bekerja. Ia melirik ke arah Rey yang masih tertidur lelap, ia jelas bebas bangun jam berapapun karena posisinya sebagai bos di perusahaan itu. “Haahh, seandainya saja aku terlahir dengan keberuntungan seperti itu, sudah pasti aku akan bangun sesiang yang aku bisa.” Keluhnya sembari terus merapikan pakaiannya. “Kau harus banyak berbuat baik agar keberuntungan bisa berpihak padamu.” Celetuk Rey dengan tatapan yang masih terpejam, membuat Mey tercekat saking kagetnya. “Kau sudah bangun?” tanya Mey panik. Rey perlahan membuka matanya dan bangkit dari tidurnya, ia menatap ke arah Mey yang sudah berpakaian rapi. “Memangnya kau pikir orang kaya sepertiku selalu bangun siang? Kami punya aktifitas yang begitu banyak yang tidak kalian ketahui.” Jelas Rey. “Haha, yaaa. Aku yang miskin ini pun sama punya ban
“Apa pak Rey masih marah padaku?” Tanya Mey dengan wajah polosnya, sudah sejak kemarin Rey terus mendiami Mey. Mey jadi merasa bersalah dan canggung sendiri.“Berkemaslah, kita akan pulang hari ini.” Rey tidak menggubris pertanyaan Rey. Mey memanyunkan bibirnya seolah kecewa karena Rey tidak menjawab pertanyaannya.Selama perjalanan Rey terus mendiamkan Mey, Mey sendiri tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya bisa diam dan berpura-pura mengabaikannya. Setibanya dirumah Serly dan Will langsung menyambut anak menantunya.“Ya Ampun, kenapa kalian pulang lebih awal? Bukankah sudah aku katakan untuk menikmati waktu bulan madu.” Protes Serly ketika melihat Rey dan Mey tiba di kediaman mereka.“Ehemm, jadi apakah kalian sudah melakukannya?” tanya Will mencoba bertanya pada Rey.“Melalukan apa?” Tanya Rey bingung.“Apalagi? Tentu saja membuat cucu untuk kami.” Will menjawab tanpa basa basi, membuat Mey seketika tersipu malu. Rey pun sama kagetnya mendengar ucapan sang ayah yang tidak sepatutn
Exel berjalan dengan langkah panjang, ia seolah sengaja menjauh dari Mey. Mey yang berjalan dibelakangnya sesekali memanggilnya mencoba menanyakan keadaan Exel.“Apa kau baik-baik saja? Ku pikir tadi kau hampir mati.” Teriak Mey dengan lantang. Jarak yang cukup jauh membuatnya sedikit berteriak, tapi Exel seolah abai dan tidak peduli.“Ssial, wajahku terus saja memanas.” Batin Exel mengumpat, sesekali di sentuhnya pipinya sendiri yang terasa menghangat. Dirinya membayangkan bagaimana bibir Mey ketika menyentuh bibirnya saat itu.“Aaaggghh..” teriak Exel tanpa sadar, membuat Mey terlonjak kaget dan gegas berlari ke arahnya.“Kenapa? Ada apa? apa ada yang terluka?” Tanya Mey panik, ia bahkan langsung memperhatikan tubuh Exel mencoba mencari apakah ada luka disana.Exel langsung menepis tangan Mey dengan canggung.“Tidak, tidak! Aku baik-baik saja. Ayo kita pulang!” Ajak Exel dan langsung memalingkan wajahnya. Mey menatapnya heran, karena tingkah Exel yang aneh.“Bisa-bisanya wanita ini
Rey terbangun kaget, dilihatnya jam yang menunjukan bahwa sudah hampir setengah jam lebih dirinya terlelap. Dengan cepat ia bangkit dari pembaringan, ia berpikir untuk mencari Mey. Dia sadar, seharusnya dia tidak bersikap dingin seperti itu kepada Mey.Tok. Tok. Tok.Ketukan berulang di pintu kamar Mey tidak mendapatkan respon, Rey spontan membuka pintu kamar dan ternyata kosong tidak terkunci.“Kemana perginya?” Rey mencari di halaman belakang villa dan beberapa tempat lainnya tapi keberadaan Mey tidak ada disana. Akhirnya Rey memutuskan untuk menanyakannya kepada penjaga villa, mereka hanya berkata bahwa mereka sempat melihat Mey keluar menuju ke arah jalan desa.Dengan cepat Rey menyisir jalanan desa untuk menemukan Mey. Tapi Mey tidak ada dimanapun, perasaan Rey mulai tidak tenang. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Mey, sudah barang tentu dia yang akan disalahkan oleh semua orang.“Aahh, sial! Kemana sih perginya wanita itu?” Tiba-tiba dia teringat akan Jo, dia berada divilla ya
Mey memperhatikan perubahan suasana hati Rey sejak tadi mereka bertemu dengan Jo, Rey terus saja diam bahkan hingga mereka sampai di villa. Hal itu membuat Mey bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan Rey. Perubahan sikap ini sama persis dengan yang terjadi saat pertama kali dia bertemu dengan Jo didepan villa. “Pak Rey kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran bapak?” tanya Mey dengan hati-hati. “Aah tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah saja.” Kata Rey sebelum masuk kedalam kamarnya. “Perasaan kita tidak berjalan sejauh itu. Kenapa dia sudah terlihat sangat kelelahan?” Batin Mey. Mey semakin penasaran saja dengan hubungan Rey dengan Jo, hubungan antara para pria biasanya sangat jarang terlibat konflik kecuali karena satu hal. Mey mulai membuat spekulasi sendiri. “Aahh, apa mereka teman yang jatuh cinta pada satu wanita seperti yang terjadi di film-film? Lalu mereka yang awalnya berteman kini berubah menjadi musuh.” Gumam Mey mulai menerka-ne
"Aahh, akhirnya.." Mey mengusap perutnya yang terasa penuh setelah makan begitu banyak di sebuah warung yang tak jauh dari klinik. "Seharusnya kita bisa mencari tempat makan yang jauh lebih enak di kota." ucap Rey sembari mengemudikan mobilnya menuju ke villa. "Apa Pak Rey tidak pernah dengar istilah, saat lapar apapun akan terasa enak. Lagipula makanan diwarung tadi cukup enak." Sahut Mey. "Yahhh, aku tahu seenak apa makanan disitu, sampai seorang perempuan menghabiskan 2 piring nasi dan semangkuk mie instan plus telur 2 butir" kata Rey sambil melirik ke arah Mey, Mey balas menatap sinis ke aras Rey. "Bukankah ini semua karena Pak Rey yang tidak mengajakku makan sejak siang tadi? Cihhh, harusnya Bapak merasa bersalah. Bukan malah mengejek porsi makanku." "Tentu saja aku merasa bersalah, ta
"Kenapa kau tidak mengenalkan aku pada istrimu itu Rey?" tanya pria itu. "Dia tidak perlu mengenalmu Jo." kata Rey dingin. "Hahaha. Sepertinya kau takut aku akan mengatakan banyak hal padanya." Pria bernama Jo itu tertawa, sementara Rey hanya terdiam dan berusaha mengendalikan emosinya yang hampir meledak. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Rey dan langsung melangkah pergi meninggalkan Jo. Jo berbalik dan menatap punggung Rey dengan senyum kecil yang tergambar di wajahnya. Ia bahkan terus memandangi Rey hingga bayangan Rey hilang di balik pintu villa. Rey segera menutup pintu sesaat setelah ia masuk ke dalam villa, namun ia masih terdiam di balik pintu. Wajahnya yang tadinya pucat, kini berubah merah padam penuh amarah. "Apa Pak Rey baik-baik saja?" tanya Mey yang tiba-tiba muncul dari ar