Mey sedang membereskan pakaiannya saat Rey kembali ke kamar hotel, Rey tidak berbicara apapun pada Mey begitu pula sebaliknya. Rey hanya meletakkan surat perjanjian kontrak pernikahan di tempat tidur, Mey tidak peduli dan hanya sibuk mengemasi pakaiannya.
"Bacalah, jika ada yang ingin kamu tambahkan katakan saja." kata Rey datar dan mulai membuka permbicaraan.
"Aku tidak akan melanjutkan pernikahan ini." ucap Mey sama datarnya.
Rey terdiam dan menarik napas dalam.
"Bukankah sudah ku bilang kamu tidak akan pernah bisa lari dari pernikahan ini?" kata Rey, ada emosi yang tertahan di balik suaranya itu.
"Aku bahkan belum menandatangani kontraknya. Jadi aku berhak untuk mundur sekarang." jawab Mey hendak pergi meninggalkan Rey.
Rey langsung berlari dan menahan tangan Mey dengan keras.
"Mey!" bentak Rey.
"Aaahhhh, sakit Pak Rey tolong lepaskan." kata Mey merintih kesakitan, tapi Rey seakan tidak peduli.
"Kamu mau kemana? Kamu yang kemarin setuju dan sekarang ingin membatalkan semuanya? Apa kamu ingin kita bercerai setelah menikah 1 hari?" tanya Rey benar-benar marah.
"Kenapa tidak? Kita bahkan bisa menikah tanpa kesepakatan sebelumnya jadi untuk bercerai pun pasti akan sangat mudah untuk Pak Rey!" jawab Mey.
Mey berusaha melepaskan genggaman keras Rey pada lengannya tapi itu justru membuat Mey semakin kesakitan.
"Pak Rey tolong lepaskan! atau aku akan teriak hingga semua orang datang dan melihat pertengkaran kita." ancam Mey marah.
Rey akhirnya melepaskan genggamannya, di tatapnya punggung Mey yang berjalan pergi meninggalkannya. Rey terduduk di tempat tidur hotel dan bingung harus berbuat apa, mami papinya bahkan sudah menyuruh mereka untuk segera kembali kerumah. Setelah cukup lama berdiam Rey akhirnya bangkit dan memutuskan untuk pulang sendirian kerumahnya, di raihnya surat kontrak pernikahan yang tergeletak di sampingnya sejak tadi.
"Baiklah jika itu yang kamu inginkan! Aku pun tidak akan memperdulikannya lagi." jawab Rey dingin dan langsung beranjak pergi.
Mey berjalan meninggalkan hotel, dia menenteng tas yang berisi pakaian miliknya. Mey tidak pernah membayangkan akan bercerai di hari kedua pernikahannya, tapi ia juga sadar dirinya juga tidak pernah membayangkan akan menikahi laki-laki yang tidak dicintainya sama sekali. Mey menyadari keputusan bodoh yang di ambilnya kemarin.
Saat sedang berjalan menuju ke jalan raya untuk mencari taksi, tiba-tiba mobil Rey melaju melewatinya. Mey tidak menyadari bahwa itu adalah mobil Rey, tapi Rey yang sadar bahwa wanita yang di lewatinya tadi adalah Mey hanya bisa menatapnya dari kaca spion mobil, ia bahkan tidak berniat memberikan tumpangan pada istrinya itu.
"Haaahh, inilah buah dari keputusan bodohmu kemarin Mey." gumam Mey menyalahkan dirinya sendiri.
Saat sudah berada didalam taksi Mey mulai berpikir apa yang harus di lakukannya, dia menuju ke kantor tempat ia bekerja untuk menemui Citra. Sebelum itu Mey mengambil selendang miliknya untuk menutupi wajahnya agar tidak di kenali oleh oarang-orang kantor. Sesampainya disana Mey langsung menelpon Citra dan setelah menunggu selama 10 menit akhirnya Citra datang menemui Mey yang sudah duduk manis menunggunya di sebuah cafe yang ada di depan kantor.
"Apa yang kau lakukan di sini? Mana Pak Rey?" tanya Citra, ia menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan Rey.
"Aku memutuskan untuk membatalkan pernikahan itu." kata Mey pelan, hal itu membuat Citra kaget bukan main.
"Apa maksudmu Mey? Kamu bercanda sekarang? Kemaren kamu mendadak menikah dan sekarang mendadak mau cerai di hari kedua pernikahanmu." ucap Citra tidak percaya dengan apa yang di katakan Mey.
"Huaaaahh, sepertinya kemarin aku salah mengambil keputusan. Aku tidak bisa menikah dan hidup dengan pria dingin tak berhati itu." jawab Mey frustasi.
"Lantas sekarang apa kamu benar-benar siap dengan konsekuensi yang akan kamu hadapi setelahnya? Kemarahan ayah dan bundamu, lalu statusmu yang akan berubah menjadi janda dan pastinya kehilangan pekerjaan." tanya Citra.
"Mau tidak mau aku harus siap." jawab Mey yakin.
Citra menghela napas, ia mengelus tangan Mey untuk memberikannya sedikit dukungan. Citra akhirnya menyetujui keputusan Mey, bahkan ia menyuruh Mey untuk tinggal sementara di rumahnya sampai semua kembali tenang dan Mey siap bertemu dengan ayah dan bundanya.
"Sebaiknya kamu istirahat di rumahku." kata Citra sambil menyerahkan kunci rumahnya.
"Terimakasih Cit." jawab Mey tersenyum.
Sementara itu Rey baru saja sampai dirumahnya ia dengan tenang melangkah memasuki rumah itu, tentu saja mami dan papinya sudah menunggu kedatangan Rey dan Mey. Namun melihat Rey hanya datang sendirian membuat mami dan papinya bertanya-tanya kemana menantunya, Rey tampak cuek dan tidak memperdulikan keberadaan orang tuanya yang sudah menunggu kedatangannya sejak tadi.
"Dimana Mey?" tanya nyonya Serly.
"Dia kembali kerumah orang tuanya." jawab Rey masih dengan gaya santainya.
"Apa maksudmu Rey?" tanya tuan Will.
"Aku akan menceraikan Mey." kata Rey datar.
Nyonya Serly langsung spontan lemas mendengar pernyataan putranya itu, baru sehari kemaren menikah dan mereka sudah ingin cerai. Tuan Will yang mulai kesal dengan ulah putranya langsung memarahi Rey.
"Apa maksudmu Rey?"
"Apa Papi tidak dengar? Rey akan menceraikan wanita itu." jawab Rey mengulang kalimatnya.
"Rey! apa kamu pikir pernikahan itu main-main? Kemarin pasangan kamu menghilang di hari pernikahan dan kami sudah mengerti saat melihatmu justru menikah dengan wanita lain, tapi apa katamu sekarang? Kamu akan menceraikannya? Apa kamu ingin mempermalukan keluarga kita di depan umum?" teriak tuan Will marah.
"Rey akan mengurus semuanya Pi, jadi Papi tenang saja." kata Rey hendak pergi menuju kamarnya.
"Kalau kamu tidak membawanya kembali kerumah ini hingga besok, mami akan menyuruh Exel untuk menggantikanmu dan jangan harap kamu akan bisa menjadi penerus perusahaan Global group." ancam nyonya Serly benar-benar marah pada Rey.
Exel adalah sepupu Rey, sejak kecil Exel sudah tinggal dirumahnya karena ayahnya yang juga adalah adik dari maminya meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat bersama sang istri saat akan pergi mengunjungi nenek Exel yang sedang sakit parah. Beruntung Exel tidak ikut karena ia yang juga sedang sakit pada waktu itu dan sejak saat itu Exel yang seorang yatim piatu akhirnya tinggal di rumah Rey.
Exel adalah anak yang baik dan penurut, berbeda dengan Rey yang selalu berulah dan semaunya. Mendengar maminya mengucapkan hal itu membuat Rey semakin marah, Rey langsung menyuruh pak Dev untuk datang kerumahnya. Pak Dev yang selalu cepat tanggap itu pun langsung bergegas datang saat Rey menyuruhnya.
"Apa yang harus saya lakukan Pak Dev?" tanya Rey setelah menceritakan semuanya pada pak Dev.
"Sebaiknya anda meminta maaf pada Mey." kata pak Dev memberikan saran.
"Apa tidak ada cara lain? Saya tidak mungkin memaksanya." ucap Rey bingung, pak Dev yang sudah berpengalaman perihal dunia pernikahan cukup mengerti dengan posisi Mey.
"Sepertinya tidak ada, kecuali Pak Rey siap untuk kehilangan semuanya." jawab pak Dev.
"Anda hanya perlu membujuknya dengan sedikit lebih lembut dan hati-hati pak Rey, wanita itu sangat sensitif." kata pak Dev menambahkan.
"Itulah yang menyebabkan aku sangat membenci mahluk bernama perempuan itu." gumam Rey kesal.
Rey terdiam mendengar ucapan pak Dev, ia mencoba memikirkan semuanya. Rey tahu betul kalau maminya tidak akan main-main dengan ucapannya, ia pun jelas tidak ingin kehilangan posisinya saat ini karena ia begitu mencintai pekerjaannya. Namun Rey benar-benar tidak bisa memperlakukan Mey layaknya seorang istri, ia punya alasan tersendiri yang tidak bisa di ceritakannya pada siapapun. Setelah berpikir cukup lama akhirnya Rey memutuskan untuk mendengarkan saran pak Dev.
"Baiklah, saya akan coba untuk menemui Mey." kata Rey yakin, pak Dev tersenyum mendengar keputusan yang di ambil oleh bosnya tersebut.
Rey melajukan mobilnya, ia bergegas menuju kerumah Mey untuk memintanya ikut bersamanya. Namun saat tiba dirumah Mey, ternyata Mey tidak ada di sana. Kehadiran Rey justru membuat bu Dela bingung dan bertanya-tanya. "Ada apa Nak Rey? Loh, Meynya mana?" tanya Bunda Dela dengan tatapan menyelidik, ia terlihat celingukan mencari keberadaan putrinya. Rey terdiam, ia benar-benar kaget mengetahui kalau Mey tidak pulang kerumahnya. "Pergi kemana dia?" batin Rey. "Nak Rey?" panggil bu Dela membuyarkan lamunan Rey. "Ahh, saya di suruh Mey untuk mengambil..." Rey memutar otak memikirkan alasan, karena tidak mungkin ia mengatakan bahwa mereka sedang bertengkar. "Ohh, ada yang ketinggalan? Ayok masuk Nak Rey kekamar." ajak bu Dela. Rey yang belum mendapat alasan yang tepat akh
Rey tiba di rumahnya, ia langsung di sambut tatapan tajam nyonya Serly dan tuan Will. Rey berusaha mengabaikan tatapan tajam itu, namun semakin di abaikannya semakin risih saja Rey di buatnya. Kemanapun Rey melangkah tatapan itu mengikuti dan mengintimidasinya. "Mami, Papi, jangan tatap aku seperti penjahat begitu dong." protes Rey tidak tahan lagi. Mami mendekatinya "Dimana menantu Mami?" tanya nyonya Serly dengan tatapan kesal, Rey menghelas napas. "Besok aku jemput dia, Mami tenang saja." "Ehemm, jangan coba-coba berbohong kepada kami Rey." kata tuan Will dengan suara datar. "Iya, Rey tidak bohong." Saat mereka sedang serius berbicara, sepupu Rey Exel muncul dari arah pintu depan. "Halo Tante." sapanya dengan senyuman lebar, ia
Mey menatap penuh selidik, ia terpaksa mendorong Rey dengan sedikit kekuatannya hingga Rey pun terdorong dan pintu kamarnya terbuka. Mey menutup mulutnya dengan tangan saking terkejutnya, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa kamar Pak Rey.." Mey tidak melanjutkan kalimatnya, Rey hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan wajah yang memerah padam. Mey melangkah masuk, sejujurnya ia bingung harus senang atau justru merasa heran. Kamar Rey terlihat layaknya kamar pengantin pada umumnya, hiasan vas bunga berisi mawar merah segar, ditambah helai demi helai bunga mawar terhampar di atas kasur. Dimeja terdapat lilin aroma terapi menenangkan dengan aroma yang sama yaitu mawar. Rey terlihat kebingungan sama seperti dirinya, Mey tahu ini pasti bukan perbuatan Rey. "Kamu tidak akan berpikir aku yang menyiapkan semua ini kan?" tanya Rey berusaha me
Rey tersedak mendengar ucapan maminya, suasana dimeja makan pagi itu sedikit canggung. Mey hanya bisa diam terpaku, sementara Exel terlihat mencoba menahan tawanya. "Aku sibuk banget di kantor Mi, mana ada waktu untuk hal yang seperti itu." tolak Rey sedikit kesal. "Loh, memangnya kenapa? Lagi pula mulai hari ini ada Exel yang akan membantu pekerjaanmu dikantor." kata nyonya Serly tidak mau kalah. "Yah, kamu boleh pergi untuk berbulan madu dengan Mey. Aku akan membantumu menyelesaikan pekerjaanmu Rey dan soal rapat hari ini biar aku yang mengurusnya." sambung Exel, yang justru dibalas tatapan tajam oleh Rey. "Sepertinya tidak perlu seperti itu Mi, Mey mengerti dengan kesibukkan Rey." ucap Mey berusaha memberi dukungan pada suaminya. "Tidak sayang, mami sudah mendiskusikan hal ini dengan papi semalam. Papi juga sudah me
"Kenapa kau tidak mengenalkan aku pada istrimu itu Rey?" tanya pria itu. "Dia tidak perlu mengenalmu Jo." kata Rey dingin. "Hahaha. Sepertinya kau takut aku akan mengatakan banyak hal padanya." Pria bernama Jo itu tertawa, sementara Rey hanya terdiam dan berusaha mengendalikan emosinya yang hampir meledak. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Rey dan langsung melangkah pergi meninggalkan Jo. Jo berbalik dan menatap punggung Rey dengan senyum kecil yang tergambar di wajahnya. Ia bahkan terus memandangi Rey hingga bayangan Rey hilang di balik pintu villa. Rey segera menutup pintu sesaat setelah ia masuk ke dalam villa, namun ia masih terdiam di balik pintu. Wajahnya yang tadinya pucat, kini berubah merah padam penuh amarah. "Apa Pak Rey baik-baik saja?" tanya Mey yang tiba-tiba muncul dari ar
"Aahh, akhirnya.." Mey mengusap perutnya yang terasa penuh setelah makan begitu banyak di sebuah warung yang tak jauh dari klinik. "Seharusnya kita bisa mencari tempat makan yang jauh lebih enak di kota." ucap Rey sembari mengemudikan mobilnya menuju ke villa. "Apa Pak Rey tidak pernah dengar istilah, saat lapar apapun akan terasa enak. Lagipula makanan diwarung tadi cukup enak." Sahut Mey. "Yahhh, aku tahu seenak apa makanan disitu, sampai seorang perempuan menghabiskan 2 piring nasi dan semangkuk mie instan plus telur 2 butir" kata Rey sambil melirik ke arah Mey, Mey balas menatap sinis ke aras Rey. "Bukankah ini semua karena Pak Rey yang tidak mengajakku makan sejak siang tadi? Cihhh, harusnya Bapak merasa bersalah. Bukan malah mengejek porsi makanku." "Tentu saja aku merasa bersalah, ta
Mey memperhatikan perubahan suasana hati Rey sejak tadi mereka bertemu dengan Jo, Rey terus saja diam bahkan hingga mereka sampai di villa. Hal itu membuat Mey bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan Rey. Perubahan sikap ini sama persis dengan yang terjadi saat pertama kali dia bertemu dengan Jo didepan villa. “Pak Rey kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran bapak?” tanya Mey dengan hati-hati. “Aah tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah saja.” Kata Rey sebelum masuk kedalam kamarnya. “Perasaan kita tidak berjalan sejauh itu. Kenapa dia sudah terlihat sangat kelelahan?” Batin Mey. Mey semakin penasaran saja dengan hubungan Rey dengan Jo, hubungan antara para pria biasanya sangat jarang terlibat konflik kecuali karena satu hal. Mey mulai membuat spekulasi sendiri. “Aahh, apa mereka teman yang jatuh cinta pada satu wanita seperti yang terjadi di film-film? Lalu mereka yang awalnya berteman kini berubah menjadi musuh.” Gumam Mey mulai menerka-ne
Rey terbangun kaget, dilihatnya jam yang menunjukan bahwa sudah hampir setengah jam lebih dirinya terlelap. Dengan cepat ia bangkit dari pembaringan, ia berpikir untuk mencari Mey. Dia sadar, seharusnya dia tidak bersikap dingin seperti itu kepada Mey.Tok. Tok. Tok.Ketukan berulang di pintu kamar Mey tidak mendapatkan respon, Rey spontan membuka pintu kamar dan ternyata kosong tidak terkunci.“Kemana perginya?” Rey mencari di halaman belakang villa dan beberapa tempat lainnya tapi keberadaan Mey tidak ada disana. Akhirnya Rey memutuskan untuk menanyakannya kepada penjaga villa, mereka hanya berkata bahwa mereka sempat melihat Mey keluar menuju ke arah jalan desa.Dengan cepat Rey menyisir jalanan desa untuk menemukan Mey. Tapi Mey tidak ada dimanapun, perasaan Rey mulai tidak tenang. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Mey, sudah barang tentu dia yang akan disalahkan oleh semua orang.“Aahh, sial! Kemana sih perginya wanita itu?” Tiba-tiba dia teringat akan Jo, dia berada divilla ya
“Hati-hati yah.” Pesan Dela saat melepas kepergian Mey dan Rey. Mey sebenarnya tidak ingin semobil dengan Rey, tapi dirinya tidak ingin membuat bunda curiga.“Aku tidak melakukannya.” Tiba-tiba Rey bersuara dan memecah keheningan.“Melakukan apa?” Mey bertanya dengan sedikit malas.“Aku tidak memecat siapapun!” Rey mengatakan hal itu dengan tatapan lurus kedepan. Kali ini dia sendiri yang membawa mobil tanpa sopirnya Coki.“Memangnya aku percaya? Siapa lagi yang bisa melakukan itu?” Tegas Mey menolak percaya. “Mami..” Jawab Rey kesal karena terus dituduh oleh Mey.Mey terperangah mendengar ucapan Rey, dia tidak akan bisa percaya jika Serly yang melakukan hal setega itu. Selama berapa hari ini dia bisa menilai orang seperti apa Serly itu. Dia sangat baik dan memperlakukan Mey seperti anaknya sendiri.“Jangan coba berbohong ya!” ancam Mey, ia kini benar-benar lupa bahwa Rey adalah bosnya.“Aku serius Mey. Berhati-hati lah pada Mami, dia bisa saja berubah jadi orang yang kejam.” Pesan R
Mey berjalan dengan tanpa takut, semua orang tampak bersikap biasa. Tidak! Lebih tepatnya orang-orang dikantor ini tidak ada lagi yang mengenalinya. Mey bahkan tidak mengenali mereka. Mey ingat sempat berkenalan dengan beberapa pegawai disini saat pertama bekerja, mereka pun tidak lagi ada disini. Ia berjalan menuju keruangan Rey, karena tepat didepan pintu ruangan Rey meja sekretaris berada.‘Apa aku terlalu egois? Bagaimana bisa begitu banyak orang kehilangan pekerjaan karena diriku’ batin Mey penuh penyesalan, andai saja dia tahu akibatnya sudah tentu dia akan menolak tawaran pernikahan itu. Mey bahkan menerima tawaran itu karena takut kehilangan pekerjaan, nyatanya hal itu justru terjadi pada orang lain karena dirinya.Ditengah kesedihannya Citra datang mengagetkannya. “Jangan menyalahkan dirimu sendiri, ini bukan salahmu Mey. Kau hanya sedang memperjuangkan nasibmu sendiri.” Ucap Citra, ia sadar Mey begitu terkejut dengan kabar itu dan merasa bersalah.“Tapi tetap saja, memecat b
Mey menata rambutnya dengan begitu rapi, ia bahkan mengenakan pakaian yang selama ini digunakannya untuk bekerja sebagai sekretaris Rey. Ini sudah lebih seminggu dirinya tidak masuk untuk bekerja. Ia melirik ke arah Rey yang masih tertidur lelap, ia jelas bebas bangun jam berapapun karena posisinya sebagai bos di perusahaan itu. “Haahh, seandainya saja aku terlahir dengan keberuntungan seperti itu, sudah pasti aku akan bangun sesiang yang aku bisa.” Keluhnya sembari terus merapikan pakaiannya. “Kau harus banyak berbuat baik agar keberuntungan bisa berpihak padamu.” Celetuk Rey dengan tatapan yang masih terpejam, membuat Mey tercekat saking kagetnya. “Kau sudah bangun?” tanya Mey panik. Rey perlahan membuka matanya dan bangkit dari tidurnya, ia menatap ke arah Mey yang sudah berpakaian rapi. “Memangnya kau pikir orang kaya sepertiku selalu bangun siang? Kami punya aktifitas yang begitu banyak yang tidak kalian ketahui.” Jelas Rey. “Haha, yaaa. Aku yang miskin ini pun sama punya ban
“Apa pak Rey masih marah padaku?” Tanya Mey dengan wajah polosnya, sudah sejak kemarin Rey terus mendiami Mey. Mey jadi merasa bersalah dan canggung sendiri.“Berkemaslah, kita akan pulang hari ini.” Rey tidak menggubris pertanyaan Rey. Mey memanyunkan bibirnya seolah kecewa karena Rey tidak menjawab pertanyaannya.Selama perjalanan Rey terus mendiamkan Mey, Mey sendiri tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya bisa diam dan berpura-pura mengabaikannya. Setibanya dirumah Serly dan Will langsung menyambut anak menantunya.“Ya Ampun, kenapa kalian pulang lebih awal? Bukankah sudah aku katakan untuk menikmati waktu bulan madu.” Protes Serly ketika melihat Rey dan Mey tiba di kediaman mereka.“Ehemm, jadi apakah kalian sudah melakukannya?” tanya Will mencoba bertanya pada Rey.“Melalukan apa?” Tanya Rey bingung.“Apalagi? Tentu saja membuat cucu untuk kami.” Will menjawab tanpa basa basi, membuat Mey seketika tersipu malu. Rey pun sama kagetnya mendengar ucapan sang ayah yang tidak sepatutn
Exel berjalan dengan langkah panjang, ia seolah sengaja menjauh dari Mey. Mey yang berjalan dibelakangnya sesekali memanggilnya mencoba menanyakan keadaan Exel.“Apa kau baik-baik saja? Ku pikir tadi kau hampir mati.” Teriak Mey dengan lantang. Jarak yang cukup jauh membuatnya sedikit berteriak, tapi Exel seolah abai dan tidak peduli.“Ssial, wajahku terus saja memanas.” Batin Exel mengumpat, sesekali di sentuhnya pipinya sendiri yang terasa menghangat. Dirinya membayangkan bagaimana bibir Mey ketika menyentuh bibirnya saat itu.“Aaaggghh..” teriak Exel tanpa sadar, membuat Mey terlonjak kaget dan gegas berlari ke arahnya.“Kenapa? Ada apa? apa ada yang terluka?” Tanya Mey panik, ia bahkan langsung memperhatikan tubuh Exel mencoba mencari apakah ada luka disana.Exel langsung menepis tangan Mey dengan canggung.“Tidak, tidak! Aku baik-baik saja. Ayo kita pulang!” Ajak Exel dan langsung memalingkan wajahnya. Mey menatapnya heran, karena tingkah Exel yang aneh.“Bisa-bisanya wanita ini
Rey terbangun kaget, dilihatnya jam yang menunjukan bahwa sudah hampir setengah jam lebih dirinya terlelap. Dengan cepat ia bangkit dari pembaringan, ia berpikir untuk mencari Mey. Dia sadar, seharusnya dia tidak bersikap dingin seperti itu kepada Mey.Tok. Tok. Tok.Ketukan berulang di pintu kamar Mey tidak mendapatkan respon, Rey spontan membuka pintu kamar dan ternyata kosong tidak terkunci.“Kemana perginya?” Rey mencari di halaman belakang villa dan beberapa tempat lainnya tapi keberadaan Mey tidak ada disana. Akhirnya Rey memutuskan untuk menanyakannya kepada penjaga villa, mereka hanya berkata bahwa mereka sempat melihat Mey keluar menuju ke arah jalan desa.Dengan cepat Rey menyisir jalanan desa untuk menemukan Mey. Tapi Mey tidak ada dimanapun, perasaan Rey mulai tidak tenang. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Mey, sudah barang tentu dia yang akan disalahkan oleh semua orang.“Aahh, sial! Kemana sih perginya wanita itu?” Tiba-tiba dia teringat akan Jo, dia berada divilla ya
Mey memperhatikan perubahan suasana hati Rey sejak tadi mereka bertemu dengan Jo, Rey terus saja diam bahkan hingga mereka sampai di villa. Hal itu membuat Mey bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan Rey. Perubahan sikap ini sama persis dengan yang terjadi saat pertama kali dia bertemu dengan Jo didepan villa. “Pak Rey kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran bapak?” tanya Mey dengan hati-hati. “Aah tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah saja.” Kata Rey sebelum masuk kedalam kamarnya. “Perasaan kita tidak berjalan sejauh itu. Kenapa dia sudah terlihat sangat kelelahan?” Batin Mey. Mey semakin penasaran saja dengan hubungan Rey dengan Jo, hubungan antara para pria biasanya sangat jarang terlibat konflik kecuali karena satu hal. Mey mulai membuat spekulasi sendiri. “Aahh, apa mereka teman yang jatuh cinta pada satu wanita seperti yang terjadi di film-film? Lalu mereka yang awalnya berteman kini berubah menjadi musuh.” Gumam Mey mulai menerka-ne
"Aahh, akhirnya.." Mey mengusap perutnya yang terasa penuh setelah makan begitu banyak di sebuah warung yang tak jauh dari klinik. "Seharusnya kita bisa mencari tempat makan yang jauh lebih enak di kota." ucap Rey sembari mengemudikan mobilnya menuju ke villa. "Apa Pak Rey tidak pernah dengar istilah, saat lapar apapun akan terasa enak. Lagipula makanan diwarung tadi cukup enak." Sahut Mey. "Yahhh, aku tahu seenak apa makanan disitu, sampai seorang perempuan menghabiskan 2 piring nasi dan semangkuk mie instan plus telur 2 butir" kata Rey sambil melirik ke arah Mey, Mey balas menatap sinis ke aras Rey. "Bukankah ini semua karena Pak Rey yang tidak mengajakku makan sejak siang tadi? Cihhh, harusnya Bapak merasa bersalah. Bukan malah mengejek porsi makanku." "Tentu saja aku merasa bersalah, ta
"Kenapa kau tidak mengenalkan aku pada istrimu itu Rey?" tanya pria itu. "Dia tidak perlu mengenalmu Jo." kata Rey dingin. "Hahaha. Sepertinya kau takut aku akan mengatakan banyak hal padanya." Pria bernama Jo itu tertawa, sementara Rey hanya terdiam dan berusaha mengendalikan emosinya yang hampir meledak. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Rey dan langsung melangkah pergi meninggalkan Jo. Jo berbalik dan menatap punggung Rey dengan senyum kecil yang tergambar di wajahnya. Ia bahkan terus memandangi Rey hingga bayangan Rey hilang di balik pintu villa. Rey segera menutup pintu sesaat setelah ia masuk ke dalam villa, namun ia masih terdiam di balik pintu. Wajahnya yang tadinya pucat, kini berubah merah padam penuh amarah. "Apa Pak Rey baik-baik saja?" tanya Mey yang tiba-tiba muncul dari ar