Rey melajukan mobilnya, ia bergegas menuju kerumah Mey untuk memintanya ikut bersamanya. Namun saat tiba dirumah Mey, ternyata Mey tidak ada di sana. Kehadiran Rey justru membuat bu Dela bingung dan bertanya-tanya.
"Ada apa Nak Rey? Loh, Meynya mana?" tanya Bunda Dela dengan tatapan menyelidik, ia terlihat celingukan mencari keberadaan putrinya.
Rey terdiam, ia benar-benar kaget mengetahui kalau Mey tidak pulang kerumahnya.
"Pergi kemana dia?" batin Rey.
"Nak Rey?" panggil bu Dela membuyarkan lamunan Rey.
"Ahh, saya di suruh Mey untuk mengambil..." Rey memutar otak memikirkan alasan, karena tidak mungkin ia mengatakan bahwa mereka sedang bertengkar.
"Ohh, ada yang ketinggalan? Ayok masuk Nak Rey kekamar." ajak bu Dela.
Rey yang belum mendapat alasan yang tepat akhirnya mengikuti bu Dela menuju kamar Mey, kamar Mey terlihat biasa saja untuk ukuran kamar wanita, bahkan kamar Rey masih jauh lebih bersih dari pada kamar Mey. Rey menatap sekeliling, ini pertama kalinya masuk ke dalam kamar seorang wanita.
"Jadi Mey suruh ambil apa tadi?" tanya bu Dela lagi.
Rey memutar bola matanya untuk mencari apa yang mungkin bisa di bawanya sebagai alasan, matanya kini menangkap sebuah boneka Micky Mouse, satu-satunya boneka yang ada di kamar itu. Boneka itu terlihat dekil dan membuat Rey geli sendiri melihatnya.
"Saya mau ambil itu Bunda, Mey menyuruh untuk mengambilnya." kata Rey menunjuk ke arah boneka itu.
"Oalah, dasar anak itu. Dia pasti mimpi buruk lagi yah, ini boneka selalu ada di dalam kamarnya sejak dia kecil. Kalau sedang mimpi buruk dan tidak berani menyusul ayah dan bunda ke kamar dia pasti memeluk boneka ini agar bisa tertidur kembali." kata bu Dela sembari mengambil boneka itu.
"Bisa-bisanya dia tidur dengan memeluk boneka dekil ini, dasar perempuan jorok." ucap Rey dalam hati.
Rey mengambil boneka yang di serahkan bu Dela kepadanya, tangannya seperti enggan mengambil boneka dekil dan lusuh ini. Namun karena tidak ada alasan lain dengan terpaksa dia mengambilnya. Setelah itu Rey langsung berpamitan untuk pergi kepada bu Dela, namun bu Dela tiba-tiba teringat sesuat, ia kembali ke kamar dan mengambil sebuah tas kecil dan menyerahkannya kepada Rey.
"Ibu titip ini yah buat Mey." kata bu Dela sedikit malu menyerahkannya.
"Baik Bunda." kata Rey dan langsung pergi.
Rey yang sudah ada di dalam mobil kini benar-benar bingung harus mencari Mey kemana, di tengah kebingungannya ia penasaran dengan tas yang di titipkan bunda Mey padanya. Dengan cepat di ambilnya tas itu lalu perlahan di bukanya.
"Waaaaa.." teriak Rey kaget dan langsung melempar tas itu.
Tas itu ternyata berisi pakaian dalam wanita dan sebuah baju tidur malam yang sexy, Rey benar-benar terkejut melihatnya. Ia tidak habis pikir bu Dela akan memberikan itu kepada putrinya, dengan cepat Rey langsung memungut pakaian yang di lemparkannya tadi kembali ke dalam tas.
Rey kini mengambil ponselnya, di telponnya pak Dev untuk membantunya untuk mencari keberadaan Mey, pak Dev berjanji akan segera mengabarinya jika berhadil mengetahui keberadaan Mey, akhirnya dengan perasaan kesal Rey memutuskan untuk kembali kerumahnya.
***
Mey baru saja tiba di rumah Citra, segera ia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Tubuhnya benar-benar lelah saat ini beban pikirannya yang sudah sangat banyak kini bertambah dengan adanya pernikahan ini, Mey memandang langit-langit kamar itu. Bayangan wajah Rey sekelebat muncul dan membuat Mey menjadi kesal.
"Bagaimana bisa aku menikahi lelaki jahat dan tidak berhati seperti itu?" gerutu Mey kesal, dia meremas-remas bantal yang ada di sampingnya saking emosinya.
Mey mengambil ponselnya, ada beberapa panggilan tak terjawab dari pak Dev. Ia tahu pasti apa tujuan pak Dev menelponnya seperti ini, pasti ingin mempertanyakan masalah kontrak bodoh itu. Karena kesal akhirnya Mey memutuskan untuk beristirahat sejenak dan melupakan semua masalahnya.
Ddrrrtt.. Ddrttt.. sebuah panggila telpon membangunkan Mey, dilihatnya nama Citra tertera di sana.
"Hallo Cit." jawab Mey.
"Mey kamu dimana sekarang?" tanya Citra dari balik telpon suaranya terdengar panik.
"Ahh, tentu saja di rumahmu, sepertinya aku ketiduran dan baru terbangun di jam segini." jawab Mey sambil melihat jam yang menunjukan pukul 7 malam.
"Mey, apa kau tidak bisa membiarkan Pak Rey untuk masuk saja?" tanya Citra panik.
"Maksud kamu?" tanya Mey bingung tidak mengerti maksud ucapan Citra.
"Tetanggaku terus menelpon, katanya ada orang asing yang terus mondar-mandir didepan rumahku, mereka ingin melapor karena resah tapi mereka takut kalau itu adalah keluargaku yang sedang menungguku pulang kantor." ucap Citra menjelaskan.
Mey yang kaget langsung berlari ke ruang tamu, di intipnya dari balik jendela dan benar saja ada Rey yang tengah mondar-mandir tidak jelas di depan rumah Citra, sepertinya ia benar-benar ragu untuk masuk dan bertemu dengan Mey.
"Kok dia bisa tau aku di sini?" tanya Mey.
"Entahlah, tadi pak Dev hanya meminta alamatku. Aku juga yang sedang sibuk akhirnya memberikannya tanpa menanyakan alasannya, mungkin saja ia tau kalau kita berdua berteman cukup dekat." kata Citra, Mey terdiam bingung.
"Pokoknya sebaiknya kamu temui Pak Rey, sebelum tetanggaku curiga dan melaporkannya karena terus mondar-mandir disana." pesan Citra sebelum memetikan telponnya.
Mey menarik napas dalam, ia jadi merasa tidak enak pada Citra dan tetangganya karena Rey yang seperti maling terus menatap ke arah rumah Citra. Mey akhirnya memutuskan untuk menemuinya.
Rey sendiri sejak tadi terus-terusan berdiri di depan rumah Citra, ia tidak segera masuk karena bingung akan mengatakan apa pada Mey, ia yang terbiasa dingin dan acuh pada orang lain juga tidak tau cara meminta maaf yang benar. Jika dirumah Mey, jelas ada ayah dan bunda yang akan mencairkan suasana, tapi disini Rey yang harus memulai semuanya.
Perlahan pintu terbuka, Mey keluar dari dalam rumah Citra dan menghampiri Rey. Rey yang sedang kebingungan justru terkejut melihat Mey. Tatapan Mey benar-benar tajam layaknya tatapan wanita yang sedang marah dan ngambek pada umumnya, membuat Rey semakin kehabisan kata-kata untuk membujuk Mey.
"Sedang apa Bapak ada di sini?" tanya Mey.
"Bagaimana kamu tahu kalau aku ada di depan rumah ini?" Rey justru balik bertanya.'
"Haahhh, Bapak yang mondar-mandir tidak jelas sejak satu jam yang lalu membuat tetangga menelepon Citra karena mengira Pak Rey orang asing yang ingin berbuat jahat di kompleks ini." jawab Mey.
"Apa wajah tampanku ini terlihat seperti penjahat di mata mereka?" tanya Rey.
Mey hanya mengangkat bahunya untuk menjawab pertanyaan Rey.
"Jadi apa tujuan Pak Rey datang kesini?" tanya Mey.
"Aku.. Aku ke sini." Rey terlihat ragu untuk berbicara, mulutnya benar-benar sulit mengatakan maaf apalagi pada Mey yang merupakan pegawainya di kantor, walaupun saat ini sudah menjadi istrinya.
"Kalau Bapak belum ingin bicara, aku akan masuk sekarang." ucap Mey dan hendak berbalik masuk.
"Tunggu." tahan Rey, Mey mengurungkan niatnya dan kembali menatap suaminya tersebut.
"Aku minta maaf atas ucapanku tadi." kata Rey pelan.
"Dan aku juga ingin mengajakmu kembali kerumah dan berpura-pura menjadi istriku." tambah Rey meminta.
"Kenapa tiba-tiba Pak Rey berubah pikiran?" tanya Mey, tidak ingin luluh begitu saja.
"Aku tidak pernah berubah pikiran sejak awal, kamulah yang berubah pikiran Mey."
Mey terdiam, benar juga apa yang di katakan Rey dialah yang berubah pikiran.
"Tolong bantu aku kali ini Mey." pinta Rey lembut dan penuh ketulusan, kali ini ia benar-benar melakukan sebagaimana yang di katakan oleh Pak Dev padanya.
"Mmm, entahlah, sepertinya aku sudah tidak bisa membantu Pak Rey lagi." kata Mey senang, kali ini permainan di menangkan oleh Mey. Ia berhasil membuat seorang Rey meminta maaf pada orang lain. Padahal selama ini ia di kenal sangat dingin dengan sipapun.
"Mey." panggil Rey frustasi, di ingatnya pesan maminya tadi siang.
Mey tidak menjawab apa-apa, ia hanya berbalik menuju kedalam rumah dan meninggalkan Rey sendirian. Rey menarik napas dalam, sepertinya kali ini ia tidak akan bisa lagi menyelesaikan semua kekacauan ini, Rey memutuskan untuk berbalik pergi meninggalkan rumah Citra, sampai tiba-tiba Mey kembali keluar dan memanggilnya.
"Aku tunggu besok pagi jam 7 di sini, jangan sampai lambat yah Pak. Kalau lambat takutnya aku akan berubah pikiran lagi." pesan Mey dengan senyum tergambar di wajahnya.
Rey yang melihat senyuman Mey benar-benar merasa lega dan bersyukur, akhirnya Mey mau ikut dengannya dan itu artinya mami dan papinya tidak akan lagi memarahinya hingga mengancam akan menggantikan posisinya di perusahaan.
"Baiklah, aku akan datang setengah jam sebelumnya." jawab Rey membalas senyuman Mey.
Rey tiba di rumahnya, ia langsung di sambut tatapan tajam nyonya Serly dan tuan Will. Rey berusaha mengabaikan tatapan tajam itu, namun semakin di abaikannya semakin risih saja Rey di buatnya. Kemanapun Rey melangkah tatapan itu mengikuti dan mengintimidasinya. "Mami, Papi, jangan tatap aku seperti penjahat begitu dong." protes Rey tidak tahan lagi. Mami mendekatinya "Dimana menantu Mami?" tanya nyonya Serly dengan tatapan kesal, Rey menghelas napas. "Besok aku jemput dia, Mami tenang saja." "Ehemm, jangan coba-coba berbohong kepada kami Rey." kata tuan Will dengan suara datar. "Iya, Rey tidak bohong." Saat mereka sedang serius berbicara, sepupu Rey Exel muncul dari arah pintu depan. "Halo Tante." sapanya dengan senyuman lebar, ia
Mey menatap penuh selidik, ia terpaksa mendorong Rey dengan sedikit kekuatannya hingga Rey pun terdorong dan pintu kamarnya terbuka. Mey menutup mulutnya dengan tangan saking terkejutnya, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa kamar Pak Rey.." Mey tidak melanjutkan kalimatnya, Rey hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan wajah yang memerah padam. Mey melangkah masuk, sejujurnya ia bingung harus senang atau justru merasa heran. Kamar Rey terlihat layaknya kamar pengantin pada umumnya, hiasan vas bunga berisi mawar merah segar, ditambah helai demi helai bunga mawar terhampar di atas kasur. Dimeja terdapat lilin aroma terapi menenangkan dengan aroma yang sama yaitu mawar. Rey terlihat kebingungan sama seperti dirinya, Mey tahu ini pasti bukan perbuatan Rey. "Kamu tidak akan berpikir aku yang menyiapkan semua ini kan?" tanya Rey berusaha me
Rey tersedak mendengar ucapan maminya, suasana dimeja makan pagi itu sedikit canggung. Mey hanya bisa diam terpaku, sementara Exel terlihat mencoba menahan tawanya. "Aku sibuk banget di kantor Mi, mana ada waktu untuk hal yang seperti itu." tolak Rey sedikit kesal. "Loh, memangnya kenapa? Lagi pula mulai hari ini ada Exel yang akan membantu pekerjaanmu dikantor." kata nyonya Serly tidak mau kalah. "Yah, kamu boleh pergi untuk berbulan madu dengan Mey. Aku akan membantumu menyelesaikan pekerjaanmu Rey dan soal rapat hari ini biar aku yang mengurusnya." sambung Exel, yang justru dibalas tatapan tajam oleh Rey. "Sepertinya tidak perlu seperti itu Mi, Mey mengerti dengan kesibukkan Rey." ucap Mey berusaha memberi dukungan pada suaminya. "Tidak sayang, mami sudah mendiskusikan hal ini dengan papi semalam. Papi juga sudah me
"Kenapa kau tidak mengenalkan aku pada istrimu itu Rey?" tanya pria itu. "Dia tidak perlu mengenalmu Jo." kata Rey dingin. "Hahaha. Sepertinya kau takut aku akan mengatakan banyak hal padanya." Pria bernama Jo itu tertawa, sementara Rey hanya terdiam dan berusaha mengendalikan emosinya yang hampir meledak. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Rey dan langsung melangkah pergi meninggalkan Jo. Jo berbalik dan menatap punggung Rey dengan senyum kecil yang tergambar di wajahnya. Ia bahkan terus memandangi Rey hingga bayangan Rey hilang di balik pintu villa. Rey segera menutup pintu sesaat setelah ia masuk ke dalam villa, namun ia masih terdiam di balik pintu. Wajahnya yang tadinya pucat, kini berubah merah padam penuh amarah. "Apa Pak Rey baik-baik saja?" tanya Mey yang tiba-tiba muncul dari ar
"Aahh, akhirnya.." Mey mengusap perutnya yang terasa penuh setelah makan begitu banyak di sebuah warung yang tak jauh dari klinik. "Seharusnya kita bisa mencari tempat makan yang jauh lebih enak di kota." ucap Rey sembari mengemudikan mobilnya menuju ke villa. "Apa Pak Rey tidak pernah dengar istilah, saat lapar apapun akan terasa enak. Lagipula makanan diwarung tadi cukup enak." Sahut Mey. "Yahhh, aku tahu seenak apa makanan disitu, sampai seorang perempuan menghabiskan 2 piring nasi dan semangkuk mie instan plus telur 2 butir" kata Rey sambil melirik ke arah Mey, Mey balas menatap sinis ke aras Rey. "Bukankah ini semua karena Pak Rey yang tidak mengajakku makan sejak siang tadi? Cihhh, harusnya Bapak merasa bersalah. Bukan malah mengejek porsi makanku." "Tentu saja aku merasa bersalah, ta
Mey memperhatikan perubahan suasana hati Rey sejak tadi mereka bertemu dengan Jo, Rey terus saja diam bahkan hingga mereka sampai di villa. Hal itu membuat Mey bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan Rey. Perubahan sikap ini sama persis dengan yang terjadi saat pertama kali dia bertemu dengan Jo didepan villa. “Pak Rey kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran bapak?” tanya Mey dengan hati-hati. “Aah tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah saja.” Kata Rey sebelum masuk kedalam kamarnya. “Perasaan kita tidak berjalan sejauh itu. Kenapa dia sudah terlihat sangat kelelahan?” Batin Mey. Mey semakin penasaran saja dengan hubungan Rey dengan Jo, hubungan antara para pria biasanya sangat jarang terlibat konflik kecuali karena satu hal. Mey mulai membuat spekulasi sendiri. “Aahh, apa mereka teman yang jatuh cinta pada satu wanita seperti yang terjadi di film-film? Lalu mereka yang awalnya berteman kini berubah menjadi musuh.” Gumam Mey mulai menerka-ne
Rey terbangun kaget, dilihatnya jam yang menunjukan bahwa sudah hampir setengah jam lebih dirinya terlelap. Dengan cepat ia bangkit dari pembaringan, ia berpikir untuk mencari Mey. Dia sadar, seharusnya dia tidak bersikap dingin seperti itu kepada Mey.Tok. Tok. Tok.Ketukan berulang di pintu kamar Mey tidak mendapatkan respon, Rey spontan membuka pintu kamar dan ternyata kosong tidak terkunci.“Kemana perginya?” Rey mencari di halaman belakang villa dan beberapa tempat lainnya tapi keberadaan Mey tidak ada disana. Akhirnya Rey memutuskan untuk menanyakannya kepada penjaga villa, mereka hanya berkata bahwa mereka sempat melihat Mey keluar menuju ke arah jalan desa.Dengan cepat Rey menyisir jalanan desa untuk menemukan Mey. Tapi Mey tidak ada dimanapun, perasaan Rey mulai tidak tenang. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Mey, sudah barang tentu dia yang akan disalahkan oleh semua orang.“Aahh, sial! Kemana sih perginya wanita itu?” Tiba-tiba dia teringat akan Jo, dia berada divilla ya
Exel berjalan dengan langkah panjang, ia seolah sengaja menjauh dari Mey. Mey yang berjalan dibelakangnya sesekali memanggilnya mencoba menanyakan keadaan Exel.“Apa kau baik-baik saja? Ku pikir tadi kau hampir mati.” Teriak Mey dengan lantang. Jarak yang cukup jauh membuatnya sedikit berteriak, tapi Exel seolah abai dan tidak peduli.“Ssial, wajahku terus saja memanas.” Batin Exel mengumpat, sesekali di sentuhnya pipinya sendiri yang terasa menghangat. Dirinya membayangkan bagaimana bibir Mey ketika menyentuh bibirnya saat itu.“Aaaggghh..” teriak Exel tanpa sadar, membuat Mey terlonjak kaget dan gegas berlari ke arahnya.“Kenapa? Ada apa? apa ada yang terluka?” Tanya Mey panik, ia bahkan langsung memperhatikan tubuh Exel mencoba mencari apakah ada luka disana.Exel langsung menepis tangan Mey dengan canggung.“Tidak, tidak! Aku baik-baik saja. Ayo kita pulang!” Ajak Exel dan langsung memalingkan wajahnya. Mey menatapnya heran, karena tingkah Exel yang aneh.“Bisa-bisanya wanita ini
“Hati-hati yah.” Pesan Dela saat melepas kepergian Mey dan Rey. Mey sebenarnya tidak ingin semobil dengan Rey, tapi dirinya tidak ingin membuat bunda curiga.“Aku tidak melakukannya.” Tiba-tiba Rey bersuara dan memecah keheningan.“Melakukan apa?” Mey bertanya dengan sedikit malas.“Aku tidak memecat siapapun!” Rey mengatakan hal itu dengan tatapan lurus kedepan. Kali ini dia sendiri yang membawa mobil tanpa sopirnya Coki.“Memangnya aku percaya? Siapa lagi yang bisa melakukan itu?” Tegas Mey menolak percaya. “Mami..” Jawab Rey kesal karena terus dituduh oleh Mey.Mey terperangah mendengar ucapan Rey, dia tidak akan bisa percaya jika Serly yang melakukan hal setega itu. Selama berapa hari ini dia bisa menilai orang seperti apa Serly itu. Dia sangat baik dan memperlakukan Mey seperti anaknya sendiri.“Jangan coba berbohong ya!” ancam Mey, ia kini benar-benar lupa bahwa Rey adalah bosnya.“Aku serius Mey. Berhati-hati lah pada Mami, dia bisa saja berubah jadi orang yang kejam.” Pesan R
Mey berjalan dengan tanpa takut, semua orang tampak bersikap biasa. Tidak! Lebih tepatnya orang-orang dikantor ini tidak ada lagi yang mengenalinya. Mey bahkan tidak mengenali mereka. Mey ingat sempat berkenalan dengan beberapa pegawai disini saat pertama bekerja, mereka pun tidak lagi ada disini. Ia berjalan menuju keruangan Rey, karena tepat didepan pintu ruangan Rey meja sekretaris berada.‘Apa aku terlalu egois? Bagaimana bisa begitu banyak orang kehilangan pekerjaan karena diriku’ batin Mey penuh penyesalan, andai saja dia tahu akibatnya sudah tentu dia akan menolak tawaran pernikahan itu. Mey bahkan menerima tawaran itu karena takut kehilangan pekerjaan, nyatanya hal itu justru terjadi pada orang lain karena dirinya.Ditengah kesedihannya Citra datang mengagetkannya. “Jangan menyalahkan dirimu sendiri, ini bukan salahmu Mey. Kau hanya sedang memperjuangkan nasibmu sendiri.” Ucap Citra, ia sadar Mey begitu terkejut dengan kabar itu dan merasa bersalah.“Tapi tetap saja, memecat b
Mey menata rambutnya dengan begitu rapi, ia bahkan mengenakan pakaian yang selama ini digunakannya untuk bekerja sebagai sekretaris Rey. Ini sudah lebih seminggu dirinya tidak masuk untuk bekerja. Ia melirik ke arah Rey yang masih tertidur lelap, ia jelas bebas bangun jam berapapun karena posisinya sebagai bos di perusahaan itu. “Haahh, seandainya saja aku terlahir dengan keberuntungan seperti itu, sudah pasti aku akan bangun sesiang yang aku bisa.” Keluhnya sembari terus merapikan pakaiannya. “Kau harus banyak berbuat baik agar keberuntungan bisa berpihak padamu.” Celetuk Rey dengan tatapan yang masih terpejam, membuat Mey tercekat saking kagetnya. “Kau sudah bangun?” tanya Mey panik. Rey perlahan membuka matanya dan bangkit dari tidurnya, ia menatap ke arah Mey yang sudah berpakaian rapi. “Memangnya kau pikir orang kaya sepertiku selalu bangun siang? Kami punya aktifitas yang begitu banyak yang tidak kalian ketahui.” Jelas Rey. “Haha, yaaa. Aku yang miskin ini pun sama punya ban
“Apa pak Rey masih marah padaku?” Tanya Mey dengan wajah polosnya, sudah sejak kemarin Rey terus mendiami Mey. Mey jadi merasa bersalah dan canggung sendiri.“Berkemaslah, kita akan pulang hari ini.” Rey tidak menggubris pertanyaan Rey. Mey memanyunkan bibirnya seolah kecewa karena Rey tidak menjawab pertanyaannya.Selama perjalanan Rey terus mendiamkan Mey, Mey sendiri tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya bisa diam dan berpura-pura mengabaikannya. Setibanya dirumah Serly dan Will langsung menyambut anak menantunya.“Ya Ampun, kenapa kalian pulang lebih awal? Bukankah sudah aku katakan untuk menikmati waktu bulan madu.” Protes Serly ketika melihat Rey dan Mey tiba di kediaman mereka.“Ehemm, jadi apakah kalian sudah melakukannya?” tanya Will mencoba bertanya pada Rey.“Melalukan apa?” Tanya Rey bingung.“Apalagi? Tentu saja membuat cucu untuk kami.” Will menjawab tanpa basa basi, membuat Mey seketika tersipu malu. Rey pun sama kagetnya mendengar ucapan sang ayah yang tidak sepatutn
Exel berjalan dengan langkah panjang, ia seolah sengaja menjauh dari Mey. Mey yang berjalan dibelakangnya sesekali memanggilnya mencoba menanyakan keadaan Exel.“Apa kau baik-baik saja? Ku pikir tadi kau hampir mati.” Teriak Mey dengan lantang. Jarak yang cukup jauh membuatnya sedikit berteriak, tapi Exel seolah abai dan tidak peduli.“Ssial, wajahku terus saja memanas.” Batin Exel mengumpat, sesekali di sentuhnya pipinya sendiri yang terasa menghangat. Dirinya membayangkan bagaimana bibir Mey ketika menyentuh bibirnya saat itu.“Aaaggghh..” teriak Exel tanpa sadar, membuat Mey terlonjak kaget dan gegas berlari ke arahnya.“Kenapa? Ada apa? apa ada yang terluka?” Tanya Mey panik, ia bahkan langsung memperhatikan tubuh Exel mencoba mencari apakah ada luka disana.Exel langsung menepis tangan Mey dengan canggung.“Tidak, tidak! Aku baik-baik saja. Ayo kita pulang!” Ajak Exel dan langsung memalingkan wajahnya. Mey menatapnya heran, karena tingkah Exel yang aneh.“Bisa-bisanya wanita ini
Rey terbangun kaget, dilihatnya jam yang menunjukan bahwa sudah hampir setengah jam lebih dirinya terlelap. Dengan cepat ia bangkit dari pembaringan, ia berpikir untuk mencari Mey. Dia sadar, seharusnya dia tidak bersikap dingin seperti itu kepada Mey.Tok. Tok. Tok.Ketukan berulang di pintu kamar Mey tidak mendapatkan respon, Rey spontan membuka pintu kamar dan ternyata kosong tidak terkunci.“Kemana perginya?” Rey mencari di halaman belakang villa dan beberapa tempat lainnya tapi keberadaan Mey tidak ada disana. Akhirnya Rey memutuskan untuk menanyakannya kepada penjaga villa, mereka hanya berkata bahwa mereka sempat melihat Mey keluar menuju ke arah jalan desa.Dengan cepat Rey menyisir jalanan desa untuk menemukan Mey. Tapi Mey tidak ada dimanapun, perasaan Rey mulai tidak tenang. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Mey, sudah barang tentu dia yang akan disalahkan oleh semua orang.“Aahh, sial! Kemana sih perginya wanita itu?” Tiba-tiba dia teringat akan Jo, dia berada divilla ya
Mey memperhatikan perubahan suasana hati Rey sejak tadi mereka bertemu dengan Jo, Rey terus saja diam bahkan hingga mereka sampai di villa. Hal itu membuat Mey bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan Rey. Perubahan sikap ini sama persis dengan yang terjadi saat pertama kali dia bertemu dengan Jo didepan villa. “Pak Rey kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran bapak?” tanya Mey dengan hati-hati. “Aah tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah saja.” Kata Rey sebelum masuk kedalam kamarnya. “Perasaan kita tidak berjalan sejauh itu. Kenapa dia sudah terlihat sangat kelelahan?” Batin Mey. Mey semakin penasaran saja dengan hubungan Rey dengan Jo, hubungan antara para pria biasanya sangat jarang terlibat konflik kecuali karena satu hal. Mey mulai membuat spekulasi sendiri. “Aahh, apa mereka teman yang jatuh cinta pada satu wanita seperti yang terjadi di film-film? Lalu mereka yang awalnya berteman kini berubah menjadi musuh.” Gumam Mey mulai menerka-ne
"Aahh, akhirnya.." Mey mengusap perutnya yang terasa penuh setelah makan begitu banyak di sebuah warung yang tak jauh dari klinik. "Seharusnya kita bisa mencari tempat makan yang jauh lebih enak di kota." ucap Rey sembari mengemudikan mobilnya menuju ke villa. "Apa Pak Rey tidak pernah dengar istilah, saat lapar apapun akan terasa enak. Lagipula makanan diwarung tadi cukup enak." Sahut Mey. "Yahhh, aku tahu seenak apa makanan disitu, sampai seorang perempuan menghabiskan 2 piring nasi dan semangkuk mie instan plus telur 2 butir" kata Rey sambil melirik ke arah Mey, Mey balas menatap sinis ke aras Rey. "Bukankah ini semua karena Pak Rey yang tidak mengajakku makan sejak siang tadi? Cihhh, harusnya Bapak merasa bersalah. Bukan malah mengejek porsi makanku." "Tentu saja aku merasa bersalah, ta
"Kenapa kau tidak mengenalkan aku pada istrimu itu Rey?" tanya pria itu. "Dia tidak perlu mengenalmu Jo." kata Rey dingin. "Hahaha. Sepertinya kau takut aku akan mengatakan banyak hal padanya." Pria bernama Jo itu tertawa, sementara Rey hanya terdiam dan berusaha mengendalikan emosinya yang hampir meledak. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Rey dan langsung melangkah pergi meninggalkan Jo. Jo berbalik dan menatap punggung Rey dengan senyum kecil yang tergambar di wajahnya. Ia bahkan terus memandangi Rey hingga bayangan Rey hilang di balik pintu villa. Rey segera menutup pintu sesaat setelah ia masuk ke dalam villa, namun ia masih terdiam di balik pintu. Wajahnya yang tadinya pucat, kini berubah merah padam penuh amarah. "Apa Pak Rey baik-baik saja?" tanya Mey yang tiba-tiba muncul dari ar