Rey tiba di rumahnya, ia langsung di sambut tatapan tajam nyonya Serly dan tuan Will. Rey berusaha mengabaikan tatapan tajam itu, namun semakin di abaikannya semakin risih saja Rey di buatnya. Kemanapun Rey melangkah tatapan itu mengikuti dan mengintimidasinya.
"Mami, Papi, jangan tatap aku seperti penjahat begitu dong." protes Rey tidak tahan lagi.
Mami mendekatinya
"Dimana menantu Mami?" tanya nyonya Serly dengan tatapan kesal, Rey menghelas napas.
"Besok aku jemput dia, Mami tenang saja."
"Ehemm, jangan coba-coba berbohong kepada kami Rey." kata tuan Will dengan suara datar.
"Iya, Rey tidak bohong."
Saat mereka sedang serius berbicara, sepupu Rey Exel muncul dari arah pintu depan.
"Halo Tante." sapanya dengan senyuman lebar, ia langsung memeluk nyonya Serly. Rey yang anak kandungnya bahkan tidak semanis itu saat bertemu dengan maminya.
"Ohh, sayang. Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu tiba dari London hari ini." ucap nyonya Serly.
"Iya, harusnya biar om sama tante bisa menyiapkan makanan untukmu." kata tuan Will.
"Ahh, aku ingin membuat kejutan untuk kalian. Jadi aku memutuskan untuk datang tanpa memberitahu." jawab Exel.
Rey menatap Exel dengan tidak senang, sejak dulu ia memang tidak pernah akrab dengan Exel. Menurut Rey Exel seperti orang yang bermuka dua di hadapannya, di depan orang tua Rey ia selalu bersikap bersahabat dengannya tapi di belakang ia selalu membuat Rey kesal padanya.
"Hey, pengantin baru. Dimanakah saudara iparku yang cantik itu?" tanya Exel dengan akrab, bertolak belakang dengan sikap Rey.
Rey tidak menjawab pertanyaannya dan langsung melenggang pergi, namun tiba-tiba ucapan Exel menghentikannya.
"Rey, apa kamu mengenal Jo? Jonathan?" tanya Exel, Rey terdiam sesaat.
"Apa urusanmu dengannya?" tanya Rey dengan nada dingin.
"Ohh, aku tak sengaja bertemu dengannya di London, tenyata temanku mengenalnya. Lalu saat kami bertemu dan mengetahui aku sepupumu ia langsung menanyakan kabarmu." kata Exel tersenyum.
"Apa kau mengenalnya?" tanya Exel lagi berusaha mendapatkan jawaban Rey.
"Ya, dia temanku saat di Amerika dahulu." kata Rey.
"Sudah ngobrolnya, sekarang waktunya makan malam, ayo Rey dan Exel." ajak nyonya Serly.
"Silahkan, kalian saja yang makan." jawab Rey dingin dan langsung pergi meninggalkan mereka. Exel kini menatap penuh selidik kepada Rey.
Rey masuk ke dalam kamarnya dan langsung menjatuhkan tubuhnya di atas sofa kamarnya, kehadiran Exel sudah cukup membuat Rey kesal, di tambah pertanyaannya juga membuat Rey semakin meradang.
"Apa yang sedang kau cari tahu Exel?" gumamnya, Rey yang merasa lelah kini mulai memejamkan matanya.
***
Rey tiba pukul 6 pagi, satu jam lebih cepat dari waktu yang di tentukan Mey. Citra mengintip dari balik jendela seakan tidak percaya melihat presdir kantornya yang dulu bahkan tidak pernah ditemuinya secara langsung dan hanya sebatas melihat saja kini berdiri di depan rumahnya. Gaya Rey yang maskulin, ditambah pakaiannya yang klimis dan rapi, serta kaca mata hitam yang menjadikannya keren membuat aura presdirnya memang tidak bisa di bantah lagi.
"Ohh, betapa tampannya suami orang." kata Citra, Mey yang saat itu baru saja selesai mandi langsung terkejut.
"Apa dia sudah datang?" tanyanya, Citra mengangguk dan Mey langsung ikut mengintip dari jendela.
"Dia bahkan menjemputku dengan pakaian seakan hendak bertemu rekan bisnisnya." kata Mey sedikit tidak nyaman melihat penampilan Rey.
"Bukankah semua wanita menyukai pria seperti itu?" tanya Citra yang tidak mengerti dengan ucapan Mey.
"Sudahlah, aku akan segera bersiap."
Setengah jam kemudia Mey sudah selesai bersiap dan langsung menghampiri Rey.
"Sepertinya aku seperti suamimu sungguhan yang menunggumu berdandan begitu lama." kata Rey menyindir.
"Aku menyuruh Bapak untuk datang jam 7 pagi, bukan jam 6 pagi. Jadi bukan salahku jika Bapak harus menunggu lebih lama." jawab Mey tidak mau kalah.
"Selamat pagi pak Rey, saya Citra salah satu pegawai Pak Rey di kantor tepatnya di divisi keuangan." kata Citra memperkenalkan diri.
"Ohh hallo Citra, maafkan istriku sudah merepotkanmu sejak kemaren." kata Rey tersenyum pada Citra, Mey langsung mendengus sebal mendengar ucapan Rey.
"Tidak papa Pak Rey, Mey adalah salah satu sahabat saya." kata Citra senang mendapat respon baik dari presdir perusahaannya.
Setelah berpamitan mereka langsung menuju kediaman Rey.
"Bagaimana kontraknya?" tanya Mey.
"Nanti kita bahas setelahnya, mami dan papiku sudah tidak sabar menunggu kedatangan menantu kesayangannya." kata Rey masih tetap fokus menyetir, Mey terdiam.
Mendengar hal itu membuat Mey langsung gugup dan gelisah, ia tidak pernah mengenal orang tua Rey sebelumnya layaknya seorang menantu pada umumnya. Ia bahkan baru bertemu mereka setelah upacara pernikahan, namun ia berusaha untuk menenangkan dirinya. Setibanya di sana benar saja, nyonya Serly dan tuan Will langsung menyambut kedatangan Mey. Mey menggunakan dress cantik berwarna pastel, benar-benar sangat cocok dengan wajah cantik Mey, tapi sepertinya Rey bahkan tidak melihat kecantikan Mey sama sekali.
"Sayangku, selamat datang di kediaman barumu." kata nyonya Serly begitu senang. Ia bahkan langsung memeluk Mey.
"Jika Rey berbuat sesuatu padamu, jangan segan untuk menyampaikannya kepada kami Mey." kata tuan Will dengan raut wajah bahagia saat melihat Mey, namun seketika berubah tajam saat berganti menatap Rey.
Mey hanya tersenyum dan mengangguk pelan, dalam hati ia berkata "Sebahagia inikah mereka punya menantu? Bahkan meskipun menantu dadakan sepertiku."
Rey merasa tersinggung mendengar ucapan papinya, tapi ia menyadari perasaan tidak nyaman dari wajah Mey yang belum begitu akrab dengan orang tuanya, sadar akan situasi Rey langsung mengajak Mey kekamarnya.
"Aku akan mengajak Mey menuju ke kamar." kata Rey, Rey langsung memberikan kode kepada Mey untuk mengikutinya.
"Iya, sebaiknya Mey beristirahat di kamar." kata tuan Will, memberikan isyarat mata kepada istrinya. Nyonya Serly langsung tersenyum malu-malu dan mengangguk.
Mey mengikuti langkah Rey, namun tiba-tiba seorang pria menyapanya dengan ramah.
"Hay Kakak ipar." sapanya dengan ramah.
"Hallo." jawab Mey ramah, Mey menyadari perubahan raut wajah Rey tapi ia berusaha untuk mengabaikannya.
"Kamu pasti Mey, perkenalkan namaku Exel." Exel mengulurkan tangannya ke arah Mey, Mey dengan senang hati meraih tangan Exel. Tapi anehnya Exel menggenggam tangan Mey begitu lama, bahkan saat Mey ingin melepaskannya Exel terus menggenggamnya erat sambil tersenyum penuh makna ke arah Mey, hal itu membuat Mey sedikit merasa tidak nyaman.
"Sudah lepaskan!" kata Rey dan langsung menarik tangan Mey.
"Wow galaknya." goda Exel, namun wajah Rey tidak senang sama sekali.
"Baiklah, nanti kita ngobrol lagi yah Mey. Bye." kata Exel dan langsung pergi, sebelum pergi ia sempat melambaikan tangan ke arah Mey, Mey hanya menatapnya heran.
Rey dan Mey sempat terdiam sesaat, tanpa sadar Rey masih terus memegang tangan Mey.
"Ehem." Mey berdehem memberikan kode agar Rey segera melepas tangannya.
Rey yang sadar langsung melepas tangan Mey, ia pun langsung melangkah menaiki tangga menuju ke kamarnya. Saat tiba di depan kamar Rey, Mey terlihat sibuk mencari sesuatu.
"Di mana ponselku tadi?" tanya Mey sambil merogoh tasnya, kini pandangannya fokus pada isi tasnya.
Rey langsung membuka pintu kamarnya, mata Rey sontak terbelalak melihat kamarnya. Tatapan Rey bahkan seperti baru saja melihat hantu, dengan cepat ia langsung menutup pintu kamarnya kembali.
"Apa-apaan semua ini?" batin Rey kesal dan malu.
Mey yang kaget melihat Rey langsung menutup pintu kamarnya setelah sempat membukanya tadi membuat Mey penasaran. Wajah Rey juga terlihat memerah padam.
"Ada apa?" tanya Mey.
"Jangan sampai wanita ini melihatnya!" ucap Rey membatin.
"Sebaiknya kamu menungguku di meja makan, kamu belum sarapan bukan?" kata Rey tiba-tiba berubah baik, padahal sejak tadi ia bahkan tidak menanyakan apa Mey sudah makan atau belum. Hal ini membuat Mey justru penasaran.
"Minggir Pak Rey." kata Mey dengan tatapan penuh selidik.
Rey tidak bergeming, ia tetap berdiri memasang badannya didepan pintu agar Mey tidak bisa lewat. Tapi hal itu justru semakin membuat Mey penasaran dan bertekad untuk melihat apa yang di sembunyikan Rey di kamarnya.
"Mau coba menyembunyikan sesuatu dariku? Tidak akan bisa!" batin Mey.
Mey kini menatap tajam pada Rey yang wajahnya masih memerah.
"Sebaiknya Bapak minggir sekarang juga." kata Mey tegas.
Mey menatap penuh selidik, ia terpaksa mendorong Rey dengan sedikit kekuatannya hingga Rey pun terdorong dan pintu kamarnya terbuka. Mey menutup mulutnya dengan tangan saking terkejutnya, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa kamar Pak Rey.." Mey tidak melanjutkan kalimatnya, Rey hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan wajah yang memerah padam. Mey melangkah masuk, sejujurnya ia bingung harus senang atau justru merasa heran. Kamar Rey terlihat layaknya kamar pengantin pada umumnya, hiasan vas bunga berisi mawar merah segar, ditambah helai demi helai bunga mawar terhampar di atas kasur. Dimeja terdapat lilin aroma terapi menenangkan dengan aroma yang sama yaitu mawar. Rey terlihat kebingungan sama seperti dirinya, Mey tahu ini pasti bukan perbuatan Rey. "Kamu tidak akan berpikir aku yang menyiapkan semua ini kan?" tanya Rey berusaha me
Rey tersedak mendengar ucapan maminya, suasana dimeja makan pagi itu sedikit canggung. Mey hanya bisa diam terpaku, sementara Exel terlihat mencoba menahan tawanya. "Aku sibuk banget di kantor Mi, mana ada waktu untuk hal yang seperti itu." tolak Rey sedikit kesal. "Loh, memangnya kenapa? Lagi pula mulai hari ini ada Exel yang akan membantu pekerjaanmu dikantor." kata nyonya Serly tidak mau kalah. "Yah, kamu boleh pergi untuk berbulan madu dengan Mey. Aku akan membantumu menyelesaikan pekerjaanmu Rey dan soal rapat hari ini biar aku yang mengurusnya." sambung Exel, yang justru dibalas tatapan tajam oleh Rey. "Sepertinya tidak perlu seperti itu Mi, Mey mengerti dengan kesibukkan Rey." ucap Mey berusaha memberi dukungan pada suaminya. "Tidak sayang, mami sudah mendiskusikan hal ini dengan papi semalam. Papi juga sudah me
"Kenapa kau tidak mengenalkan aku pada istrimu itu Rey?" tanya pria itu. "Dia tidak perlu mengenalmu Jo." kata Rey dingin. "Hahaha. Sepertinya kau takut aku akan mengatakan banyak hal padanya." Pria bernama Jo itu tertawa, sementara Rey hanya terdiam dan berusaha mengendalikan emosinya yang hampir meledak. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Rey dan langsung melangkah pergi meninggalkan Jo. Jo berbalik dan menatap punggung Rey dengan senyum kecil yang tergambar di wajahnya. Ia bahkan terus memandangi Rey hingga bayangan Rey hilang di balik pintu villa. Rey segera menutup pintu sesaat setelah ia masuk ke dalam villa, namun ia masih terdiam di balik pintu. Wajahnya yang tadinya pucat, kini berubah merah padam penuh amarah. "Apa Pak Rey baik-baik saja?" tanya Mey yang tiba-tiba muncul dari ar
"Aahh, akhirnya.." Mey mengusap perutnya yang terasa penuh setelah makan begitu banyak di sebuah warung yang tak jauh dari klinik. "Seharusnya kita bisa mencari tempat makan yang jauh lebih enak di kota." ucap Rey sembari mengemudikan mobilnya menuju ke villa. "Apa Pak Rey tidak pernah dengar istilah, saat lapar apapun akan terasa enak. Lagipula makanan diwarung tadi cukup enak." Sahut Mey. "Yahhh, aku tahu seenak apa makanan disitu, sampai seorang perempuan menghabiskan 2 piring nasi dan semangkuk mie instan plus telur 2 butir" kata Rey sambil melirik ke arah Mey, Mey balas menatap sinis ke aras Rey. "Bukankah ini semua karena Pak Rey yang tidak mengajakku makan sejak siang tadi? Cihhh, harusnya Bapak merasa bersalah. Bukan malah mengejek porsi makanku." "Tentu saja aku merasa bersalah, ta
Mey memperhatikan perubahan suasana hati Rey sejak tadi mereka bertemu dengan Jo, Rey terus saja diam bahkan hingga mereka sampai di villa. Hal itu membuat Mey bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan Rey. Perubahan sikap ini sama persis dengan yang terjadi saat pertama kali dia bertemu dengan Jo didepan villa. “Pak Rey kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran bapak?” tanya Mey dengan hati-hati. “Aah tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah saja.” Kata Rey sebelum masuk kedalam kamarnya. “Perasaan kita tidak berjalan sejauh itu. Kenapa dia sudah terlihat sangat kelelahan?” Batin Mey. Mey semakin penasaran saja dengan hubungan Rey dengan Jo, hubungan antara para pria biasanya sangat jarang terlibat konflik kecuali karena satu hal. Mey mulai membuat spekulasi sendiri. “Aahh, apa mereka teman yang jatuh cinta pada satu wanita seperti yang terjadi di film-film? Lalu mereka yang awalnya berteman kini berubah menjadi musuh.” Gumam Mey mulai menerka-ne
Rey terbangun kaget, dilihatnya jam yang menunjukan bahwa sudah hampir setengah jam lebih dirinya terlelap. Dengan cepat ia bangkit dari pembaringan, ia berpikir untuk mencari Mey. Dia sadar, seharusnya dia tidak bersikap dingin seperti itu kepada Mey.Tok. Tok. Tok.Ketukan berulang di pintu kamar Mey tidak mendapatkan respon, Rey spontan membuka pintu kamar dan ternyata kosong tidak terkunci.“Kemana perginya?” Rey mencari di halaman belakang villa dan beberapa tempat lainnya tapi keberadaan Mey tidak ada disana. Akhirnya Rey memutuskan untuk menanyakannya kepada penjaga villa, mereka hanya berkata bahwa mereka sempat melihat Mey keluar menuju ke arah jalan desa.Dengan cepat Rey menyisir jalanan desa untuk menemukan Mey. Tapi Mey tidak ada dimanapun, perasaan Rey mulai tidak tenang. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Mey, sudah barang tentu dia yang akan disalahkan oleh semua orang.“Aahh, sial! Kemana sih perginya wanita itu?” Tiba-tiba dia teringat akan Jo, dia berada divilla ya
Exel berjalan dengan langkah panjang, ia seolah sengaja menjauh dari Mey. Mey yang berjalan dibelakangnya sesekali memanggilnya mencoba menanyakan keadaan Exel.“Apa kau baik-baik saja? Ku pikir tadi kau hampir mati.” Teriak Mey dengan lantang. Jarak yang cukup jauh membuatnya sedikit berteriak, tapi Exel seolah abai dan tidak peduli.“Ssial, wajahku terus saja memanas.” Batin Exel mengumpat, sesekali di sentuhnya pipinya sendiri yang terasa menghangat. Dirinya membayangkan bagaimana bibir Mey ketika menyentuh bibirnya saat itu.“Aaaggghh..” teriak Exel tanpa sadar, membuat Mey terlonjak kaget dan gegas berlari ke arahnya.“Kenapa? Ada apa? apa ada yang terluka?” Tanya Mey panik, ia bahkan langsung memperhatikan tubuh Exel mencoba mencari apakah ada luka disana.Exel langsung menepis tangan Mey dengan canggung.“Tidak, tidak! Aku baik-baik saja. Ayo kita pulang!” Ajak Exel dan langsung memalingkan wajahnya. Mey menatapnya heran, karena tingkah Exel yang aneh.“Bisa-bisanya wanita ini
“Apa pak Rey masih marah padaku?” Tanya Mey dengan wajah polosnya, sudah sejak kemarin Rey terus mendiami Mey. Mey jadi merasa bersalah dan canggung sendiri.“Berkemaslah, kita akan pulang hari ini.” Rey tidak menggubris pertanyaan Rey. Mey memanyunkan bibirnya seolah kecewa karena Rey tidak menjawab pertanyaannya.Selama perjalanan Rey terus mendiamkan Mey, Mey sendiri tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya bisa diam dan berpura-pura mengabaikannya. Setibanya dirumah Serly dan Will langsung menyambut anak menantunya.“Ya Ampun, kenapa kalian pulang lebih awal? Bukankah sudah aku katakan untuk menikmati waktu bulan madu.” Protes Serly ketika melihat Rey dan Mey tiba di kediaman mereka.“Ehemm, jadi apakah kalian sudah melakukannya?” tanya Will mencoba bertanya pada Rey.“Melalukan apa?” Tanya Rey bingung.“Apalagi? Tentu saja membuat cucu untuk kami.” Will menjawab tanpa basa basi, membuat Mey seketika tersipu malu. Rey pun sama kagetnya mendengar ucapan sang ayah yang tidak sepatutn
“Hati-hati yah.” Pesan Dela saat melepas kepergian Mey dan Rey. Mey sebenarnya tidak ingin semobil dengan Rey, tapi dirinya tidak ingin membuat bunda curiga.“Aku tidak melakukannya.” Tiba-tiba Rey bersuara dan memecah keheningan.“Melakukan apa?” Mey bertanya dengan sedikit malas.“Aku tidak memecat siapapun!” Rey mengatakan hal itu dengan tatapan lurus kedepan. Kali ini dia sendiri yang membawa mobil tanpa sopirnya Coki.“Memangnya aku percaya? Siapa lagi yang bisa melakukan itu?” Tegas Mey menolak percaya. “Mami..” Jawab Rey kesal karena terus dituduh oleh Mey.Mey terperangah mendengar ucapan Rey, dia tidak akan bisa percaya jika Serly yang melakukan hal setega itu. Selama berapa hari ini dia bisa menilai orang seperti apa Serly itu. Dia sangat baik dan memperlakukan Mey seperti anaknya sendiri.“Jangan coba berbohong ya!” ancam Mey, ia kini benar-benar lupa bahwa Rey adalah bosnya.“Aku serius Mey. Berhati-hati lah pada Mami, dia bisa saja berubah jadi orang yang kejam.” Pesan R
Mey berjalan dengan tanpa takut, semua orang tampak bersikap biasa. Tidak! Lebih tepatnya orang-orang dikantor ini tidak ada lagi yang mengenalinya. Mey bahkan tidak mengenali mereka. Mey ingat sempat berkenalan dengan beberapa pegawai disini saat pertama bekerja, mereka pun tidak lagi ada disini. Ia berjalan menuju keruangan Rey, karena tepat didepan pintu ruangan Rey meja sekretaris berada.‘Apa aku terlalu egois? Bagaimana bisa begitu banyak orang kehilangan pekerjaan karena diriku’ batin Mey penuh penyesalan, andai saja dia tahu akibatnya sudah tentu dia akan menolak tawaran pernikahan itu. Mey bahkan menerima tawaran itu karena takut kehilangan pekerjaan, nyatanya hal itu justru terjadi pada orang lain karena dirinya.Ditengah kesedihannya Citra datang mengagetkannya. “Jangan menyalahkan dirimu sendiri, ini bukan salahmu Mey. Kau hanya sedang memperjuangkan nasibmu sendiri.” Ucap Citra, ia sadar Mey begitu terkejut dengan kabar itu dan merasa bersalah.“Tapi tetap saja, memecat b
Mey menata rambutnya dengan begitu rapi, ia bahkan mengenakan pakaian yang selama ini digunakannya untuk bekerja sebagai sekretaris Rey. Ini sudah lebih seminggu dirinya tidak masuk untuk bekerja. Ia melirik ke arah Rey yang masih tertidur lelap, ia jelas bebas bangun jam berapapun karena posisinya sebagai bos di perusahaan itu. “Haahh, seandainya saja aku terlahir dengan keberuntungan seperti itu, sudah pasti aku akan bangun sesiang yang aku bisa.” Keluhnya sembari terus merapikan pakaiannya. “Kau harus banyak berbuat baik agar keberuntungan bisa berpihak padamu.” Celetuk Rey dengan tatapan yang masih terpejam, membuat Mey tercekat saking kagetnya. “Kau sudah bangun?” tanya Mey panik. Rey perlahan membuka matanya dan bangkit dari tidurnya, ia menatap ke arah Mey yang sudah berpakaian rapi. “Memangnya kau pikir orang kaya sepertiku selalu bangun siang? Kami punya aktifitas yang begitu banyak yang tidak kalian ketahui.” Jelas Rey. “Haha, yaaa. Aku yang miskin ini pun sama punya ban
“Apa pak Rey masih marah padaku?” Tanya Mey dengan wajah polosnya, sudah sejak kemarin Rey terus mendiami Mey. Mey jadi merasa bersalah dan canggung sendiri.“Berkemaslah, kita akan pulang hari ini.” Rey tidak menggubris pertanyaan Rey. Mey memanyunkan bibirnya seolah kecewa karena Rey tidak menjawab pertanyaannya.Selama perjalanan Rey terus mendiamkan Mey, Mey sendiri tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya bisa diam dan berpura-pura mengabaikannya. Setibanya dirumah Serly dan Will langsung menyambut anak menantunya.“Ya Ampun, kenapa kalian pulang lebih awal? Bukankah sudah aku katakan untuk menikmati waktu bulan madu.” Protes Serly ketika melihat Rey dan Mey tiba di kediaman mereka.“Ehemm, jadi apakah kalian sudah melakukannya?” tanya Will mencoba bertanya pada Rey.“Melalukan apa?” Tanya Rey bingung.“Apalagi? Tentu saja membuat cucu untuk kami.” Will menjawab tanpa basa basi, membuat Mey seketika tersipu malu. Rey pun sama kagetnya mendengar ucapan sang ayah yang tidak sepatutn
Exel berjalan dengan langkah panjang, ia seolah sengaja menjauh dari Mey. Mey yang berjalan dibelakangnya sesekali memanggilnya mencoba menanyakan keadaan Exel.“Apa kau baik-baik saja? Ku pikir tadi kau hampir mati.” Teriak Mey dengan lantang. Jarak yang cukup jauh membuatnya sedikit berteriak, tapi Exel seolah abai dan tidak peduli.“Ssial, wajahku terus saja memanas.” Batin Exel mengumpat, sesekali di sentuhnya pipinya sendiri yang terasa menghangat. Dirinya membayangkan bagaimana bibir Mey ketika menyentuh bibirnya saat itu.“Aaaggghh..” teriak Exel tanpa sadar, membuat Mey terlonjak kaget dan gegas berlari ke arahnya.“Kenapa? Ada apa? apa ada yang terluka?” Tanya Mey panik, ia bahkan langsung memperhatikan tubuh Exel mencoba mencari apakah ada luka disana.Exel langsung menepis tangan Mey dengan canggung.“Tidak, tidak! Aku baik-baik saja. Ayo kita pulang!” Ajak Exel dan langsung memalingkan wajahnya. Mey menatapnya heran, karena tingkah Exel yang aneh.“Bisa-bisanya wanita ini
Rey terbangun kaget, dilihatnya jam yang menunjukan bahwa sudah hampir setengah jam lebih dirinya terlelap. Dengan cepat ia bangkit dari pembaringan, ia berpikir untuk mencari Mey. Dia sadar, seharusnya dia tidak bersikap dingin seperti itu kepada Mey.Tok. Tok. Tok.Ketukan berulang di pintu kamar Mey tidak mendapatkan respon, Rey spontan membuka pintu kamar dan ternyata kosong tidak terkunci.“Kemana perginya?” Rey mencari di halaman belakang villa dan beberapa tempat lainnya tapi keberadaan Mey tidak ada disana. Akhirnya Rey memutuskan untuk menanyakannya kepada penjaga villa, mereka hanya berkata bahwa mereka sempat melihat Mey keluar menuju ke arah jalan desa.Dengan cepat Rey menyisir jalanan desa untuk menemukan Mey. Tapi Mey tidak ada dimanapun, perasaan Rey mulai tidak tenang. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Mey, sudah barang tentu dia yang akan disalahkan oleh semua orang.“Aahh, sial! Kemana sih perginya wanita itu?” Tiba-tiba dia teringat akan Jo, dia berada divilla ya
Mey memperhatikan perubahan suasana hati Rey sejak tadi mereka bertemu dengan Jo, Rey terus saja diam bahkan hingga mereka sampai di villa. Hal itu membuat Mey bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan Rey. Perubahan sikap ini sama persis dengan yang terjadi saat pertama kali dia bertemu dengan Jo didepan villa. “Pak Rey kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran bapak?” tanya Mey dengan hati-hati. “Aah tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah saja.” Kata Rey sebelum masuk kedalam kamarnya. “Perasaan kita tidak berjalan sejauh itu. Kenapa dia sudah terlihat sangat kelelahan?” Batin Mey. Mey semakin penasaran saja dengan hubungan Rey dengan Jo, hubungan antara para pria biasanya sangat jarang terlibat konflik kecuali karena satu hal. Mey mulai membuat spekulasi sendiri. “Aahh, apa mereka teman yang jatuh cinta pada satu wanita seperti yang terjadi di film-film? Lalu mereka yang awalnya berteman kini berubah menjadi musuh.” Gumam Mey mulai menerka-ne
"Aahh, akhirnya.." Mey mengusap perutnya yang terasa penuh setelah makan begitu banyak di sebuah warung yang tak jauh dari klinik. "Seharusnya kita bisa mencari tempat makan yang jauh lebih enak di kota." ucap Rey sembari mengemudikan mobilnya menuju ke villa. "Apa Pak Rey tidak pernah dengar istilah, saat lapar apapun akan terasa enak. Lagipula makanan diwarung tadi cukup enak." Sahut Mey. "Yahhh, aku tahu seenak apa makanan disitu, sampai seorang perempuan menghabiskan 2 piring nasi dan semangkuk mie instan plus telur 2 butir" kata Rey sambil melirik ke arah Mey, Mey balas menatap sinis ke aras Rey. "Bukankah ini semua karena Pak Rey yang tidak mengajakku makan sejak siang tadi? Cihhh, harusnya Bapak merasa bersalah. Bukan malah mengejek porsi makanku." "Tentu saja aku merasa bersalah, ta
"Kenapa kau tidak mengenalkan aku pada istrimu itu Rey?" tanya pria itu. "Dia tidak perlu mengenalmu Jo." kata Rey dingin. "Hahaha. Sepertinya kau takut aku akan mengatakan banyak hal padanya." Pria bernama Jo itu tertawa, sementara Rey hanya terdiam dan berusaha mengendalikan emosinya yang hampir meledak. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Rey dan langsung melangkah pergi meninggalkan Jo. Jo berbalik dan menatap punggung Rey dengan senyum kecil yang tergambar di wajahnya. Ia bahkan terus memandangi Rey hingga bayangan Rey hilang di balik pintu villa. Rey segera menutup pintu sesaat setelah ia masuk ke dalam villa, namun ia masih terdiam di balik pintu. Wajahnya yang tadinya pucat, kini berubah merah padam penuh amarah. "Apa Pak Rey baik-baik saja?" tanya Mey yang tiba-tiba muncul dari ar