Rey baru saja selesai mandi saat di lihatnya Mey yang kini tertidur, ia hendak membangunkannya tapi di urungkannya niat itu. Tiba-tiba ide jahil Rey melintas di pikirannya, Rey tersenyum jahat kepada Mey. Saat Mey terbangun dilihatnya Rey yang sudah sibuk di depan laptopnya, saat akan bersiap untuk mandi Rey menyuruhnya untuk pergi membelikannya segelas kopi di cafe yang ada di depan hotel.
"Tidak bisakah aku membelikannya setelah mandi? lagi pula di sini juga disediakan kopi instan kemasan." kata Mey mencoba menolak.
"Ahh, saat ini kepalaku terasa sakit sekretaris Mey, aku harus minum segelas kopi untuk bisa menyelesaikan pekerjaan ini segera dan lagi aku tidak biasa minum kopi instan." ucap Rey, mendengar Rey menyebutkan kata sekretaris akhinya dengan berat hati ia melakukan apa yang di perintahkan oleh presdir perusahaan yang saat ini telah menjadi suaminya itu.
"Baik Pak Presdir." jawan Mey kesal.
Segera dia bergegas menuju ke cafe yang di sebutkan Rey. Saat di jalan Mey merasa heran melihat orang-orang yang tertawa ketika berpapasan dengannya, ia merasa bahwa tidak ada yang lucu di wajahnya saat ini.
"Kenapa sih mereka?" batin Mey.
Tanpa sengaja Mey bertemu dengan pak Dev yang hendak mengantarkan kontrak pernikahan yang Rey perintahkan untuk di buat, saat itu pak Dev juga ikut tertawa melihatnya.
"Apa yang lucu Pak Dev?" tanya Mey bingung.
"Ahh, sepertinya kau harus melihat wajahmu di cermin Mey." perintah pak Dev.
Mey langsung mengambil ponselnya dan melihatnya dari kamera ponsel, betapa terkejutnya ia melihat wajahnya sudah penuh coretan spidol. Wajah Mey benar-benar terlihat konyol saat ini, ia langsung meremas ponselnya karena emosi.
"Dasar Pak Rey!" teriak Mey emosi, hal itu membuat pak Dev ikut kaget.
"Apa ini ulah Pak Rey?" tanya pak Dev pada Mey, Mey tidak menjawab dan hanya berusaha menghapus bekas coretan itu.
"Pantas saja semua orang menatap dan menertawakanku." gumam Mey kesal.
Mey akhirnya berpamitan kepada pak Dev untuk ke toilet membersihkan wajah, setelah sedikit bersih barulah ia pergi membelikan Rey kopi. Sesampainya di kamar Mey langsung meletakkan kopi itu dengan keras, tidak peduli dengan pak Dev yang juga ada disana.
Mey kesal karena Rey mengerjai dan mempermalukannya dengan cara mencoret-coret wajahnya dengan menggunakan spidol, bahkan setelah ia bersihkan dengan air bekas spidol itu masih jelas terlihat.
Rey terlihat tidak peduli dengan kemarahan Mey dsn tetap fokus pada laptopnya, Mey pun langsung mengambil handuk bersiap untuk mandi sementara Rey sibuk membicarakan pekerjaan dengan pak Dev.
Pak Dev adalah mantan sekretaris Rey yang sudah bekerja cukup lama dengan Rey, tapi berhubung pak Dev yang usianya tidak muda lagi akhirnya Rey menyuruhnya berhenti bekerja full dan hanya membantunya untuk beberapa urusan pekerjaan saja itulah kenapa Mey saat ini bekerja sebagai sekretaris Rey.
Selesai mandi ternyata pak Dev sudah pergi, Mey yang lelah langsung membaringkan tubuhnya ke kasur. Rey yang juga sudah selesai dengan pekerjaannya berjalan mendekati Mey, dia menatap Mey dari ujung kaki sampai ujung kepala. Saat itu Mey hanya menggunakan pakaian baby doll dengan gambar Mickey Mouse di bagian depannya.
"Apa kamu menggunakan pakaian itu di malam pertama pernikahan?" tanya Rey.
"Mmm, memangnya aku harus pakai apa Pak?" tanya Mey.
Rey pun hanya menggeleng melihatnya dan langsung ikut berbaring di samping Mey, Mey sontak kaget dan berdiri.
"Apa yang Pak Rey lakukan?" teriak Mey.
"Yah istirahatlah." jawab pak Rey santai, Mey hanya bisa menatapnya kesal.
"Apa kamu menginginkan sesuatu?" tanya Rey berniat menggoda Mey lagi.
Rey bangkit dan langsung menarik tangan Mey hingga ia terjatuh di atas tubuh Rey. Mey terkejut dan hanya bisa terdiam, Rey menyentuh lembut pipi Mey yang memerah membuatnya tiba-tiba merasakan sensasi di tubuhnya.
Ia bisa merasakan pergerakan napas Rey dari gerakan perut Rey yang kini di tindih oleh tubuhnya, Rey perlahan mendekatkan wajahnya. Mey entah mengapa ia justru memejamkan matanya seakan pasrah dengan apa yang akan di lakukan Rey padanya tapi Rey tiba-tiba justru mendorong Mey hingga Mey terguling dan jatuh dari tempat tidur.
"Aaaaahh." teriak Mey kesakitan.
"Apa kamu tidak lapar? aku akan memesan makanan untuk di antar ke kamar hotel." ucap Rey dingin, ia langsung menelpon pihak hotel.
Mey menatap marah pada Rey, ia merasa di permalukan oleh pria ini. Mey tau kalau ini hanya pernikahan kontrak tapi kenapa dia mulai memancing Mey duluan dan saat Mey terbawa suasana Rey justru mendorongnya dengan sedikit kasar. Ia bahkan tidak membantu Mey yang terjatuh dari tempat tidur dan malah sibuk menelpon pihak hotel.
Mey bangkit dan langsung membaringkan tubuhnya di kasur, di tidur membelakangi Rey. Saat makanan tiba Mey juga tidak berselera untuk makan meski Rey menyuruhnya. Entah mengapa Mey merasa kesal dengan perbuatan Rey sebelumnya, ia kecewa karena Rey mempermainkan emosinya. Setelah makan Rey yang lelah langsung tertidur, ia tidur tepat di sebelah Mey tapi dalam keadaan membelakangi Mey tanpa ada rasa bersalah. Rey bahkan tidak pusing saat Mey menolak untuk makan, padahal ia tahu Mey belum makan sama seperti dirinya.
"Dasar pria jahat!" batin Mey memaki.
Saat tengah malam Mey sempat terjaga dan ketika membuka matanya ia melihat Rey yang sudah tidur menghadap ke arahnya. Mey memandangi wajah Rey yang tertidur seperti anak kecil, dalam hati Mey merasa sedih, harusnya setelah pernikahan ia akan menghabiskan malam yang panjang bersama suami yang di cintainya tapi hari ini Mey hanya bisa tidur seperti biasa.
Tidak ada yang berbeda kecuali status Mey yang saat ini berganti menjadi istri Rey, bahkan Mey masih tetap harus bekerja sebagai sekretaris Rey dikantor. Mey menghela napas dan membalikkan tubuhnya untuk kembali tidur membelakangi Rey, saat itu tiba-tiba Rey membuka matanya ternyata ia pun terjaga dan menyadari kalau Mey menatapnya sedari tadi. Entah apa yang sedang di pikirkan Rey saat itu, yang jelas keduanya sama-sama larut dalam pikiran masing-masing. Pagi hari saat terbangun Mey melihat Rey yang sudah duduk manis menunggu ia terbangun.
"Selamat pagi istriku." sapa Rey tanpa rasa bersalah sama sekali.
Mey yang melihatnya memutuskan untuk memalingkan wajahnya dari melihat Rey.
"Cepatlah bersiap, mami dan papi sudah menunggu kita di rumah." kata Rey selalu dengan nada santai.
"Untuk apa mereka menunggu menantu palsunya ini?" tanya Mey yang tidak bisa menutupi rasa kesalnya.
"Haahh, cepatlah." perintah Rey mulai kesal, Mey tetap tidak bergerak dari tempat tidurnya.
"Meiyanti, apa kamu benar-benar berpikir ini adalah pernikahan sungguhan?" tanya Rey mulai marah.
"Aku hanya menyuruhmu untuk menikah denganku dengan perjanjian kontrak, tapi tidak untuk berperan sebagai istriku yang berhak untuk marah dan protes, bagiku ini hanyalah sebuah pekerjaan tambahan untukmu jadi bekerjalah secara profesional!" bentak Rey, ia berdiri dan langsung berjalan menuju pintu hotel hendak keluar.
"30 menit lagi aku kembali dan kamu sudah harus siap." ucap Rey dingin sebelum pergi.
Mey terhenyak, kemarin Rey masih menunjukan sikap yang ramah dan bersahabat dengannya, mereka bahkan sesekali saling menggoda. Tapi hari ini Rey memarahinya seperti seorang bos yang sedang memarahi bawahannya hal itu melukai harga diri Mey. Entah apa yang sebenarnya Mey harapkan, hanya karena Rey mengatakan akan melakukannya dengan serius ia berpikir meski tanpa rasa cinta pernikahan itu bisa sedikit memberikan kebahagiaan untuk Mey tapi ternyata Mey salah. Bahkan semalam Rey seakan tidak mempedulikannya.
"Seharusnya aku tidak menyetujui pernikahan ini sejak awal! Bagaimana bisa dia mengatakan kalimat menyakitkan seperti itu? Dasar pria jahat!" gerutu Mey.
Matanya tiba-tiba terasa panas seperti akan menangis tapi sekuat tenaga ia berusaha menahannya. Mey berusaha menenangkan dirinya, setelah itu barulah ia bangkit dari tempat tidur dan segera bersiap, Mey yang kesal dan kecewa bahkan berniat membatalkan pernikahan itu. Mey merasa ia belum menandatangani kontrak apapun jadi dia berhak membatalkannya sekarang juga.
"Persetan dengan kehilangan pekerjaan, aku akan pergi dan menikahi laki-laki yang mencintaiku." batin Mey penuh kemarahan.
Mey sedang membereskan pakaiannya saat Rey kembali ke kamar hotel, Rey tidak berbicara apapun pada Mey begitu pula sebaliknya. Rey hanya meletakkan surat perjanjian kontrak pernikahan di tempat tidur, Mey tidak peduli dan hanya sibuk mengemasi pakaiannya. "Bacalah, jika ada yang ingin kamu tambahkan katakan saja." kata Rey datar dan mulai membuka permbicaraan. "Aku tidak akan melanjutkan pernikahan ini." ucap Mey sama datarnya. Rey terdiam dan menarik napas dalam. "Bukankah sudah ku bilang kamu tidak akan pernah bisa lari dari pernikahan ini?" kata Rey, ada emosi yang tertahan di balik suaranya itu. "Aku bahkan belum menandatangani kontraknya. Jadi aku berhak untuk mundur sekarang." jawab Mey hendak pergi meninggalkan Rey. Rey langsung be
Rey melajukan mobilnya, ia bergegas menuju kerumah Mey untuk memintanya ikut bersamanya. Namun saat tiba dirumah Mey, ternyata Mey tidak ada di sana. Kehadiran Rey justru membuat bu Dela bingung dan bertanya-tanya. "Ada apa Nak Rey? Loh, Meynya mana?" tanya Bunda Dela dengan tatapan menyelidik, ia terlihat celingukan mencari keberadaan putrinya. Rey terdiam, ia benar-benar kaget mengetahui kalau Mey tidak pulang kerumahnya. "Pergi kemana dia?" batin Rey. "Nak Rey?" panggil bu Dela membuyarkan lamunan Rey. "Ahh, saya di suruh Mey untuk mengambil..." Rey memutar otak memikirkan alasan, karena tidak mungkin ia mengatakan bahwa mereka sedang bertengkar. "Ohh, ada yang ketinggalan? Ayok masuk Nak Rey kekamar." ajak bu Dela. Rey yang belum mendapat alasan yang tepat akh
Rey tiba di rumahnya, ia langsung di sambut tatapan tajam nyonya Serly dan tuan Will. Rey berusaha mengabaikan tatapan tajam itu, namun semakin di abaikannya semakin risih saja Rey di buatnya. Kemanapun Rey melangkah tatapan itu mengikuti dan mengintimidasinya. "Mami, Papi, jangan tatap aku seperti penjahat begitu dong." protes Rey tidak tahan lagi. Mami mendekatinya "Dimana menantu Mami?" tanya nyonya Serly dengan tatapan kesal, Rey menghelas napas. "Besok aku jemput dia, Mami tenang saja." "Ehemm, jangan coba-coba berbohong kepada kami Rey." kata tuan Will dengan suara datar. "Iya, Rey tidak bohong." Saat mereka sedang serius berbicara, sepupu Rey Exel muncul dari arah pintu depan. "Halo Tante." sapanya dengan senyuman lebar, ia
Mey menatap penuh selidik, ia terpaksa mendorong Rey dengan sedikit kekuatannya hingga Rey pun terdorong dan pintu kamarnya terbuka. Mey menutup mulutnya dengan tangan saking terkejutnya, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa kamar Pak Rey.." Mey tidak melanjutkan kalimatnya, Rey hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan wajah yang memerah padam. Mey melangkah masuk, sejujurnya ia bingung harus senang atau justru merasa heran. Kamar Rey terlihat layaknya kamar pengantin pada umumnya, hiasan vas bunga berisi mawar merah segar, ditambah helai demi helai bunga mawar terhampar di atas kasur. Dimeja terdapat lilin aroma terapi menenangkan dengan aroma yang sama yaitu mawar. Rey terlihat kebingungan sama seperti dirinya, Mey tahu ini pasti bukan perbuatan Rey. "Kamu tidak akan berpikir aku yang menyiapkan semua ini kan?" tanya Rey berusaha me
Rey tersedak mendengar ucapan maminya, suasana dimeja makan pagi itu sedikit canggung. Mey hanya bisa diam terpaku, sementara Exel terlihat mencoba menahan tawanya. "Aku sibuk banget di kantor Mi, mana ada waktu untuk hal yang seperti itu." tolak Rey sedikit kesal. "Loh, memangnya kenapa? Lagi pula mulai hari ini ada Exel yang akan membantu pekerjaanmu dikantor." kata nyonya Serly tidak mau kalah. "Yah, kamu boleh pergi untuk berbulan madu dengan Mey. Aku akan membantumu menyelesaikan pekerjaanmu Rey dan soal rapat hari ini biar aku yang mengurusnya." sambung Exel, yang justru dibalas tatapan tajam oleh Rey. "Sepertinya tidak perlu seperti itu Mi, Mey mengerti dengan kesibukkan Rey." ucap Mey berusaha memberi dukungan pada suaminya. "Tidak sayang, mami sudah mendiskusikan hal ini dengan papi semalam. Papi juga sudah me
"Kenapa kau tidak mengenalkan aku pada istrimu itu Rey?" tanya pria itu. "Dia tidak perlu mengenalmu Jo." kata Rey dingin. "Hahaha. Sepertinya kau takut aku akan mengatakan banyak hal padanya." Pria bernama Jo itu tertawa, sementara Rey hanya terdiam dan berusaha mengendalikan emosinya yang hampir meledak. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Rey dan langsung melangkah pergi meninggalkan Jo. Jo berbalik dan menatap punggung Rey dengan senyum kecil yang tergambar di wajahnya. Ia bahkan terus memandangi Rey hingga bayangan Rey hilang di balik pintu villa. Rey segera menutup pintu sesaat setelah ia masuk ke dalam villa, namun ia masih terdiam di balik pintu. Wajahnya yang tadinya pucat, kini berubah merah padam penuh amarah. "Apa Pak Rey baik-baik saja?" tanya Mey yang tiba-tiba muncul dari ar
"Aahh, akhirnya.." Mey mengusap perutnya yang terasa penuh setelah makan begitu banyak di sebuah warung yang tak jauh dari klinik. "Seharusnya kita bisa mencari tempat makan yang jauh lebih enak di kota." ucap Rey sembari mengemudikan mobilnya menuju ke villa. "Apa Pak Rey tidak pernah dengar istilah, saat lapar apapun akan terasa enak. Lagipula makanan diwarung tadi cukup enak." Sahut Mey. "Yahhh, aku tahu seenak apa makanan disitu, sampai seorang perempuan menghabiskan 2 piring nasi dan semangkuk mie instan plus telur 2 butir" kata Rey sambil melirik ke arah Mey, Mey balas menatap sinis ke aras Rey. "Bukankah ini semua karena Pak Rey yang tidak mengajakku makan sejak siang tadi? Cihhh, harusnya Bapak merasa bersalah. Bukan malah mengejek porsi makanku." "Tentu saja aku merasa bersalah, ta
Mey memperhatikan perubahan suasana hati Rey sejak tadi mereka bertemu dengan Jo, Rey terus saja diam bahkan hingga mereka sampai di villa. Hal itu membuat Mey bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan Rey. Perubahan sikap ini sama persis dengan yang terjadi saat pertama kali dia bertemu dengan Jo didepan villa. “Pak Rey kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran bapak?” tanya Mey dengan hati-hati. “Aah tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah saja.” Kata Rey sebelum masuk kedalam kamarnya. “Perasaan kita tidak berjalan sejauh itu. Kenapa dia sudah terlihat sangat kelelahan?” Batin Mey. Mey semakin penasaran saja dengan hubungan Rey dengan Jo, hubungan antara para pria biasanya sangat jarang terlibat konflik kecuali karena satu hal. Mey mulai membuat spekulasi sendiri. “Aahh, apa mereka teman yang jatuh cinta pada satu wanita seperti yang terjadi di film-film? Lalu mereka yang awalnya berteman kini berubah menjadi musuh.” Gumam Mey mulai menerka-ne
“Hati-hati yah.” Pesan Dela saat melepas kepergian Mey dan Rey. Mey sebenarnya tidak ingin semobil dengan Rey, tapi dirinya tidak ingin membuat bunda curiga.“Aku tidak melakukannya.” Tiba-tiba Rey bersuara dan memecah keheningan.“Melakukan apa?” Mey bertanya dengan sedikit malas.“Aku tidak memecat siapapun!” Rey mengatakan hal itu dengan tatapan lurus kedepan. Kali ini dia sendiri yang membawa mobil tanpa sopirnya Coki.“Memangnya aku percaya? Siapa lagi yang bisa melakukan itu?” Tegas Mey menolak percaya. “Mami..” Jawab Rey kesal karena terus dituduh oleh Mey.Mey terperangah mendengar ucapan Rey, dia tidak akan bisa percaya jika Serly yang melakukan hal setega itu. Selama berapa hari ini dia bisa menilai orang seperti apa Serly itu. Dia sangat baik dan memperlakukan Mey seperti anaknya sendiri.“Jangan coba berbohong ya!” ancam Mey, ia kini benar-benar lupa bahwa Rey adalah bosnya.“Aku serius Mey. Berhati-hati lah pada Mami, dia bisa saja berubah jadi orang yang kejam.” Pesan R
Mey berjalan dengan tanpa takut, semua orang tampak bersikap biasa. Tidak! Lebih tepatnya orang-orang dikantor ini tidak ada lagi yang mengenalinya. Mey bahkan tidak mengenali mereka. Mey ingat sempat berkenalan dengan beberapa pegawai disini saat pertama bekerja, mereka pun tidak lagi ada disini. Ia berjalan menuju keruangan Rey, karena tepat didepan pintu ruangan Rey meja sekretaris berada.‘Apa aku terlalu egois? Bagaimana bisa begitu banyak orang kehilangan pekerjaan karena diriku’ batin Mey penuh penyesalan, andai saja dia tahu akibatnya sudah tentu dia akan menolak tawaran pernikahan itu. Mey bahkan menerima tawaran itu karena takut kehilangan pekerjaan, nyatanya hal itu justru terjadi pada orang lain karena dirinya.Ditengah kesedihannya Citra datang mengagetkannya. “Jangan menyalahkan dirimu sendiri, ini bukan salahmu Mey. Kau hanya sedang memperjuangkan nasibmu sendiri.” Ucap Citra, ia sadar Mey begitu terkejut dengan kabar itu dan merasa bersalah.“Tapi tetap saja, memecat b
Mey menata rambutnya dengan begitu rapi, ia bahkan mengenakan pakaian yang selama ini digunakannya untuk bekerja sebagai sekretaris Rey. Ini sudah lebih seminggu dirinya tidak masuk untuk bekerja. Ia melirik ke arah Rey yang masih tertidur lelap, ia jelas bebas bangun jam berapapun karena posisinya sebagai bos di perusahaan itu. “Haahh, seandainya saja aku terlahir dengan keberuntungan seperti itu, sudah pasti aku akan bangun sesiang yang aku bisa.” Keluhnya sembari terus merapikan pakaiannya. “Kau harus banyak berbuat baik agar keberuntungan bisa berpihak padamu.” Celetuk Rey dengan tatapan yang masih terpejam, membuat Mey tercekat saking kagetnya. “Kau sudah bangun?” tanya Mey panik. Rey perlahan membuka matanya dan bangkit dari tidurnya, ia menatap ke arah Mey yang sudah berpakaian rapi. “Memangnya kau pikir orang kaya sepertiku selalu bangun siang? Kami punya aktifitas yang begitu banyak yang tidak kalian ketahui.” Jelas Rey. “Haha, yaaa. Aku yang miskin ini pun sama punya ban
“Apa pak Rey masih marah padaku?” Tanya Mey dengan wajah polosnya, sudah sejak kemarin Rey terus mendiami Mey. Mey jadi merasa bersalah dan canggung sendiri.“Berkemaslah, kita akan pulang hari ini.” Rey tidak menggubris pertanyaan Rey. Mey memanyunkan bibirnya seolah kecewa karena Rey tidak menjawab pertanyaannya.Selama perjalanan Rey terus mendiamkan Mey, Mey sendiri tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya bisa diam dan berpura-pura mengabaikannya. Setibanya dirumah Serly dan Will langsung menyambut anak menantunya.“Ya Ampun, kenapa kalian pulang lebih awal? Bukankah sudah aku katakan untuk menikmati waktu bulan madu.” Protes Serly ketika melihat Rey dan Mey tiba di kediaman mereka.“Ehemm, jadi apakah kalian sudah melakukannya?” tanya Will mencoba bertanya pada Rey.“Melalukan apa?” Tanya Rey bingung.“Apalagi? Tentu saja membuat cucu untuk kami.” Will menjawab tanpa basa basi, membuat Mey seketika tersipu malu. Rey pun sama kagetnya mendengar ucapan sang ayah yang tidak sepatutn
Exel berjalan dengan langkah panjang, ia seolah sengaja menjauh dari Mey. Mey yang berjalan dibelakangnya sesekali memanggilnya mencoba menanyakan keadaan Exel.“Apa kau baik-baik saja? Ku pikir tadi kau hampir mati.” Teriak Mey dengan lantang. Jarak yang cukup jauh membuatnya sedikit berteriak, tapi Exel seolah abai dan tidak peduli.“Ssial, wajahku terus saja memanas.” Batin Exel mengumpat, sesekali di sentuhnya pipinya sendiri yang terasa menghangat. Dirinya membayangkan bagaimana bibir Mey ketika menyentuh bibirnya saat itu.“Aaaggghh..” teriak Exel tanpa sadar, membuat Mey terlonjak kaget dan gegas berlari ke arahnya.“Kenapa? Ada apa? apa ada yang terluka?” Tanya Mey panik, ia bahkan langsung memperhatikan tubuh Exel mencoba mencari apakah ada luka disana.Exel langsung menepis tangan Mey dengan canggung.“Tidak, tidak! Aku baik-baik saja. Ayo kita pulang!” Ajak Exel dan langsung memalingkan wajahnya. Mey menatapnya heran, karena tingkah Exel yang aneh.“Bisa-bisanya wanita ini
Rey terbangun kaget, dilihatnya jam yang menunjukan bahwa sudah hampir setengah jam lebih dirinya terlelap. Dengan cepat ia bangkit dari pembaringan, ia berpikir untuk mencari Mey. Dia sadar, seharusnya dia tidak bersikap dingin seperti itu kepada Mey.Tok. Tok. Tok.Ketukan berulang di pintu kamar Mey tidak mendapatkan respon, Rey spontan membuka pintu kamar dan ternyata kosong tidak terkunci.“Kemana perginya?” Rey mencari di halaman belakang villa dan beberapa tempat lainnya tapi keberadaan Mey tidak ada disana. Akhirnya Rey memutuskan untuk menanyakannya kepada penjaga villa, mereka hanya berkata bahwa mereka sempat melihat Mey keluar menuju ke arah jalan desa.Dengan cepat Rey menyisir jalanan desa untuk menemukan Mey. Tapi Mey tidak ada dimanapun, perasaan Rey mulai tidak tenang. Kalau sampai terjadi apa-apa pada Mey, sudah barang tentu dia yang akan disalahkan oleh semua orang.“Aahh, sial! Kemana sih perginya wanita itu?” Tiba-tiba dia teringat akan Jo, dia berada divilla ya
Mey memperhatikan perubahan suasana hati Rey sejak tadi mereka bertemu dengan Jo, Rey terus saja diam bahkan hingga mereka sampai di villa. Hal itu membuat Mey bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan Rey. Perubahan sikap ini sama persis dengan yang terjadi saat pertama kali dia bertemu dengan Jo didepan villa. “Pak Rey kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran bapak?” tanya Mey dengan hati-hati. “Aah tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah saja.” Kata Rey sebelum masuk kedalam kamarnya. “Perasaan kita tidak berjalan sejauh itu. Kenapa dia sudah terlihat sangat kelelahan?” Batin Mey. Mey semakin penasaran saja dengan hubungan Rey dengan Jo, hubungan antara para pria biasanya sangat jarang terlibat konflik kecuali karena satu hal. Mey mulai membuat spekulasi sendiri. “Aahh, apa mereka teman yang jatuh cinta pada satu wanita seperti yang terjadi di film-film? Lalu mereka yang awalnya berteman kini berubah menjadi musuh.” Gumam Mey mulai menerka-ne
"Aahh, akhirnya.." Mey mengusap perutnya yang terasa penuh setelah makan begitu banyak di sebuah warung yang tak jauh dari klinik. "Seharusnya kita bisa mencari tempat makan yang jauh lebih enak di kota." ucap Rey sembari mengemudikan mobilnya menuju ke villa. "Apa Pak Rey tidak pernah dengar istilah, saat lapar apapun akan terasa enak. Lagipula makanan diwarung tadi cukup enak." Sahut Mey. "Yahhh, aku tahu seenak apa makanan disitu, sampai seorang perempuan menghabiskan 2 piring nasi dan semangkuk mie instan plus telur 2 butir" kata Rey sambil melirik ke arah Mey, Mey balas menatap sinis ke aras Rey. "Bukankah ini semua karena Pak Rey yang tidak mengajakku makan sejak siang tadi? Cihhh, harusnya Bapak merasa bersalah. Bukan malah mengejek porsi makanku." "Tentu saja aku merasa bersalah, ta
"Kenapa kau tidak mengenalkan aku pada istrimu itu Rey?" tanya pria itu. "Dia tidak perlu mengenalmu Jo." kata Rey dingin. "Hahaha. Sepertinya kau takut aku akan mengatakan banyak hal padanya." Pria bernama Jo itu tertawa, sementara Rey hanya terdiam dan berusaha mengendalikan emosinya yang hampir meledak. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Rey dan langsung melangkah pergi meninggalkan Jo. Jo berbalik dan menatap punggung Rey dengan senyum kecil yang tergambar di wajahnya. Ia bahkan terus memandangi Rey hingga bayangan Rey hilang di balik pintu villa. Rey segera menutup pintu sesaat setelah ia masuk ke dalam villa, namun ia masih terdiam di balik pintu. Wajahnya yang tadinya pucat, kini berubah merah padam penuh amarah. "Apa Pak Rey baik-baik saja?" tanya Mey yang tiba-tiba muncul dari ar