Persalinan kedua Ranti sama lancarnya seperti saat melahirkan Alif. Masih di bidan yang sama, Ranti merasa mendapatkan kenyamanan dengan pelayanan yang diberikan Bidan Aryani kepada dirinya maupun anaknya.
Fayza Kulla Azmina, wanita yang selalu menang setiap masa. Nama itu diberikan Ranti dan Bayu untuk anak kedua mereka. Tentunya dengan harapan sang putri nantinya akan mampu melewati rintangan kehidupan yang akan ditemui nantinya."Ran, Bu bidannya baik ya. Sabar mendampingi, tutur bahasanya pun sopan."Ranti baru saja menyusui putrinya. Walau pun air susunya belum banyak namun air susu pertama yang katanya mengandung kolostrum sangat baik untuk imunitas dan tumbuh kembang bayi."Iya, Bu. Alif dulu juga dilahirkan di sini."Hanya ada ibunya saat ini. Masih berada di tempat praktek Bidan Aryani. Setelah siang tadi merasakan perut yang mulas yang sangat hebat, tepat pukul empat sore Ranti melahirkan. Proses yang terbilang cepat karena padaBayu tak berbicara dengan suara yang keras, bahkan cenderung dengan nada berbisik. Namun Ranti jelas dapat menangkap arah pembicaraan suaminya itu. Siapa lagi kalau bukan dengan sang mertua paling bijaknya itu? Berbekal pengalaman saat melahirkan Alif dulu, Ranti memilih tak terlalu berharap lagi atas kehadiran sang ibu mertua untuk menengoknya ataupun anak mereka. Untuk apa terlalu berharap jika harapan itu sebenarnya tak ada? Bukan manusia tempat kita harusnya menggantungkan harap. Ada yang lebih pantas menjadi tempat menaruh harap seorang manusia.Entah apa yang diucapkan ibu mertuanya pada Bayu, tampak Bayu mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Ranti tahu itu pertanda suaminya menahan kesal biasanya.Ranti memilih keluar dari dalam kamar mandi saat Bayu mengakhiri pembicaraan di telepon dengan ucapan salam."Bang ... minta tolong bilang ke Bu Ayu siapkan makan siang ya! Adek mau makan sebentar lagi."Bayu menganggukkan kepalanya. Mel
Ranti mengernyitkan dahi. Apa yang dimaksud berubah haluan oleh ibu mertuanya itu?Dinda menegakkan tubuhnya. Beranjak mendekati sang ibu mertua dan meraih tangan kanannya."Ibu sehat?" tanya Dinda sembari tersenyum."Tak perlu basa-basi, Dinda," sahut Bu Ratna dengan sinis.Karuan saja wajah Dinda menjadi kecut saat mendengar ucapan ibu mertuanya itu. Ranti menangkap tingkah Dinda yang tiba-tiba menjadi serba salah saat melihat kedatangan Bu Ratna dan Nina tadi."Kakak pulang dulu, Ran. Mau jemput anak-anak. Dinda pamit duluan, Bu." "Kakak tak mau makan siang dulu?" tanya Ranti yang merasa ikut tak enak hati atas kepulangan Dinda yang mendadak."Tak usah, Ran. Kakak takut telat menjemput anak-anak. Kakak pulang dulu. Assalamu'alaikum."Dinda cepat melangkah meninggalkan kamar dengan langkah yang tergesa. Ranti menjawab salam yang diucapkan Dinda."Duduk, Bu, Nina."Ranti mengarahkan pandangan
"Ibu mau ikut makan juga?" tanya Ranti kepada mertuanya."Iya, Bu Ratna. Makan siang saja dulu. Saya sudah masak banyak tadi. Bu Ratna dan Nina tak buru-buru kan?"Tampak wajah malu-malu Bu Ratna dan Nina saat mendengar tawaran dari Bu Dewi."Ya sudah, kami makan dulu kalau begitu. Sambil menunggu Bayu."Ranti melangkah keluar dari kamar diikuti oleh mertua dan adik iparnya. Bu Dewi hanya dapat menggelengkan kepala melihat aksi luar biasa besannya itu.Tapi Bu Dewi tak ragu akan kehidupan putrinya ke depan nanti. Semoga firasat seorang ibu tak salah. Bayu dapat diandalkan untuk melindungi putri dan cucu-cucunya. Walau bukan dengan melawan ibunya, Bu Dewi yakin Bayu akan dapat menempatkan dirinya dalam posisi sebagai kepala keluarga, orang yang akan menjadi andalan keluarga putrinya saat ada masalah.Bu Ratna dan Nina tanpa sungkan duduk di meja makan bersama Ranti. Ranti dengan menu sederhana, khusus dibuat ibunya sebagai sajian untuk wanita yang baru me
Tak terasa usia Fayza sudah mulai menginjak tujuh bulan. Bocah mungil itu tidak lagi hanya mengonsumsi ASI dari Ranti, berbagai makanan pendamping pun mulai diberikan untuk tumbuh kembangnya yang optimal. Untung saja, Fayza bukan tipikal pemilih untuk urusan makanan. Bayi perempuan ini hampir sama seperti Alif, kakaknya. Apa pun yang disajikan bundanya akan langsung dilahap Fayza dengan semangat. Alif sudah berusia dua tahun. Bocah itu sedang aktif-aktifnya beraktivitas. Bahkan seringkali Ranti terpaksa meminta Bu Ayu merapikan bajunya di lemari berulang kali, hanya karena dibongkar susunannya oleh Alif. Jika sore hari, Ranti akan membiarkan putra kecilnya itu bermain bersama anak-anak tetangga yang sebaya dengannya di depan rumah. "Bu, untuk jumlah stok roti di kafe malem ini seperti biasa ya?" tanya Winda, salah seorang pegawai bagian produksi kepada Ranti yang sedang menyuapi Fayza dengan bubur ayam wortel.Ranti memang berupaya sedapat mungkin memas
Bayu diam, sepertinya tak ada kata yang akan meluncur dari mulutnya. Akhirnya laki-laki itu menegakkan tubuhnya."Abang tunggu di kamar, Dek. Ada yang mau Abang bicarakan."Ranti mengernyitkan dahinya. Pasti ada sesuatu yang telah terjadi hingga Bayu bersikap seperti ini. Ranti tak berkata apa-apa, hanya bergegas melangkahkan kakinya mengikuti sang suami setelah sebelumnya menyerahkan Fayza pada Bu Rina yang kebetulan lewat dan meminta wanita itu untuk melanjutkan menyuapi anaknya.Langkah kaki Ranti sempat terhenti saat melihat Bayu duduk di sofa yang terletak di depan tempat tidur mereka. Tak lama kemudian, Ranti pun memilih duduk di samping suaminya itu."Maafkan Abang, Dek."Hanya kalimat itu yang mampu diucapkan Bayu. Ranti lagi-lagi menatap bingung suaminya. Apakah gerangan kesalahan yang telah dilakukan Bayu? Apa ada kaitannya dengan hutang Nina yang diberikan mereka enam bulan yang lalu?Pinjaman yang jumlahnya dua puluh
Ranti merasa ujian hidupnya kali ini cukup berat. Jika selama ini Ranti merasa cobaan terberat dalam kehidupannya adalah menghadapi sang mertua, ternyata salah. Saat Ranti merasa hampir lelah menghadapi sikap mertuanya yang luar biasa, Bayu akan ada di sisinya. Ranti tak merasa sendiri.Tapi saat ini berbeda. Bukan Bayu yang akan menguatkan dirinya, justru Ranti yang harus menguatkan suaminya itu. Menggandeng tangan suaminya, bersama menghadapi badai yang menerpa.Untung saja ada sang ibu yang saat ini menemaninya. Bu Dewi memang memutuskan untuk masih tinggal bersama Ranti. Menikmati hari tuanya bersama dengan kedua cucu dirasakan beliau lebih baik ketimbang tinggal sendiri di rumahnya."Ran, jadi Bayu menjalani pemeriksaan hari ini?" tanya Bu Dewi saat menemani Ranti memasak di dapur. Semalam sehabis Isya, Ranti menemui ibunya di kamar. Membagi duka yang dirasakannya. Berharap ibunya tak terkejut jika kemungkinan terburuk akan terjadi nantinya
Ranti takut salah menduga. Jika Ilham harus tahu tentang masalah yang menimpa adiknya, Ranti berharap itu bukan dari bibirnya."Abang sudah tahu masalah yang menimpa Bayu. Makanya Abang ke sini."Ranti diam, tak tahu harus berkata apa. "Abang tahu dari mana?" tanya Ranti tak dapat menutupi rasa ingin tahunya.Ilham tampak menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan adik iparnya itu."Dari Bayu. Tadi pagi Bayu singgah ke rumah. Sebelum Abang berangkat kerja.""Bapak dan Ibu sudah tahu?" lanjut Ranti dengan wajah sendu."Belum. Abang yang akan memberitahukan mereka nanti sore. Bukan Bayu tak mau, hanya saja Abang yang melarang. Kamu tahu sendiri sikap dan perangai Ibu. Abang tak ingin Bayu tambah berat bebannya saat dicecar Ibu dengan beragam pertanyaan nantinya."Pembicaraan mereka terhenti saat Bu Ayu muncul membawakan teh hangat yang masih mengepulkan uap panasnya dan sepiring pisang goreng. "D
"Waalaikum salam, Bang Ridwan?" Ranti bergegas mengangkat tubuhnya dari kursi dan melangkah cepat ke arah laki-laki yang menjadi tamunya itu.Ridwan, laki-laki itu merupakan sahabat Bayu di kantor. Ranti sangat mengenal sosok Ridwan dan keluarganya. Bertahun-tahun keluarga mereka menjalin silaturahmi bak saudara. "Masuk, Bang," ujar Ranti sembari memberi jalan pada laki-laki itu untuk bergabung dengan kedua iparnya.Laki-laki yang disapa Ridwan oleh Ranti itu berjalan ke arah Ilham dan Dinda lantas mengulurkan tangan kanannya."Saya Ridwan, Bang. Teman Bayu dari kantor."Ilham menyambut uluran tangan Ridwan. Begitu pun Dinda."Duduk, Bang. Perkenalkan ini Bang Ilham, saudara Bang Bayu yang paling tua. Dan ini Kak Dinda, istrinya."Tampak Ridwan menganggukkan kepalanya."Bayu sudah mengabarimu, Ran?" tanya Ridwan sembari menoleh ke arah Ranti.Ranti menggelengkan kepalanya. Memang sejak p