Tak terasa usia Fayza sudah mulai menginjak tujuh bulan. Bocah mungil itu tidak lagi hanya mengonsumsi ASI dari Ranti, berbagai makanan pendamping pun mulai diberikan untuk tumbuh kembangnya yang optimal. Untung saja, Fayza bukan tipikal pemilih untuk urusan makanan. Bayi perempuan ini hampir sama seperti Alif, kakaknya. Apa pun yang disajikan bundanya akan langsung dilahap Fayza dengan semangat.
Alif sudah berusia dua tahun. Bocah itu sedang aktif-aktifnya beraktivitas. Bahkan seringkali Ranti terpaksa meminta Bu Ayu merapikan bajunya di lemari berulang kali, hanya karena dibongkar susunannya oleh Alif. Jika sore hari, Ranti akan membiarkan putra kecilnya itu bermain bersama anak-anak tetangga yang sebaya dengannya di depan rumah."Bu, untuk jumlah stok roti di kafe malem ini seperti biasa ya?" tanya Winda, salah seorang pegawai bagian produksi kepada Ranti yang sedang menyuapi Fayza dengan bubur ayam wortel.Ranti memang berupaya sedapat mungkin memasBayu diam, sepertinya tak ada kata yang akan meluncur dari mulutnya. Akhirnya laki-laki itu menegakkan tubuhnya."Abang tunggu di kamar, Dek. Ada yang mau Abang bicarakan."Ranti mengernyitkan dahinya. Pasti ada sesuatu yang telah terjadi hingga Bayu bersikap seperti ini. Ranti tak berkata apa-apa, hanya bergegas melangkahkan kakinya mengikuti sang suami setelah sebelumnya menyerahkan Fayza pada Bu Rina yang kebetulan lewat dan meminta wanita itu untuk melanjutkan menyuapi anaknya.Langkah kaki Ranti sempat terhenti saat melihat Bayu duduk di sofa yang terletak di depan tempat tidur mereka. Tak lama kemudian, Ranti pun memilih duduk di samping suaminya itu."Maafkan Abang, Dek."Hanya kalimat itu yang mampu diucapkan Bayu. Ranti lagi-lagi menatap bingung suaminya. Apakah gerangan kesalahan yang telah dilakukan Bayu? Apa ada kaitannya dengan hutang Nina yang diberikan mereka enam bulan yang lalu?Pinjaman yang jumlahnya dua puluh
Ranti merasa ujian hidupnya kali ini cukup berat. Jika selama ini Ranti merasa cobaan terberat dalam kehidupannya adalah menghadapi sang mertua, ternyata salah. Saat Ranti merasa hampir lelah menghadapi sikap mertuanya yang luar biasa, Bayu akan ada di sisinya. Ranti tak merasa sendiri.Tapi saat ini berbeda. Bukan Bayu yang akan menguatkan dirinya, justru Ranti yang harus menguatkan suaminya itu. Menggandeng tangan suaminya, bersama menghadapi badai yang menerpa.Untung saja ada sang ibu yang saat ini menemaninya. Bu Dewi memang memutuskan untuk masih tinggal bersama Ranti. Menikmati hari tuanya bersama dengan kedua cucu dirasakan beliau lebih baik ketimbang tinggal sendiri di rumahnya."Ran, jadi Bayu menjalani pemeriksaan hari ini?" tanya Bu Dewi saat menemani Ranti memasak di dapur. Semalam sehabis Isya, Ranti menemui ibunya di kamar. Membagi duka yang dirasakannya. Berharap ibunya tak terkejut jika kemungkinan terburuk akan terjadi nantinya
Ranti takut salah menduga. Jika Ilham harus tahu tentang masalah yang menimpa adiknya, Ranti berharap itu bukan dari bibirnya."Abang sudah tahu masalah yang menimpa Bayu. Makanya Abang ke sini."Ranti diam, tak tahu harus berkata apa. "Abang tahu dari mana?" tanya Ranti tak dapat menutupi rasa ingin tahunya.Ilham tampak menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan adik iparnya itu."Dari Bayu. Tadi pagi Bayu singgah ke rumah. Sebelum Abang berangkat kerja.""Bapak dan Ibu sudah tahu?" lanjut Ranti dengan wajah sendu."Belum. Abang yang akan memberitahukan mereka nanti sore. Bukan Bayu tak mau, hanya saja Abang yang melarang. Kamu tahu sendiri sikap dan perangai Ibu. Abang tak ingin Bayu tambah berat bebannya saat dicecar Ibu dengan beragam pertanyaan nantinya."Pembicaraan mereka terhenti saat Bu Ayu muncul membawakan teh hangat yang masih mengepulkan uap panasnya dan sepiring pisang goreng. "D
"Waalaikum salam, Bang Ridwan?" Ranti bergegas mengangkat tubuhnya dari kursi dan melangkah cepat ke arah laki-laki yang menjadi tamunya itu.Ridwan, laki-laki itu merupakan sahabat Bayu di kantor. Ranti sangat mengenal sosok Ridwan dan keluarganya. Bertahun-tahun keluarga mereka menjalin silaturahmi bak saudara. "Masuk, Bang," ujar Ranti sembari memberi jalan pada laki-laki itu untuk bergabung dengan kedua iparnya.Laki-laki yang disapa Ridwan oleh Ranti itu berjalan ke arah Ilham dan Dinda lantas mengulurkan tangan kanannya."Saya Ridwan, Bang. Teman Bayu dari kantor."Ilham menyambut uluran tangan Ridwan. Begitu pun Dinda."Duduk, Bang. Perkenalkan ini Bang Ilham, saudara Bang Bayu yang paling tua. Dan ini Kak Dinda, istrinya."Tampak Ridwan menganggukkan kepalanya."Bayu sudah mengabarimu, Ran?" tanya Ridwan sembari menoleh ke arah Ranti.Ranti menggelengkan kepalanya. Memang sejak p
"Nanti saja, Bu. Ibu sudah makan? Neneknya Alif dan Fayza juga sudah makan belum?""Sudah, Bu. Tenang saja." Bu Ayu berlalu dari hadapan Ranti, menuju arah ruang makan untuk membereskan peralatan makan yang kotor. Ranti sendiri berjalan cepat menuju ruang tamu keluarga."Jadi begini, Ran. Abang sengaja datang ke sini sebenarnya. Bayu yang meminta setelah menjalani pemeriksaan tadi. Bayu menduga, penahanan dirinya akan dilakukan sore ini. Sebenarnya, ini bukan pemeriksaan pertama yang harus dijalani Bayu, Ran. Bayu sudah menjalani pemeriksaan dua kali sebelumnya. Hal ini tak dikatakannya padamu karena tak ingin membuatmu khawatir."Sontak saja ucapan Ridwan itu mengejutkan ketiga orang yang ada di ruangan itu. Terlebih Ranti. Sungguh dirinya tak menyangka, sudah cukup lama Bayu menanggung semua bebannya sendiri. Istri macam apa dirinya yang tak dapat merasakan semua gundah suaminya selama ini. "Abang yakin, Bayu berkata jujur tentang sem
Ranti terkejut dan tak menyangka akan kehadiran sosok itu di rumahnya."Ibu???"Bu Dewi pun tak kalah terkejutnya saat melihat besannya itu muncul dengan ekspresi sangat tak menyenangkan itu. Ilham cepat bergerak menyambut kedatangan ibunya. Firasatnya mengatakan jika kehadiran ibunya bukan untuk menenangkan adik iparnya yang sedang dirundung gelisah. Justru ibunya akan memperkeruh masalah. Apalagi perkataan yang diucapkan ibunya jelas-jelas menunjukkan permasalahan baru yang akan terjadi di antara keluarga mereka."Ternyata selama ini uang yang kalian peroleh itu dari hasil korupsi Bayu ya? Enak sekali kamu, Ranti. Anakku yang akan mendekam di penjara, sementara kau akan menikmati uang hasil korupsi Bayu sendirian? Benar-benar istri yang tahu diri. Mengorbankan suami demi kesenangan sendiri," ucap Bu Ratna sembari masuk tanpa dipersilahkan."Bu, ada apa ini? Mengapa Ibu berkata seperti itu kepada Ranti? Malu didengar tetangga, Bu."
Ilham yang merasa suasana sudah sangat tak nyaman lagi mencoba mencari penyelesaian."Bu, lebih baik Ibu pulang. Ibu berdoa untuk kebaikan Bayu. Bukan mencari ribut seperti ini."Bu Ratna tampak tak terima atas ucapan anak sulungnya itu."Kami ikut menyalahkan Ibu juga, Ham? Kamu tak tahu perasaan Ibu dan Bapak saat ini.""Dan apakah Ibu tahu perasaan Ranti saat ini? Bu ... Ranti harus berjuang menguatkan dirinya demi empat bola mata cucu Ibu. Ibu sadar itu? Ririn ... kamu juga, bukannya menenangkan Ibu, malah ikut membuat suasana panas seperti ini. Kamu masih punya otak dan hati kan, Rin? Tunjukkan rasa simpati kalian sebagai anggota keluarga! Bukan justru menebar tuduhan keji seperti ini kepada Ranti!"Ririn tampak terdiam. Wajahnya tertunduk saat melihat tatapan mata Ilham yang tajam menghujam netranya."Kamu bawa Ibu pulang. Ajak Ibu berdoa untuk kebaikan Bang Bayu. Nanti Abang akan ke rumah Bapak dan Ibu."Tak ada u
Tiga kendaraan beriringan meninggalkan halaman rumah Ranti tepat pukul setengah lima sore. Ilham dengan motor merahnya, Ridwan dengan mobil "sejuta umat" miliknya yang berwarna hitam, sementara Ranti dan Dinda menggunakan mobil putih yang baru dibeli Ranti beberapa bulan yang lalu. Ridwan meminta istrinya itu menemani adik iparnya saat mengendarai kendaraan roda empat itu.Tak ada perbincangan yang terjadi antara Dinda dan Ranti selama di perjalanan. Dinda membiarkan wanita yang duduk di balik kemudi itu menenangkan dirinya. Tak ingin mengganggunya. Dinda fokus pada jalanan di depan mereka, khawatir jika karena beban pikiran membuat istri adik iparnya itu menjadi lengah."Kak, di rumah makan depan kita berhenti dulu ya! Kakak tolong turun belikan nasi bungkus untuk Bang Bayu. Ranti khawatir jika Bang Bayu belum makan. Belikan minuman mineral kemasan botol juga, Kak," ujar Ranti sembari menekan klakson pada kendaraan roda dua di depan mereka yang melaju terlalu ke b