Ilham yang merasa suasana sudah sangat tak nyaman lagi mencoba mencari penyelesaian.
"Bu, lebih baik Ibu pulang. Ibu berdoa untuk kebaikan Bayu. Bukan mencari ribut seperti ini."Bu Ratna tampak tak terima atas ucapan anak sulungnya itu."Kami ikut menyalahkan Ibu juga, Ham? Kamu tak tahu perasaan Ibu dan Bapak saat ini.""Dan apakah Ibu tahu perasaan Ranti saat ini? Bu ... Ranti harus berjuang menguatkan dirinya demi empat bola mata cucu Ibu. Ibu sadar itu? Ririn ... kamu juga, bukannya menenangkan Ibu, malah ikut membuat suasana panas seperti ini. Kamu masih punya otak dan hati kan, Rin? Tunjukkan rasa simpati kalian sebagai anggota keluarga! Bukan justru menebar tuduhan keji seperti ini kepada Ranti!"Ririn tampak terdiam. Wajahnya tertunduk saat melihat tatapan mata Ilham yang tajam menghujam netranya."Kamu bawa Ibu pulang. Ajak Ibu berdoa untuk kebaikan Bang Bayu. Nanti Abang akan ke rumah Bapak dan Ibu."Tak ada uTiga kendaraan beriringan meninggalkan halaman rumah Ranti tepat pukul setengah lima sore. Ilham dengan motor merahnya, Ridwan dengan mobil "sejuta umat" miliknya yang berwarna hitam, sementara Ranti dan Dinda menggunakan mobil putih yang baru dibeli Ranti beberapa bulan yang lalu. Ridwan meminta istrinya itu menemani adik iparnya saat mengendarai kendaraan roda empat itu.Tak ada perbincangan yang terjadi antara Dinda dan Ranti selama di perjalanan. Dinda membiarkan wanita yang duduk di balik kemudi itu menenangkan dirinya. Tak ingin mengganggunya. Dinda fokus pada jalanan di depan mereka, khawatir jika karena beban pikiran membuat istri adik iparnya itu menjadi lengah."Kak, di rumah makan depan kita berhenti dulu ya! Kakak tolong turun belikan nasi bungkus untuk Bang Bayu. Ranti khawatir jika Bang Bayu belum makan. Belikan minuman mineral kemasan botol juga, Kak," ujar Ranti sembari menekan klakson pada kendaraan roda dua di depan mereka yang melaju terlalu ke b
Tampak Bayu terkejut dengan kedatangan istrinya itu. Padahal jelas-jelas Bayu berpesan pada Ridwan agar tak membawa istrinya ke kantor ini. Ridwa yang mendapat tatapan tajam dari Bayu mengerti dan berusaha menjelaskan apa yang terjadi."Ranti memaksa ingin mendampingimu. Aku pikir ... tak ada salahnya. Kamu tentu butuh kekuatan yang lebih untuk menghadapi saat sulit ini."Bayu tak punya pilihan lain. Apalagi saat air mata Ranti luruh saat wanita itu ada dalam dekapannya."Abang akan ditahan hari ini? Mengapa tak mengabari Adek? Adek coba menghubungi Abang, tapi kontak Abang tak pernah aktif. Mengapa Abang buat Adek tersiksa seperti ini? Menunggu kabar dari Abang yang tak kunjung ada, itu sangat menyakitkan, Bang."Memang seharian ini Ranti tak berhasil menghubungi suaminya, baik melalui panggilan telepon ataupun aplikasi pesan. Sepertinya Bayu memang sengaja menonaktifkan gawainya.Ranti tak dapat lagi menahan tangisnya saat melihat kondi
Hari-hari yang luar biasa melelahkan harus dijalani Ranti setelah itu. Bukan hanya pikiran, fisiknya pun ikut harus terkena imbasnya. Secara rutin setiap hari Ranti mengantarkan makanan untuk Bayu. Memastikan kondisi suaminya itu baik-baik saja.Tak ada tanda simpati dari sang mertua untuk keluarganya. Jangankan untuk melihat keadaan Ranti dan anak-anaknya, bertanya kabar pun tidak. Mengunjungi Bayu pun hanya sekali dilakukan mertuanya, pada saat hari kedua putra mereka ditahan dengan status tahanan sementara."Dek, Bang Ilham kemarin kemari. Abang menitipkan pesan untuk disampaikan ke Nina. Uang yang mereka pinjam kemarin kalau bisa dibayar bulan ini. Abang tahu, Adek perlu dana yang besar untuk membayar pengacara nantinya."Setelah didesak berkali-kali baik oleh Ranti, Ilham, maupun Ridwan akhirnya Bayu menyetujui usulan mereka untuk didampingi pengacara dalam kasusnya ini. Apalagi saat mengetahui semua rekannya yang terlibat juga menggunakan jasa penga
Ranti mengernyitkan dahinya. Melihat raut wajah Bayu saat ini, Ranti tahu hal yang disampaikannya nanti cukup berat tampaknya. Bertahun-tahun bersama menjalani kehidupan, Ranti sangat mengenal ekspresi wajah suaminya saat sedang kalut menghadapi masalah."Ada masalah lain yang belum Abang katakan?" tanya Ranti perlahan.Tampak Bayu menarik napas panjang dan akhirnya membuangnya dalam sekali hembusan."Jika keputusan pengadilan sudah tetap nantinya, Abang akan kehilangan status Abang sebagai aparatur sipil negara. Abang akan diberhentikan secara tidak hormat. Itu peraturan yang berlaku sekarang. Adek siap?""Maaf jika semuanya akan berakhir seperti ini. Maaf jika Abang tak lagi bisa menjadi tulang punggung keluarga nantinya."Awalnya Ranti tampak terkejut saat mendengar ucapan Bayu. Siapa yang tak akan terkejut saat mendengar suami yang selama ini dielu-elukan keluarga besarnya akan berubah status sebagai seorang pengangguran? Laki-laki ya
"Kak Firman???"Ranti sempat merasa tak percaya saat berusaha mengenali sosok yang datang bersama Ridwan itu.Usia boleh menua, namun raut wajah itu tak banyak berubah. "Ranti???"Tak hanya Ranti yang merasa terkejut akan kehadiran sosoknya, laki-laki itu juga terlihat terperangah saat melihat wanita yang ada di hadapannya saat ini."Kalian saling kenal?" tanya Ridwan yang merasa bingung atas sikap dua manusia itu.Ranti merasa serba salah. Berharap tak pernah lagi berjumpa dengan laki-laki dari masa lalunya itu. Tak ingin mengenang kisah yang pernah terjadi di antara mereka."Teman awal kuliah dulu, Bang.""Berarti kalian satu almamater dong ya! Sungguh luar biasa skenario Allah ini," ujar Ridwan sembari menepuk lengan laki-laki yang dikenalkannya sebagai Firman itu."Bayu juga satu almamater denganmu kan, Ran?"Firman tersenyum, sedikit kaku di mata Bayu yang sedari tadi memperhatikan ketiga oran
Gegas Ranti masuk dan menemui salah satu karyawan toko itu. Sudah menjadi langganan tetap di sana membuat Ranti tak perlu mencari sendiri bahan-bahan yang ingin dibelinya. Cukup memberikan catatan pada karyawan yang bernama Rani itu, lantas duduk di salah satu kursi tunggu yang tersedia di toko itu. Sepuluh menit kemudian tampak Rani kembali menemuinya dan memberitahukan jika semua pesanannya lengkap dan tinggal dipacking. Ranti menuju kasir dengan membawa catatan dari Rani tadi dan langsung melakukan pembayaran. Tak ada uang tunai yang diserahkannya, hanya sebuah kartu debit yang digunakan Ranti untuk transaksi berbagai kebutuhan usahanya.Selanjutnya Ranti berjalan kembali ke mobilnya, menunggu belanjaannya akan diantarkan para karyawan lelaki toko itu. Tak butuh waktu lama, tampak dua karyawan toko mengangkat dua kardus besar ke bagian belakang mobilnya yang memang sudah dibiarkan terbuka sejak tadi. Semudah itu caranya berbelanja.Kendaraan roda empat yang dike
"Kak Firman?"Ranti melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertahan. Firman dan ibunya yang tampak sedang berbicara serentak menoleh ke arah Ranti. Firman berdiri menyambut kedatangan wanita itu."Dari mana tahu alamat rumah ini?" Tanpa basa-basi Ranti melontarkan pertanyaan pada laki-laki itu. Jujur, Ranti tak ingin hubungan profesional yang saat ini terjalin antara mereka tak bercampur dengan kisah masa lalu yang pernah ada. Cukup sebatas pengacara dan kliennya. Tak lebih."Dari Ridwan. Ada yang perlu Kakak bicarakan langsung denganmu."Masih dengan posisi berdirinya, Ranti mengernyitkan dahi."Bukankah tadi aku sudah berpesan, sampaikan saja semuanya pada Bang Ridwan?"Bu Dewi tampak berdiri dan sepertinya paham dengan kondisi yang terjadi. Wanita paruh baya itu tahu tentang masa lalu dua manusia yang ada di hadapannya sekarang. "Ibu tinggal dulu, silahkan diminum tehnya, Nak Firman.""Iya, Bu. Te
"Aku menyesal, Ran." Hanya kalimat itu yang mampu diucapkan Firman."Tak apa. Lagi pula penyesalanmu tak akan mengubah apa pun yang ada dalam hidup kita sekarang kan?"Perlahan Ranti mencoba menekan rasa sakit yang pernah ada di hatinya. Memaafkan jauh lebih mulia daripada menyimpan dendam."Kamu tak ingin bertanya kabarku, Ran?" Ranti akhirnya menyunggingkan senyum kecil di bibirnya. Firman terkesima, cara wanita itu tersenyum masih tak berubah. "Untuk apa? Kamu tentu lebih bahagia dengan dapat membahagiakan orang tuamu kan?"Hening. Tak ada suara yang keluar dari mulut keduanya. Sampai akhirnya Firman menarik napas panjang sebelum mengeluarkan rangkaian katanya."Aku berpisah dengan istriku di tahun ketiga pernikahan kami."Ranti tak menunjukkan reaksi apa pun atas ucapan laki-laki itu. "Aku dikhianati. Dan aku terlambat menyadarinya. Mungkin itu merupakan karma atas perbuatanku padamu, Ran. Aku s