Tampak Bayu terkejut dengan kedatangan istrinya itu. Padahal jelas-jelas Bayu berpesan pada Ridwan agar tak membawa istrinya ke kantor ini. Ridwa yang mendapat tatapan tajam dari Bayu mengerti dan berusaha menjelaskan apa yang terjadi.
"Ranti memaksa ingin mendampingimu. Aku pikir ... tak ada salahnya. Kamu tentu butuh kekuatan yang lebih untuk menghadapi saat sulit ini."Bayu tak punya pilihan lain. Apalagi saat air mata Ranti luruh saat wanita itu ada dalam dekapannya."Abang akan ditahan hari ini? Mengapa tak mengabari Adek? Adek coba menghubungi Abang, tapi kontak Abang tak pernah aktif. Mengapa Abang buat Adek tersiksa seperti ini? Menunggu kabar dari Abang yang tak kunjung ada, itu sangat menyakitkan, Bang."Memang seharian ini Ranti tak berhasil menghubungi suaminya, baik melalui panggilan telepon ataupun aplikasi pesan. Sepertinya Bayu memang sengaja menonaktifkan gawainya.Ranti tak dapat lagi menahan tangisnya saat melihat kondiHari-hari yang luar biasa melelahkan harus dijalani Ranti setelah itu. Bukan hanya pikiran, fisiknya pun ikut harus terkena imbasnya. Secara rutin setiap hari Ranti mengantarkan makanan untuk Bayu. Memastikan kondisi suaminya itu baik-baik saja.Tak ada tanda simpati dari sang mertua untuk keluarganya. Jangankan untuk melihat keadaan Ranti dan anak-anaknya, bertanya kabar pun tidak. Mengunjungi Bayu pun hanya sekali dilakukan mertuanya, pada saat hari kedua putra mereka ditahan dengan status tahanan sementara."Dek, Bang Ilham kemarin kemari. Abang menitipkan pesan untuk disampaikan ke Nina. Uang yang mereka pinjam kemarin kalau bisa dibayar bulan ini. Abang tahu, Adek perlu dana yang besar untuk membayar pengacara nantinya."Setelah didesak berkali-kali baik oleh Ranti, Ilham, maupun Ridwan akhirnya Bayu menyetujui usulan mereka untuk didampingi pengacara dalam kasusnya ini. Apalagi saat mengetahui semua rekannya yang terlibat juga menggunakan jasa penga
Ranti mengernyitkan dahinya. Melihat raut wajah Bayu saat ini, Ranti tahu hal yang disampaikannya nanti cukup berat tampaknya. Bertahun-tahun bersama menjalani kehidupan, Ranti sangat mengenal ekspresi wajah suaminya saat sedang kalut menghadapi masalah."Ada masalah lain yang belum Abang katakan?" tanya Ranti perlahan.Tampak Bayu menarik napas panjang dan akhirnya membuangnya dalam sekali hembusan."Jika keputusan pengadilan sudah tetap nantinya, Abang akan kehilangan status Abang sebagai aparatur sipil negara. Abang akan diberhentikan secara tidak hormat. Itu peraturan yang berlaku sekarang. Adek siap?""Maaf jika semuanya akan berakhir seperti ini. Maaf jika Abang tak lagi bisa menjadi tulang punggung keluarga nantinya."Awalnya Ranti tampak terkejut saat mendengar ucapan Bayu. Siapa yang tak akan terkejut saat mendengar suami yang selama ini dielu-elukan keluarga besarnya akan berubah status sebagai seorang pengangguran? Laki-laki ya
"Kak Firman???"Ranti sempat merasa tak percaya saat berusaha mengenali sosok yang datang bersama Ridwan itu.Usia boleh menua, namun raut wajah itu tak banyak berubah. "Ranti???"Tak hanya Ranti yang merasa terkejut akan kehadiran sosoknya, laki-laki itu juga terlihat terperangah saat melihat wanita yang ada di hadapannya saat ini."Kalian saling kenal?" tanya Ridwan yang merasa bingung atas sikap dua manusia itu.Ranti merasa serba salah. Berharap tak pernah lagi berjumpa dengan laki-laki dari masa lalunya itu. Tak ingin mengenang kisah yang pernah terjadi di antara mereka."Teman awal kuliah dulu, Bang.""Berarti kalian satu almamater dong ya! Sungguh luar biasa skenario Allah ini," ujar Ridwan sembari menepuk lengan laki-laki yang dikenalkannya sebagai Firman itu."Bayu juga satu almamater denganmu kan, Ran?"Firman tersenyum, sedikit kaku di mata Bayu yang sedari tadi memperhatikan ketiga oran
Gegas Ranti masuk dan menemui salah satu karyawan toko itu. Sudah menjadi langganan tetap di sana membuat Ranti tak perlu mencari sendiri bahan-bahan yang ingin dibelinya. Cukup memberikan catatan pada karyawan yang bernama Rani itu, lantas duduk di salah satu kursi tunggu yang tersedia di toko itu. Sepuluh menit kemudian tampak Rani kembali menemuinya dan memberitahukan jika semua pesanannya lengkap dan tinggal dipacking. Ranti menuju kasir dengan membawa catatan dari Rani tadi dan langsung melakukan pembayaran. Tak ada uang tunai yang diserahkannya, hanya sebuah kartu debit yang digunakan Ranti untuk transaksi berbagai kebutuhan usahanya.Selanjutnya Ranti berjalan kembali ke mobilnya, menunggu belanjaannya akan diantarkan para karyawan lelaki toko itu. Tak butuh waktu lama, tampak dua karyawan toko mengangkat dua kardus besar ke bagian belakang mobilnya yang memang sudah dibiarkan terbuka sejak tadi. Semudah itu caranya berbelanja.Kendaraan roda empat yang dike
"Kak Firman?"Ranti melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertahan. Firman dan ibunya yang tampak sedang berbicara serentak menoleh ke arah Ranti. Firman berdiri menyambut kedatangan wanita itu."Dari mana tahu alamat rumah ini?" Tanpa basa-basi Ranti melontarkan pertanyaan pada laki-laki itu. Jujur, Ranti tak ingin hubungan profesional yang saat ini terjalin antara mereka tak bercampur dengan kisah masa lalu yang pernah ada. Cukup sebatas pengacara dan kliennya. Tak lebih."Dari Ridwan. Ada yang perlu Kakak bicarakan langsung denganmu."Masih dengan posisi berdirinya, Ranti mengernyitkan dahi."Bukankah tadi aku sudah berpesan, sampaikan saja semuanya pada Bang Ridwan?"Bu Dewi tampak berdiri dan sepertinya paham dengan kondisi yang terjadi. Wanita paruh baya itu tahu tentang masa lalu dua manusia yang ada di hadapannya sekarang. "Ibu tinggal dulu, silahkan diminum tehnya, Nak Firman.""Iya, Bu. Te
"Aku menyesal, Ran." Hanya kalimat itu yang mampu diucapkan Firman."Tak apa. Lagi pula penyesalanmu tak akan mengubah apa pun yang ada dalam hidup kita sekarang kan?"Perlahan Ranti mencoba menekan rasa sakit yang pernah ada di hatinya. Memaafkan jauh lebih mulia daripada menyimpan dendam."Kamu tak ingin bertanya kabarku, Ran?" Ranti akhirnya menyunggingkan senyum kecil di bibirnya. Firman terkesima, cara wanita itu tersenyum masih tak berubah. "Untuk apa? Kamu tentu lebih bahagia dengan dapat membahagiakan orang tuamu kan?"Hening. Tak ada suara yang keluar dari mulut keduanya. Sampai akhirnya Firman menarik napas panjang sebelum mengeluarkan rangkaian katanya."Aku berpisah dengan istriku di tahun ketiga pernikahan kami."Ranti tak menunjukkan reaksi apa pun atas ucapan laki-laki itu. "Aku dikhianati. Dan aku terlambat menyadarinya. Mungkin itu merupakan karma atas perbuatanku padamu, Ran. Aku s
Persidangan demi persidangan harus dijalani Bayu setelahnya. Ranti selalu setia mendampingi suaminya itu. Awalnya Ranti berusaha menutupi masa lalu yang pernah ada antara dirinya dan Firman, sang pengacara. Namun akhirnya setelah didesak berkali-kali oleh Bayu, Ranti memilih menceritakan semuanya."Yang terpenting Abang harus tahu. Tak ada apa pun lagi di antara kami berdua. Abang harus yakin dan percaya. Masa lalu itu memang ada, kisah indah itu memang pernah tercipta, namun takdir lagi-lagi berkuasa di atas segalanya."Bayu pun akhirnya lega saat mendengar kejujuran dari istrinya itu. Firasatnya tak salah, raut wajah keduanya menunjukkan semua itu saat pertama kali berjumpa kembali.Sebagai laki-laki dan seorang suami, Bayu memutuskan bicara empat mata dengan sang pengacara. Bukan untuk membahas kasusnya, tapi untuk berbicara sebagai dua orang laki-laki sejati."Anda sungguh sangat beruntung, Pak Bayu. Ranti wanita luar biasa. Jujur, saya menyes
"Tak ada harga untuk seorang saudara."Sontak saja Bayu dan Ranti serentak terperangah. "Kak??? Ranti serius!" pekik Ranti."Kamu pikir Kakak tak serius? Kakak tahu kebutuhanmu dan anak-anak banyak ke depannya. Status Bayu ... ya, kalian tahu sendirilah. Pergunakan uang simpanan kalian untuk anak-anakmu."Ranti merasa tak enak hati. Bagaimana pun, jerih payah yang sudah Firman lakukan harus dihargai secara profesional."Atau ... kalian tak menganggap aku sebagai saudara? Satu lagi Ran, selama Bayu dipenjara nantinya, jika kamu perlu bantuan, hubungi saja Kakak."Ranti hanya terdiam, tak mampu merangkai kata."Tak usah khawatir, Kakak sudah menjelaskan segalanya pada suamimu. Tak perlu suamimu resah, istrinya ini cinta mati pada dirinya," lanjut Firman sambil tertawa.Ranti tak mampu untuk menahan lagi. Bulir bening itu akhirnya lolos dari netranya. Ya Allah, ternyata satu episode ujian dalam hidupnya berakhir d
"Abang tak lagi sering memberikan kami uang.""Bukankah jatah bulanan Ibu tetap kami berikan? Bahkan saat Bang Bayu di penjara pun, Kakak tetap memberikan Ibu uang kan? Padahal saat itu Bang Bayu tak lagi memiliki gaji sama sekali. Uang itu murni dari Kakak.""Tapi Abang dulu sering memberikan tambahan uang buatku dan Ibu di luar jatah bulanan itu."Ranti mengerti penyebab semua kebencian ibu mertuanya itu sekarang."Saat itu Bang Bayu masih bekerja kan?" tanya Ranti dengan nada sehalus mungkin."Kakak pasti telah mengguna-gunai Abang hingga tak lagi peduli ke kami. Padahal sekarang ekonomi Abnag jauh lebih baik daripada saat menjadi pegawai negeri dulu. Usaha Abang maju pesat. Tapi mengapa Abang tak royal lagi pada kami? Abang seakan tak berdaya karena cengkeraman tangan Kakak."Jelas sudah semuanya. Fitnah keji itu jelas-jelas membuat luka hati Ranti kembali menganga. Luka yang pernah ada semakin terasa perih karena mendapat siraman air garam di atasn
Sontak saja Bayu dan Bu Ratna merasa terkejut atas ucapan Ranti itu. Walaupun diucapkan dengan perlahan sehingga tak ada tamu atau pun anggota keluarga lain yang mendengar, tetap saja Bayu merasa terperanjat. Bingung sekaligus terkejut mengapa sang istri berkata seperti itu. Bu Ratna sendiri memilih diam. Tak mampu entah tak mau membalas ucapan menantunya. Wajah sang ibu mertua tak menunjukkan ekspresi apa pun saat menerima piring yang disodorkan Ranti. Namun bagi Ranti semua itu tak ada maknanya lagi.Selanjutnya tiba acara utama. Bayu memberikan sambutannya. Ranti tak henti melepaskan senyum bahagianya. Kebahagiaan hari ini mungkin tak akan terulang lagi ke depannya. "Terima kasih atas kehadiran semua yang sudah hadir di sini sore ini. Tak dapat kami lukiskan perasaan bahagia kami hari ini. Kalian telah membersamai kami selama ini. Bahkan pada saat kami, terutama saya mengalami masa-masa terburuk dalam kehidupan ini. Ucapan tulus ini kami sampaikan. Ta
Ranti melihat aneka masakan yang tersaji. Ayam goreng mentega, sate ayam, selada, kari telur, aneka lalapan, dan tak ketinggalan sambal tomat khas buatan emak Agung. Makanan setengah berat pun sudah tersaji. Bunga menambahkan es kelapa muda sebagai penghilang dahaga.Mengedarkan pandangannya pada keluarga dan pegawai yang sudah hadir. Sebagian sedang menunaikan salat Asar di ruang musala keluarga. Ranti belum melihat sosok tamu istimewanya sore ini. Semoga mereka akan hadir agar semuanya dapat diselesaikan.Masih ingat dengan semua yang dilihatnya dua hari yang lalu, Ranti berusaha sekuat tenaga menahan genangan bulir bening yang siap tumpah dari ujung kedua netranya. Tak ingin menunda lagi, semuanya harus diputuskan sekarang. Berpuluh purnama telah terlalui, kenyataan itu masih tetap sama. Bahkan mungkin sampai ratusan purnama berlalu pun, dirinya tak akan mampu merubah kenyataan itu."Dek, mau dimulai acaranya sekarang?" tanya Bayu yang tiba-tiba muncul
Ranti cepat merangkul ibunya. Seolah-olah ibunya meninggalkan pesan terakhir untuk dirinya. Bulir bening membasahi pipi mereka berdua."Sudah, jangan menangis. Ibu tahu, kamu wanita yang kuat, Ran. Wanita yang tegar. Terus seperti ini ke depannya. Hidup ini ujian, bukan hidup jika tak ada cobaan. Ibu percaya, kamu mampu melewati apa pun yang akan terjadi nanti. Ingat, Ibu akan selalu mendukungmu!"Ranti kembali terisak saat mendengarkan pesan ibunya itu. Dirinya kuat karena ada ibunya. Lantas bagaimana jika sosok yang memeluknya sekarang tak ada lagi suatu saat nanti?"Sudah, hapus air matamu! Sebentar lagi mau menjemput Faiz dan Farah kan?"Bu Dewi mengurai pelukannya. Mengelap air mata yabg membasahi pipi putri tercintanya.Ranti menganggukkan kepalanya. Tak ada lagi panggilan si kembar semenjak kelahiran Faiz dan Farah karena yang kembar tak hanya mereka.Bu Dewi beranjak dari duduknya, meninggalkan Ranti yang sedang merapikan
"Ibu tak punya beban lagi jika suatu saat dipanggil Yang Maha Kuasa untuk menyusul ayah kalian. Anak-anak kami sudah bahagia dengan kekuarganya masing-masing. Walaupun sampai saat ini Ryan dan Bunga belum memberikan Ibu cucu, tak apa. Enam cucu Ibu darimu dan Bayu rasanya sudah cukup memberi kebahagiaan bagi Ibu di usia yang sudah sepuh ini."Sampai saat ini memang Ryan dan Bunga belum mampu menghadirkan cucu untuk ibu mereka. Tak kurang kasih sayang Bu Dewi tetap pada menantunya itu. Tak menyalahkan apalagi menghujat sang menantu atas amanah yang belum mereka dapatkan. Semuanya takdir. Jika janin itu belum hadir di rahim Bunga, artinya Allah belum berkehendak menghadirkan cucu dari anak dan menantunya itu. Allah belum mengizinkan dirinya mendapat cucu dari sang putra bungsu. Bukankah semua yang terjadi di bumi ini atas izin-Nya? Bahkan langit mendung pun tak akan jadi hujan jika Allah belum berkehendak. Sehelai daun hanya akan luruh dari tangkainya jika Allah men
Melalui berpuluh purnama, sikap ibu mertua Ranti tak pernah berubah. Selalu hanya menimbulkan masalah jika sosoknya tiba-tiba muncul di rumah anak dan menantunya. Ranti memilih tak lagi peduli dengan semua sikap yang ditunjukkan wanita itu padanya ataupun anak-anak mereka.Empat kali melahirkan dengan kondisi kehamilan ketiga dan keempat sepasang bayi kembar, Ranti tak pernah merasakan kehadiran sosok ibu mertua membersamai saat harus bertarung nyawa melahirkan cucunya. Untunglah, saat persalinan keempat ada sosok suami yang menungguinya. Menguatkan Ranti untuk terus berjuang menghadirkan anak mereka ke dunia.Tangis haru sempat dirasakan Ranti saat mengingat momen persalinan ketiganya. Tanpa kehadiran sang suami kala itu membuat dirinya bertekad harus kuat berjuang sendiri. Alif sudah duduk di kelas sekolah menengah saat ini. Sedangkan Fayza, Hanun, dan Hanif duduk di bangku sekolah dasar. Ranti memilih sekolah Islam dengan sistem full day untuk keempat
"Bu Ayu, Bu Rina, bawa anak-anak ke kamar mereka."Ranti tak ingin keempat bocah itu merekam peristiwa yang mungkin tak bisa ditebaknya nanti. Setelah keempat anaknya pergi, Ranti menyiapkan diri terhadap hal buruk yang akan terjadi."Ibu, silahkan duduk! Bang Bayu sedang makan di dapur, sebentar lagi selesai."Ranti pun mendudukkan tubuhnya di sofa panjang yang menghadap ke layar kaca. Bu Ratna tak menyambut ajakan menantunya itu."Tak perlu basa-basi. Ibu langsung pada tujuan saja." Wajah ibu mertua Ranti itu merah seperti menahan amarah. Ranti sendiri bingung, apalagi yang menjadi sumber kemarahan wanita yang ada di hadapannya ini. Seharusnya dirinya yang mungkin seringkali harus menahan amarah atas sikap keluarga mertuanya itu. Bukan sebaliknya."Kalian baru pulang umroh kan? Hebat sekali kalian berangkat umroh dengan ibumu, sedangkan aku, ibu dari suamimu tak kalian ajak. Kalian benar-benar kurang ajar. Bayu semakin jadi an
Pekik girang bocah menyambut kedatangan mereka saat memasuki rumah. Hanun bahkan tak mau lepas dari gendongan Ranti lagi. Sedangkan Hanif memilih terus berada di punggung ayahnya. Wajah-wajah yang tadinya kelihatan lelah tak tampak lagi saat mereka melihat senyum bahagia keempat bocah itu."Alif sukses ya menjaga adik-adik?" tanya Ranti sembari tersenyum melihat putra sulungnya itu."Siapa dulu, Bunda. Aliffff."Putra sulung Ranti itu tampak bangga saat disebut sukses menjaga adik-adiknya. Senyum bahagia senantiasa terkembang di bibirnya yang memiliki pola senyuman khas ayahnya. Kulit Alif memang mewarisi Ranti, tapi tidak dengan bentuk wajahnya. "Bu Ranti, Bu Dewi, Pak Bayu, makan dulu. Kami sudah siapkan menu istimewa hari ini."Ucapan Bu Ayu itu membuat Ranti menolehkan kepalanya pada wanita yang telah menjaga anak-anaknya selama mereka pergi. Bu Ayu bersedia tak pulang setiap hari dan menginap di rumah itu bersama Bu Rina. Bunga dan
Hari ini Ranti, Bayu, dan Bu Dewi tiba kembali di tanah air setelah selesai menunaikan ibadah umroh mereka. Rangkaian ibadah yang mampu membuat mereka semakin mendekatkan diri pada-Nya. Tangis bahagia tak mampu Bu Dewi tahan saat melihat Ka'bah di depan matanya. Melangitkan doa dan pinta di tempat yang paling diidamkan oleh umat muslim sedunia."Semua aman?" tanya Ranti kepada adiknya yang menjemput mereka di bandara. Berpisah dengan rombongan yang masing-masing dijemput keluarga mereka."Aman, Kak. Tenang saja."Ryan memilih fokus pada kemudi. Menjalankan kendaraan dengan perlahan karena posisi antrian di pintu keluar yang mengular."Ibu berdoa di sana untuk jodohmu. Disegerakan mumpung Ibu masih ada."Kali ini Bu Dewi yang berbicara. Wanita itu memang sempat memohon satu pinta yang khusus di sana. Usianya sudah menua. Tak ingin putra bungsunya tak ada yang mengurus jika dirinya sudah tiada."Apaan sih, Bu! Namanya jodoh ... kal