Langit
Berita kematian Dharma dan Panji Adhiyaksa semakin menggegerkan negeri ini, bahkan sampai ke luar negeri. Pistol yang ditemukan di tangan keduanya, menunjukkan seolah-olah mereka berdua bunuh diri. Spekulasi pun bermunculan. Mungkin karena malu, mereka memilih bunuh diri. Tapi tidak sedikit juga yang berasumsi kalau mereka sengaja di bunuh.
Tentu saja berita bunuh diri itu bohong. Dharma bukan orang yang mudah putus asa sehingga harus membunuh dirinya sendiri dan mengajak putranya melakukan hal bodoh itu. Sudah jelas mereka di bunuh. Pihak kepolisian dikecam. Bagaimana mungkin kedua ayah anak itu lolos membawa senjata ke dalam tahanan. Atau bagaimana mereka mendapatkan senjata itu?
Kalau mereka dibunuh, siapa yang melakukannya?
Namun masyarakat kebanyakan tidak peduli pada kematian para Adhiyaksa itu. Kalau pun mereka hidup, tidak ada yang bisa menjamin mereka akan mendapat hukuman yang setimpal kejahatan mereka melihat bagaimana kondisi keadilan di negeri ini. Tidak ada yang berani berharap kalau kekayaan negara yang mereka curi untuk pundi-pundi mereka akan dikembalikan kepada rakyat.
Setiap orang tetap harus mengais mata pencariannya untuk bisa makan. Berharap keadilan untuk rakyat, itu seperti impian belaka. Rakyat tidak peduli, apakah mereka bunuh diri atau dibunuh. Adhiyaksa-adhiyaksa yang lain juga masih banyak bebas berkeliaran. Salah satunya seperti si pengirim pesan misterius pada Clara.
Pertarungan ini sesungguhnya adalah pertarungan Boots, dan aku terjebak dalam rencananya. Tapi sisi baiknya, aku menemukan siapa keluargaku sebenarnya. Sekarang mereka mengincar Clara Wiraatmadja. Dan Boots selalu pintar memainkan kartunya. Kali ini, permainan sepertinya semakin berat. Karena Goliat yang lain sedang bersembunyi. Atau mungkin ada depan mata, tapi tidak ada yang menyadarinya.
Sore ini, pemberkatan pernikahanku dan Rizka diadakan di taman belakang rumah keluarga Tahitu. Tempat kami bertemu saat pesta ulang tahun ayah kami. Taman sudah di sulap penuh bunga dan hiasan pernak-pernik lainnya. Warna baby pink mendominasi. Ini bagian Rizka. Aku tidak terlalu ambil pusing untuk hal itu.
Tamu yang kami undang hanya keluarga dan sahabat. Aku dan Rizka tidak memiliki banyak teman di sini. Jadi hanya dihadiri orang terdekat. Abraham dan Camelia Soetedja datang ke pernikahan kami. Sepertinya kondisi Camelia semakin membaik. Bima dan Tya juga datang. Cameron hadir bersama istri dan anaknya. Tentu kakek juga datang. Sahabatku Jack, Boots dan Baron juga datang. Sedangkan Rafael mengirim kartu ucapan selamat, karena dia masih di Ekuador. Clara Wiraatmadja juga hadir. Dia datang bersama Jack. Katanya mereka juga akan menikah yang kalau kata Jack demi keselamatan Clara. Aku dan Boots pura-pura percaya saja. Sedangkan Stephen habis-habisan mengejeknya. Oh ya, Stephen datang bersama Uci. Menurut Stephen dia masih dalam pendekatan. Karena fokusnya sekarang membuka restaurannya.
Acara pemberkatan ini terasa lebih sakral karena hanya keluarga yang hadir dan sahabat dekat. Sekarang aku berdiri menunggu pengantinku di depan Pendeta yang akan memberkati kami. Cameron berdiri di sampingku sebagai wali. Aku berdebar menunggu Rizka muncul yang akan di antar oleh ayah kami dan akan diserahkan padaku. Akhirnya mereka muncul dari dalam rumah.
Rizka tidak memakai gaun putih pengantin seperti biasanya. Dia memilih gaun sederhana berwarna baby pink seperti warna thema yang dia pilih sekarang. Pernikahan kami ini sederhana. Dan memang itu yang kami berdua inginkan. Ayah kami menyerahkan Rizka padaku begitu mereka sudah sampai di depan stage alih-alih altar tempatku menunggu. Jantungku semakin berdebar. Ini sebuah tanggung jawab. Menjaga, dan mencintai putrinya.
"Papi percaya kau akan menjaganya dengan baik dan mencintainya," kata ayahku tersenyum saat dia menyerahkan tangan Rizka kepadaku. Wajahnya penuh haru.
Aku mengangguk.
Acara pun langsung dimulai dengan doa pembuka dan lagu pujian. Sekarang kami berdiri saling bergenggaman tangan. Pendeta membimbing kami untuk mengucapkan janji pernikahan. Ini adalah kata-kata paling keramat. Berjanji dihadapan Tuhan bahwa tidak ada yang bisa memisahkan pernikahan ini kecuali kematian. Hukum Tuhan yang harus dipatuhi. Walau pun pada kenyataannya, sekarang ini banyak yang menganggap remeh janji yang mereka ucapkan. Sehingga melakukan perceraian hanya karena masalah sepele tak berarti. Tapi aku. Saat aku berjanji. Pasti akan aku tepati. Dan kami pun mulai mengucapkan janji pernikahan kami. Aku memegang cincin lalu mengucapkan janjiku.
Saya Langit Diaz Tahitu Syalendra, mengambil engkau, Rizka Joanna Tahitu menjadi istriku, dan berjanji di hadapan Tuhan dan jemaat Tuhan, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Tuhan yang kudus”
Aku ucapkan janji itu dengan segenap hati dan jiwaku. Janji yang harus ku tepati. Dan aku memasukkan cincin ke jari manis Rizka.
Lalu Rizka memegang cincin dan mengucapkan janji.
“Saya Rizka Joanna Tahitu, mengambil engkau, Langit Diaz Tahitu Syalendra menjadi suamiku, dan berjanji di hadapan Tuhan dan jemaat Tuhan, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Tuhan yang kudus”
Matanya berkaca-kaca. Dia memasukkan cincin ke jari manisku.
Aku juga sangat emosional. Aku yang tidak pernah berpikir akan menikah karena masa lalu yang gelap. Tapi hari ini aku berdiri di sini.
God is good. All the time.
Tapi butuh proses panjang untuk menyadari itu.
Lalu Pendeta kembali melanjutkan prosesi pemberkatan.
"Dengan otoritas yang diberikan Tuhan kepadaku sebagai hambaNya, aku menyatakan Langit Diaz Tahitu Syalendra dan Rizka Joanna Tahitu telah sah sebagai pasangan suami istri di hadapan Tuhan dan jemaatNya"
"Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan manusia"
Semua yang hadir bertepuk tangan.
Haleluya!
Aku bersyukur lega.
Thanks God. It's Done.
Lalu kami berciuman. Setelah itu, keluarga dan sahabat-sahabatku mengucapkan selamat sambil memeluk kami. Semua bahagia. Dan tentu saja aku dan istriku yang paling bahagia.
Istriku. Ya, sekarang aku memiliki istri.
"Asoy, Bos, akhirnya tidur ada yang menemani, sedangkan aku?" Stephen melirik Uci yang ditanggapi gadis itu biasa saja.
Aku dan Rizka tertawa.
"Mbak Uci, kode keras itu." Rizka mengerling pada Uci.
"Itu bukan kode, Mbak, itu curhatan hati," kata Stephen sambil menarik nafasnya lelah.
"Aku suka yang di sana, Mbak," kata Uci menunjuk Baron yang tengah berbincang-bincang dengan Boots, Jack dan Clara.
"Baron?" tanya Stephen dan mendengus. "Baron itu gay," kata Stephen ketus.
Aku semakin tertawa.
"Siapa yang gay?" Tiba-tiba Baron muncul di belakang Stephen.
"Setan! Kaget gue!" Stephen terlonjak terkejut.
"Stephen bilang kalau kau ini gay." Uci mengadu pada Baron.
Baron langsung menatap Uci dengan sekali sapuan. Lalu tersenyum dengan jurus rayuannya yang biasa dia lakukan pada wanita-wanita yang baru di jumpainya.
"Wow, ternyata ada bidadari di sini." Baron mengulurkan tangannya pada Uci yang langsung disambut gadis itu.
"Setan dong!" Stephen menyeletuk. Baron langsung menatap Stephen dan tiba-tiba mencium pipi pemuda itu.
"Kami dulunya sepasang kekasih" Baron berkata pada Uci sambil tersenyum.
"Gue bunuh lu setan!" Kata Stephen murka sambil mengusap pipinya jijik dan melotot marah pada Baron yang pergi meninggalkan kami. Sedangkan Baron tertawa terbahak-bahak. Begitu juga dengan kami.
"Jadi kalian akan tinggal di New York?" Cameron bertanya padaku saat sekarang aku berdua dengannya.
"Iya, lagi pula bisnisku untuk saat ini masih di sana"
"Aku rasa branch office Syalendra Group yang di New York kau bisa mengawasinya"
Aku terkekeh.
"Kau benar-benar tidak melepaskan aku ya?"
"Aku juga ingin bersantai dengan anak dan istriku." Dia tertawa.
Tiba-tiba kami melihat Lenny Adhiyaksa datang. Aku memang sengaja mengundangnya.Cameron langsung pergi meninggalkan aku. Seolah mengerti aku perlu bicara dengan Lenny. Wanita itu terlihat tegar ditengah prahara yang menimpa keluarganya.
"Selamat Langit." Dia langsung menyalamiku.
Aku mengangguk tersenyum. "Terima kasih," dia membalas dengan senyuman. "saya turut berduka cita atas meninggalnya suami dan anak Ibu." aku perlu basa basi sedikit.
Dia tersenyum lalu menarik nafasnya dalam. "Terima kasih. Saya minta maaf mewakili Dharma yang sudah melakukan banyak kejahatan kepada keluargamu."
"Kenapa Ibu dulu mengantarkanku pada Topan?" tanyaku penasaran.
Lenny menatapku lekat sambil tersenyum. "Karena Dharma tidak akan pernah berpikir tentang tempat itu. Saat itu Dharma marah karena Regina mengaku sudah membuangmu ke sungai tanpa bukti kematianmu. Jadi menitipkanmu ke tempat Topan aku pikir lebih aman. Dan menurutku, tempat itu bisa menempahmu menjadi orang yang kuat kalau rencanaku tidak berjalan"
Ya. Benar yang dikatakannya.
"Rencana?"
Dia mengangguk. "Beberapa kali aku mencoba untuk memberitahu Alfredo dan Caroline tentang keberadaanmu, tapi situasi memang sangat sulit ketika itu. Karena Dharma selalu mengawasiku, terlebih dia tahu aku dulu menyukai ayahmu. Aku khawatir Dharma tahu rencanaku yang telah membawamu pada Topan. Dan aku juga sangat takut saat itu"
Wajahnya berubah sendu. "Aku benar-benar minta maaf."
Aku tersenyum. Sudah saatnya belajar berdamai dengan masa lalu.
"Justru saya berterima kasih pada ibu karena menyelamatkan saya. Walau pun tempatnya memang luar biasa." Aku tertawa agar Lenny tidak terlalu tegang. "Tapi tempat itu juga yang membawaku pada keluarga Tahitu, dan semua seperti sekarang ini"
Lenny menghapus air matanya. "Kau memang sangat mirip dengan ayahmu. Alfredo orang yang sangat baik. Sebelum menikah dengan Dharma aku memang pernah jatuh cinta pada ayahmu. Tapi setelah aku menikah, aku putuskan untuk mencintai Dharma. Tapi Dharma tidak pernah peduli padaku, aku ini hanya pajangan untuknya." Dia tersenyum miris.
"Seperti dalam wawancara Clara Wiraatmadja, aku sudah ceritakan semua. Aku pikir, ada waktu untuk suami dan anakku bertobat. Tapi ternyata mereka harus meninggal dengan cara seperti itu"
Kami diam sejenak.
"Ibu pasti akan bahagia."
"Terima kasih." Dia tersenyum lega.
Lalu aku mengajaknya menemui Rizka dan keluargaku.
*************
"Halo Bram ...." Edward menyapa Boots saat pria itu mengambil minuman.
Bram menoleh ke arah suara yang memanggilnya.
Mereka diam sejenak. Lalu Edward kembali bersuara.
"Kau pasti sudah tahu kalau aku adalah kakekmu. Aku tahu ini bukan waktu yang tepat. Tapi mau kah kau menemuiku saat kau tidak sibuk?" tanya Edward tanpa basa-basi.
Boots menatap pria tua dihadapannya itu. Wajah ibunya mirip seperti pria ini. Wajah blasteran Edward turun kepada Dahlia.
"Akan aku pikirkan," kata Boots tanpa ekspresi.
Wajah Edward terlihat sedikit senang. Lalu dia berdehem. "Apa ibumu pernah bercerita tentang aku?"
"Tidak," jawan Boots datar.
Wajah Edward langsung sedih dan bersalah. "Ya. Aku mengerti"
"Tidak pernah terlewatkan satu malam pun tanpa bercerita tentang dirimu. Ayah yang hanya dikenalnya melalui sebuah foto." Boots menjelaskan. "Ibuku mengidap depresi, dia sering delusi, dan berkhayal, jadi dia sering berkhayal kalau ibuku dan ayahnya pernah tinggal bersama. Orang-orang dikampung dulu sering mengejeknya orang gila. Kalau sedang kambuh dia sering mengamuk."
"Tapi ibuku tidak gila, dia hanya depresi karena berbagai hal yang dialaminya. saat itu kami belum mengerti tentang penyakit itu. Kupikir aku bisa mengobati ibuku, tapi kenyataan berkata lain. Ibuku meninggal."
Edward terhenyak. Dia tahu apa yang dialami putrinya. Dan itu membuat perasaan pria tua itu semakin merana. Boots juga tidak mengerti kenapa dia harus menjelaskan hal itu.
"Ini bukan hal yang mudah. Tapi aku akan belajar menerimamu. Tapi jangan berharap banyak," kata Boots datar pada Edward.
"Terima kasih."
Pria tua itu tidak berani menuntut lebih. Cucunya ini bersedia berbicara padanya, itu saja sudah membuatnya senang.
**********
Pukul sebelas malam Langit dan Rizka tiba di rumah pria itu. Setelah mereka semua bubar dari pesta, Langit langsung membawa istrinya ke rumahnya.
"Kau mau mandi Sayang?" Langit menghampiri Istrinya, saat Rizka memintanya membuka resleting gaunnya.
"Iya, badanku gerah."
Langit mengecup bahu istrinya.
"Mau aku temani?" Langit menggodanya dengan kecupan-kecupan lembut di bahunya.
"Aku ingin mandi sendiri." Rizka berbalik dan mencium ringan bibir suaminya dan langsung meninggalkannya masuk ke kamar mandi.
Langit terkekeh dan menarik nafasnya.
Langit membuka kemejanya. Dan dengan tubuh setengah telanjang, Langit meraih ponsel dan membalas pesan Rafael yang baru masuk.
Langit menatap dirinya di cermin. Dia tersenyum, dan melihat dirinya di sana. "Sekarang aku seorang suami." katanya terkekeh.
Langit melepas ikatan cepol rambutnya. Lalu meminum air putih yang sudah disediakan di meja kamarnya. Pintu kamar mandi terbuka. Rizka keluar dengan gaun tidur satin berwarna merah darah sebatas paha. Bahunya lembab dan lembut. Tali spageti gaun tidur itu menggodanya. Istrinya memakai sabunnya. Dan gejolak gairah langsung menghantam Langit saat melihat istrinya yang menggoda.
"Tolong keringkan rambutku." Rizka menyerahkan hair dryer pada Langit dan duduk di meja rias.
Langit menyalakan alat pengering rambut itu, lalu mulai melakukan tugasnya. Rizka menatap suaminya di cermin yang bekerja dengan serius. Kamar ini, pikirnya. Rizka teringat saat dia dan Langit berciuman di depan wastafel kamar mandi beberapa waktu lalu. Kamar ini masih sama saat terakhir dia masuk. Maskulin. Dengan ranjang besar dan bantal yang banyak.
Tidak terasa rambut Rizka sudah kering. Selesai mandi dan keramas membuat tubuh Rizka semakin segar. Langit memijat bahu istrinya lembut. Mata Rizka terpejam menikmati pijatan dari suaminya di pusat saraf-sarafnya yang kaku.
"Hmmm ...." Rizka mengerang.
"Kau suka?" Langit berbisik menunduk ke telinga istrinya.
"Sangat," jawab Rizka dengan suara serak dan lembut.
Langit menarik istrinya berdiri. Dan membalikkan tubuh Rizka menghadapinya. Mata mereka bertemu. Rizka tersenyum dan menatap suaminya sebagai tanda undangan.Jemari Langit menghujam rambut Rizka dan menengadahkan kepala istrinya ke atas. Dia membelai bibir istrinya lembut dengan jarinya. Hembusan nafas Rizka terasa di wajahnya.
Erangan yang berat dan halus bergetar di tenggorokan wanita itu. Langit menunduk dan mencium bibir istrinya yang langsung disambut gembira oleh Rizka. Ciuman yang awalnya pelan semakin cepat dan menuntut. Langit mendorong bibir Rizka terbuka lebih lebar. Dan Rizka menanggapi dengan membuka mulutnya yang langsung di serang Langit dengan lidahnya.
Nafas keduanya memburu. Serangan seksualitas keduanya mengejutkan Langit dan Rizka sekaligus menyulut semangat mereka. Geraman dan desahan keluar dari mulut keduanya. Hawa panas menguap dari tubuh Langit. Badannya yang keras, kuat dan berotot mendekap Rizka erat. Tubuh Langit bergetar nikmat ketika telapak tangan Rizka menyentuh tubuhnya yang berotot. Setiap sentuhan istrinya mengirim percikan api dan semakin membakar gairahnya.
Rizka tidak bisa berpikir saat Langit menelusupkan tangannya ke dalam gaun tidur istrinya. Seluruh perhatiannya terarah pada jemari suaminya mengelus dan membelainya. Gelombang hasrat menyapu sekujur tubuhnya.
Saat Langit merengkuh pinggang Rizka dan mendekatkan tubuh mereka, kedua kaki Rizka menggelenyar tak mampu menahan tubuhnya. Langit mengangkat tubuh istrinya dan membawanya ke tempat tidurnya yang luas lalu membaringkannya dengan lembut dan hati-hati . Mata mereka saling menatap. Percikan api berkelebat hebat di mata keduanya. Langit menunduk, lalu kembali mengklaim bibir istrinya dengan gairah besar.
Rizka memasukkan jemarinya ke dalam rambut panjang suaminya. Ciuman mereka semakin dahsyat. Malam ini mereka ingin melepaskan semua gejolak yang selama ini di tahan. Langit menciumi wajah Rizka dengan lembut dan lekat. Rizka memejamkan matanya merasakan bibir suaminya di wajahnya.
Langit menarik gaun tidur itu ke atas melewati kepala istrinya. "Kau luar biasa indah," kata Langit parau saat tatapannya menyapu tubuh istrinya yang telanjang. Ternyata Rizka tidak mengenakan apapun di dalam gaun tidur tadi. "dan kau istriku ... kau penggoda yang bukan main," kata Langit saat menyentuh lembut payudara istrinya.
Mata Rizka menatapnya sayu dan menggoda. Tangannya meraih sabuk di pinggang celana suaminya.
“Kau ingin aku telanjang?" tanya Langit dengan suara berat.
"Ya." Rizka menyentuh perut suaminya yang berotot.
Langit berdiri tanpa melepaskan pandangannya dari istrinya. Dan melepas celananya hingga dia sepenuhnya telanjang. Pria itu membelai paha dalam istrinya dan menciumnya lembut. Tanpa sadar Rizka membuka kakinya. Langit menekuk kedua kakinya dan semakin membuka kaki istrinya lebar.
"Sayang, aku ingin merasakan dirimu," kata Langit sambil menatap istrinya.
Lenguhan nikmat keluar dari mulut Rizka saat lidah suaminya mulai mencicipi dirinya. Rizka mengangkat pinggulnya tak sadar. Jarinya mencekram rambut Langit dan menekan kepala suaminya ke dirinya lebih dalam. Desahan kenikmatan dan gerakan pinggulnya menandakan bagaimana Langit membakar gairah istrinya.
Satu kaki Rizka di letakkan di atas bahu suaminya. Membuat pemujaan yang dilakukan Langit di pusat dirinya seperti obat yang membuatnya ketagihan. Langit mengecap dan melahap rakus milik istrinya yang sekarang adalah kepunyaannya. Suara decakan lidah di sana seperti musik indah yang membawa mulut Langit menari. Menelusuri setiap lipatan hangat dan basah itu. Jeritan nikmat keluar dari mulut istrinya saat Langit mengisap kuat ledakan cairan yang keluar dari dirinya. Kakinya bergetar. Kedua tangannya memegang kepala suaminya yang masih menunduk memuja dirinya. Pinggulnya bergerak berlawanan dengan irama gerakan mulut suaminya. Desahan menggaung di ruangan kamar itu.
Langit memandang ke atas dan menatap wajah istrinya yang merona indah dengan mata terpejam. Gerakan mulutnya mulai perlahan, lidahnya mengecap pelan dan lembut. Rizka membuka matanya perlahan. Mulutnya terbuka mengeluarkan nafas yang memburu. Langit mengecup pusat istrinya, lalu bergerak naik di atas tubuh Rizka. Bibir mereka bertemu. Mengecap kenikmatan yang baru meledak di mulut Langit. Pusat diri Langit yang keras di atas perut istrinya. Ciuman keduanya semakin cepat menggila.
Langit menciumi pipi istrinya dan turun ke leher istrinya.Tangan keduanya saling menyentuh tubuh masing-masing. Langit membelai payudara istrinya, lalu meremasnya pelan. Lalu menunduk mengecup payudara itu dan mengisap kedua payudara itu pelan. Pria itu memuja di dada istrinya. Menggigiti dengan lembut. Rizka adalah pemula. Dan Langit ingin memuaskan istrinya malam ini.
Erangan, desahan dan gerakan tubuh Rizka yang tersulut gelombang gairah yang dinyalakan suaminya membuatnya ingin meledak. Langit turun mencium perut istrinya. Tangannya menyentuh pusat diri Rizka yang basah dan siap.
"Sayang ..." Langit bergerak ke atas menyejajarkan wajahnya dan wajah istrinya. "Apa kau siap?" Langit menatapnya lembut.
Rizka mengangguk sambil menyentuh pipi suaminya. Langit kembali mencium istrinya. Dan mulai bergerak di atas tubuh Rizka. Memposisikan dirinya dengan tepat. Langit bergerak dengan hati-hati saat menyatukan tubuh mereka.
"Lihat aku ..." Langit berucap lembut pada istrinya.
Tatapan mereka bertemu. Rizkay menatap suaminya dengan penuh kepercayaan. Dengan penuh cinta.Perlahan Langit bergerak menembus pertahanan istrinya yang selama ini di jaga wanita itu untuknya. Emosi kebanggaan memenuhi dada Langit saat dia berhasil menembus penghalang itu. Jeritan pelan kesakitan dari istrinya membuat Langit menangis. Mereka berdua menangis.
Akhirnya mereka melakukan dengan cara yang benar. Dengan waktu yang tepat. Kening mereka menyatu saat Langit berhenti sejenak untuk menyesuaikan tubuhnya dan tubuh istrinya.
Langit memegang wajah istrinya dengan kedua tangannya. Mata mereka berbicara. Mereka akan saling mencintai, mengasihi, menjaga, menghormati, saling menyembuhkan luka batin mereka dengan harapan yang baru, dan masa depan yang penuh harapan.
Sumpah janji setia yang mereka ucapkan di hadapan Tuhan, adalah sebagai tanda mereka memulai hidup yang baru. Lahir baru. Karena sesungguhnya yang lama sudah berlalu dan kehidupan yang baru sudah datang.
"Aku mencintaimu istriku seumur hidupku sampai maut yang akan memisahkan kita," ucap Langit kepada istrinya dengan suara bergetar dan haru.
Rizka terisak bahagia. Cinta pertamanya dan satu-satunya, menjadi cinta abadinya. Selamanya.
"Aku mencintaimu suamiku, kekasihku, cinta abadiku." Rizka menatap suaminya dengan segenap cinta.
Mereka terus saling memandang saat Langit kembali bergerak. Rasa sakit perlahan berubah menjadi nikmat. Malam ini, malam pertama mereka. Dan kali pertama untuk istrinya. Dan Langit tahu bagaimana harus mencintai istrinya saat ini. Langit bergerak lembut. Membimbing istrinya merasakan cinta darinya. Mereka tidak perlu terburu-buru. Masih ada puluhan tahun kedepan yang akan mereka lalui. Malam ini, adalah awal dari segalanya. Dan saat keduanya mencapai puncak. Tubuh keduanya bergetar hebat. Mereka saling merangkul erat. Mereka tertawa di antara tangis bahagia.
"Kau mau bulan madu ke mana?" tanya Langit pada istrinya saat mereka saling berpelukan setelah selesai mandi.
"Barocay," jawab istrinya dengan mata ngantuk dan mulai tertidur.
Langit memeluk istrinya erat dan mencium kepalanya.
Keduanya terlelap dengan kebahagiaan dan harapan yang baru.
*******
Langit Hari ini aku sangat lelah, akhirnya terungkap siapa dalang dibalik semua kejadian yang menimpa Camelia Soetedja, istri Abraham Soetedja. Esok lusa aku akan berangkat ke Rusia, dan aku belum tahu berapa lama tinggal di sana. Hidupku memang tidak punya kepastian. Ponselku tiba-tiba berdering, nama Ayah angkatku tertera di layar. "Ya Pi?" "Kau sekarang di mana?" "Baru sampai rumah Pi." "Kau tidak rindu pada papi? Sejak kau di Jakarta tidak pernah datang menemui papi." "Papi kan sedang tour?" Aku tertawa. "Papi sekarang sudah di Jakarta dan besok malam kau harus datang di acara ulang tahun papi. Kau juga sudah lama tidak datang ke rumah." "Iya Papi." "Kapan kau pergi dari Jakarta? Atau kau sudah ingin menetap di sini?" "Lusa aku berangkat ke Moskow." "Kau tunda dulu, dan lusa kau harus menemani papi memancing, jangan menolak!" Aku menarik nafas. "Iya P
Saat aku tiba di rumah keluarga Tahitu, di sana aku melihat sudah banyak mobil terparkir di halaman depan rumah kami yang luas. Aku turun dari mobil bersama dengan sahabatku Clara. Tadinya aku ingin datang sendiri, tapi entah mengapa aku merasa perlu membawa seseorang sebagai tameng. Awalnya Clara tidak mau kuajak, setelah dengan berbagai bujukan dan aku berjanji akan membuatnya pergi berkencan dengan sahabatku, Jack Bameswara, dia pun langsung bersedia. Malam ini ayahku akan merayakan ulang tahunnya yang ke enam puluh tahun. Sejauh aku mengenal seorang Ray Tahitu, dia bukan orang yang sentimentil seperti merayakan ulang tahun. Aku sedikit heran dengan adanya acara ini. "Mas Langit, apa kabar? Sudah lama Mas tidak kemari." Pak Hendra, dia adalah security yang sudah lama bekerja pada keluarga Tahitu, menyapaku dengan gembira. "Kabar saya baik Pak Hendra. Bapak sendiri bagaimana?" Aku merangkul bahu pak Hendra yang sudah tua, dan sepertinya dia tetap be
Saat aku tiba di rumah keluarga Tahitu, di sana aku melihat sudah banyak mobil terparkir di halaman depan rumah kami yang luas. Aku turun dari mobil bersama dengan sahabatku Clara. Tadinya aku ingin datang sendiri, tapi entah mengapa aku merasa perlu membawa seseorang sebagai tameng. Awalnya Clara tidak mau kuajak, setelah dengan berbagai bujukan dan aku berjanji akan membuatnya pergi berkencan dengan sahabatku, Jack Bameswara, dia pun langsung bersedia. Malam ini ayahku akan merayakan ulang tahunnya yang ke enam puluh tahun. Sejauh aku mengenal seorang Ray Tahitu, dia bukan orang yang sentimentil seperti merayakan ulang tahun. Aku sedikit heran dengan adanya acara ini. "Mas Langit, apa kabar? Sudah lama Mas tidak kemari." pak Hendra, dia adalah security yang sudah lama bekerja pada keluarga Tahitu, menyapaku dengan gembira. "Kabar saya baik Pak Hendra. Bapak sendiri bagaimana?" aku merangkul bahu pak Hendra yang sudah tua, dan seperti
RizkaAku meninggalkan Langit yang baru saja menciumku. Tubuhku masih bergetar efek dari ciuman kami yang panas. Setelah tiga tahun, ternyata aku masih belum bisa lepas dari pengaruhnya. Tubuhku masih mendambakan sentuhannya, hatiku berkhianat karena ikut mendamba, tapi untungnya pikiranku masih bisa menguasai hasrat dan kerinduanku pada Langit. Aku mengambil minuman yang dibawa seorang pelayan yang lewat di hadapanku, aku butuh minuman saat ini. "Bunga apinya tadi bagus ya?" Tiba-tiba kakakku, Ronan, berdiri di sampingku. Aku yang sedang minum terbatuk karena terkejut. "A-apa, Kak?""Bunga apinya bagus." Dia tersenyum menatapku sambil memainkan gelas di tangannya."Bunga api?" Aku bingung tak mengerti."Iya bunga api. Di langit." Sekarang dia terkekeh. Bunga api? Astaga adalah saat aku berciuman dengan Langit! Ingin rasanya aku ditelan bumi sekarang, pasti kakakku curiga den
RizkaPonselku berdering, saat aku tiba di rumah.“Halo?“"Rizka, Kakak akan menjemputmu nanti malam jam tujuh."Panggilan kami terputus tanpa menunggu jawabanku.Sebelumnya, tadi siang Langit menghubungiku dan memberitahu kalau Opa meminta kami berdua datang ke rumahnya.Kakak? kakak apa yang mencium adiknya penuh nafsu?Aku tidak tahu apa yang ingin Opa bicarakan pada kami, dan kenapa harus bersama Langit?Aku melihat jam menunjukkan pukul enam. Aku langsung mandi dan bersiap-siap.Setelah aku selesai mandi dan berpakaian, aku memakai riasan tipis. Ponselku berdering, aku mengangkatnya."Kakak, di depan rumah, kau keluar sekarang.""Oke."Laki-laki ini, selalu menganggap dirinya berkuasa, memerintahku seperti anak kecil.Aku menatap diriku di cermin m
"Hal sepele seperti ini saja tidak bisa kalian selesaikan! Apa aku harus turun tangan mengurus masalah ini?! Siapa yang menghalangi pengiriman perempuan-perempuan itu?!" Seorang Pria bertubuh tinggi besar berteriak marah pada anak buahnya."Maaf Bos, masalahnya yang membuat pekerjaan kita sulit bukan dari kepolisian atau aparat pemerintah." Anak buahnya menjawab dengan suara ketakutan."Lalu siapa?! Kau tidak bisa menemukan siapa orangnya atau kelompoknya? Aku rugi besar brengsek! Dua kali ... dua kali perempuan-perempuan yang akan kita jual gagal, obat-obatanku juga tertangkap! Sebentar lagi kita semua yang akan di gulung habis, dan kalian tidak bisa melakukan apa-apa?!""Bos, mereka ini sangat sulit dan licin, siapa pun mereka ini Bos, mereka lebih cerdik dari kita.""Tidak ada yang lebih cerdik dari seorang Topan! Kau cari tahu siapa mereka! Aku beri kalian waktu dua hari. Dan selama dua hari ini, informasi tentang mereka harus sudah sampai padaku." To
Aku tiba di rumah Rizka pukul sembilan malam, setelah tadi sore aku menjemputnya dari kantor dan mengantarkannya pulang, dan setelah itu aku pergi sebentar ke markas karena ada urusan yang harus aku selesaikan.Aku membuka pintu dan langsung menguncinya. Ruang tengah terlihat gelap, hanya berkas cahaya dari lampu luar yang masuk.Aku mendapati Rizka di ruang tengah sedang menonton televisi dan berbagai makanan, minuman soda serta semangkuk besar es krim di atas meja.Rizka hanya mengenakan celana pendek dan tank top.Dia melirikku sekilas, lalu kembali menonton film yang sedang di putar.Aku duduk di sampingnya, lalu aku membuka sepatuku dan bersandar duduk di kursi.Dia menyodorkan makanan yang sedang di pegangannya, aku pun mengambilnya dan memasukkan ke mulutku."Kenapa lampunya dimatikan?" Aku bertanya sambil memperhatikannya."Aku suka mematikan lampu kalau sedang menonton," jawabn
RizkaMenikah? Langit tiba-tiba mengajakku menikah!,yang benar saja? Aku akui sebenarnya ini hanya balas dendam kecil karena sakit hatiku padanya, dan aku tadi hampir kehilangan keperawananku karena aku terjebak dalam permainanku sendiri, dan untungnya Langit masih bisa mengendalikan dirinya.Ini benar-benar kebodohanku, tapi menikah dengan Langit tidak masuk dalam rencana pembalasan ini, harusnya ini pembalasan sempurna, tapi karena kedua kakakku sudah memergoki kami, semuanya jadi berantakan.Tentu saja aku akan sangat bahagia kalau aku menikah dengan Langit, tapi bukan dengan cara seperti ini.Langit mengambil pakaiannya dari koper yang dia bawa tadi sore saat mengantarkan aku, dia juga mengambil pakaiannya untukku, dan dia memakaikan kemejanya padaku dan juga celana boxer miliknya saat kami harus keluar dari kamar ini.Sialan!Baju kami berdua ternyata masih tergeletak di pinggir kolam renang."Bajingan kau!" Kaka
Langit Berita kematian Dharma dan Panji Adhiyaksa semakin menggegerkan negeri ini, bahkan sampai ke luar negeri. Pistol yang ditemukan di tangan keduanya, menunjukkan seolah-olah mereka berdua bunuh diri. Spekulasi pun bermunculan. Mungkin karena malu, mereka memilih bunuh diri. Tapi tidak sedikit juga yang berasumsi kalau mereka sengaja di bunuh. Tentu saja berita bunuh diri itu bohong. Dharma bukan orang yang mudah putus asa sehingga harus membunuh dirinya sendiri dan mengajak putranya melakukan hal bodoh itu. Sudah jelas mereka di bunuh. Pihak kepolisian dikecam. Bagaimana mungkin kedua ayah anak itu lolos membawa senjata ke dalam tahanan. Atau bagaimana mereka mendapatkan senjata itu? Kalau mereka dibunuh, siapa yang melakukannya? Namun masyarakat kebanyakan tidak peduli pada kematian para Adhiyaksa itu. Kalau pun mereka hidup, tidak ada yang bisa menjamin mereka akan mendapat hukuman yang setimpal kejahatan mereka melihat bagaimana kondisi keadilan di negeri ini. Tidak ada
Joachim Bameswara menoleh ke arah pintu ruang tahanannya saat seorang penjaga penjara mengetuk pintu. "Ada tamu untuk, Bapak," kata si sipir penjara. Joachim Bameswara, seorang mantan Menteri Pertahanan yang juga seorang Jendral dari militer Angkatan Darat republik Indonesia itu mengangkat wajahnya tinggi, ingin menunjukkan dia masih harus disegani.Tentu saja sipir penjaga itu takut padanya. Dia bangkit dari tempat tidurnya yang empuk, dan mematikan televisi yang sedang dia tonton. Sudah bukan rahasia lagi kalau di negara ini, tahanan dari pejabat pemerintahan mendapat pelayanan eksklusif. Kamar tahanan yang nyaman, lengkap dengan kamar mandi dan televisi, bahkan fasilitas mewah lainnya. Membuat para tikus-tikus penjahat berdasi itu tidak akan pernah kapok dengan kejahatan mereka. Fasilitas itu juga yang di dapatkan oleh Joachim Bameswara dan Keluarga Adhiyaksa yang saat ini juga sedang di tahan.
Dharma langsung menatap Boots angkuh menutupi keterkejutannya. "Jadi kau ingin balas dendam padaku?" Dharma tertawa mencemooh. "Ibumu hanya anak haram tak berarti, dia dan ibunya sama-sama murahan, dia pantas diperkosa. Dan aku sangat menikmatinya saat melakukan itu." Pria itu menyeringai bak iblis.Boots tersenyum. "Sepertinya tidak akan ada acara haru biru di antara kita ... Ayah." Boots menekan kata ayah dengan nada jijik.Dharma kembali tertawa sampai wajahnya terangkat keatas. Lalu memandang Boots rendah. "Kau pikir aku sudi mengakuimu sebagai anak?" Dia meludah.Boots mengangkat bahunya. "Kalau begitu, aku akan jadi anak durhaka sepertinya." Boots pura-pura sedih."Apa maksudmu?"Boots tersenyum. "Bukti kejahatanmu dan putramu sudah di tanganku selama ini, dan sudah kuserahkan pada Langit, anak Alfredo. Jadi walaupun kau membunuhku malam ini, kau akan tetap hancur
"Lang, berita sudah viral walaupun banyak juga yang tidak percaya, karena yang menyebarkan namanya tidak jelas," kata Clara tertawa saat kami di ruang kerjaku."Tidak masalah yang kita mau reaksi Dharma""Jadi apa rencana kita selanjutnya?" Dia bertanya lagi.Tiba-tiba pintu ruang kerjaku terbuka dan kami terkejut melihat siapa yang datang. Walau pun aku sudah menduganya."Kalian punya kopi?" Boots masuk dengan tenang dan langsung duduk, lalu meletakkan amplop cokelat besar dan tebal di hadapanku."Kopi segera datang," jawab Clara antusias dan langsung memesan pada anak buahku."Jadi semua ini rencanamu?" tanyaku tajam.Dia mengangkat bahunya. "Semua bukti kejahatan Dharma dan anaknya ada di situ." dia menatapku sambil menunjuk amplop."Dan kau ..." Dia melirik Clara. "Jangan mempublikasikan ini sebelum
Langit Kami tiba di Jakarta tadi malam, dan pagi ini, aku, Jack dan Clara duduk bersama di ruang kerjaku.Stephen masih kutugaskan untuk menjaga Rizka. Walaupun sekarang Ronan yang mengambil alih perusahaan keluarga, tapi Rizka masih tetap bekerja."Jack, aku melihat Baron kemarin di club, dia yang menolong kami keluar.""Baron adalah belahan jiwa Boots setelah Stephen. Kau mengerti maksudku kan?" jawab Jack"Berarti yang mengirim pesan padaku adalah Boots." Aku bergumam.Jack hanya menatapku. "Ngomong-ngomong , aku sudah memeriksa berkas yang ada pada Clara" Jack meletakkan beberapa kertas yang dijepit jadi satu."Dokumen-dokumen ini adalah surat pernyataan persetujuan Presiden untuk ekspor minyak besar-besaran ke luar negeri, tapi menurut informanku di dalam istana, pengeksporan minyak dibatalkan , karena kuota di dalam negeri bisa mi
"Tolong antar ke kamarku susu dan madu! sekarang!"Aku langsung mematikan telepon kamar setelah meminta room service mengantar pesananku. Susu dan madu akan membantu menetralisir obat perangsang yang terminum oleh Rizka."Lang ... panas, akuuhhh..." Dia sekarang melenguh sambil menggosok-gosokan badannya dengan tangannya dan menghampiriku."Rizka−" Dia langsung menciumku dengan ganas sambil menggosok-gosokan tubuhnya di tubuhku.Sialan!Dia memelukku erat, pupil matanya membesar, nafasnya memburu. Tubuhnya panas. Dan sekarang dia menggesekkan dirinya padaku.Holy shitAku menarik wajahnya dan memperhatikan apa yang dia rasa. Rizka tersiksa. Aku lebih tersiksa. Nafasnya semakin memburu. Kuhusap pipinya dengan lembut. Ketukan pintu terdengar, aku mendorong tubuh Rizka pelan, lalu membuka pintu. Room service membawa s
Rizka Aku terbangun dan badanku semua sakit juga pegal. Kepalaku juga pusing dan rasanya aku ingin muntah."Wah, sepertinya reaksi obat itu tidak terlalu baik untukmu sleeping beauty."Suara laki-laki?Aku menoleh ke suara tersebut.Seorang pria bertubuh tinggi, tidak terlalu besar tapi berotot, umurnya kira-kira di atas dua puluh lima tahun dan tampan berdiri memandangku sambil tersenyum."Namaku, Baron." Dia memperkenalkan dirinya.Aku menggerakkan badanku. Ternyata kedua tangan dan kakiku di ikat dengan rantai di empat sisi tempat tidur. Dan baju yang kupakai masih dressku tadi malam.Di mana aku?Siapa pria ini?Terakhir aku berada di pesta Cameron, lalu aku ke toilet dan tiba-tiba gelap. Aku yang baru sadar dan juga pusing membuatku masih bingung dengan situasi sekarang.
Saat ini aku sudah di rumah opa bersama semua keluarga Tahitu.Kami semua duduk di kursi ruang tengah dan suasana terasa tegang. Ayahku terlihat sangat marah tapi memilih tidak banyak berkomentar dan tidak berusaha menyalahkan siapa pun.Mami Jenia yang terus menangis, Ringgo yang memandangku dengan tatapan membunuh tapi memilih bersikap bijaksana tanpa memperkeruh keadaan.Ronan yang masih dalam proses pemulihan juga memilih tidak berkomentar. Sedangkan opa, dia terlihat bingung, dan merasa bersalah, bersamaan juga kelihatan marah."Jadi sekarang ini Rizka di Inggris?" Ringgo bertanya setelah aku menceritakan surat kaleng yang dikirim tadi pagi padaku."Bisa, ya, bisa, tidak, kami sudah mencari keberadaan Rizka di sini, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaannya di sini." Aku menjelaskan padanya."Jadi pesta apa yang dimaksud dalam pesan itu dan apa hubu
"Adikmu Rizka akan di bawa ke Yorksire, Inggris, untuk upacara Paradise party di festival minggu ini dan dia akan dijadikan budak sebagai korban persembahan untuk acara itu"Aku meremas kertas yang berisi pesan yang ditemukan anak buahku tadi pagi di halaman markas. Aku mengambil pistolku dan berjalan ke arah pintu ruanganku."Kau mau ke mana?" Jack menahanku saat aku membuka pintu. Dia baru tiba bersama dengan Clara."Aku akan membunuh Boots sekarang juga," ucapku geram."Kau jangan gila Langit, masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan kemarahan. Kita harus hati-hati bertindak." Jack mendorongku masuk kembali ke ruang kerjaku.Aku melemparkan kertas pesan tadi pada Jack."Menurutmu ini dari Boots?" Jack menatapku setelah membaca isi pesan itu.Aku terdi