Share

Bab 3

Author: Delarossa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Saat aku tiba di rumah keluarga Tahitu, di sana aku melihat sudah banyak mobil terparkir di halaman depan rumah kami yang luas. Aku turun dari mobil bersama dengan sahabatku Clara. Tadinya aku ingin datang sendiri, tapi entah mengapa aku merasa perlu membawa seseorang sebagai tameng.

Awalnya Clara tidak mau kuajak, setelah dengan berbagai bujukan dan aku berjanji akan membuatnya pergi berkencan dengan sahabatku, Jack Bameswara, dia pun langsung bersedia.

Malam ini ayahku akan merayakan ulang tahunnya yang ke enam puluh tahun. Sejauh aku mengenal seorang Ray Tahitu, dia bukan orang yang sentimentil seperti merayakan ulang tahun. Aku sedikit heran dengan adanya acara ini.

"Mas Langit, apa kabar? Sudah lama Mas tidak kemari." pak Hendra, dia adalah security yang sudah lama bekerja pada keluarga Tahitu, menyapaku dengan gembira.

"Kabar saya baik Pak Hendra. Bapak sendiri bagaimana?" aku merangkul bahu pak Hendra yang sudah tua, dan sepertinya dia tetap belum mau pensiun.

"Sehat Mas." pak Hendra tersenyum ramah pada Clara dan wanita itu membalas dengan senyuman.

"Mas Langit sudah ditunggu bapak sejak tadi." ucap pak Hendra.

Aku mengangguk.

"Saya ke dalam dulu Pak." aku pun pamit padanya.

Aku menggandeng tangan Clara dan membawanya masuk ke rumah. Kami menuju ke taman belakang yang luas dan rimbun oleh pohon-pohon yang sengaja ditanam di taman ini. Kulihat sudah ramai tamu yang datang, dan seperti biasa, tamu ayahku hanya orang-orang terdekatnya tapi tetap saja ramai. Taman ini disulap cantik dan germelap, terlalu feminim menurutku, dan ini pasti ide mami Jenia.

"My boy!" ayahku langsung menghampiriku saat melihatku datang dan langsung memelukku.

"Happy birthday Big boy." aku mengucapkan selamat padanya dan memeluknya erat.

"Thanks Son. Sekarang tinggal Rizka yang belum datang." kata ayahku semangat dan bahagia.

Aku tersenyum, dan sedikit gusar saat Ayahku menyebut nama Rizka.

"Langit..." mami Jenia menghampiriku dan langsung memelukku.

"Apa kabar Mi? Mami semakin cantik." aku membalas pelukannya.

Dia memukul bahuku sambil tertawa. "Kau seharusnya sering pulang. Tidak rindu ya pada mami?"

“Tentu saja aku rindu Mami.” aku mencium keningnya.

"Dan siapa gadis cantik ini?" ayahku bertanya dengan penuh minat.

"Papi ... Mami ... kenalkan ini Clara Wiraatmadja, dan Clara, ini papi dan mamiku."

"Putri Jerry Wiraatmadja?" tanya ayahku tersenyum lebar.

"Iya Om." Clara tersenyum sambil menyalami orang tuaku.

"Wow, boleh juga Son." ayahku mengedipkan sebelah matanya padaku. "Berhati-hatilah dengan berandal ini cantik." Clara tertawa menanggapi.

"Akhirnya Langit bawa perempuan ke rumah ini." kata mami Jenia tidak kalah semangat.

Ringgo datang menghampiri kami bersama dengan sahabatnya Bima dan istrinya. Dan malam ini sahabtanya, Abraham Soetedja tidak hadir karena masih mengurus istrinya Camelia di dalam masa perawatan. Mereka menyapa ayah kami dan mengucapkan selamat. Ayahku dan mami Jenia pun pamit dari kami untuk menemui teman-teman mereka.

"Sudah lama?" Ringgo memelukku dan menatap Clara yang di sampingku, lalu mengangkat alis penuh tanya padaku.

"Baru sampai." aku menjawab dan tidak memperdulikan rasa penasaran Ringgo terhadap Clara.

"Hi Bima..." aku juga menyapa Bima dan istrinya.

"Clara Wiraatmadja.. ini kejutan." Ringgo tersenyum jahil menatap wanita itu.

"Aku juga terkejut." Clara membalas ucapan Ringgo penuh makna dan mereka berdua tertawa.

"Roe belum datang?" tanyaku.

"Aku di sini." jawabnya dari belakangku. Dan aku langsung merangkulnya.

"Kau akhirnya datang juga Kak. Kupikir kau sudah lupa pada rumah." Ronan menyindirku.

"Kau pasti merindukan aku." kataku menggodanya sambil tertawa.

Ronan mendengus dan tertawa.

"Kata Papi kita tinggal menunggu Riri datang, setelah itu acara baru mulai." ujar Ronan.

"Memangnya Riri di mana?" Ringgo bertanya yang sepertinya belum bertemu Rizka.

"Dia di rumah opa, makanya papi kesal karena anak perempuannya disabotase opa dan langsung dibawa ke kantor belajar tentang perusahaan.” kata Ronan geli.

Rizka sekolah di Inggris selama tiga tahun ini, tepatnya setelah pertemuan kami terakhir. Dia memang ditempah Opa untuk menangani perusahaan keluarga yang tidak mau diurus oleh ayah kami, bahkan kami semua. Hanya Rizka satu-satunya harapan Opa sepertinya.

Tiba-tiba aku mendengar suara ceria ayah kami. "My Sunshine...akhirnya Princess Papi datang."

Dia langsung memeluk Rizka dan mencium keningnya dengan penuh sayang. Aku tercekat melihatnya setelah tiga tahun kami tidak pernah bertatap muka. Malam ini aku melihatnya kembali. Rizka mengenakan gaun ungu dengan belahan tinggi hingga ke pahanya yang putih dan mulus. Bagian atas gaunnya juga terbuka memperlihatkan bahunya yang putih berkilau, dan payudaranya yang penuh.

Bibirnya yang mungil berwarna merah jambu. Tampak giginya yang putih dan rapi, tanpa kawat seperti tiga tahun lalu, saat dia tertawa lebar dan bahagia waktu ayah kami memujinya. Tubuhnya semakin berisi, rambut panjangnya diikat memperlihatkan lehernya yang jenjang. Malam ini dia seperti dewi, dan aku tidak pernah melihat dewi.

Sialan!

Aku berubah jadi penyair hanya karena melihatnya berubah malam ini.

"Adik kita cantik ya Kak." tiba-tiba Ronan berbisik padaku. Dan aku langsung sadar dari keterpakuanku. Sepertinya aku menatap Rizka seperti anak laki-laki remaja yang melihat gadis idolanya. Dan Ronan pasti menyadari reaksiku. Dan dia saat ini sedang mengolokku.

Aku mengendalikan diriku untuk tenang, seolah tidak terpengaruh apa pun. "Ya."

Ronan masih berbisik pelan seperti penuh rahasia. "Rizka memang berubah sejak dia kembali dari New York. Tiba-tiba dia minta sekolah ke Inggris untuk belajar bisnis di sana. Kami semua terkejut saat itu karena Rizka yang manja ingin mandiri."

"Oh.." aku tidak bisa berkomentar banyak.

Ronan kembali mengoceh. "Aku suka dengan perubahan Riri, tapi dia sekarang tidak mau lagi dipanggil Riri oleh siapapun, kecuali papi dan opa."

Aku terkekeh. "Dia sudah dewasa, mungkin itu yang membuatnya tidak suka dipanggil dengan nama kecilnya." Aku menjawab.

Ronan mengangguk setuju. "Benar, sekarang dia sudah dewasa dan cantik."

Aku menyipitkan mataku menatap Ronan dan dia langsung tertawa. "Aku tidak mengidap brother complex Kak. Tapi adik kita memang semakin cantik. " ucapnya sambil tertawa menatapku.

Aku mendengus. "Apa kau menggodaku Roe?"

Ronan tertawa, untung saja Ringgo dan Bima asik mengobrol, begitu pun Clara dan Tya istri Bima. TRizka menghampiri kami, dan dia langsung memeluk Ringgo.

"Hai little Sissy." Ringgo membalas pelukannya. “Kau cantik sekali malam ini. Kakak sampai tidak kenal.”

Rizka tertawa, lalu menyapa Bima.

"Hai Kak Bima, apa kabar?"

"Baik Ri... Kau cantik sekali malam ini."

"Terima kasih Kak." Rizka tersenyum lebar, lalu Bima mengenalkan Tya padanya.

Selanjutnya dia menyapa Ronan sambil saling mengejek, dan sekarang dia menatapku sambil tersenyum.

"Hai Kak Langit, apa kabar?" dia memelukku sama seperti pelukannya pada Ringgo dan Ronan, aku bisa merasakan itu hanya pelukan dari seorang adik untuk kakaknya dan entah mengapa aku sedikit kecewa.

"Baik, dan kau?"

Sial! kenapa aku jadi kaku begini.

"Baik Kak." sia tersenyum, dan aku mati gaya.

"Oh iya, aku mau mengenalkan seseorang pada kalian. Ini Jace ... dan Jace, mereka ini kakak-kakakku." dia mengenalkan seorang pemuda pada kami yang tidak aku sadari kehadirannya.

Aku memperhatikan pemuda yang diperkenalkan Rizka pada kami, tinggi, tampan, tipikal anak orang kaya yang baik dan aku tebak dia seumuran adikku itu. Ringgo dan yang lain menyapanya ramah, kecuali aku. Dan Ronan tertawa melihatku.

"Dan siapa yang di sampingmu Kak?" tanya Rizka padaku saat melihat Clara.

Aku berdehem. "Clara kenalkan ini adikku Rizka, dan Rizka dia Clara."

Mereka saling bersalaman sambil tersenyum.

Rizka terlihat santai. Justru aku yang sangat tegang, dan marah. Ya aku marah melihat si pangeran Barbie memeluk pinggang Rizka saat ini.

Yang benar saja, Langit!

"Tiba-tiba hawa terasa panas di sini." Ronan pura-pura mengipasi tubuhnya.

Clara menahan tawa, dan yang lain berbincang tidak peduli. Tidak lama pembawa acara memulai berbicara, dan memanggil Ayah kami ke atas mini stage tempat band yang saat ini sedang memainkan musik. Sepertinya acara akan di mulai.

"Selamat malam semua." ayah kami berbicara. "Sebelum aku meniup lilin aku ingin menyampaikan sesuatu. Oh iya, terakhir aku meniup lilin saat ulang tahun kesembilan, setelah itu aku tidak mau lagi ada acara ulang tahun." kami semua tertawa.

"Dan malam ini, mengapa aku merayakan ulang tahunku, yang pertama karena aku tidak menyangka akan hidup selama ini sampai umur enam puluh tahun dengan semua masa laluku yang buruk, thanks God. Dan yang kedua, karena aku jarang berkumpul dengan anak-anakku, karena acara ini, akhinya malam ini mereka semua bisa berkumpul." semua tamu bertepuk tangan.

"Untuk semua sahabat-sahabatku dan keluarga yang hadir malam hari ini, aku sangat berterima kasih untuk kedatangan kalian.” Lalu ayahku menatap Ringgo.

“Ringgo... papi berterima kasih karena selama ini kamu menjadi kakak yang bertanggung jawab untuk adik-adikmu. I'm so proud of you son, dan semoga ada kabar bahagia darimu tidak lama lagi." semua tamu bertepuk tangan dan bersiul karena mengerti apa maksud ucapan ayah kami yang terakhir.

"Dan putraku Langit, papi juga bangga padamu karena kamu menjadi pelindung untuk kami semua, dan malam ini putraku Langit membawa seorang gadis cantik, semoga ini tanda-tanda." kembali bertepuk tangan dan bersiul riuh.

"My partner in crime, Ronan.... papi selalu merasa semakin muda dan keren memiliki karena anak keren sepertimu." semua tamu tertawa.

"My Sunshine, Rizka... papi adalah pria paling beruntung di dunia karena memilikimu putri sepertimu. Dan papi selalu berdoa, akan ada seorang pria tangguh yang kelak bisa menjagamu dari dunia yang jahat ini." gemuruh tepuk tangan kembali terdengar.

"Dan untuk Jenia, ibu dari anak-anakku. Thank you Jenia, you are the best." dan tepuk tangan semakin riuh diiringi siulan dari teman mereka berdua. Tentu saja semua kami berharap mereka kembali bersatu, tapi mami Jenia sepertinya belum tertarik dengan hal itu.

"Aku hanya berharap kedepannya aku masih berumur panjang melihat anak-anakku menikah dan memiliki cucu. Stay cool, and rock n roll!"

Semua bertepuk tangan riuh. Lalu ayah kami meniup lilin di iringi lagu band mereka, lalu memberikan potongan kue untuk kami semua.

Ayah kami orang yang suka hidup bebas, jadi gaya hidupnya juga tidak biasa. Musik rock yang tadi berdentum keras, berubah menjadi lagu slow dan romantis. Dia mengajak Rizka berdansa, dan tamu yang lain mengikutinya. Aku pun mengajak Clara berdansa.

"Lang, aku tau tubuhmu di sini tapi pikiran dan hatimu tertuju pada adik perempuanmu." ucap Clara sarkas.

"Kau berlebihan."

"Semuanya jelas Lang, sejelas matahari. Kau seperti ingin membunuh si Romeo yang sekarang berdansa dengan adikmu." sekarang Rizka tidak lagi berpasangan dengan ayah kami.

"Adikmu benar-benar cantik, pantas saja kau jatuh cinta padanya." Clara mengerling padaku.

Aku menanggapinya tertawa. "Dia adikku Cla."

"Ya, Adik yang bisa kau nikahi kalau kau mau."

"Tidak akan mungkin."

"Mungkin, kalau kau berani menghadapi Ringgo dan Ray Tahitu. Kalau Ronan, jelas berada dia berada di pihakmu. Lagi pula apa kau rela dia bersama si Romeo?" Clara mengerling mengejekku.

"Dia cocok bersama laki-laki yang seperti itu Cla. Bukan bersama laki-laki penuh darah sepertiku yang asal usulnya juga tidak jelas."

"Cinderella story juga berlaku untuk kaum pria Lang." ucapnya dan kami bergerak pelan mengikuti alunan lagu.

"Dan aku bukan Cinderella." kataku geli.

"Ya, kau Langit yang sedang mati-matian melawan perasaan pada adiknya, sampai hawa di tempat ini terasa panas karena rasa cemburumu." dia tertawa.

"Diamlah Clara."

Wanita ini terkikik geli.

"Aku jadi merasa bersalah pada Adikmu Lang. Pasti dia berpikir kalau kita pacaran."

"Lebih baik begitu." 

"Enak saja. Aku masih cinta pada Jack, dan jangan rusak usahaku mendekatinya karena gosip murahan hubungan kita malam ini." dia menatapku penuh peringatan.

Aku tertawa. "Jack tidak suka padamu Clara, menyerah saja. Lagi pula kau cantik dan dari keluarga baik-baik, sedangkan Jack, dia sama sepertiku."

"Kau tidak mengerti Lang, kami perempuan suka laki-laki berbahaya, dan adikmu salah satunya. Aku bisa lihat cinta di matanya untukmu. Kasian si Romeo." Clara berdecak pura-pura simpati pada laki-laki yang sedang berdansa dengan Rizka.

"Kau terlalu banyak melihat film romantis, Rizka tidak lagi memiliki perasaan padaku."

"Mau bukti?" Clara menatapku menantang.

Tiba-tiba Clara semakin merapat padaku dan berbisik sangat dekat di telingaku. "Coba kau lihat reaksi adikmu."

Aku mencuri pandang pada Rizka, yang saat ini menatap kami penuh kebencian dan terluka.Rasanya aku ingin berlari padanya dan menjelaskan kalau yang dilihatnya ini bukan seperti yang dipikirkannya.

Sialan!

Apa hakku menjelaskan padanya?

"Kalian berdua sama-sama menderita Lang." Clara tertawa, lalu mencium pipiku dan Rizka membuang pandangannya dari kami.

Dari jauh aku dan Clara memang terlihat seperti pasangan romantis.

"Kau tunggu di sini Spartan." Clara tiba-tiba menghentikan dansa kami, dan dia menghampiri Rizka dan si pangeran barbie.

Sialan Clara, please, jangan berulah lagi perempuan satu ini. Dan dia sekarang berdansa dengan si Romeo. Rizka berdiri seperti orang bodoh, sama sepertiku. Clara mengerjai kami!

Aku menghampiri Rizka. "Bagaimana kalau kau berdansa denganku?"

Dan aku gugup menunggu jawabannya. Dia mengangguk dan menerima uluran tanganku.

Lagu sekarang berganti, Nothing's gonna change my love for you, dari George Benson yang dinyanyikan oleh penyanyi di stage.

Aku memeluk pinggangnya, tubuhku seperti terkena aliran listrik, Rizka meletakkan tangannya di bahuku, jantungku berdetak hebat, tangannya yang lain di genggamanku, lembut dan dingin. Kami bergerak pelan.

Aroma tubuhnya memenuhi hidungku, bahunya yang terbuka menggodaku seakan memintaku untuk mengecupnya. Payudaranya yang lembut menyentuh dadaku, dan nafasnya yang hangat berhembus di leherku melalui mulut dan hidungnya. Aku mengertakkan gigiku menahan keinginan untuk membawanya lari dari tempat ini dan hanya ingin menikmatinya untuk diriku sendiri.

"Clara itu pacarmu ya?" tanyanya tiba-tiba di telingaku. Tubuh kami semakin rapat, dan kami bergerak semakin menjauh dari kerumunan orang-orang yang berdansa.

"Pangeran Barbie itu pacarmu?” Aku bertanya kembali tanpa menjawab pertanyaannya.

Dia tertawa kecil. "Aku yang pertama bertanya, harusnya kau menjawab dulu baru bertanya kembali." ucapnya lembut. Seketika hatiku membuncah mendengar suaranya.

"Kalau begitu, kita tidak perlu menjawabnya."

"Oh, baiklah," ucapnya berbisik.

Musik terus mengalun dan lagu Goerge Benson mengiringi kami. Dan kami kembali diam. Rizka semakin mendekatkan dirinya padaku, dan tubuhku rasanya seperti terbakar. Payudaranya sekarang benar-benar melekat di dadaku. Bibirnya hampir menyentuh leherku, hidungnya menyentuh rahang bawahku saat kami bergerak.

Dia menggodaku, aku tahu itu. Baiklah aku akan mengikuti permainannya, aku juga penasaran. Penasaran yang sialan!

Aku menrik pinggangnya semakin rapat padaku, dan sekarang dia mengalungkan kedua lengannya di leherku. Kami semakin bergerak menjauh dari kerumunan, lalu dia menatapku dan membuka sedikit bibirnya, memperlihatkan giginya yang rapi dan putih. Dari jauh orang akan mengira kami sedang mengobrol, atau mungkin tidak ada yang peduli pada kami saat ini.

Matanya sayu menatapku, seolah mengajak bercinta.

Double shit!!!

Aku ingin mencumbunya sekarang juga.

Duarrrr!!!

Tiba-tiba kembang api menyala di atas langit , musik berhenti, semua orang riuh bertepuk tangan dan mendongak keatas. Lampu di sekitar kami mati. Dan kami masih saling berpelukan, hanya cahaya dari kembang api yang menyinari kami semua. Dan entah iblis apa yang merasukiku, sehingga aku mencium bibirnya yang saat ini berada dibawah bibirku. Semua orang tengah menikmati bunga api yang tidak berhenti berpencar di langit, tidak ada yang memperhatikan kami.

Aku membawanya jauh dari kerumunan, lidahku menyapu dan menjilat bibirnya, Rizka membuka mulutnya seperti undangan, dan dengan cepat aku melahapnya rakus dan dia membalas ciumanku sama panasnya seperti ciumanku. Lidah kami saling memuaskan. Aku memeluknya semakin erat, dia mendesah, dan aku semakin menggila.

Wajahku turun mencium lehernya yang harum. Rizka meremas rambutku dan mendongakkan wajahnya memberiku kebebasan mencium leher dan dadanya. Aku mabuk.

Aku mabuk karena aroma tubuhnya. Aku kembali melumat mulutnya.

Tiba-tiba dia menarik wajahnya, dan berbisik di mulutku. "Sepertinya kau sudah menurunkan seleramu pada perempuan murahan dan amatiran sepertiku Langit."

Aku merasa tertampar dengan ucapannya, dan lampu kembali menyala dan suara riuh tepuk tangan terdengar. Rizka tersenyum mengejekku.

"Happy birthday Ray! Chers!" Seseorang berteriak.

"Chers!!!" Dan semua orang bersulang kembali.

Rizka meninggalkan aku seperti orang bodoh. Sedangkan mulutnya masih terasa di mulutku.

Related chapters

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 4

    RizkaAku meninggalkan Langit yang baru saja menciumku. Tubuhku masih bergetar efek dari ciuman kami yang panas. Setelah tiga tahun, ternyata aku masih belum bisa lepas dari pengaruhnya. Tubuhku masih mendambakan sentuhannya, hatiku berkhianat karena ikut mendamba, tapi untungnya pikiranku masih bisa menguasai hasrat dan kerinduanku pada Langit. Aku mengambil minuman yang dibawa seorang pelayan yang lewat di hadapanku, aku butuh minuman saat ini. "Bunga apinya tadi bagus ya?" Tiba-tiba kakakku, Ronan, berdiri di sampingku. Aku yang sedang minum terbatuk karena terkejut. "A-apa, Kak?""Bunga apinya bagus." Dia tersenyum menatapku sambil memainkan gelas di tangannya."Bunga api?" Aku bingung tak mengerti."Iya bunga api. Di langit." Sekarang dia terkekeh. Bunga api? Astaga adalah saat aku berciuman dengan Langit! Ingin rasanya aku ditelan bumi sekarang, pasti kakakku curiga den

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 5

    RizkaPonselku berdering, saat aku tiba di rumah.“Halo?“"Rizka, Kakak akan menjemputmu nanti malam jam tujuh."Panggilan kami terputus tanpa menunggu jawabanku.Sebelumnya, tadi siang Langit menghubungiku dan memberitahu kalau Opa meminta kami berdua datang ke rumahnya.Kakak? kakak apa yang mencium adiknya penuh nafsu?Aku tidak tahu apa yang ingin Opa bicarakan pada kami, dan kenapa harus bersama Langit?Aku melihat jam menunjukkan pukul enam. Aku langsung mandi dan bersiap-siap.Setelah aku selesai mandi dan berpakaian, aku memakai riasan tipis. Ponselku berdering, aku mengangkatnya."Kakak, di depan rumah, kau keluar sekarang.""Oke."Laki-laki ini, selalu menganggap dirinya berkuasa, memerintahku seperti anak kecil.Aku menatap diriku di cermin m

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 6

    "Hal sepele seperti ini saja tidak bisa kalian selesaikan! Apa aku harus turun tangan mengurus masalah ini?! Siapa yang menghalangi pengiriman perempuan-perempuan itu?!" Seorang Pria bertubuh tinggi besar berteriak marah pada anak buahnya."Maaf Bos, masalahnya yang membuat pekerjaan kita sulit bukan dari kepolisian atau aparat pemerintah." Anak buahnya menjawab dengan suara ketakutan."Lalu siapa?! Kau tidak bisa menemukan siapa orangnya atau kelompoknya? Aku rugi besar brengsek! Dua kali ... dua kali perempuan-perempuan yang akan kita jual gagal, obat-obatanku juga tertangkap! Sebentar lagi kita semua yang akan di gulung habis, dan kalian tidak bisa melakukan apa-apa?!""Bos, mereka ini sangat sulit dan licin, siapa pun mereka ini Bos, mereka lebih cerdik dari kita.""Tidak ada yang lebih cerdik dari seorang Topan! Kau cari tahu siapa mereka! Aku beri kalian waktu dua hari. Dan selama dua hari ini, informasi tentang mereka harus sudah sampai padaku." To

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 7

    Aku tiba di rumah Rizka pukul sembilan malam, setelah tadi sore aku menjemputnya dari kantor dan mengantarkannya pulang, dan setelah itu aku pergi sebentar ke markas karena ada urusan yang harus aku selesaikan.Aku membuka pintu dan langsung menguncinya. Ruang tengah terlihat gelap, hanya berkas cahaya dari lampu luar yang masuk.Aku mendapati Rizka di ruang tengah sedang menonton televisi dan berbagai makanan, minuman soda serta semangkuk besar es krim di atas meja.Rizka hanya mengenakan celana pendek dan tank top.Dia melirikku sekilas, lalu kembali menonton film yang sedang di putar.Aku duduk di sampingnya, lalu aku membuka sepatuku dan bersandar duduk di kursi.Dia menyodorkan makanan yang sedang di pegangannya, aku pun mengambilnya dan memasukkan ke mulutku."Kenapa lampunya dimatikan?" Aku bertanya sambil memperhatikannya."Aku suka mematikan lampu kalau sedang menonton," jawabn

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 8

    RizkaMenikah? Langit tiba-tiba mengajakku menikah!,yang benar saja? Aku akui sebenarnya ini hanya balas dendam kecil karena sakit hatiku padanya, dan aku tadi hampir kehilangan keperawananku karena aku terjebak dalam permainanku sendiri, dan untungnya Langit masih bisa mengendalikan dirinya.Ini benar-benar kebodohanku, tapi menikah dengan Langit tidak masuk dalam rencana pembalasan ini, harusnya ini pembalasan sempurna, tapi karena kedua kakakku sudah memergoki kami, semuanya jadi berantakan.Tentu saja aku akan sangat bahagia kalau aku menikah dengan Langit, tapi bukan dengan cara seperti ini.Langit mengambil pakaiannya dari koper yang dia bawa tadi sore saat mengantarkan aku, dia juga mengambil pakaiannya untukku, dan dia memakaikan kemejanya padaku dan juga celana boxer miliknya saat kami harus keluar dari kamar ini.Sialan!Baju kami berdua ternyata masih tergeletak di pinggir kolam renang."Bajingan kau!" Kaka

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 9

    LangitDulu kau berlutut dikakiku, untuk mengharap cintakuhingga terbuka pintu hatiku tuk menerima cintamutapi setelah aku jatuh cinta padamuengkau begitu mudah melupakan dirikuSurga yang engkau janjikanneraka yang kau berikanmanis yang aku harapkanpahit yang aku rasakan"Asikkk ... Geboyyyy ...!"Lagu sialan! Pasti Stephen yang memutar lagu dangdut."Stephen!" Aku berteriak memanggil salah seorang anak buahku dari ruang kerjaku di dalam gudang markas kami tapi tidak ada sahutan dari dia.Lagu dangdut itu terus mengalun."Stephen!" Aku kembali berteriak manggilnya.Tiba-tiba Stephen si bocah biang rusuh di timku muncul di depan pintu. "Iya Boss?" dia menyengir lebar."Matikan speaker itu! Sekarang juga!" perintahku marah,"Kenapa Bos? Itu kan

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 10

    Rizka"Mbak Rizka, perkenalkan ini Suci Faranda, dia yang akan mendampingi, Mbak Rizka, selama mempelajari semua administrasi perusahaan ini dan Suci juga akan menjadi asisten Mbak Rizka ke depannya." Salah satu manager departemen di perusahaan kami dimana aku akan di tempatkan, memperkenalkanku pada seorang gadis cantik yang tersenyum ramah padaku."Terima kasih, Ibu Angel," jawabku sambil tersenyum sopan. Lalu manager itu permisi dan meninggalkan kami berdua di ruanganku yang baru."Hai, namaku Rizka, tolong bimbingannya ya, aku baru bergabung di perusahaan ini." Aku menyapa asisten baruku tersebut.Tadi pagi Opa meneleponku dan memberitahu kalau aku akan memiliki asisten pribadi, walau pun sebenarnya aku merasa tidak perlu karena aku masih dalam tahap belajar. Dan aku sebenarnya belum mendapatkan posisi yang jelas di perusahaan Opa, karena aku masih mempelajari semua bagian-bagian yang ada di perusahaan."Baik, Ibu Rizka. Saya S

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 11

    "Selamat pagi Mbak? Kopi atau teh?" Ternyata Stephen sudah di dapur saat aku siap-siap akan berangkat ke kantor."Kopi, please, no sugar.""Siap, Mbak."Aku memandang Stephen yang sedang menyiapkan kopi untuk kami, rambutnya masih lembab karena sehabis keramas, memakai T-shirt dan celana jeans, tiba-tiba aku ingat beberapa hari yang lalu Langit disini menyiapkan kopi untuk kami."Mbak Bos! Mbak!"Stephen menyadarkanku dari lamunanku."Eh, iya?""Ini kopinya, jangan melamun, Mbak, masih pagi ini."Aku menunduk memandang kopi hitamku, aromanya benar-benar harum."Kenapa lagi Mbak? Masih kepikiran, si bos, ya?" Stephen memandangku sambil meminum kopinya."Stephen, apa Langit punya pacar?""Setauku sih nggak ada, Mbak , tapi si bos kan jarang di sini, jadi aku nggak tau kalau di luar dia punya pacar."Aku memutar jariku di permukaan gelas kopiku. "Hmm ... bagaimana ya

Latest chapter

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Extra Part

    Langit Berita kematian Dharma dan Panji Adhiyaksa semakin menggegerkan negeri ini, bahkan sampai ke luar negeri. Pistol yang ditemukan di tangan keduanya, menunjukkan seolah-olah mereka berdua bunuh diri. Spekulasi pun bermunculan. Mungkin karena malu, mereka memilih bunuh diri. Tapi tidak sedikit juga yang berasumsi kalau mereka sengaja di bunuh. Tentu saja berita bunuh diri itu bohong. Dharma bukan orang yang mudah putus asa sehingga harus membunuh dirinya sendiri dan mengajak putranya melakukan hal bodoh itu. Sudah jelas mereka di bunuh. Pihak kepolisian dikecam. Bagaimana mungkin kedua ayah anak itu lolos membawa senjata ke dalam tahanan. Atau bagaimana mereka mendapatkan senjata itu? Kalau mereka dibunuh, siapa yang melakukannya? Namun masyarakat kebanyakan tidak peduli pada kematian para Adhiyaksa itu. Kalau pun mereka hidup, tidak ada yang bisa menjamin mereka akan mendapat hukuman yang setimpal kejahatan mereka melihat bagaimana kondisi keadilan di negeri ini. Tidak ada

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 33

    Joachim Bameswara menoleh ke arah pintu ruang tahanannya saat seorang penjaga penjara mengetuk pintu. "Ada tamu untuk, Bapak," kata si sipir penjara. Joachim Bameswara, seorang mantan Menteri Pertahanan yang juga seorang Jendral dari militer Angkatan Darat republik Indonesia itu mengangkat wajahnya tinggi, ingin menunjukkan dia masih harus disegani.Tentu saja sipir penjaga itu takut padanya. Dia bangkit dari tempat tidurnya yang empuk, dan mematikan televisi yang sedang dia tonton. Sudah bukan rahasia lagi kalau di negara ini, tahanan dari pejabat pemerintahan mendapat pelayanan eksklusif. Kamar tahanan yang nyaman, lengkap dengan kamar mandi dan televisi, bahkan fasilitas mewah lainnya. Membuat para tikus-tikus penjahat berdasi itu tidak akan pernah kapok dengan kejahatan mereka. Fasilitas itu juga yang di dapatkan oleh Joachim Bameswara dan Keluarga Adhiyaksa yang saat ini juga sedang di tahan.

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 32

    Dharma langsung menatap Boots angkuh menutupi keterkejutannya. "Jadi kau ingin balas dendam padaku?" Dharma tertawa mencemooh. "Ibumu hanya anak haram tak berarti, dia dan ibunya sama-sama murahan, dia pantas diperkosa. Dan aku sangat menikmatinya saat melakukan itu." Pria itu menyeringai bak iblis.Boots tersenyum. "Sepertinya tidak akan ada acara haru biru di antara kita ... Ayah." Boots menekan kata ayah dengan nada jijik.Dharma kembali tertawa sampai wajahnya terangkat keatas. Lalu memandang Boots rendah. "Kau pikir aku sudi mengakuimu sebagai anak?" Dia meludah.Boots mengangkat bahunya. "Kalau begitu, aku akan jadi anak durhaka sepertinya." Boots pura-pura sedih."Apa maksudmu?"Boots tersenyum. "Bukti kejahatanmu dan putramu sudah di tanganku selama ini, dan sudah kuserahkan pada Langit, anak Alfredo. Jadi walaupun kau membunuhku malam ini, kau akan tetap hancur

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 31

    "Lang, berita sudah viral walaupun banyak juga yang tidak percaya, karena yang menyebarkan namanya tidak jelas," kata Clara tertawa saat kami di ruang kerjaku."Tidak masalah yang kita mau reaksi Dharma""Jadi apa rencana kita selanjutnya?" Dia bertanya lagi.Tiba-tiba pintu ruang kerjaku terbuka dan kami terkejut melihat siapa yang datang. Walau pun aku sudah menduganya."Kalian punya kopi?" Boots masuk dengan tenang dan langsung duduk, lalu meletakkan amplop cokelat besar dan tebal di hadapanku."Kopi segera datang," jawab Clara antusias dan langsung memesan pada anak buahku."Jadi semua ini rencanamu?" tanyaku tajam.Dia mengangkat bahunya. "Semua bukti kejahatan Dharma dan anaknya ada di situ." dia menatapku sambil menunjuk amplop."Dan kau ..." Dia melirik Clara. "Jangan mempublikasikan ini sebelum

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 30

    Langit Kami tiba di Jakarta tadi malam, dan pagi ini, aku, Jack dan Clara duduk bersama di ruang kerjaku.Stephen masih kutugaskan untuk menjaga Rizka. Walaupun sekarang Ronan yang mengambil alih perusahaan keluarga, tapi Rizka masih tetap bekerja."Jack, aku melihat Baron kemarin di club, dia yang menolong kami keluar.""Baron adalah belahan jiwa Boots setelah Stephen. Kau mengerti maksudku kan?" jawab Jack"Berarti yang mengirim pesan padaku adalah Boots." Aku bergumam.Jack hanya menatapku. "Ngomong-ngomong , aku sudah memeriksa berkas yang ada pada Clara" Jack meletakkan beberapa kertas yang dijepit jadi satu."Dokumen-dokumen ini adalah surat pernyataan persetujuan Presiden untuk ekspor minyak besar-besaran ke luar negeri, tapi menurut informanku di dalam istana, pengeksporan minyak dibatalkan , karena kuota di dalam negeri bisa mi

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 29

    "Tolong antar ke kamarku susu dan madu! sekarang!"Aku langsung mematikan telepon kamar setelah meminta room service mengantar pesananku. Susu dan madu akan membantu menetralisir obat perangsang yang terminum oleh Rizka."Lang ... panas, akuuhhh..." Dia sekarang melenguh sambil menggosok-gosokan badannya dengan tangannya dan menghampiriku."Rizka−" Dia langsung menciumku dengan ganas sambil menggosok-gosokan tubuhnya di tubuhku.Sialan!Dia memelukku erat, pupil matanya membesar, nafasnya memburu. Tubuhnya panas. Dan sekarang dia menggesekkan dirinya padaku.Holy shitAku menarik wajahnya dan memperhatikan apa yang dia rasa. Rizka tersiksa. Aku lebih tersiksa. Nafasnya semakin memburu. Kuhusap pipinya dengan lembut. Ketukan pintu terdengar, aku mendorong tubuh Rizka pelan, lalu membuka pintu. Room service membawa s

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 28

    Rizka Aku terbangun dan badanku semua sakit juga pegal. Kepalaku juga pusing dan rasanya aku ingin muntah."Wah, sepertinya reaksi obat itu tidak terlalu baik untukmu sleeping beauty."Suara laki-laki?Aku menoleh ke suara tersebut.Seorang pria bertubuh tinggi, tidak terlalu besar tapi berotot, umurnya kira-kira di atas dua puluh lima tahun dan tampan berdiri memandangku sambil tersenyum."Namaku, Baron." Dia memperkenalkan dirinya.Aku menggerakkan badanku. Ternyata kedua tangan dan kakiku di ikat dengan rantai di empat sisi tempat tidur. Dan baju yang kupakai masih dressku tadi malam.Di mana aku?Siapa pria ini?Terakhir aku berada di pesta Cameron, lalu aku ke toilet dan tiba-tiba gelap. Aku yang baru sadar dan juga pusing membuatku masih bingung dengan situasi sekarang.

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 27

    Saat ini aku sudah di rumah opa bersama semua keluarga Tahitu.Kami semua duduk di kursi ruang tengah dan suasana terasa tegang. Ayahku terlihat sangat marah tapi memilih tidak banyak berkomentar dan tidak berusaha menyalahkan siapa pun.Mami Jenia yang terus menangis, Ringgo yang memandangku dengan tatapan membunuh tapi memilih bersikap bijaksana tanpa memperkeruh keadaan.Ronan yang masih dalam proses pemulihan juga memilih tidak berkomentar. Sedangkan opa, dia terlihat bingung, dan merasa bersalah, bersamaan juga kelihatan marah."Jadi sekarang ini Rizka di Inggris?" Ringgo bertanya setelah aku menceritakan surat kaleng yang dikirim tadi pagi padaku."Bisa, ya, bisa, tidak, kami sudah mencari keberadaan Rizka di sini, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaannya di sini." Aku menjelaskan padanya."Jadi pesta apa yang dimaksud dalam pesan itu dan apa hubu

  • LANGIT (Passionate Hurt #2)   Bab 26

    "Adikmu Rizka akan di bawa ke Yorksire, Inggris, untuk upacara Paradise party di festival minggu ini dan dia akan dijadikan budak sebagai korban persembahan untuk acara itu"Aku meremas kertas yang berisi pesan yang ditemukan anak buahku tadi pagi di halaman markas. Aku mengambil pistolku dan berjalan ke arah pintu ruanganku."Kau mau ke mana?" Jack menahanku saat aku membuka pintu. Dia baru tiba bersama dengan Clara."Aku akan membunuh Boots sekarang juga," ucapku geram."Kau jangan gila Langit, masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan kemarahan. Kita harus hati-hati bertindak." Jack mendorongku masuk kembali ke ruang kerjaku.Aku melemparkan kertas pesan tadi pada Jack."Menurutmu ini dari Boots?" Jack menatapku setelah membaca isi pesan itu.Aku terdi

DMCA.com Protection Status