Rizka
"Mbak Rizka, perkenalkan ini Suci Faranda, dia yang akan mendampingi, Mbak Rizka, selama mempelajari semua administrasi perusahaan ini dan Suci juga akan menjadi asisten Mbak Rizka ke depannya." Salah satu manager departemen di perusahaan kami dimana aku akan di tempatkan, memperkenalkanku pada seorang gadis cantik yang tersenyum ramah padaku.
"Terima kasih, Ibu Angel," jawabku sambil tersenyum sopan. Lalu manager itu permisi dan meninggalkan kami berdua di ruanganku yang baru.
"Hai, namaku Rizka, tolong bimbingannya ya, aku baru bergabung di perusahaan ini." Aku menyapa asisten baruku tersebut.
Tadi pagi Opa meneleponku dan memberitahu kalau aku akan memiliki asisten pribadi, walau pun sebenarnya aku merasa tidak perlu karena aku masih dalam tahap belajar. Dan aku sebenarnya belum mendapatkan posisi yang jelas di perusahaan Opa, karena aku masih mempelajari semua bagian-bagian yang ada di perusahaan.
"Baik, Ibu Rizka. Saya S
"Selamat pagi Mbak? Kopi atau teh?" Ternyata Stephen sudah di dapur saat aku siap-siap akan berangkat ke kantor."Kopi, please, no sugar.""Siap, Mbak."Aku memandang Stephen yang sedang menyiapkan kopi untuk kami, rambutnya masih lembab karena sehabis keramas, memakai T-shirt dan celana jeans, tiba-tiba aku ingat beberapa hari yang lalu Langit disini menyiapkan kopi untuk kami."Mbak Bos! Mbak!"Stephen menyadarkanku dari lamunanku."Eh, iya?""Ini kopinya, jangan melamun, Mbak, masih pagi ini."Aku menunduk memandang kopi hitamku, aromanya benar-benar harum."Kenapa lagi Mbak? Masih kepikiran, si bos, ya?" Stephen memandangku sambil meminum kopinya."Stephen, apa Langit punya pacar?""Setauku sih nggak ada, Mbak , tapi si bos kan jarang di sini, jadi aku nggak tau kalau di luar dia punya pacar."Aku memutar jariku di permukaan gelas kopiku. "Hmm ... bagaimana ya
LangitAku melihat di layar ponselku nama sahabatku Rafael, saat ponselku berdering."Halo, Raf ....""Lang ... Fabrizio De Palma dibunuh tadi malam.""Apa?! Bagaimana bisa?""Dia di bunuh di kamar hotel tempatnya menginap yang berlokasi di kawasan Mekong River, dan aku baru sampai di Phnom Pehn dari Sihanouk.""Astaga ... Apa kalian sempat bertemu?""Ya, dua hari yang lalu aku akhirnya menemukan dia di Sihanouk ville, dan sore harinya dia kembali ke Phnom Pehn. Sebenarnya aku sudah melarang dia hari itu pergi, tapi dia bersikeras untuk pergi.""Dan kenapa menurutmu?""Menurutku itu adalah pengalihan, Lang, dia sengaja menghindariku. Fabrizio memberiku sebuah chip dan dia mau chip ini selamat.""Chip?""Iya, chip ini lah yang membuat Fabrizio menjadi target, itu yang menyebabkan dia di bunuh. Dan di kamar hotelnya aku menemukan Purple Paper.""P
Dorr ...!! Dorr ...!! Dorr ...!! Tembakan itu tidak berhenti. "Stephen!" Aku berteriak melihat tubuh Stephen yang terus di terjang peluru. Di mana senjataku?! Aku harus menyelamatkan Stephen. "Bos ...." Stephen memanggilku lirih dan menatapku sendu, darah keluar dari mulutnya. Tembakan itu masih tidak berhenti. "Langit ...." Aku terkejut mendengar suara lirih yang memanggilku. Aku berbalik ke arah suara dan kulihat Rizka berdiri di lantai ruangan yang gelap dan pengap menatapku sedih. Tidak!Aku berusaha lari menghampirinya tapi kakiku tidak bisa bergerak. "Langit, aku−" Sekarang tembakan bertubi-tubi menerjang tubuhnya. Rizka ...!!Tolong ... siapa pun tolong. Ya Tuhan, aku tidak bisa bergerak!Tubuhnya sekarang jatuh ke lantai, seluruh tubuhnya berlumuran darah, dia menatap
Pria itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya sambil menatap keluar, malam ini langit di penuhi bintang. Seorang wanita tiba-tiba memeluknya dari belakang, dan mencium punggungnya yang telanjang. "Kau sedang apa?" Dia bertanya lembut, lalu Pria itu membalikkan tubuhnya dan memeluk wanita tadi, yang adalah istrinya. "Apa Maxim sudah tidur?" Suaminya bertanya sambil menciumi pipi istrinya. "Sudah, dia persis seperti Papanya, terlalu banyak energi," jawab istrinya sambil tertawa."Kau pasti lelah Sayang , seharian menjaga jagoanku," kata pria itu sambil memijat bahu istrinya dan mencium bahu itu mesra. "Kau harus melihatku." Pinta Istrinya manja. "Tentu saja Sayang, segalanya hanya untuk tuan putri." Suaminya mengangkatnya dan membawanya ke tempat tidur. &
LangitHanya seks katanya?!Sudah jelas aku mengatakan kalau aku menginginkannya, bukan hanya sekedar seks! Aku memang bodoh langsung bertindak impulsif mendatanginya seperti seorang viking yang siap bertempur. Dengan bodohnya aku termakan kata-kata Stephen yang jelas selalu melebih-lebihkan, dan aku langsung marah dan cemburu.Kenapa aku harus cemburu?! Sedangkan si gadis nakal itu mungkin tidak pernah peduli atau pun memikirkanku. Saat ini dia pasti menertawakan kebodohanku yang memintanya untuk mengakui kalau dia juga menginginkanku. Astaga, yang benar saja! Aku sudah belajar dan melatih diriku sendiri, bahwa tindakan impulsif selalu merugikan dan berakhir berantakan, dan hari ini aku membuktikan bahwa aku belum lulus mengendalikan diriku sendiri. Stephen benar-benar sialan! "Lang, tadi malam anak buah kita ada yang di bunuh, satu orang." Jack yang tiba-tiba masuk dan terlihat sangat marah.
Langit"Bos ..." "Tidak usah banyak bergerak dulu, Stephen.""Gimana mau gerak bos, ini aja aku udah ngantuk berat."Stephen menjawabku dengan mata hampir tertutup karena baru saja diberi obat tidur karena dia tidak bisa diam sejak tadi. "Istirahatlah." "Bagaimana keadaan mbak Rizka dan Uchiha?" tanya Stephen setengah sadar. "Uchiha?" "Sekretarisnya, mbak Rizka?" "Mereka baik-baik saja, walaupun masih terguncang. " "Si Uchiha itu ninja yang hebat bos, tolong sampaikan padanya." Stephen pun tertidur. Aku memandangnya yang sedang tidur pulas. Bagaimana kalau mereka tadi tidak selamat? Aku menyentuh kepala Stephen, walau pun dia sering menyebalkan karena mulutnya, tapi aku sangat menyayanginya seperti adikku sendiri. "Bagaimana keadaan Stephen?" tanya Jack saat aku keluar dari ruang pengobatan. &nbs
Topan Sinyo, membawa seorang pria yang didampingi seorang wanita, tinggi, ramping dan sangat cantik masuk ke dalam salah satu rumah paling mewah di negara ini dan langsung menuju ruang kerja sang pemilik rumah. Mereka memasuki ruang kerja yang luas dengan design klasik dan mewah. Foto orang-orang hebat di negara ini, sejak dari presiden pertama negara ini berjejer rapi di dinding dan di atas beberapa meja. Lemari kaca penuh medali penghargaan dari dalam dan luar negeri tersusun rapi. Si pria yang dibawa Topan, berpakaian rapi dengan jas potongan eropa yang elegan dan rambut panjangnya di ikat sanggul, bentuk wajahnya yang tegas dan selalu kelihatan murung membuat siapa pun enggan berbicara padanya, aura intimidasi darinya terlalu kuat. "Selamat datang, Cameron Syalendra di rumahku yang tidak seberapa ini, silahkan duduk." Cameron hanya menatap pria yang menyambutnya itu dengan ekspresi dingin, lalu duduk dengan tenang bersama wanita yang ikut bersamanya.
Langit "Stephen sudah kembali bertugas?" tanya Jack yang baru tiba di markas langsung masuk ke ruanganku sambil membawa segelas kopi di tangannya. "Sudah, katanya sudah cukup seminggu untuk istirahat." Aku menarik nafas dalam-dalam dan memijat pangkal hidungku. "Semuanya baik-baik saja?" Aku menggeleng, aku memang merasa tidak ada yang baik-baik saja dengan keadaan sekarang. "Karena penyerangan kemarin, ayahku dan opa bertengkar. Dan semua ini adalah salahku." "Langit, ini resiko pekerjaan kita, yang harus kita lakukan sekarang bagaimana kita menyelesaikan semua ini," ucap Jack. Aku tercenung mengingat pertemuan keluarga tadi malam."Langit, ini yang opa maksud kenapa opa meminta kau yang menjaga adikmu!"Opa langsung marah begitu mendengar informasi yang ku sampaikan. Ayahku juga ikut terkej
Langit Berita kematian Dharma dan Panji Adhiyaksa semakin menggegerkan negeri ini, bahkan sampai ke luar negeri. Pistol yang ditemukan di tangan keduanya, menunjukkan seolah-olah mereka berdua bunuh diri. Spekulasi pun bermunculan. Mungkin karena malu, mereka memilih bunuh diri. Tapi tidak sedikit juga yang berasumsi kalau mereka sengaja di bunuh. Tentu saja berita bunuh diri itu bohong. Dharma bukan orang yang mudah putus asa sehingga harus membunuh dirinya sendiri dan mengajak putranya melakukan hal bodoh itu. Sudah jelas mereka di bunuh. Pihak kepolisian dikecam. Bagaimana mungkin kedua ayah anak itu lolos membawa senjata ke dalam tahanan. Atau bagaimana mereka mendapatkan senjata itu? Kalau mereka dibunuh, siapa yang melakukannya? Namun masyarakat kebanyakan tidak peduli pada kematian para Adhiyaksa itu. Kalau pun mereka hidup, tidak ada yang bisa menjamin mereka akan mendapat hukuman yang setimpal kejahatan mereka melihat bagaimana kondisi keadilan di negeri ini. Tidak ada
Joachim Bameswara menoleh ke arah pintu ruang tahanannya saat seorang penjaga penjara mengetuk pintu. "Ada tamu untuk, Bapak," kata si sipir penjara. Joachim Bameswara, seorang mantan Menteri Pertahanan yang juga seorang Jendral dari militer Angkatan Darat republik Indonesia itu mengangkat wajahnya tinggi, ingin menunjukkan dia masih harus disegani.Tentu saja sipir penjaga itu takut padanya. Dia bangkit dari tempat tidurnya yang empuk, dan mematikan televisi yang sedang dia tonton. Sudah bukan rahasia lagi kalau di negara ini, tahanan dari pejabat pemerintahan mendapat pelayanan eksklusif. Kamar tahanan yang nyaman, lengkap dengan kamar mandi dan televisi, bahkan fasilitas mewah lainnya. Membuat para tikus-tikus penjahat berdasi itu tidak akan pernah kapok dengan kejahatan mereka. Fasilitas itu juga yang di dapatkan oleh Joachim Bameswara dan Keluarga Adhiyaksa yang saat ini juga sedang di tahan.
Dharma langsung menatap Boots angkuh menutupi keterkejutannya. "Jadi kau ingin balas dendam padaku?" Dharma tertawa mencemooh. "Ibumu hanya anak haram tak berarti, dia dan ibunya sama-sama murahan, dia pantas diperkosa. Dan aku sangat menikmatinya saat melakukan itu." Pria itu menyeringai bak iblis.Boots tersenyum. "Sepertinya tidak akan ada acara haru biru di antara kita ... Ayah." Boots menekan kata ayah dengan nada jijik.Dharma kembali tertawa sampai wajahnya terangkat keatas. Lalu memandang Boots rendah. "Kau pikir aku sudi mengakuimu sebagai anak?" Dia meludah.Boots mengangkat bahunya. "Kalau begitu, aku akan jadi anak durhaka sepertinya." Boots pura-pura sedih."Apa maksudmu?"Boots tersenyum. "Bukti kejahatanmu dan putramu sudah di tanganku selama ini, dan sudah kuserahkan pada Langit, anak Alfredo. Jadi walaupun kau membunuhku malam ini, kau akan tetap hancur
"Lang, berita sudah viral walaupun banyak juga yang tidak percaya, karena yang menyebarkan namanya tidak jelas," kata Clara tertawa saat kami di ruang kerjaku."Tidak masalah yang kita mau reaksi Dharma""Jadi apa rencana kita selanjutnya?" Dia bertanya lagi.Tiba-tiba pintu ruang kerjaku terbuka dan kami terkejut melihat siapa yang datang. Walau pun aku sudah menduganya."Kalian punya kopi?" Boots masuk dengan tenang dan langsung duduk, lalu meletakkan amplop cokelat besar dan tebal di hadapanku."Kopi segera datang," jawab Clara antusias dan langsung memesan pada anak buahku."Jadi semua ini rencanamu?" tanyaku tajam.Dia mengangkat bahunya. "Semua bukti kejahatan Dharma dan anaknya ada di situ." dia menatapku sambil menunjuk amplop."Dan kau ..." Dia melirik Clara. "Jangan mempublikasikan ini sebelum
Langit Kami tiba di Jakarta tadi malam, dan pagi ini, aku, Jack dan Clara duduk bersama di ruang kerjaku.Stephen masih kutugaskan untuk menjaga Rizka. Walaupun sekarang Ronan yang mengambil alih perusahaan keluarga, tapi Rizka masih tetap bekerja."Jack, aku melihat Baron kemarin di club, dia yang menolong kami keluar.""Baron adalah belahan jiwa Boots setelah Stephen. Kau mengerti maksudku kan?" jawab Jack"Berarti yang mengirim pesan padaku adalah Boots." Aku bergumam.Jack hanya menatapku. "Ngomong-ngomong , aku sudah memeriksa berkas yang ada pada Clara" Jack meletakkan beberapa kertas yang dijepit jadi satu."Dokumen-dokumen ini adalah surat pernyataan persetujuan Presiden untuk ekspor minyak besar-besaran ke luar negeri, tapi menurut informanku di dalam istana, pengeksporan minyak dibatalkan , karena kuota di dalam negeri bisa mi
"Tolong antar ke kamarku susu dan madu! sekarang!"Aku langsung mematikan telepon kamar setelah meminta room service mengantar pesananku. Susu dan madu akan membantu menetralisir obat perangsang yang terminum oleh Rizka."Lang ... panas, akuuhhh..." Dia sekarang melenguh sambil menggosok-gosokan badannya dengan tangannya dan menghampiriku."Rizka−" Dia langsung menciumku dengan ganas sambil menggosok-gosokan tubuhnya di tubuhku.Sialan!Dia memelukku erat, pupil matanya membesar, nafasnya memburu. Tubuhnya panas. Dan sekarang dia menggesekkan dirinya padaku.Holy shitAku menarik wajahnya dan memperhatikan apa yang dia rasa. Rizka tersiksa. Aku lebih tersiksa. Nafasnya semakin memburu. Kuhusap pipinya dengan lembut. Ketukan pintu terdengar, aku mendorong tubuh Rizka pelan, lalu membuka pintu. Room service membawa s
Rizka Aku terbangun dan badanku semua sakit juga pegal. Kepalaku juga pusing dan rasanya aku ingin muntah."Wah, sepertinya reaksi obat itu tidak terlalu baik untukmu sleeping beauty."Suara laki-laki?Aku menoleh ke suara tersebut.Seorang pria bertubuh tinggi, tidak terlalu besar tapi berotot, umurnya kira-kira di atas dua puluh lima tahun dan tampan berdiri memandangku sambil tersenyum."Namaku, Baron." Dia memperkenalkan dirinya.Aku menggerakkan badanku. Ternyata kedua tangan dan kakiku di ikat dengan rantai di empat sisi tempat tidur. Dan baju yang kupakai masih dressku tadi malam.Di mana aku?Siapa pria ini?Terakhir aku berada di pesta Cameron, lalu aku ke toilet dan tiba-tiba gelap. Aku yang baru sadar dan juga pusing membuatku masih bingung dengan situasi sekarang.
Saat ini aku sudah di rumah opa bersama semua keluarga Tahitu.Kami semua duduk di kursi ruang tengah dan suasana terasa tegang. Ayahku terlihat sangat marah tapi memilih tidak banyak berkomentar dan tidak berusaha menyalahkan siapa pun.Mami Jenia yang terus menangis, Ringgo yang memandangku dengan tatapan membunuh tapi memilih bersikap bijaksana tanpa memperkeruh keadaan.Ronan yang masih dalam proses pemulihan juga memilih tidak berkomentar. Sedangkan opa, dia terlihat bingung, dan merasa bersalah, bersamaan juga kelihatan marah."Jadi sekarang ini Rizka di Inggris?" Ringgo bertanya setelah aku menceritakan surat kaleng yang dikirim tadi pagi padaku."Bisa, ya, bisa, tidak, kami sudah mencari keberadaan Rizka di sini, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaannya di sini." Aku menjelaskan padanya."Jadi pesta apa yang dimaksud dalam pesan itu dan apa hubu
"Adikmu Rizka akan di bawa ke Yorksire, Inggris, untuk upacara Paradise party di festival minggu ini dan dia akan dijadikan budak sebagai korban persembahan untuk acara itu"Aku meremas kertas yang berisi pesan yang ditemukan anak buahku tadi pagi di halaman markas. Aku mengambil pistolku dan berjalan ke arah pintu ruanganku."Kau mau ke mana?" Jack menahanku saat aku membuka pintu. Dia baru tiba bersama dengan Clara."Aku akan membunuh Boots sekarang juga," ucapku geram."Kau jangan gila Langit, masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan kemarahan. Kita harus hati-hati bertindak." Jack mendorongku masuk kembali ke ruang kerjaku.Aku melemparkan kertas pesan tadi pada Jack."Menurutmu ini dari Boots?" Jack menatapku setelah membaca isi pesan itu.Aku terdi