"Air hangat untuk mandi udah siap, Mas. Mandi dulu biar seger," ucap Nilam saat menyambut suaminya pulang ke rumah, yang dibalas Keenan dengan anggukan dan memberikan tas kerjanya kepada Nilam, setelah wanita itu menyalami sang suami dengan mencium punggung tangannya.
"Oke."
Keenan menjawab singkat lalu berjalan ke kamar mandi, membersihkan diri.
Sementara Keenan mandi, Nilam menyiapkan makanan di meja makan untuk disantap sang suami.
Tak terasa, kini hampir setengah tahun sudah Nilam menjadi istri sah dari Keenan.
Dulu saat awal-awal menikah, Nilam hampir saja menyerah dari pernikahan mereka karena Keenan yang terus memperlakukan dirinya dengan kasar, dan saat melakukan hubungan badan, selalu membayangkan sedang melakukannya dengan Jihan, mantan istri suaminya.
Namun, pada akhirnya, Nilam lebih memilih untuk mempertahankan pernikahan ini, dan setelah bersabar beberapa bulan mendapatkan perlakuan kasar dari Keenan, akhirnya kesabarannya membuahkan hasil.
Sikap Keenan mulai sedikit lembut padanya dan saat melakukan ibadah suami istri, Keenan tak lagi menyuruh atau membayangkan Nilam sebagai Jihan.
Sebenarnya, keberuntungan yang dibawa Nilam juga ikut andil, karena semenjak Keenan menikah dengan Nilam, pekerjaannya berjalan lancar, bahkan baru sebulan ini Keenan naik jabatan.
"Pekerjaanmu lancar hari ini, Mas?"
Nilam bertanya sambil menyerahkan sepiring nasi yang tadi dia ambil dari rice cooker kepada Keenan yang telah selesai mandi.
"Ya, seperti biasanya."
Keenan menjawab sambil mengambil lauk pauk di meja.
"Makasih," ucap Keenan saat Nilam memberikan dirinya segelas air putih.
"Sama-sama, Mas."
Nilam yang duduk di samping Keenan, menemani dirinya makan, tersenyum.
Yah, memang kehidupan pernikahan mereka tidaklah semanis orang-orang, tapi melihat sikap Keenan yang seperti ini, Nilam sudah merasa besyukur dan nyaman.
Mereka sekarang sudah pindah rumah, tidak bersama orang tua Keenan lagi, dan Nilam selalu merasa senang setiap kali suaminya yang masih sedikit dingin itu pulang tepat waktu.
"Kamu tambah cantik hari ini, rupanya skincare yang aku beli untukmu berguna juga, ya?"
Keenan yang sedang meneguk air putih pemberian Nilam, berkomentar. Membuat pipi Nilam yang kini berwarna putih susu, memerah.
"Aku rajin memakainya demi kamu, Mas," jawab Nilam, tersenyum malu-malu karena dipuji cantik oleh suaminya.
Keenan memang membelikan banyak produk skincare untuk Nilam, agar wanita itu sedikit glowing dan kulitnya tidak kusam.
Awalnya tujuan Keenan menyuruh Nilam melakukan perawatan, karena dia ingin memiliki kenyamanan saat mereka ber cinta, di mana dia tidak harus menyentuh kulit kasar dan kering milik Nilam.
Namun, hasilnya cukup mengejutkan. Setelah beberapa bulan rutin memakai skincare, perubahan Nilam cukup drastis. Seperti itik buruk rupa yang berubah menjadi angsa cantik.
Kini kulitnya tidak hanya lembut, tapi juga berwarna putih susu, Keenan mengakui bahwa istrinya ini perempuan yang sebenarnya cukup cantik.
Hal itu membuat Keenan mulai menerima Nilam sebagai istrinya, apalagi istrinya yang polos ini selalu patuh dengan apa pun yang dia perintahkan.
"Kamu istri yang baik ternyata. Apa kamu juga udah mempelajari video yang aku kirim siang tadi?" tanya Keenan dengan nada menggoda.
Tadi siang, untuk meredakan stressnya bekerja, Keenan iseng-iseng mengirim video doggy style kepada istrinya dan menyuruh wanita itu mempelajari video tersebut, karena dia akan mempraktikkan hal itu malam ini.
"U-udah, Mas."
Nilam menjawab dengan wajah memerah, malu. Sedangkan Keenan malah menjadi bersemangat untuk segera melakukan hal itu dengan sang istri.
"Kalo gitu habis ini kita praktekin. Kamu harus tahu aku paling nggak suka lihat orang bodoh."
"I-iya, Mas."
Nilam patuh seperti biasa dan itu membuat Keenan senang, begitu makan selesai, dia bersantai sebentar, sementara Nilam berdandan dengan begitu cantik untuk dilahap sang suami.
"Apa kamu mau sekarang, Mas?"
Nilam bertanya dengan malu-malu setelah dia berdandan, membuat Keenan gemas dan mengajak wanita itu ke kamar.
Meski sifatnya pemalu, Nilam begitu lihai melayani Keenan di atas ranjang, dan membuat Keenan selalu puas.
Malam ini, doggy style yang mereka lakukan, sukses besar.
"Kamu makin jago aja ngelayanin suami, Nilam. Nih, buat kamu."
Keenan yang merasa terpuaskan dengan pelayanan sang istri, sebelum tidur, memberi beberapa lembar uang jajan kepada Nilam.
"Makasih, Mas."
Nilam menerima uang itu dengan wajah sumringah, sementara Keenan yang kelelahan setelah olahraga malam mereka, beberapa saat kemudian tertidur.
Ekspresi Nilam berubah saat melihat suaminya tertidur, senyum di wajahnya menghilang berganti dengan helaan napas panjang.
"Nggak papa. Meski aku cuman memiliki tubuhnya, nggak papa. Seenggaknya sekarang dia nggak melecehkan aku lagi," gumam Nilam, beranjak dari ranjang dan menyimpan uang itu dalam dompet.
Meski mungkin tidak ada cinta dalam hubungan mereka, tapi Nilam merasa kehidupan seperti ini terasa damai.
Suaminya juga loyal saat suasana hatinya sedang baik seperti tadi, jadi Nilam merasa tidak keberatan menjalani kehidupan pernikahan seperti ini, di mana sang suami menunjukkan kasih sayangnya, hanya saat mereka ber cinta.
***
Namun, rupanya kehidupan damai itu hanya sebentar.
"Mas, lama nggak ketemu."
Seseorang menyapa Keenan saat pria itu baru saja keluar dari sebuah butik.
Saat perjalanan pulang kerja, Keenan tiba-tiba ingin membelikan istrinya beberapa potong baju karena melihat Nilam yang hanya memakai pakaian sederhana. Kejutan ini pasti akan membuat Nilam senang.
Keenan tak sabar untuk sampai rumah dan disambut senyum manis istrinya yang menunggu dia pulang kerja setiap hari, tapi sebelum dia pulang, Keenan bertemu dengan seseorang yang tak terduga.
"Eh, Jihan. Gimana kabar kamu? Kamu keliatan lebih kurus," ucap Keenan, yang sudah beberapa bulan ini tidak bertemu mantan istrinya tersebut.
Pertemuan terakhir mereka adalah di kafe beberapa bulan lalu saat Keenan malam malam dengan Nilam, waktu itu Jihan pamit akan tinggal ke luar kota karena pekerjaan. Keenan tidak menyangka akan bertemu dengan Jihan di sini.
"Iya, Mas. Sebenarnya.... "
Jihan yang tadi menyapa Keenan dengan ramah, tiba-tiba menangis terisak-isak. Itu membuat Keenan bingung dan mengajaknya ke kafe terdekat.
Di sana Jihan langsung menumpahkan perasaannya kepada Keenan, di mana selama beberapa bulan ini ternyata dia hidup dengan begitu menyedihkan di luar kota, karena pacar yang menjanjikan pekerjaan padannya, ternyata seorang penipu.
Melihat berapa menyedihkankan kondisi Jihan, Keenan pun berusaha menghibur wanita itu.
"Kamu nggak usah sedih dan bingung harus numpahin perasaan kamu ke siapa, kamu bisa cerita ke aku, Jihan. Jangan disimpen sendiri kayak gini dan bikin badan kamu rusak. Aku selalu bisa jadi temen kamu, ngerti?"
"Beneran kah, Mas, aku bisa curhat ke kamu setiap kali ada masalah?" tanya Jihan dengan mata berkaca-kaca, pipinya yang putih itu kini sedikit memerah sebab menangis.
"Beneran. Kamu ini udah kayak sama siapa aja. Kamu nggak usah sungkan sama aku, Jihan," jawab Keenan tanpa ragu.
"Tapi istrimu, Mas.... "
Jihan dengan sengaja menggantung ucapannya, dengan ekspresi takut-takut.
Keenan tiba-tiba teringat istrinya yang begitu lembut dan selalu tersenyum padanya, lalu segera menggeleng santai.
"Dia pasti ngerti, lagian kita kan sebelum nikah juga temenan, istriku nggak bakal ngelarang aku ketemu teman aku."
Ya, Keenan yakin Nilam pasti mengerti. Toh dia tak ada hubungan apa-apa dengan Jihan. Keenan menawari Jihan untuk curhat padanya, karena wanita itu mengatakan bahwa tak ada orang yang bisa dia ajak berbagi cerita selain Keenan. Teman yang sudah dia kenal sejak mereka SMA.
"Sungguh, Mas?"
"Ya, dia itu istri yang sangat pengertian, juga lembut dan nggak pernah marah," jawab Keenan tanpa ragu.
"Istrimu sangat baik, Mas.... "
Jihan mengatakan hal itu, sambil tersenyum lembut memuji kebaikan Nilam, meski diam-diam dia mengepalkan tangan erat-erat di bawah meja, karena tak terima ada wanita lain yang dipuji oleh Keenan.
Dari SMA sampai kapan pun, seharusnya mata Keenan hanya melihat dirinya, hanya dia. Tidak ada perempuan lain. Lalu kenapa sekarang....
Mata Jihan berkilat dengan penuh kebencian, pada wanita bernama Nilam.
"Aku akan merebut Keenan lagi, dia nggak boleh jadi milik orang lain selain aku," gumam Jihan dalam hati dengan penuh tekad.
"Mas, Mas! Cepet ke sini, Mas! Ada kecoa di rumah aku, aku takut, Mas Keenan!"Jihan tiba-tiba menelepon Keenan, saat Keenan baru pulang dari bekerja dan hendak makan malam dengan istrinya.Dia mengeluh bahwa di rumahnya ada kecoa terbang yang membuat dirinya ketakutan sampai naik ke atas meja. "Mas, aku takut banget! Tolong cepat ke rumah aku buruan! Kecoa nya terbang terbang, Mas! Aku takut kecoanya nanti hinggap di tubuh aku!" teriak Jihan sambil menangis histeris di telepon, yang membuat Keenan mau tak mau jadi menghawatirkan dirinya. "Tenang, kamu tenang dulu, ya? Oke? Aku bakal segera ke sana," jawab Keenan yang sedang mengeringkan rambutnya setelah mandi, dia buru-buru berjalan ke almari dan mengambil salah satu kemeja untuk dipakai. "Buruan ya, Mas. Aku takut banget serius, baru kali ini aku lihat kecoa bisa terbang, aku sendirian lagi di rumah, takut banget sampai gemetaran, Mas."Suara Jihan terdengar lega saat mendengar bahwa Keenan akan pergi ke rumahnya, dia juga ter
"Udah pulang, Mas?"Nilam yang sedang menunggu kepulangan Keenan di ruang tamu, berdiri dan menyambut kedatangan suaminya.Keenan yang sedang membuka pintu, mengulurkan tangan yang disambut oleh Nilam, wanita itu mencium punggung tangan sang suami dengan hormat."Iya. Keperluannya nggak lama, kok. Kamu udah makan?" tanya Keenan, yang merasa senang disambut istrinya seperti ini.Dulu saat masih benci dengan Nilam yang tak bisa memakai skincare, Keenan benci melihat wajah istrinya setiap kali dia pulang, tapi sekarang, Keenan selalu merasa senang karena ada orang yang selalu menyambut kepulangannya.Keenan mungkin belum cinta dengan Nilam, tapi sedikit rasa suka, tentu."Udah, Mas. Aku pikir kamu bakalan lama jadi aku makan dulu, aku minta maaf."Keenan menepuk lembut puncak kepala Nilam sambil menggeleng-geleng."Kenapa minta maaf, kamu nggak salah, Nilam. Aku kan udah bilang kalo kamu makan aja dulu, aku juga udah makan di rumah temen tadi.""Iya, Mas. Ada yang kamu perlukan aku lakuk
Jihan mulai melancarkan aksinya.Dia tak menyerah untuk membuat Keenan terus bertemu dengan dirinya dan mengabaikan Nilam, sang istri."Mas Keenan, temenin belanja."Suatu siang, dia tiba-tiba menelepon dan mengajak Keenan berbelanja di hari minggu, hari di mana seharusnya dihabiskan Keenan dengan Nilam."Maas, aku takut tidur sendirian, temenin ngobrol sampai tertidur, ya."Pada hari berikutnya, dia meminta tolong hal lain."Mas, Mas! Ada tikus di kamar! Aku takuuut."Dia juga meminta tolong kepada Keenan untuk datang ke rumah karena hal hal yang sepele.Keenan yang terbawa efek guna-guna Jihan, tidak pernah bisa menolak dan selalu datang kapan pun dipanggil Jihan.Keenan mengira ke tidak sanggupannya menolak semua permintaan Jihan, karena wanita itu adalah teman masa kecilnya yang baru saja tertimpa musibah, dia sama sekali tak pernah menduga bahwa sang teman, memiliki niat tidak baik pada rumah tangganya.Sementara itu, Jihan merasa sangat senang karena dia kini lebih sering mengha
Pengakuan yang keluar dari mulut Will, membuat kedua bola mata Jihan terbelalak lebar.Dia tak pernah menyangka kalau Will ternyata pria yang sudah memiliki istri.Gayanya yang perlente dan sedikit flamboyan membuat Will tidak terlihat seperti seorang bapak bapak. Jadi siapa yang mengira ternyata dia sudah menikah dan memiliki anak? Bukan hanya satu anak, bahkan 4?!Jihan memandang ke arah Will yang masih diam, tersenyum canggung. Tepatnya, Jihan mencoba untuk tersenyum dan terlihat setenang mungkin.Ayo tenang, tenang. Ini mungkin saja hanya tes yang dilakukan Will untuknya, apakah dia akan setia atau tidak. Begitulah keyakinan Jihan."M-mas? Kamu nggak sedang ngomong serius, kan? Kamu pasti sedang bercanda, kan? Kamu lagi nge prank aku. Iya kan, Mas?"Jihan menanyakan hal itu dengan ekspresi yang dibuat setenang mungkin, meski jari-jarinya gemetar, dia terlalu ngeri membayangkan bahwa selama ini telah berpacaran dengan lelaki orang.Dia bahkan telah memberikan keperawanannya pada or
Saat menjadi wanita simpanan Will, hidup Jihan memang serba kecukupan bagaikan sosialita ibu kota, dia membuka akun media sosial untuk memamerkan kegiatan sehari-hari yang bisa liburan ke mana-mana dan membeli barang branded yang dia suka. Satu bulan, dua bulan, semua masih berjalan lancar seperti biasa, Jihan tinggal di apartemen mewah yang dibelikan Will, Will sering mampir dan mereka melakukan hubungan badan sampai pria itu puas. Jihan sampai pikir menjadi wanita simpanan tidak buruk juga, toh istri Will ada di luar negeri sekarang, sekali kali saja Will datang mengunjunginya atau sebaliknya, sehingga Jihan merasa jika dia sudah menjadi nyonya Will secara tidak sah, karena selalu ada di samping Will. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, Will semakin hari semakin menunjukkan sifat aslinya terutama dalam masalah hubungan badan, setelah tiga bulan menikmati tubuh perawan Jihan sepuasnya, dia meminta sesuatu yang sangat tidak masuk akal. "Jihan, kamu kan punya banyak kena
L"Mas, apa ini?"Nilam terheran-heran saat Keenan pulang bekerja dengan membawa begitu banyak barang, apalagi barang-barang itu adalah baju, tas, dan semua hal untuk Nilam. Sesuatu yang sangat tidak biasa dilakukan oleh Keenan. Meski hubungan pernikahan mereka terlihat akur dan bahagia, sebenarnya sangat dangkal. Nilam memainkan peran sebagai wanita penurut yang tidak membuat suaminya stress, dan Keenan menyukai Nilam yang seperti itu sehingga dia tak perlu berpura-pura baik menghadapi wanita yang disukai orang tuanya tersebut. Nilam sendiri tidak mengharapkan lebih dari Keenan, dia sudah sangat bersyukur Keenan mau bersikap baik padanya sebagai suami dan tidak kasar saat berhubungan badan. Itu saja bagi Nilam sudah merupakan kebahagiaan yang tiada tara. Dia menjalani hidup dengan baik dan tenang di sini, Nilam menerima takdir menjalani pernikahan yang seperti ini, karena tak punya lagi tempat juga untuk pulang. Dia juga sangat takut dengan title janda. Itulah kenapa Nilam sangat
Pagi hari, seperti biasa, Nilam menyiapkan sarapan untuk Keenan sebelum sang suami berangkat bekerja. Mereka memang hanya tinggal berdua tanpa satu orang pun pembantu di rumah besar ini, meskipun Keenan kaya raya. Bukan karena Keenan pelit, melainkan ini memang permintaan dari Nilam sendiri yang memilih untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tanpa pembantu, toh dia juga tidak melakukan apa-apa di rumah, karena itu, dengan alasan agar tidak bosan, Nilam memilih untuk mengerjakan pekerjaan rumah sendirian. Ibu mertua Nilam semakin menyukai dirinya yang giat dan rajin, sementara Keenan juga nyaman hanya tinggal berdua dengan Nilam, karena dengan begitu, dia bebas melakukan apa pun, termasuk meminta Nilam melayani dirinya di atas ranjang kapan pun tanpa malu atau sungkan dengan penghuni lain di rumah ini. Namun, pagi ini ada yang sedikit aneh. Nilam yang biasanya cekatan, sekarang melakukan pekerjaannya dengan agak lambat, sehingga Keenan yang sudah bersiap berangkat pergi ke kantor tap
"Haaaa! Luar biasa! Sangat luar biasa! Dia benar-benar nggak mencariku!"Jihan uring-uringan sendiri sambil melihat ponsel, setelah dia seminggu lalu menyuruh Keenan menjauh dan tak menghubungi dirinya lagi. Dia pikir Keenan tahu bahwa Jihan hanya sedang merajuk seperti biasa, seperti dulu saat mereka masih berpacaran, tapi sial! Pria itu benar-benar tidak menghubungi Jihan lagi atau menemuinya, bahkan setelah seminggu berlalu dari kejadian itu. "Ini nggak mungkin, apa benar perasaannya padaku sudah luntur? Nggak, itu nggak bisa terjadi. Aku harus bisa mendapatkan Keenan, dia kan bucin banget ke aku sejak dulu, aku juga bahkan udah ngasih bubuk guna-guna, tapi kenapa... kenapa sekarang Keenan berubah? Kenapa???"Jihan mengacak rambutnya sendiri sambil mondar-mandir tak tentu arah. Jihan sudah bosan hidup berhemat dari uang hasil pekerjaannya, dia perlu pria kaya seperti Keenan untuk menopang hidup setelah dia kabur dari Will. Dia pikir akan mudah mendapatkan hati Keenan kembali, b
"Siapa yang sedang menggoda—"Nilam tidak bisa melanjutkan ucapannya karena telunjuk Gallen yang kini berada di bibirnya, memberi isyarat pada wanita itu agar diam. "Di mataku, kamu sedang menggoda seorang pria tadi," jawab Gallen, berbisik di samping telinga Nilam. Karena jarak di antara mereka yang begitu dekat, Nilam merasa kesusahan bernapas, apalagi saat aroma harum khas Gallen menyerbu indra penciumannya. "Hey, Nil."Gallen yang masih memenjara tubuh Nilam dengan kedua tangan, memanggil wanita itu dengan suara dingin."Ya, Mas?"Gallen memegang dagu Nilam sehingga membuat Nilam mendongak untuk menatap tengah matanya, begitu pandangan mereka saling bertemu, Gallen yang tampaknya masih marah, berkata dengan mata sedikit menyipit."Jangan senyum-senyum genit ke pria lain selain aku. Sugar Daddy-mu ini nggak terima, ngerti?" titahnya dengan suara tajam tanpa bisa dibantah.Kening Nilam berkerut mendengar ucapannya tersebut, dia pun menatap mata yang kelihatan marah itu dengan pen
Anehnya, jauh di dalam lubuk hati Nilam, dia malah menunggu lagi moment seperti malam itu.Wanita itu juga merasa jika di pertemuan kedua ini Gallen meminta dilayani lebih jauh, maka dia mungkin dengan rela akan memberikannya.Bagaimana pun juga, sebagai sugar baby, Nilam sudah menghabiskan uang Gallen puluhan juta, jadi dia merasa tak enak hati kalau tidak memberi imbalan apa pun.Sayangnya, sampai detik ini, Gallen tak pernah membutuhkan jasanya lagi.Dia seperti dibuang untuk kedua kalinya."Hey, Nil. Kamu ini nggak butuh apa pun apa giman? Kenapa kamu hanya menggunakan uangku untuk makan, gunakanlah berbelanja baju dan yang lainnya sekali-kali."Suatu hari Gallen mengirim pesan yang lumayan panjang untuk Nilam, kesempatan itu tidak diabaikan oleh Nilam yang yang secara aneh merindukan pesan-pesan singkat pria tersebut.Beberapa hari ini memang Gallen tak mengirim chat apa pun, mungkin dia sangat sibuk. Pria seperti Gallen kan super sibuk, jadi Nilam memahami keadaannya.Nilam buru
Gallen menyeringai senang saat bibir Nilam menyentuh bibirnya sekilas ketika hendak mengambil black card, sementara gigi wanita itu kini menggigit ujung black card di mulut Gallen untuk mengambilnya."Gunakan sepuasmu."Ucapannya tersebut dilontarkan oleh Gallen dengan senyum lebar, sementara Nilam menatap black card yang kini berada di tangannya tersebut dengan mata berbinar-binar.Dulu saat menikah dengan Keenan, dia hanya pernah memegang kartu seperti ini tanpa bisa menggunakannya karena Keenan suami yang pelit, tapi sekarang dia bisa mendapatkannya dengan mudah, benda di tangannya itu seperti harta karun baginya.Seandainya dia sudah melupakan rasa malu, mungkin Nilam akan menciumi black card pemberian Gallen, tapi tentu saja Nilam masih memikirkan image-nya yang mungkin sudah tak tersisa di mata Gallen setelah dia menggigit black card dari mulut pria arogan yang memiliki kepribadian aneh ini. Gallen yang menatap puas Nilam karena berhasil menjatuhkan harga diri perempuan sombong
"Kau kayaknya lagi butuh uang banget, ya? Karena itu kamu datang ke sini begitu cepat?"Gallen, berbisik dengan suara rendah di belakang Nilam. Nilam segera berbalik dan memandang wajah tampan dengan hidung mancung tersebut seraya menelan ludah."L, lalu, apa yang harus kulakukan agar mendapatkan uang darimu?"Dia tergagap, sejujurnya, sampai detik ini tak tahu apa yang membuat Gallen tertarik padanya.Wajah cantiknya?Nilam memang cantik sejak rajin memakai make up dan skincare, tapi tak secantik itu sampai membuat seorang Gallen, pria muda kaya raya yang sudah biasa dikelilingi wanita super cantik, tertarik padanya.Buktinya, beberapa hari ini Gallen telah mengabaikan dirinya. Mungkin pria itu sudah menemukan partner yang lebih cantik. Atau trauma nya sudah sembuh. Lalu apa yang sebenarnya membuat pria ini tertarik dan memanggilnya kembali malam ini?Body-nya?Ah, buah dada yang dimiliki Nilam memang sedikit besar, tapi juga tak sebesar itu sehingga membuat pria tergila-gila.Lalu
Namun, hidup seperti surga bagi Nilam, di mana dia hanya perlu menyodorkan bibir pada Gallen dan mendapatkan uang yang banyak, tidaklah berlangsung lama.Entah karena apa, pria muda tampan itu seakan membuangnya dan tak pernah mengenal dirinya sama sekali.Bahkan ketika Nilam kebetulan di tempat yang sama, Gallen sama sekali tak menoleh kepada Nilam, tatapannya dingin dan menganggap Nilam seperti lalat atau apa pun yang mengganggu dirinya.Padahal Nilam pernah, sudah berdandan secantik dan semenarik mungkin, tapi tetap saja, Gallen tidak menoleh padanya.Ini sangat aneh.Apakah dia sudah bosan?Apakah dia melakukan kesalahan yang tak disadari dan menyinggung perasaan pria itu?Pertanyaan itu terus berputar, tapi tak menemukan jawaban.Tatapan dingin dan acuh tak acuh, disertai wajah muram seperti tak tertarik, adalah tatapan khas Gallen pada orang yang menurut dirinya tak penting, Nilam merasa sedikit sakit hati saat akhirnya ditatap seperti itu oleh Presdir muda tersebut.Padahal saa
"Tentu saja," jawab Gallen dengan enteng, menatap Nilam dengan ekspresi malas."Kamu sama saja telah kubeli seharga 600 juta, setelah dipotong 100 juta atas permintaan ganti rugimu tadi. Jadi, bukankah posisimu sekarang nggak lebih dari sebuah barang di mataku?"Mendengar itu, Nilam tak bisa berkata-kata, melihat ke arah Gallen sebelum kemudian menatap pakaiannya sendiri."Kamu sungguh-sungguh ingin aku melepas semua ini?"Gallen hanya mengangkat satu alis, duduk di kursinya dengan menopang dagu."Yah, sisakan pakaian dalam, aku nggak ingin mataku yang suci ini ternodai."Nilam hanya mendengus sesaat ketika mendengar Gallen menyebut bahwa areas sensitifnya membuat matanya ternoda.Belajar dari pengalaman sebelumnya, semakin dia mengelak maka si berengsek ini akan menghukum lebih kejam, karena itu, tanpa mengajukan protes, Nilam mulai membuka kancing kemejanya satu persatu.Meski dengan perasaan dongkol bukan main.Satu kancing, dua kancing, sudah terbuka, ketika tangan Nilam menyentuh
Nilam mendesah.Matanya menatap sayu pada Gallen,Dengan wajah sedih dan terlihat sangat putus asa, Nilam mengucap kata-kata yang keluar dari mulutnya."Kamu tahu sebagai pegawai rendahan, aku nggak mungkin punya uang sebanyak itu, bukan, Tuan Gallen," ucap Nilam dengan wajah memelas, berharap Gallen ini merasa kasihan padanya dan membatalkan tuntutan.Namun, hal itu sepertinya sama sekali tak mempengaruhi Gallen. Dia memasang wajah tanpa ekspresi, hanya mengangkat satu alisnya dengan tak tertarik.Tahu bahwa ekspresi andalan tidak berpengaruh pada Gallen, Nilam menarik napas panjang.Seluruh sendi rasanya sudah lemas. Tak bisa berpikir apa pun lagi saat ini, dia merasa uang itu sangat banyak, membayangkannya saja sudah tak sanggup. Kenapa cobaan datang bertubi-tubi seperti ini?Nilam menjambak pelan rambutnya, merasa sangat frustrasi.Mengenaskan.Gallen yang mulai kasihan kepada wanita yang duduk di depannya tersebut, menarik napas panjang."Baiklah. Untukmu aku punya dua tawaran
Nilam seperti kehilangan akal sehat, saat kini tengah duduk di sebuah ruangan super mewah dengan interior luar biasa, milik seseorang yang beberapa saat lalu dia tampar pipinya.Wajah wanita cantik itu sedikit memucat saat melihat plakat di depan meja pria itu, ada tulisan jabatan PRESIDEN DIREKTUR di sana.Gallen, pria yang telah ditampar Nilam pagi tadi, duduk dengan nyaman di kursi milik Presiden direktur, menatap Nilam tanpa ekspresi."Nona Nilam."Suaranya berat saat memanggil Nilam, matanya yang tajam menatap lurus ke arah wanita itu, mengirimkan intimidasi.Namun, bukannya takut atau terintimidasi, Nilam malah menghela napas panjang.Pasalnya, gaya seperti itu mengingatkan dia pada seseorang pria yang sangat dibencinya, Keenan. Gayanya yang dingin dan mengintimidasi membuat Nilam muak, dia teringat pada sosok yang menghancurkan hidupnya dan mengantarkan Nilam pada penderitaan panjang. "Langsung katakan saja apa maksud tujuanmu, kalau kau ingin memberiku 100 juta seperti yang
"Mungkin ini shock yang terjadi setelah kecelakaan, tolong Anda jangan terlalu mengejutkan dirinya dan berilah penjelasan yang lembut tentang apa yang terjadi saat dia kembali sadar nanti, Tuan Muda."Dokter yang dipanggil oleh Gallen, menjelaskan kondisi Nilam dengan sopan. Gallen hanya bisa menarik napas panjang.Dia menyugar rambutnya ke belakang dengan ekspresi lelah, memandang seorang perempuan muda yang kini kembali terbaring tak sadarkan diri di atas kamar tidur rumah sakit."Kenapa sejak tinggal di kota ini, aku terus terlibat peristiwa yang merepotkan, sih?" desahnya lelah.Ini hari kesepuluh sejak dia dipanggil oleh kakeknya ke kota ini karena akan diangkat sebagai direktur utama hotel yang dikelola sang kakek.Sejak hari pertama, dia terus mendapatkan masalah, berurusan dengan staff hotel yang korup dan para penjilat, sangat melelahkan.Lalu, mobil yang dia kendarai menabrak wanita ini saat sedang dalam perjalanan pulang dari hotel, mengakibatkan dia koma sehingga dirawat d