Pengakuan yang keluar dari mulut Will, membuat kedua bola mata Jihan terbelalak lebar.
Dia tak pernah menyangka kalau Will ternyata pria yang sudah memiliki istri.
Gayanya yang perlente dan sedikit flamboyan membuat Will tidak terlihat seperti seorang bapak bapak. Jadi siapa yang mengira ternyata dia sudah menikah dan memiliki anak? Bukan hanya satu anak, bahkan 4?!
Jihan memandang ke arah Will yang masih diam, tersenyum canggung. Tepatnya, Jihan mencoba untuk tersenyum dan terlihat setenang mungkin.
Ayo tenang, tenang. Ini mungkin saja hanya tes yang dilakukan Will untuknya, apakah dia akan setia atau tidak. Begitulah keyakinan Jihan.
"M-mas? Kamu nggak sedang ngomong serius, kan? Kamu pasti sedang bercanda, kan? Kamu lagi nge prank aku. Iya kan, Mas?"
Jihan menanyakan hal itu dengan ekspresi yang dibuat setenang mungkin, meski jari-jarinya gemetar, dia terlalu ngeri membayangkan bahwa selama ini telah berpacaran dengan lelaki orang.
Dia bahkan telah memberikan keperawanannya pada orang itu!
Sayangnya, berbeda dengan jawaban yang diharapkan Jihan, Will dengan tampang sangat menyesal, menjawab.
"Jihan... aku, aku serius."
"Apa.... "
Jihan kehabisan kata-kata.
Dia bahkan tidak bisa membedakan mana kenyataan dan mana khayalan sekarang.
Melihat ekspresi kosong di wajah cantik Jihan yang seperti boneka, Will menghela napas panjang dan menggenggam tangan wanita itu di atas meja.
"Maafkan aku, aku bohong saat bilang ke kamu kalo aku perjaka. Karena pekerjaan, aku sering ke luar negeri, dan di sana, aku memiliki sebuah keluarga."
Will mengatakan hal itu dengan lancar, parahnya lagi, tak ada ekspresi penyesalan di wajahnya sama sekali.
"Mas.... "
Tenggorokan Jihan terasa kering sehingga dia tak bisa mengatakan apa pun. Will menggenggam tangan mulus wanita itu dengan lebih erat lagi dan melanjutkan ucapannya.
"Tapi aku beneran nggak mau pisah sama kamu, Jihan. Aku ngomong gini karena nggak mau ngebohongin kamu, makanya aku memilih jujur biar nggak nyakitin kamu."
Jihan memandang Will dengan tatapan kosong, setelah beberapa saat dia berhasil menguasai dirinya sendiri, dengan suara gemetar, Jihan bertanya.
"Jadi kamu bener bener seorang pria bersuami? M-maksudku, statusmu masih suami orang, bukan mantan suami?" tanya Jihan sekali lagi untuk memastikan kebenaran dari ucapan pria yang ada di hadapannya itu.
Bagaimana ini? Bagaimana dia bahkan tidak bisa membedakan mana pria bersuami dan bukan? Jihan merasa benar-benar ditipu oleh Will!
Bisa-bisanya Will baru mengaku saat Jihan sudah memberikan keperawanannya yang berharga pada pria itu? Kenapa tidak kemarin kemarin saat mereka baru saling mengenal dan kemudian menjalin cinta?
Jihan tiba-tiba merasa perutnya melilit, sakit. Dia langsung teringat pada Keenan, mantan suaminya. Berpikir bahwa saja ini mungkin karma yang diberikan Tuhan padanya karena meninggalkan Keenan begitu saja demi harta benda.
Namun, nasi sudah menjadi bubur. Jihan bahkan tak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang.
Karena terlalu percaya pada Will dan janji janji manisnya, Jihan pergi ke kota besar ini tanpa persiapan apa pun dan menggantungkan segalanya pada Will yang memang memenuhi semua kebutuhan Jihan.
Jihan awalnya merasa diratukan dan merasa menjadi wanita paling beruntung sedunia, tapi setelah mengetahui semua ini, khayalan itu hancur berkeping-keping.
Will menganggukkan kepala, dan menjawab lirih.
"Aku minta maaf. Itulah kebenarannya, Jihan. Dan... dan sebenarnya ada satu hal lagi yang kamu perlu tahu."
Ada satu hal lagi yang disembunyikan Will? Apalagi? Jihan merasa ingin pingsan pada saat itu juga.
"A-apa itu, Mas?"
Jihan merasa tak sanggup mendengar pengakuan yang lebih mengejutkan daripada apa yang telah dikatakan Will sebelumnya, tapi dia juga tak bisa membohongi diri sendiri dan pura-pura terus tidak tahu, sehingga bertanya dengan tergagap.
Will sendiri tidak segera menjawab, seperti mempersiapkan diri. Setelah diam beberapa detik, mulutnya mulai terbuka dan melancarkan kata-kata yang seperti sebuah bom di telinga Jihan.
"Ehm, itu, Han. Usiaku... bukan 35 tahun seperti yang kuceritakan padamu. Sebenarnya aku... 40 tahun lebih."
"A-apa?"
Jihan merasa jiwanya melayang dari tubuh saat mendengar hal itu.
"Aku terlihat awet muda, ya. Aku nggak berniat nipu kamu, Jihan. Serius. Aku cuma nggak mau kamu malu pacaran sama cowok yang jauh lebih tua dari kamu, karena itu... "
Jihan langsung berdiri dengan muka merah padam karena marah, saking emosinya, sampai nadanya meninggi saat berbicara dengan Will.
"Itu artinya selisih usia kita 15 tahun lebih, Mas?! Kamu sudah gila?! Gimana bisa kamu ngebohongin aku kayak gini!"
Jihan benar-benar kecewa. Selain berbohong sebagai perjaka saat dia merupakan pria beristri dan beranak lima, sekarang dia ternyata juga membohongi Jihan tentang usianya?!
Dulu saat awal bertemu, Will mengatakan bahwa wajahnya lebih tua dari usianya karena beban kerja yang berat. Jihan tak menyangka dirinya percaya saja dengan kebohongan serendah itu.
Dan sekarang, Will mengaku terlihat lebih muda daripada usia aslinya? Bajingan ini!
Melihat Jihan yang muntab, Will buru-buru meraih tangannya dan mencoba menenangkan Jihan.
"Jihan, Jihan tolong jangan marah. Aku benar-benar terlanjur suka sama kamu, aku nggak ingin pisah sama kamu, Jihan," mohon nya dengan nelangsa.
"Terus maunya mas Will apa? Bikin aku jadi pelakor, gitu? Aku nggak serendah itu, Mas!" geram Jihan dengan bibir terkatup.
Dia memang ingin memiliki pria kaya yang menunjang hidupnya, tapi tidak dengan menjadi seorang pelakor!
"Aku tahu, aku tahu, Jihan. Aku nggak nawarin kamu jadi pelakor, enggak. Aku cuma ingin bertanggung jawab karena kamu sudah memberikan keperawananmu padaku," jawab Will buru-buru.
"Lalu apa yang mau mas Will kasih ke aku? Apa mas Will akan jadiin aku istri kedua?"
Yah, sekarang semuanya sudah terlanjur. Jihan benci opsi ini, tapi dia harus mendapatkan status resmi. Setelah kehilangan keperawanannya, harga Jihan tentu tak semahal sebelumnya.
Sayang, jawaban Will benar-benar menyakitkan.
"Istri kedua... itu agak sulit. Kantorku melarang memiliki istri lebih dari satu."
"Astaga, berapa banyak kamu mau membohongi aku lagi, Mas?! Terus, kalo udah gini. Apa yang kamu lakukan buat tanggung jawab karena telah ngambil keperawanan aku? Kamu bahkan nggak mau jadiin aku istri kedua!"
Jihan benar-benar menjerit sekarang.
Sedangkan Will dengan tak tahu malunya, mengutarakan apa maksud dia membicarakan semua ini.
"Aku... aku berencana menjadikanmu wanita simpananku, Jihan."
"A-APA?! MAS SUDAH GILA?!"
Jihan rasanya ingin menampar wajah jelek pria berusia 40 tahun lebih itu dengan tas yang dia bawa.
Sudah berbohong begitu banyak, sekarang dia berencana menjadikan Jihan wanita simpanan?!
Apa namanya kalau bukan gila?
"Ini pilihan yang paling bagus dan efektif menurutku, Jihan. Bukankah kamu tertarik pacaran denganku karena aku bisa mengenyangkan keinginanmu untuk hidup bergelimang kemewahan?"
"Tapi... tapi nggak jadi wanita simpanan juga, Mas!"
"Aku janji bakal jadi sugar daddy yang bisa kamu andalkan, Jihan. Tempat tinggal terbaik dan termewah, mobil keluaran terbaru, semua perhiasan yang kamu mau, semuanya bisa kamu dapatkan kalo sama aku, Jihan. Kamu nggak bakal nyesel kalo sama aku, aku bisa janjikan hal ini."
Will mengatakan hal itu dengan percaya diri, karena dia sangat tahu apa kelemahan Jihan.
Mendengar itu, Jihan memang terlihat sedikit goyah.
"Tapi.... "
Will menggunakan kesempatan itu untuk memojokkan Jihan, meski dengan kata-kata lembut.
"Kamu pilih mana, kembali ke kotamu tanpa bawa apa-apa? Atau di sini bersamaku dan semua kebutuhanmu dari mulai yang terkecil sampai yang terbesar, semuanya aku tanggung? Kamu nggak harus ngapa-ngapain, kamu juga bebas ngabisin uang buat apa aja, pergi ke mana aja yang kamu suka. Yang perlu kamu lakukan cuma menghiburku saat lelah bekerja. Bukankah hidup seperti ini yang kamu inginkan, Jihan?"
Ucapan lembut Will seperti bisikan Iblis di telinga Jihan, semua yang dia janjikan sangat menggiurkan, Jihan tidak perlu susah payah bekerja dan bisa menikmati kemewahan sepuas mungkin.
Tawaran Will membuat Jihan yang tergoda dengan kehidupan mewah dan mudah, segera mengangguk pelan.
Saat itu Jihan yang polos tak tahu, bahwa dia telah masuk ke kandang buaya.
Saat menjadi wanita simpanan Will, hidup Jihan memang serba kecukupan bagaikan sosialita ibu kota, dia membuka akun media sosial untuk memamerkan kegiatan sehari-hari yang bisa liburan ke mana-mana dan membeli barang branded yang dia suka. Satu bulan, dua bulan, semua masih berjalan lancar seperti biasa, Jihan tinggal di apartemen mewah yang dibelikan Will, Will sering mampir dan mereka melakukan hubungan badan sampai pria itu puas. Jihan sampai pikir menjadi wanita simpanan tidak buruk juga, toh istri Will ada di luar negeri sekarang, sekali kali saja Will datang mengunjunginya atau sebaliknya, sehingga Jihan merasa jika dia sudah menjadi nyonya Will secara tidak sah, karena selalu ada di samping Will. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, Will semakin hari semakin menunjukkan sifat aslinya terutama dalam masalah hubungan badan, setelah tiga bulan menikmati tubuh perawan Jihan sepuasnya, dia meminta sesuatu yang sangat tidak masuk akal. "Jihan, kamu kan punya banyak kena
L"Mas, apa ini?"Nilam terheran-heran saat Keenan pulang bekerja dengan membawa begitu banyak barang, apalagi barang-barang itu adalah baju, tas, dan semua hal untuk Nilam. Sesuatu yang sangat tidak biasa dilakukan oleh Keenan. Meski hubungan pernikahan mereka terlihat akur dan bahagia, sebenarnya sangat dangkal. Nilam memainkan peran sebagai wanita penurut yang tidak membuat suaminya stress, dan Keenan menyukai Nilam yang seperti itu sehingga dia tak perlu berpura-pura baik menghadapi wanita yang disukai orang tuanya tersebut. Nilam sendiri tidak mengharapkan lebih dari Keenan, dia sudah sangat bersyukur Keenan mau bersikap baik padanya sebagai suami dan tidak kasar saat berhubungan badan. Itu saja bagi Nilam sudah merupakan kebahagiaan yang tiada tara. Dia menjalani hidup dengan baik dan tenang di sini, Nilam menerima takdir menjalani pernikahan yang seperti ini, karena tak punya lagi tempat juga untuk pulang. Dia juga sangat takut dengan title janda. Itulah kenapa Nilam sangat
Pagi hari, seperti biasa, Nilam menyiapkan sarapan untuk Keenan sebelum sang suami berangkat bekerja. Mereka memang hanya tinggal berdua tanpa satu orang pun pembantu di rumah besar ini, meskipun Keenan kaya raya. Bukan karena Keenan pelit, melainkan ini memang permintaan dari Nilam sendiri yang memilih untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tanpa pembantu, toh dia juga tidak melakukan apa-apa di rumah, karena itu, dengan alasan agar tidak bosan, Nilam memilih untuk mengerjakan pekerjaan rumah sendirian. Ibu mertua Nilam semakin menyukai dirinya yang giat dan rajin, sementara Keenan juga nyaman hanya tinggal berdua dengan Nilam, karena dengan begitu, dia bebas melakukan apa pun, termasuk meminta Nilam melayani dirinya di atas ranjang kapan pun tanpa malu atau sungkan dengan penghuni lain di rumah ini. Namun, pagi ini ada yang sedikit aneh. Nilam yang biasanya cekatan, sekarang melakukan pekerjaannya dengan agak lambat, sehingga Keenan yang sudah bersiap berangkat pergi ke kantor tap
"Haaaa! Luar biasa! Sangat luar biasa! Dia benar-benar nggak mencariku!"Jihan uring-uringan sendiri sambil melihat ponsel, setelah dia seminggu lalu menyuruh Keenan menjauh dan tak menghubungi dirinya lagi. Dia pikir Keenan tahu bahwa Jihan hanya sedang merajuk seperti biasa, seperti dulu saat mereka masih berpacaran, tapi sial! Pria itu benar-benar tidak menghubungi Jihan lagi atau menemuinya, bahkan setelah seminggu berlalu dari kejadian itu. "Ini nggak mungkin, apa benar perasaannya padaku sudah luntur? Nggak, itu nggak bisa terjadi. Aku harus bisa mendapatkan Keenan, dia kan bucin banget ke aku sejak dulu, aku juga bahkan udah ngasih bubuk guna-guna, tapi kenapa... kenapa sekarang Keenan berubah? Kenapa???"Jihan mengacak rambutnya sendiri sambil mondar-mandir tak tentu arah. Jihan sudah bosan hidup berhemat dari uang hasil pekerjaannya, dia perlu pria kaya seperti Keenan untuk menopang hidup setelah dia kabur dari Will. Dia pikir akan mudah mendapatkan hati Keenan kembali, b
"Jangan salah paham denganku," ujar Jihan dengan senyum manis yang mencurigakan saat Nilam memandang dirinya dengan senyum kebencian. "Aku datang ke sini hanya ingin membuat dirimu sadar, bahwa di mata Keenan, kamu ini hanya istri pajangan. Suatu hari, kamu akan diusir dari rumah ini, jadi bangunlah dari mimpimu," lanjutnya dengan sinis, yang membuat kepala Nilam semakin mendidih saja rasanya. Saat melihat Jihan, Nilam tahu. Wanita ini sungguh seperti tong kosong nyaring bunyinya, semakin ditabuh, semakin memekakkan telinga. Tahu apa dia sampai berani mengatakan bahwa Keenan akan mengusir Nilam dari rumah ini? Meski mereka mungkin saat ini tidak saling mencintai dengan begitu dalam tapi Nilam tahu betul bahwa Keenan tak mungkin begitu saja mengusir dirinya. Dia adalah pria yang akan bertanggung jawab sampai akhir, itulah Keenan yang Nilam kenal. Dan bukankah Nilam favorit keluarga mertuanya? Tidak mudah bagi Keenan untuk begitu saja menceraikan Nilam. Namun bodohnya, Nilam mal
Tak terasa waktu sudah sore hari, Nilam yang yakin bahwa Keenan akan pulang cepat malam ini, mulai melakukan perawatan agar bisa melayani suaminya tersebut dengan sangat maksimal.Setelah hampir setahun hidup dengan Keenan, Nilam mencatat satu fakta penting, bahwa Keenan adalah seorang pria yang sangat perkasa dengan nafsu yang luar biasa.Dia tak cukup keluar sekali dalam satu kali bercinta, Keenan baru puas jika sudah keluar berkali-kali dan tubuh istrinya kelelahan bahkan pingsan, seakan ada kepuasan tersendiri bagi pria itu tiap kali berhasil menumbangkan istrinya.Dan selama hampir setahun ini Nilam telah berhasil menghadapi nafsu Keenan yang seperti itu dan memuaskannya, sehingga pria itu perlahan melupakan Jihan dan memandang dirinya sebagai Nilam. Karena itu, untuk mencegah Keenan ingat pada Jihan lagi, Nilam, menggunakan tubuhnya yang padat dan berisi, berjanji akan benar-benar memuaskannya malam ini, sampai pria itu yang tumbang lebih dulu dan tak bisa menghajar tubuh bagia
Pagi hari. Keenan terbangun dari tidurnya karena suara alarm di ponselnya. Bersungut-sungut, dia menjulurkan tangan untuk mengambil ponsel yang tak jauh darinya tersebut dan mematikan alarm.Kepalanya terasa sangat pening, dia sepertinya minum banyak semalam, dia harus meminta Nilam untuk membuatkan sup anti mabuk sebagai sarapan nanti untuk menyembuhkan rasa pening ini. Tadi malam, rencana untuk segera pulang ke rumah dan melepas penat dengan menikmati tubuh sintal istrinya terpaksa tertunda karena atasan Keenan yang tiba-tiba menelepon dan mengajak dirinya menemani minum. Keenan tentu saja tidak bisa menolak dan segera menyanggupi tawaran itu. Akibatnya sekarang kepalanya terasa begitu berat karena terus menerus menerima minuman dari atasannya tadi malam. Keenan duduk seraya memegangi sebagian sisi kepalanya dengan telapak tangan.Tangannya meraih segelas air putih yang tak jauh darinya duduk, lalu meminum air dalam gelas sampai habis setengah.Setelah sepenuhnya sadar dari tidu
"Badanmu panas, mananya lagi yang sakit?"Keenan yang kini duduk di samping istrinya bertanya dengan khawatir, sedang Nilam yang semalam terusir dari kamar, hanya tersenyum canggung. "Perutku sedikit kembung," jawab Nilam malu-malu, sedang Keenan menatap dirinya dengan ekspresi bersalah.Dia merasa bersalah karena lagi-lagi lupa mengabari Nilam bahwa rencana yang dia buat batal, bahwa dia juga pulang terlambat karena ada acara minum minum dengan Bos, sehingga Nilam tak perlu menunggu dirinya dan sakit seperti ini. "Apakah sudah diolesi minyak angin? Perlukah kupanggilkan dokter?"Nilam buru-buru menggeleng atas tawaran suaminya tersebut. "Tidak perlu, Mas. Sakitku nggak separah itu," jawab Nilam yang menolak dipanggilkan dokter dan mengatakan sudah mengolesi minyak angin ke perutnya yang kembung. Keenan yang masih merasa bersalah, menghela napas panjang, memegang tangan Nilam istrinya."Maafkan aku, semalam aku mabuk berat sehingga kayaknya nggak sadar menelepon Jihan untuk menjem