32Rendra justru mengulurkan tangannya dan memeluk Amira. Amira merasa terkejut dengan sikap tiba-tiba yang ditunjukkan Rendra saat ini. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang harus diperbuat.Menolak setiap sentuhan Rendra, dan itu akan menjadi dosa karena dirinya menolak menjalani kewajiban sebagai istri. Ataukah menerima saja setiap sentuhan Rendra yang kini terlihat jelas jika dirinya setengah tak sadar dengan yang sedang dilakukan. Rendra tampak menginginkan yang lebih dan lebih malam ini."Amira …." Rendra berbisik lirih tepat di telinga Amira.Entah setan dari mana yang menghampirinya dan memberinya sebuah keberanian. Akhirnya Amira dengan kesadaran penuh menerima setiap sentuhan lembut dan perlakuan Rendra. Amira berpikir mungkin inilah saatnya bagi dia untuk melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Dia sudah pasrah. Keduanya saling menyentuh, saling memberi kenyamanan di malam yang syahdu. Ranjang hotel itu telah menjadi saksi bisu perg-ulatan dua insan yang terikat
33Rendra tersentak dengan ucapan tiba-tiba yang keluar dari mulut Amira. Raut wajahnya menampakkan betapa dirinya hancur dan terluka dengan sorot putus asa tergambar jelas di sana."Apa kamu menyesali yang terjadi semalam?" tanya Rendra dengan tiba-tiba.Amira menatap Rendra lekat. Dia benar-benar tak tahu bagaimana jalan pikiran Rendra. Dan apa yang dipikirkannya saat ini."Seharusnya jika kamu tak ingin menyesal hari ini, harusnya kamu menendangku sekuat tenagamu, agar aku tersadar dan hal itu nggak terjadi. Tapi, coba kamu ingat lagi. Apa aku memaksamu atau justru kamu menyerahkan tubuhmu dengan pasrah?" Rendra mengucapkan hal itu dengan rahang yang mengeras. Amira harus sadar jika apa yang selalu dia dengar dan lihat, hal itu selalu tidak seperti kenyataan yang ada."Andai aku tahu dari awal jika yang kamu bilang suplemen kesehatan itu adalah obat yang akan meningkatkan hasrat menggelora pada lawan jenis, maka aku juga nggak akan mau meminumnya! Meski begitu, aku minta maaf jik
34Amira yang menyaksikan suaminya sedang bertindak kekerasan itu pun, langsung berlari menghambur memeluk tubuh Rendra dan menyingkirkannya dari tubuh Bayu.Pria itu tampak mengalami memar dan berdarah di beberapa bagian wajahnya. Bayu meringis kesakitan saat Fita menghampirinya. Dia membantu suaminya untuk duduk.“Suamimu apa-apaan, sih!” teriak Fita tak terima. “Tanyakan sendiri pada b#jingan itu!” Rendra tak kalah sengit dan berteriak.Beberapa pasang mata menatap aneh pada dua pasang suami istri itu. Ada yang menatap sinis, karena keributan mereka. Namun, tak ada satu pun yang berniat melerai perkelahian mereka. Rendra menarik lengan istrinya, untuk segera meninggalkan tempat itu.Rendra masih sangat emosi mengingat ucapan melecehkan dari Bayu. Sepuluh menit sebelumnya …."Istrimu, cantik dan manis. Dia juga tampak penurut dan mudah ditaklukan. Tipe-tipe wanita penggoda," ucap Bayu. Awalnya Rendra masih bersabar dengan semua pelecehan verbal yang diucapkan Bayu.Rendra masih b
35Mereka berdua masih terjaga menatap langit-langit kamar hotel. Temaram lampu hotel bernuansa warm light itu menemani malam yang dilalui mereka dengan penyatuan pertama yang mereka lakukan secara sadar.Tanpa ada paksaan, tanpa apa pengaruh dari obat apa pun. Semua berjalan dengan alami, atas insting untuk melakukan hak dan kewajiban sebagai pasangan yang telah sah.Keduanya masih mengatur napas yang masih tak beraturan akibat aktivitas tadi. Amira menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Rendra. Malam ini dia merasakan menjadi istri yang sesungguhnya. Walaupun memang hal itu lumrah dilakukan oleh mereka, tapi tetap saja. Ada rasa yang sulit dijelaskan mengenai posisinya. Begitu banyak perasaan berkecamuk di dalam hatinya. Membuatnya tak dapat berharap banyak. Amira beringsut dari posisi semula. Menyadari semua kebahagiaan ini adalah semu. Amira berbaring membelakangi Rendra. Rendra yang matanya telah terpejam pada awalnya merasakan pergerakan istrinya. Dia membuka mata dan m
36Amira kembali ke ruangannya setelah sebelumnya, dia mampir ke toilet untuk memoles kembali lipstiknya yang sudah berantakan akibat ulah Rendra tadi.Saat Amira baru saja masuk ke ruangannya lagi, dia langsung disambut oleh teriakan senang dari Sita."Amira! Iih, akhirnya kamu balik kerja lagi. Kangen tau!" serunya girang. Sita langsung memeluk tubuh Amira. "Aku nggak kangen, tuh!" ledek Amira."Dih jahat! Awas aja nggak aku traktir hari ini!" Sita berpura-pura merajuk."Tumben mau nraktir, ada angin apa tuh?" sindir Amira dengan wajah kocaknya."Ada deh. Emangnya harus ada yang spesial dulu baru mau nraktir temen gitu?""Ya, nggak juga, sih. Siapa tau kamu punya kabar baik selama aku pergi," ujar Amira."Ya, ada sih. Tapi … kasih tau nggak ya?" Sita kemudian meledakkan tawanya. Dia mengabaikan orang-orang yang menatapnya dengan aneh. Jam kantor akan segera dimulai sepuluh menit lagi. Mereka masih bercanda penuh gelak tawa di meja kerja mereka. Seakan lupa waktu dan tempat. Sita c
37Rendra memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tujuannya adalah satu dia ingin agar segera sampai ke klinik atau rumah sakit terdekat.Rendra menitahkan Sita untuk ikut menemaninya ke rumah sakit. Amira saat ini berada di pangkuan Sita yang duduk di kursi penumpang. Sita juga sama paniknya dengan Rendra. Dia saat itu merasa curiga saat Amira tak kunjung kembali dari toilet. Dan, justru yang dia temukan malah Amira sedang diintimidasi seseorang. Wanita itu tidak tahu siapa pelakunya, karena posisi penyerang itu membelakanginya."Apa kamu tahu siapa orang yang melakukan itu sama Amira? Atau kamu sempat melihat wajah orang itu?" tanya Rendra memecah keheningan. Ia masih fokus menyetir."Sa–saya nggak tahu dan nggak kenal orangnya, Pak. Soalnya posisi orang itu membelakangi saya," sahut Sita tergagap."Sial! Kalau sampai terjadi apa-apa sama Amira, akan k
38Mereka bertiga masih ngobrol santai di ruang tempat Amira dirawat untuk pemulihan kondisinya. Amira begitu terkejut dan sekaligus bahagia saat Rendra mengatakan kalau dirinya sedang hamil. Amira begitu bahagia, karena saat ini sedang tumbuh sebuah kehidupan di dalam rahimnya. Rasa bahagianya tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata lagi. Pantas saja akhir-akhir ini dia merasakan mual dan pusing yang sangat mengganggu aktivitasnya. Dan hari inilah puncak dari semua kekuatannya. Amira tidak dapat lagi menanggungnya sendirian."Tapi, dokter bilang kamu harus bedrest total, Ra," ucap Aleesha dengan nada serius."Apa aku juga dilarang kembali ke kantor?" tanya Amira. "Benar. Sampai kondisi janinmu kuat dan jika masih memungkinkan untuk kembali bekerja. Tapi, aku sarankan agar kamu resign saja," sahut Rendra.Amira membelalakkan matanya. Dia benar-benar ingi
39Hari itu, Amira kembali ke kantor untuk mulai bekerja lagi di sana. Rendra akhirnya memberikan izin untuknya setelah sering kali Amira protes dan terus mengatakan untuk kembali bekerja lagi."Aku ijinin kamu kerja lagi, tapi, hanya sampai usia kandunganmu memasuki trimester kedua, itu syaratnya." Rendra memutuskan memberikan syarat pada Amira jika dirinya terus nekad untuk tetap bekerja."Baik, Mas. Aku setuju," sahut Amira tanpa pernah berpikir lagi. Yang penting dia dapat kembali bekerja, dan hanya itu keinginan satu-satunya dalam benaknya saat ini. Dengan diantar Pak Yadi selaku supir yang bekerja untuk Rendra, Amira sudah sampai di pelataran gedung Rebidz Company. Selama ini, Ia terus merasa enggan untuk pergi dan pulang ke kantor dengan suaminya, Rendra.Amira tidak ingin para karyawan semakin curiga dengan dirinya dan Rendra. Dan hal itu, tentu saja akan menjadi masalah jika sampai keluarga Rendra atau Aleesha mendengarnya.Dengan riang, Amira melangkahkan kakinya menuju ke