40"Amira, mau pulang, yuk, aku antar," ujar Davin menghampiri Amira yang tengah menunggu jemputan Pak Yadi."Ah, maaf, Pak Davin. Saya sudah ada janji sama seseorang, dan dia sedang di jalan untuk menjemput saya," balas Amira dengan nada suara formal. "Kok, jadi Pak lagi manggilnya," protes Davin."Hmm, sekarang 'kan masih di kantor, Pak."Davin pun menganggukkan kepalanya. Mereka mengobrol dan berbasa-basi sebentar sambil menunggu jemputan datang. Rendra yang baru saja keluar dari kantor melihat pemandangan itu. Hatinya tiba-tiba saja memanas saat melihat ada pria lain yang mendekati istrinya."Kalian belum pulang?" tanya Rendra menyela obrolan seru yang sedang terjadi antara Amira dan Davin."Belum, Pak. Saya sedang menemani Amira menunggu jemputannya," sahut Davin sopan.Rendra menatap penuh rasa cemburu pada Davin. Amira selalu terlihat dapat tertawa lepas tanpa beban saat bersama Davin."Oh, begitu. Apa jemputanmu masih lama?" tanya Rendra pada Amira.Amira menggeleng. "Mungki
41Malam itu, Amira tertidur dengan perasaan yang hancur. Dia merasa lebih dan lebih tidak berharga lagi di mata Rendra. Ia telah menginjak harga diri Amira sedemikian hina. Sungguh, Amira sempat merasa tidak ingin hidup lagi. Ia kalap, tangannya meraih sebuah gunting tajam untuk digunakan agar menembus lapisan kulitnya.Namun, seketika dirinya tersadar, jika di dalam perutnya tengah hidup dan tumbuh sebuah kehidupan baru di sana. Amira melempar gunting itu dengan kasar. Bagaimana bisa dia sehancur itu hingga hampir hilang kewarasan karena berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Padahal, dia adalah calon ibu dari bayi ini. Bayi tak berdosa itu menggantungkan hidupnya pada Amira. Bulir bening seketika membasahi wajahnya. Air mata telah berduyun-duyun turun tanpa kenal lelah. Amira menangis tanpa suara di dalam kamarnya dalam keadaan terhina."Aku benci dia! Aku benci kamu, Rendra!" teriaknya tertahan. Dia begitu marah dan murka saat ini.Namun, tidak ada yang dapat diperbuat olehnya sel
42Meski sekeras apa pun Rendra mengelak dan terus mengelak akan perasaannya terhadap Amira. Namun, tetap saja Aleesha tidak dapat memungkiri hal itu. Dia sangat yakin jika sang suami memang tengah mulai mencintai sahabat yang sekarang menjadi istri kedua suaminya.Hal itu, bahkan sudah Aleesha prediksikan dari awal. Amira pasti akan mudah membuat Rendra jatuh hati padanya. Tetapi, Rendra selalu menyangkal dan terus menyangkalnya."Nggak! Nggak mungkin juga aku cinta sama Amira. Cintaku hanya untuk Aleesha, selamanya. Dan aku sangat yakin akan hal itu."Begitulah, setiap kali Rendra menentang perasaannya sendiri. Dia hanya belum menyadari jika salah satu sudut hati kecilnya selalu mendamba kehadiran Amira. Rendra hanya belum menyadarinya saja. Dan entah kapan dirinya akan menyadarinya.***Amira kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa. Bangun pagi, sarapan, berangkat ke kantor, bekerja dan kembali pulang.Dia beruntung karena minggu ini belum tiba waktunya bagi Rendra untuk tid
43"Loh, mama kapan datang?" tanya Rendra begitu sampai di hadapan ibu mertuanya itu.Dia segera meraih punggung tangan beliau, lalu menyalaminya lantas Rendra duduk di samping Aleesha."Kalian kenapa pindah ke sini nggak bilang sama mama. Untung tadi ada seseorang yang ngasih tahu mama, jadi Mama susulin kalian ke sini," tutur Bu Dina dengan nada sedikit menekan emosinya. Aleesha dan Rendra saling berpandangan. Mereka seakan saling melempar kode dan pertanyaan demi menanggapi perkataan Bu Dina."Memangnya siapa yang kasih tahu mama?" tanya Aleesha memancing sang mama agar mau membocorkan siapa yang telah memberitahunya jika Aleesha dan Rendra pindah dari rumah dan menetap di villa ini."Mama nggak kenal, jadi mama cuma turutin aja saat dia memberitahu Mama tentang alamatmu saat ini," sahut Bu Dina."Dia … laki-laki atau perempuan, Ma?" tanya Aleesha kian penasaran. "Perempuan."Aleesha dan Rendra saling berpandangan lagi. Mereka bertanya-tanya tentang siapa yang sudah membocorkan i
44)Amira tercengang. Wanita itu terdiam cukup lama. Ia tak tahu bagaimana harus memberikan respon pada pernyataan cinta yang baru saja diungkapkan oleh Rendra."Amira, kamu dengerin aku, kan?" tanya Rendra membuyarkan lamunan Amira.Amira masih tak percaya. Laki-laki yang ia kira tak akan pernah bisa mencintainya, ternyata bisa jatuh hati padanya."Kenapa kamu diam aja?" tanya Rendra lagi.Amira menghela napas. Wanita itu tak tahu harus memberikan jawaban apa. Jika Amira memberikan jawaban bagus, wanita itu hanya akan melukai Aleesha. Namun, jika Amira memberi jawaban buruk, tentu Amira akan sangat menyakiti Rendra."Amira?""Iya, Mas. Aku dengar. Aku dengar semua perkataan kamu," ucap Amira gugup.Dari lubuk hati Amira yang terdalam, wanita itu juga merasakan hal yang sama. Tidak hanya Rendra saja yang sedang jatuh cinta, tapi Amira sendiri juga jatuh hati pada Rendra.Mereka berdua jelas-jelas memiliki perasaan yang sama, tapi nyatanya hal ini tidak membuat Amira lantas berbahagia.
45)"Tante Dina udah makan umpan dari aku. Rendra pasti kaget lihat kemunculan mamanya Aleesha," gumam seorang wanita yang saat ini tengah berdiri di dekat pintu gerbang rumah Rendra. Wanita itu sengaja berdiri di sana dan mengamati situasi di rumah Rendra. Wanita itu sempat melihat kedatangan Bu Dina, hingga beliau pergi dari rumah Rendra."Tunggu kejutan dari aku, Rendra! Masih ada banyak hal yang akan aku tunjukin ke kamu!"Wanita itu tak lain ialah Visca. Entah sudah berapa lama Visca berkeliaran di sekitar rumah Rendra dan Aleesha. Nampaknya perempuan itu memang sengaja mengintai area rumah Rendra.Tanpa Rendra tahu, ternyata selama ini ia diawasi oleh Visca. Perempuan itu nampak begitu gigih melakukan segala cara untuk menghancurkan keluarga Rendra."Kamu harus membayar rasa sakit dan penderitaan aku selama ini, Rendra! Kalau aku nggak bisa bahagia, kamu dan keluarga kamu juga nggak boleh bahagia!"Sorot mata penuh kebencian terpancar jelas di wajah Visca. Ambisi dan dendam suda
46)"Eh, Ra, Kamu tahu nggak, di acara ultah perusahaan nanti bakal ada sesi dansa!" Sita menghampiri Amira di sela-sela jam kerja dan dengan hebohnya mengajak Amira membahas tentang acara ulang tahun kantor tempat mereka bekerja.Tak lama lagi Rebidz Company akan mengadakan perayaan ulang tahun besar-besaran. Para karyawan perusahaan pun mulai sibuk mengurus acara besar yang akan digelar di tempat kerja mereka."Sesi dansa?" Amira tidak memperlihatkan antusias sedikitpun saat membahas tentang acara perayaan ulang tahun perusahaan."Iya, Ra! Jarang-jarang kan kita bisa ikut acara kayak gini," sahut Sita dengan penuh semangat. "Kira-kira ada yang ngajakin aku dansa nggak ya nanti?"Amira hanya tersenyum. Wanita itu mendengarkan curhatan dari sang teman tanpa memberikan banyak tanggapan."Aku harus beli gaun baru," ujar Sita. "Aku nggak punya gaun bagus. Aku juga udah lama nggak ke salon. Kayaknya aku harus urus kuku-kuku aku dulu sebelum acara."Sita begitu cerewet membahas tentang per
47)"Kurang ajar!" Dari kejauhan, seorang pria menatap Amira dan Davin dengan ekspresi tidak suka. Pria itu nampak kesal melihat Amira yang berbincang akrab dengan Davin di sela-sela jam kerja. Siapa lagi orang itu kalau bukan Rendra?Rendra tak terima melihat istrinya berbincang dengan Davin, tapi sayangnya ia tak bisa melakukan apa-apa. Pria itu berdecak kesal, kemudian bergegas kembali ke ruangannya. Rendra tak henti-hentinya menggerutu sendirian, sembari membayangkan obrolan yang dibicarakan oleh Davin dan Amira."Davin bener-bener kelewatan! Orang itu udah nggak bisa didiemin!" geram Rendra. "Berani banget dia godain Amira di depan aku!"Api cemburu sudah berkobar, membakar hati Rendra. Pria itu tak bisa diam saja dan membiarkan Amira dirayu oleh Davin."Awas kamu, Davin!"Berkat ulah Davin, suasana hati Rendra pun langsung memburuk. Pria itu bahkan tak bisa berkonsentrasi mengurus pekerjaan karena memikirkan Amira dan Davin."Ah, sial! Kenapa aku jadi kepikiran terus sama Amira?