Terima kasih telah mengikuti cerita ini. Dukung terus dengan memberikan ulasan bintang lima dan GEMS sebanyak-banyaknya.
Plak ....Fandy terkejut mendapat pukulan di bahunya. Mamanya terlihat aneh karena memeluk suaminya dengan riang."Papa benar, sudah lama Asma tak mencuci mengunakan kaporit. Itu berarti tak ada noda bandel di celana dalamnya.""Mama ...malu ah ngomong begituan. Apalagi Maya itu menantuku."Fandy semakin bingung namun tak lama dia menatap mamanya. Wanita itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Junior otw!"Fandy berlari menuju ke kamar, dia menatap sang istri yang tengah menikmati apel di tangannya."Sayang, kau mau makan apa? Biar mas carikan."Maya menatap Fandy dengan datar. Bibirnya cemberut melihat wajah suaminya."Mau makan janda depan rumah, biar mas senang sekalian."Maya meluruskan kakinya, terlihat wanita itu mulai lelah. Fandy segera duduk di bawah istrinya, meletakkan kaki jenjang itu di pahanya dan mengurutnya pelan-pelan. Fandy meraih tangan sang istri dan menciumnya, benar dia baru sadar kebiasaan istrinya yang belum di lakukan."Sayang sudah datang bulan belum?"Ma
"Hai ...mandul, mau apa kau ke dokter kandungan? Percuma, kau hanya perempuan tak berguna jadi tak perlu ke dokter hanya bikin malu suamimu."Maya dan Fandy menatap ke arah wanita yang duduk di kursi roda. Meski Fandy tampak murka tapi tidak dengan Maya, wanita itu justru tersenyum dan mengecup pipi suaminya. "Jangan terpancing sayang, ingat setan akan senang jika manusia terjebak oleh kemarahan. Istifar agar tenang dari godaan."Maya membelai pipi suaminya bekas dia cium tadi. Dia tak mau wajah tampan suami ternoda lipstiknya."Apa kabar Karin? Aku dengar kau keguguran. Apa kau sudah periksa? Jangan sampai kejadian itu meninggalkan efek pada rahimmu. Apalagi kau keguguran saat kehamilan besar, takutnya kau yang akan susah punya anak lagi."Karin mengepalkan tangan, ucapan Maya cukup meruntuhkan kepercayaan dirinya. Sebenarnya dia takut juga pada apa yang telah terjadi pada kandungannya, perbuatan Darma membuatnya kehilangan bayi yang dia kandung."Soal rahimku, kau tak perlu cemaskan
"Keluar dasar janda gatal."Plak ...plak ....Maya menarik rambut janda depan rumahnya, yang duduk di kursi depan mobil Fandy.Saat emosi ibu hamil sedang tidak stabil. Janda itu mencari gara-gara, semua wanita yang sedang belanja di tukang sayur, berteriak histris melihat kekejaman Maya."Sayang tenang, ingat bayi kita coba tarik napas."Fandy menangkup wajah istrinya agar tenang. Dia juga marah saat melihat janda itu, sudah duduk di dalam mobilnya dengan pakaian sangat minim. Alasannya numpang sampai depan untuk pergi kerja, melihat itu tentu saja Maya marah besar."Sudah tenang? Sekarang diam dulu bisr Mas yang menghadapi wanita itu.""Kelamanaan Mas."Fandy berteriak namun terlambat, karena Maya sudah menceburkan janda itu ke dalam saluran air di depan rumahnya. Saluran itu lumayan lebar dan tinggi, jadi wanita itu benar-benar kotor karena lumpur."Mampus, pelakor berani unjuk gigi di depan neng Maya. Suami pertamanya saja di buat hancur, apalagi janda murahan seperti dia."Janda i
Ting ....Maya berhenti mengunyah buah apel. Dia menatap ponsel yang baru berbunyi, tanda ada pesan masuk."Siapa Nak?"Maya mengangkat bahunya, karena terlihat pesan itu dari nomor tak di kenal. Namun ibu mertuanya meminta untuk membukanya, siapa tau ada yang penting."Kiriman foto dan Vidio?"Maya terlihat bingung ketika pesan itu berisi foto dan Vidio. Dengan malas dia menekan tanda panah dan otomatis foto dan Vidio itu terdownload."Wah bagus sekali Ma, mungkin beginilah pesona pria beristri. Ada saja pelakor gatal mendekatinya."Maya meletakkan ponselnya dengan kasar. Mama mertua meraih dan melihatnya, matanya melotot hingga nyaris keluar."Berani sekali Fandy memeluk pinggang wanita lain. Tampaknya dia memang sudah bosan hidup, tenang biar mama yang bereskan nikmati saja buah itu."Maya seolah tak perduli pada foto dan Vidio itu. Nyatanya hatinya bergemuruh penuh emosi, tadi pagi Fandy begitu ganas mengagahinya, sekarang muncul pula kiriman seperti itu."Apa tak cukup aku berting
Suit ...suit ....Maya pura-pura tak mendengar siulan Fandy. Pria itu pasti takut ketahuan mamanya, dia sedang bergairah sedangkan sang istri seolah tak perduli dengan keinginannya."Sudah siap sayang? Ayo kita berangkat. Lumayan kita bisa menginap di rumah orangtuamu seminggu, papa sudah memberi ijin."Mendengar ucapan mamanya, membuat Fandy kelabakan. Dia berlari ke kamar untuk memakai baju dan celana, tak perduli rasa ngilu karena miliknya masih tegang, dia tak boleh kehilangan istrinya hanya karena salah paham."Setan, siapa yang mengirim pesan bodoh itu pada Maya. Kalau begini Joni puasa seminggu, tidak dia tak boleh pergi."Fandy berkata dalam hati, sembari berlari untuk mengejar mama dan istrinya. Begitu sampai pintu dia terkejut karena menabrak seseorang.Bruk ..."Fandy, apa-apaan kamu? Lari-lari seperti anak kecil saja."Fandy berdiri lalu membantu papanya bangun. Dia tak mau terlalu lama bicara dengan papanya, karena tak mau kehilangan sang istri, yang pulang ke rumah orangt
"Mas Fandy."Maya terkejut, saat melihat suaminya sedang makan siang, dengan seorang wanita cantik dan seksi.Dia menarik napas, saat melihat betapa tersiksanya Fandy, menghadapi pemandangan di depannya. Kesal hatinya karena suaminya, yang masih bertahan dengan klien seperti itu."Iya Ma, Sebentar lagi Maya pulang. Ini sedang membeli nasi bungkus, entah kenapa kepingin banget."Maya sengaja mengeraskan suaranya, agar suaminya dengar. Dengan memegang perut dia memanggil pelayan, dengan memasang wajah sedih."Nasi dengan rendang satu, dengan gulai ayam satu ya Mas. Bungkus saja."Maya mencari tempat duduk kosong, lalu dia segera mendudukkan pantatnya. Capek kaki dan juga capek hati melihat suaminya."Sayang, kenapa keluar? Kan bisa minta Mas belikan, kalau memang ingin makan nasi bungkus."Asma tak memperdulikan suaminya, dia hanya mencari dimana wanita yang bersama dengan Fandy tadi. Sepertinya wanita itu sudah pergi, Fandy heran melihat wajah istrinya yabg terlihat kesal. Matanya ikut
Maya segera menyetujui permintaan pria itu. Dia segera menutup pintu dan merapikan baju Fandy yang terbuka, airmatanya tumpah saat melihat noda lipstik di dada suaminya.Setelah menjepret dan merekam dia segera membersihkan noda itu. Hatinya perih hingga membersihkan dengan sedikit kasar, dalam tidurnya Fandy merintih kesakitan."Saat tak sadar saja kau merasakan sakit Mas, lalu apa yang aku rasakan ini, apa tak ada artinya sama sekali bagimu?"Maya duduk di samping suaminya yang masih belum sadar. Tak lama terdengar suara ketukan pintu, dia segera membukanya lebar-lebar, ibu dan mertuanya menangis memeluknya."Tolong Bu, jangan bawa masalah ini keluar. Kami akan melakukan apa saja yang kalian minta."Maya menatap papa mertuanya. Dia tau pasti pria itu sudah mengancam, hingga Manager hotel ketakutan seperti itu."Pergilah, biar kami bicarakan masalah ini hingga suamiku sadar. Untuk sekarang aku tak akan membawa masalah ini keluar."Dengan gontai pria itu keluar meninggalkan Maya dengan
Aku minta maaf Mas Fandy. Hari itu aku khilaf, karena tak mau kau berhenti jadi pengacaraku, hanya kau yang aku percaya untuk memenangkan kasus perceraianku dengan pria tak tau diri itu." Dewi Astati adalah klien yang membayar Fandy untuk menjadi pengacaranya. Namun perasaan suka mulai timbul, setiap kali dia mendengar pria itu meminta ijin atau memberitahu istrinya di mana dia berada.Sudah berkali-kali dia menunjukkan rasa sukanya, tapi Fandy seolah tak perduli. Bahkan dia sudah mengoda tetap saja tak berhasil."Maafkan saya Bu, demi keutuhan pernikahan saya terpaksa mundur. Apalagi setelah perbuatan anda yang sangat keterlaluan, untung istri saya mau menyelesaikan masalah ini secara damai. Kalau tidak anda tau akibatnya, dengan mudah suami ibu akan memenangkan perkara di pengadilan."Wanita itu menarik napas panjang. Ingin rasanya dia menyerang dan menikmati malam bersama Fandy, sayang pria itu terlindungi oleh sang istri yang menyelamatkannya malam itu."Carilah pengacara lain, sa
"Kalian penipu, untuk menguasai harta ibu kalian sengaja bilang bangkrut. Kalian ingin menguasai hak Aina putriku."Siti berteriak, membuat semua orang yang datang ke acara tujuh hari nenek Fandy terkejut. Mereka tak menyangka kalau wanita itu tidak memiliki sopan-santun. Membuat Hardi muak."Cukup! Hak apa yang kau maksudkan, Siti. Aina bahkan bukan darah dagingku, dia anak harammu dengan pria lain. Apa kau mau semua orang tau siapa ayah Aina? Sudah siap di hancurkan istri dan keluarga pria itu?"Siti terkejut dia tak menyangka Hardi akan semarah itu. Selama ini tak ada yang tau soal Aina selain Hardi dan orangtua Fandy, tapi sekarang Hardi siap membuka aibnya."Bagaimana?"Siti gemetar dia hanya bisa menatap Hardi tanpa berani untuk bicara. Dia tak siap berhadapan dengan keluarga kekasihnya, apalagi tanpa perlindungan Hardi."Sebaiknya kau pergi daripada hanya membuat omong kosong. Demi harta kau tak sadar sedang berada di mana, selama ini kau sudah enak hidup dari belaskasihan kami
"Ini gak mungkin, pasti akal-akalan kalian kan. Jangan mentang-mentang ibu tinggal bersama kalian lalu kalian berusaha menguasai hartanya."Sari terlihat marah saat pengacara keluarga datang sesuai permintaan Sari. Malas ribut orangtua Fandy menuruti permintaannya."Awalnya aku tak mau melibatkan kalian. Sayangnya kau terlalu serakah Sari, apa boleh buat segera kosongkan rumah yang kalian tempati, karena itu termasuk harta ibu yang di gadaikan. Bahkan rumah ini sudah bukan milik ibu lagi, hutang dan kesombongan membuat semuanya hilang."Kali ini Maya dan Fandy tak berani bersuara. Mereka lebih memilih untuk mendengarkan para orangtua yang bicara, agar tak terjadi keributan yang lebih panjang."Bagaimana Har? Apa kau siap bicara pada wanita ini? Wanita yang tak sadar siapa dirinya. Hanya mantan tapi masih merasa berkuasa, aku rasa sudah waktunya kau buang dia, daripada menyusahkan mu terus-menerus."Maya dan Fandy terkejut begitu juga dengan Sari. Wanita itu tak menyangka akan mendapat
"Setelah ibu meninggal akhirnya kalian datang juga. Begitu inginnya kalian mendapat warisan ibu."Baru saja masuk ke rumah, belum juga mendudukan bokong ke kursi. Susah terdengar ucapan pedas seorang wanita."Maksud Tante Sari apa ya? Kenapa bicara soal warisan? Saat nenek belum genap tiga hari meninggal."Fandy yang terkejut langsung menatap istri adik papanya. Mereka memang tak dekat, bahkan saat dia dan Maya menikah tak ada keluarga papanya yang datang. Sepertinya dia tau sebabnya."Heran saja, sejak ibu sakit tak ada kalian datang menjenguk tapi begitu dia meninggal cepat sekali datang pasti menginginkan harta warisan kan? Sudahlah aku bisa menebaknya dengan mudah."Fandy terlihat mengepalkan tangan, tentu dia emosi mendengar tuduhan Tantenya. Namun tidak dengan Maya, wanita itu terlihat santai sekali membuat Fandy heran dan juga bingung."Sayangnya Tante salah besar. Kami berdua tak membutuhkan warisan dari siapapun, asal tau aja kami berdua sudah memiliki dua perusahaan besar un
Fandy dan Maya duduk menghadap gundukan tanah merah yang masih basah. Di sana terbaring seorang wanita yang pernah merusak pernikahan mereka, wanita yang hingga akhir hayatnya tak sempat meminta maaf pada Fandy Maya."Sudah siang, kita pulang sekarang. Papa dan mama ingin bicara dengan kita."Fandy menautkan jari tangan pada tangan sang istri. Dia tau Maya masih belum bisa percaya pada kedua orangtuanya, setelah mereka sempat melakukan kesalahan pada wanita itu."Berapa lama kita di sini, Mas? Apa bisa aku pulang duluan? Rasanya tak nyaman berada di sini apalagi ada Hera."Maya terlihat tak nyaman tapi Fandy juga tak mungkin membawa istrinya pulang sekarang. Apa kata orang kalau mereka pulang, mereka saja datang setelah tiga hari kematian sang nenek. Jadi gak pantas kalau langsung pergi."Tenang ada aku bersamamu. Lagipula mama dan papa kan sudah meminta maaf, apa salahnya kita beri mereka kesempàtan, jangan sampai kejadian yang di alami nenek terjadi pada orangtua ku juga.""Apa kau
Kedua pasangan itu berciuman dengan panas. Mereka bahkan lupa berada di mana saat itu, Sandoro benar-benar bahagia, saat gadis yang dia cintai membalas perasaannya. Sandoro menarik tangan gadis yang baru satu jam yang lalu menerima cintanya. Mereka duduk di kursi ruangan Maya, posisi duduk mengangkang kekasihnya, membuat milik lelaki itu semakin tegang. Apalagi wanita itu justru duduk di pangkuannya, jelas membuat miliknya semakin membesar."Ah ....Pak milikmu menusuk milikku."Gadis itu terkejut hingga melepaskan ciuman di bibir kekasih barunya. Pria itu tersenyum dan meremas pantatnya."Mau buka celana dalammu? Agar dia bisa benar-benar masuk dan membuatmu merasakan nikmatnya."Gadis itu mengerjabkan matanya. Seperti berpikir antara takut dan ingin merasakan, benda besar yang menusuk miliknya. Perlahan dia bangun dari pangkuan Sandoro, menatap mata kekasihnya lalu membelai wajah pria yang tengah memejamkan mata itu, dia tau Sandoro tengah berusaha menetralkan panas di tubuhnya."Maa
"Hai ...mau kemana kau?"Sandoro dan bapak Maya terkejut, saat melihat Fandy berdiri menuju pintu kamar yang di tempati istrinya."Aku rela menerima rasa sakit yang di berikan istriku, tapi aku tak bisa tetap diam saat dia merasakan sakit, karena apa yang dia pikirkan apalagi semua itu tidak benar."Fandy membuka pintu dan menemukan sorot mata dingin dan penuh rasa kecewa. Perlahan dia mendekat dan bersiap, seandainya sang istri kembali menyerangnya."Kau bisa memukul atau menamparku jika itu membuatmu lega, Yank. Aku memang bodoh, hingga tanpa sadar terus membuatmu terluka dan kecewa. Hanya saja kau harus tau, aku mencintaimu tak ada wanita lain yang bisa menggantikan cinta itu. Lagipula apa yang kau pikirkan? Hingga jatuh pingsan sebelum Sandoro bicara. Apa mungkin itu bawaan bayi kita, yang sudah berkembang di rahimmu? Mungkin dia juga ikutan marah, karena mamanya berpikir papanya melakukan kesalahan lagi."Maya terlihat bingung dengan apa yang suaminya bilang. Mata wanita itu ber
Maya mengeliat merasakan sakit di kepalanya. Rasa pusing membuatnya tak sadar apa yang sudah terjadi padanya, perlahan dia terdiam saat otaknya mulai menginggat apa yang sudah terjadi."Sayang, syukurlah kau sudah sadar."Plak ...brak ...."Pergi! Aku tak mau melihatmu lagi!"Maya berteriak setelah menampar suaminya. Dia mulai membanting barang-barang yang ada di meja, pikiran dalam kepala membuatnya marah. Raut wajah Sandoro dan tatapan pria itu membuatnya menerka, apa yang sudah di lakukan Fandy."Sialan kau Mas. Percuma aku beri kau kesempatan berulang kali, ternyata kau membuatku seperti perempuan bodoh. Keluar, aku akan menggugat ke pengadilan agama kita bercerai!""Cukup Maya!"Maya tersentak saat mendengar teriakan bapaknya dari depan pintu. Wanita itu menangis histeris, karena mengira semua orang membodohinya termasuk orangtuanya."Bapak tenang dulu, sayang tenang dan dengarkan aku.""Tidak! Semua sudah jelas. Jadi pergi kalian semua, aku tak mau mendengar atau melihat kalian
"Kau yakin wanita itu ada di tempat yang kau katakan? Bersama pak Cakra Kusuma juga."Maya menatap Sandoro, untuk memastikan kalau laporan pria itu tak salah."Yakin, aku sudah memastikannya langsung dengan sekretaris pak Cakra. Wanita itu ingin menawarkan kerjasama dengan pak Cakra."Maya mengelengkan kepala sembari menatap Sandoro. Dia heran, bagaimana pria itu bisa mendapat informasi secepat itu."Rayuan ku tak pernah gagal May. Kau mau membuktikannya?"Plak ....Maya memukul bahu Sandoro. Pria itu memang suruhan Maya tapi dia bukan pegawai Maya, jadi dia masih bisa bicara dengan santai pada wanita itu."Masih ada satu lagi kejutanku untukmu May. Kau pasti suka, tak perlu mengeluarkan tenaga untuk memberi wanita itu pelajaran, cukup dengan Vidio ini."Sandoro mengirim sebuah Vidio ke nomor Maya. Wanita itu membukanya dan terkejut, dengan wajah merah dia menatap Sandoro."Sial kau, kenapa tak mengingatkan aku soal Vidio mesum ini?"Maya mengusap wajahnya dia jadi malu pada Sandoro k
"Seorang janda yang melanjutkan usaha suaminya. Sayang isi otaknya tak terlalu bagus, jadi perusahaan tak berjalan baik justru mendekati bangkrut. Irvan menjanjikan suntikan dana dengan syarat membantu Fira menjebak suamimu."Maya mengepalkan tangan ternyata dugaannya benar. Ada yang aneh dengan wanita yang ingin bekerjasama dengan Fandy."Bagus kalau begitu terus awasi dia. Aku sendiri yang akan memberinya pelajaran, kalau dia tak boleh macam-macam dengan milikku."Sandoro adalah orang yang diminta Maya mengawasi wanita yang memasukkan obat perangsang dalam minuman Fandy. Pria itu begitu cekatan, hingga dalam waktu singkat sudah meletakkan informasi yang dia minta di atas meja kerjanya."Ngomong-ngomong, bagaimana kabar suamimu? Aku dengar dia membenturkan kepala, agar tak menyentuh wanita itu."Maya menarik napas saat mendengar pertanyaan Sandoro. Bicara soal Fandy, Maya belum menemui suaminya lagi sejak semalam. Dia masih kesal dengan kebodohan suaminya."Yah begitulah. Dia masih d