Terima kasih telah mengikuti cerita ini. Tetap dukung dengan memberikan ulasan bintang lima dan GEMS ya. Agar saya semangat update cerita ini.
"Mas Fandy."Maya terkejut, saat melihat suaminya sedang makan siang, dengan seorang wanita cantik dan seksi.Dia menarik napas, saat melihat betapa tersiksanya Fandy, menghadapi pemandangan di depannya. Kesal hatinya karena suaminya, yang masih bertahan dengan klien seperti itu."Iya Ma, Sebentar lagi Maya pulang. Ini sedang membeli nasi bungkus, entah kenapa kepingin banget."Maya sengaja mengeraskan suaranya, agar suaminya dengar. Dengan memegang perut dia memanggil pelayan, dengan memasang wajah sedih."Nasi dengan rendang satu, dengan gulai ayam satu ya Mas. Bungkus saja."Maya mencari tempat duduk kosong, lalu dia segera mendudukkan pantatnya. Capek kaki dan juga capek hati melihat suaminya."Sayang, kenapa keluar? Kan bisa minta Mas belikan, kalau memang ingin makan nasi bungkus."Asma tak memperdulikan suaminya, dia hanya mencari dimana wanita yang bersama dengan Fandy tadi. Sepertinya wanita itu sudah pergi, Fandy heran melihat wajah istrinya yabg terlihat kesal. Matanya ikut
Maya segera menyetujui permintaan pria itu. Dia segera menutup pintu dan merapikan baju Fandy yang terbuka, airmatanya tumpah saat melihat noda lipstik di dada suaminya.Setelah menjepret dan merekam dia segera membersihkan noda itu. Hatinya perih hingga membersihkan dengan sedikit kasar, dalam tidurnya Fandy merintih kesakitan."Saat tak sadar saja kau merasakan sakit Mas, lalu apa yang aku rasakan ini, apa tak ada artinya sama sekali bagimu?"Maya duduk di samping suaminya yang masih belum sadar. Tak lama terdengar suara ketukan pintu, dia segera membukanya lebar-lebar, ibu dan mertuanya menangis memeluknya."Tolong Bu, jangan bawa masalah ini keluar. Kami akan melakukan apa saja yang kalian minta."Maya menatap papa mertuanya. Dia tau pasti pria itu sudah mengancam, hingga Manager hotel ketakutan seperti itu."Pergilah, biar kami bicarakan masalah ini hingga suamiku sadar. Untuk sekarang aku tak akan membawa masalah ini keluar."Dengan gontai pria itu keluar meninggalkan Maya dengan
Aku minta maaf Mas Fandy. Hari itu aku khilaf, karena tak mau kau berhenti jadi pengacaraku, hanya kau yang aku percaya untuk memenangkan kasus perceraianku dengan pria tak tau diri itu." Dewi Astati adalah klien yang membayar Fandy untuk menjadi pengacaranya. Namun perasaan suka mulai timbul, setiap kali dia mendengar pria itu meminta ijin atau memberitahu istrinya di mana dia berada.Sudah berkali-kali dia menunjukkan rasa sukanya, tapi Fandy seolah tak perduli. Bahkan dia sudah mengoda tetap saja tak berhasil."Maafkan saya Bu, demi keutuhan pernikahan saya terpaksa mundur. Apalagi setelah perbuatan anda yang sangat keterlaluan, untung istri saya mau menyelesaikan masalah ini secara damai. Kalau tidak anda tau akibatnya, dengan mudah suami ibu akan memenangkan perkara di pengadilan."Wanita itu menarik napas panjang. Ingin rasanya dia menyerang dan menikmati malam bersama Fandy, sayang pria itu terlindungi oleh sang istri yang menyelamatkannya malam itu."Carilah pengacara lain, sa
"Sayang, coba lihat ini?" Asma menunjukkan ponselnya pada sang suami. Pria itu terkejut melihat Vidio yang sudah viral di media sosial."Wanita itu menyerang selingkuhan suaminya. Luar biasa bisa sebrutal itu."Fandy tersenyum, namun senyumnya memudar saat melihat istrinya begitu fokus memperhatikan vidio itu. Tangannya terlihat membesarkan gambar, seolah ingin memastikan sesuatu."Mas, apa suami wanita ini mas Diki? Bukankah wanita yang dia serang istri ...Darma?"Fandy terkejut baru dia sadar, dengan apa yang di katakan istrinya. Memang dia belum ketemu saudara laki-laki mantan suami Istrinya, tapi dia tak menyangka semua jadi serumit ini."Kau benar sayang, suaminya bernama Diki dan selingkuhannya bernama ...Laila."Maya terduduk dia tak menyangka mantan suaminya bisa semalang itu. Kedua istrinya begitu mempermalukan keluarganya."Kenapa? Kasihan sama mantan ya. Ada niat balikan?"Bruk ....Maya melempar bantal kearah suaminya. Dia kesal karena sempat-sempatnya sang suami cemburu p
"Sayang cepat, aku tunggu di mobil!"Maya berteriak sembari mengambil sepatu di rak. Saat membuka pintu, dia terkejut melihat seorang pria di depan pagar."Mau apa mantanmu kemari? Ini tak boleh di biarkan. Pasti ada udang di balik batu."Maya terkejut saat mendengar suara Fandy di belakangnya. Belum normal detak jantung, suaminya sudah mendatangi Darma."Mau apa kau kemari? Aku rasa tak ada urusan lagi antara kau dan istriku?""Maya aku mau bicara denganmu sebentar, tolong ikutlah denganku."Tanpa memperdulikan Fandy, Darma langsung mengajak Maya pergi. Tentu saja membuat suami-istri itu heran."Kau bodoh atau gila? Suamiku sebesar ini. Bisa-bisanya kau mengabaikannya, kau ingat kan betapa hormatnya aku padanya, mana mungkin aku pergi dengan pria lain."Maya menyatukan tangannya dengan tangan Fandy. Sembari mengelus perut yang mulai membuncit. Darma melihat apa yang dilakukan Maya dan itu begitu menyakitkan baginya.Berlian itu sudah dia buang, kini dia mengambil kotoran dan menyimpan
"ah ....lebih keras Mas, yah ...begitu kau memang hebat. Aku mencintaimu."Darma kembali keluar dari rumah, saat mendengar rintihan istri pertamanya. Dia tau pasti Laila sedang berbagi peluh dengan Diki.Meski sudah berada di luar rumah, tapi rintihan itu masih terdengar walau samar. Airmatanya menetes karena penyesalan yang teramat dalam, kalau dulu dia bisa dengan mudah menceraikan Maya, kali ini dia tak bisa main-main. Laila dengan kuasa uangnya, sedangkan Karin dengan ancaman atas perbuatan, yang membuat istri keduanya keguguran.Karena melamun, dia tak menyadari kalau Diki sudah selesai menyetubuhi adik iparnya. Pria itu menatap datar adik kandungnya, lalu mengambil dompet dan mengeluarkan uang berwarna merah beberapa lembar."Ambil ini untuk membelikan kekasihku makanan, sisanya gunakan untuk menjemput ibu dan juga istrimu. Aku rasa masih ada lebihnya, untuk membeli vitamin penambah tenaga untuk Laila. Tadi dia begitu bersemangat melayaniku."Tanpa punya perasaan Diki bicara seol
"Satu Minggu ya bos? Ini lima ratus juta sebagai bayarannya. Kau bisa datang setelah waktunya berakhir."Darma tersenyum, saat menerima uang cash dalam koper. Lalu beralih menatap tubuh Laila yang terbaring tak sadarkan diri, dalam keadaan telanjang bulat."Kau akan merintih setiap waktu, jalang. Tak hanya satu pria yang akan memasuki tubuhmu, tapi banyak hingga kau tak akan berhenti merintih."Darma tertawa lalu pergi begitu saja, meninggalkan Laila bersama pria-pria gila seks. Baginya uang adalah segalanya, jika bisa sabar saat mendengar dan melihat Diki memasuki tubuh istrinya. Kenapa tidak sekalian menjual wanita itu."Darma dimana Laila berada? Dia tak memberiku kabar sama sekali."Darma tersenyum melihat wajah Diki yang terlihat gelisah. Tentu saja, karena sudah tiga hari dia membawa pergi Laila. Dan berhasil menjual wanita itu, untuk menjadi budak selama seminggu ke depan."Cari lonte di luar sana Mas, kalau tak punya uang pakai ini."Pluk ....Darma melempar wajah Diki, dengan
"Apa kabar Mas? Lama tak ada kabar, masih ingat jalan pulang rupanya."Brak ....Diki mengebrak meja setelah mendengar ucapan istrinya. Setelah sibuk mencari Laila, begitu pulang dia di kejutkan dengan surat pangilan sidang perceraian.Parahnya lagi, dia melihat istri sahnya sedang berada di bawah tubuh adik kandungnya. Entah sejak kapan Darma punya hubungan dengan Istrinya.Flashback on."Jadi kau suami wanita jalang itu? Berarti kau adik kandung mas Diki?"Wanita itu menatap ke arah Darma. Senyumnya terlihat sinis, memandang dari atas sampai bawah tubuh adik iparnya.Meski risih tapi demi balas dendam, membuat Darma menguatkan dirinya untuk menghadapi kakak iparnya. Wanita yang konon menghidupi Diki."Apa yang kau pandang dari Diki? Hingga kau diam saja, meski dia tidur dengan wanita lain di luar sana."Pertanyaan Darma tidak mendapat jawaban, hanya tawa panjang istri Diki yang terdengar. Darma masih menunggu wanita itu melampiaskan rasa gelinya."Apa kau pikir aku terlalu bodoh hing
"Kalian penipu, untuk menguasai harta ibu kalian sengaja bilang bangkrut. Kalian ingin menguasai hak Aina putriku."Siti berteriak, membuat semua orang yang datang ke acara tujuh hari nenek Fandy terkejut. Mereka tak menyangka kalau wanita itu tidak memiliki sopan-santun. Membuat Hardi muak."Cukup! Hak apa yang kau maksudkan, Siti. Aina bahkan bukan darah dagingku, dia anak harammu dengan pria lain. Apa kau mau semua orang tau siapa ayah Aina? Sudah siap di hancurkan istri dan keluarga pria itu?"Siti terkejut dia tak menyangka Hardi akan semarah itu. Selama ini tak ada yang tau soal Aina selain Hardi dan orangtua Fandy, tapi sekarang Hardi siap membuka aibnya."Bagaimana?"Siti gemetar dia hanya bisa menatap Hardi tanpa berani untuk bicara. Dia tak siap berhadapan dengan keluarga kekasihnya, apalagi tanpa perlindungan Hardi."Sebaiknya kau pergi daripada hanya membuat omong kosong. Demi harta kau tak sadar sedang berada di mana, selama ini kau sudah enak hidup dari belaskasihan kami
"Ini gak mungkin, pasti akal-akalan kalian kan. Jangan mentang-mentang ibu tinggal bersama kalian lalu kalian berusaha menguasai hartanya."Sari terlihat marah saat pengacara keluarga datang sesuai permintaan Sari. Malas ribut orangtua Fandy menuruti permintaannya."Awalnya aku tak mau melibatkan kalian. Sayangnya kau terlalu serakah Sari, apa boleh buat segera kosongkan rumah yang kalian tempati, karena itu termasuk harta ibu yang di gadaikan. Bahkan rumah ini sudah bukan milik ibu lagi, hutang dan kesombongan membuat semuanya hilang."Kali ini Maya dan Fandy tak berani bersuara. Mereka lebih memilih untuk mendengarkan para orangtua yang bicara, agar tak terjadi keributan yang lebih panjang."Bagaimana Har? Apa kau siap bicara pada wanita ini? Wanita yang tak sadar siapa dirinya. Hanya mantan tapi masih merasa berkuasa, aku rasa sudah waktunya kau buang dia, daripada menyusahkan mu terus-menerus."Maya dan Fandy terkejut begitu juga dengan Sari. Wanita itu tak menyangka akan mendapat
"Setelah ibu meninggal akhirnya kalian datang juga. Begitu inginnya kalian mendapat warisan ibu."Baru saja masuk ke rumah, belum juga mendudukan bokong ke kursi. Susah terdengar ucapan pedas seorang wanita."Maksud Tante Sari apa ya? Kenapa bicara soal warisan? Saat nenek belum genap tiga hari meninggal."Fandy yang terkejut langsung menatap istri adik papanya. Mereka memang tak dekat, bahkan saat dia dan Maya menikah tak ada keluarga papanya yang datang. Sepertinya dia tau sebabnya."Heran saja, sejak ibu sakit tak ada kalian datang menjenguk tapi begitu dia meninggal cepat sekali datang pasti menginginkan harta warisan kan? Sudahlah aku bisa menebaknya dengan mudah."Fandy terlihat mengepalkan tangan, tentu dia emosi mendengar tuduhan Tantenya. Namun tidak dengan Maya, wanita itu terlihat santai sekali membuat Fandy heran dan juga bingung."Sayangnya Tante salah besar. Kami berdua tak membutuhkan warisan dari siapapun, asal tau aja kami berdua sudah memiliki dua perusahaan besar un
Fandy dan Maya duduk menghadap gundukan tanah merah yang masih basah. Di sana terbaring seorang wanita yang pernah merusak pernikahan mereka, wanita yang hingga akhir hayatnya tak sempat meminta maaf pada Fandy Maya."Sudah siang, kita pulang sekarang. Papa dan mama ingin bicara dengan kita."Fandy menautkan jari tangan pada tangan sang istri. Dia tau Maya masih belum bisa percaya pada kedua orangtuanya, setelah mereka sempat melakukan kesalahan pada wanita itu."Berapa lama kita di sini, Mas? Apa bisa aku pulang duluan? Rasanya tak nyaman berada di sini apalagi ada Hera."Maya terlihat tak nyaman tapi Fandy juga tak mungkin membawa istrinya pulang sekarang. Apa kata orang kalau mereka pulang, mereka saja datang setelah tiga hari kematian sang nenek. Jadi gak pantas kalau langsung pergi."Tenang ada aku bersamamu. Lagipula mama dan papa kan sudah meminta maaf, apa salahnya kita beri mereka kesempàtan, jangan sampai kejadian yang di alami nenek terjadi pada orangtua ku juga.""Apa kau
Kedua pasangan itu berciuman dengan panas. Mereka bahkan lupa berada di mana saat itu, Sandoro benar-benar bahagia, saat gadis yang dia cintai membalas perasaannya. Sandoro menarik tangan gadis yang baru satu jam yang lalu menerima cintanya. Mereka duduk di kursi ruangan Maya, posisi duduk mengangkang kekasihnya, membuat milik lelaki itu semakin tegang. Apalagi wanita itu justru duduk di pangkuannya, jelas membuat miliknya semakin membesar."Ah ....Pak milikmu menusuk milikku."Gadis itu terkejut hingga melepaskan ciuman di bibir kekasih barunya. Pria itu tersenyum dan meremas pantatnya."Mau buka celana dalammu? Agar dia bisa benar-benar masuk dan membuatmu merasakan nikmatnya."Gadis itu mengerjabkan matanya. Seperti berpikir antara takut dan ingin merasakan, benda besar yang menusuk miliknya. Perlahan dia bangun dari pangkuan Sandoro, menatap mata kekasihnya lalu membelai wajah pria yang tengah memejamkan mata itu, dia tau Sandoro tengah berusaha menetralkan panas di tubuhnya."Maa
"Hai ...mau kemana kau?"Sandoro dan bapak Maya terkejut, saat melihat Fandy berdiri menuju pintu kamar yang di tempati istrinya."Aku rela menerima rasa sakit yang di berikan istriku, tapi aku tak bisa tetap diam saat dia merasakan sakit, karena apa yang dia pikirkan apalagi semua itu tidak benar."Fandy membuka pintu dan menemukan sorot mata dingin dan penuh rasa kecewa. Perlahan dia mendekat dan bersiap, seandainya sang istri kembali menyerangnya."Kau bisa memukul atau menamparku jika itu membuatmu lega, Yank. Aku memang bodoh, hingga tanpa sadar terus membuatmu terluka dan kecewa. Hanya saja kau harus tau, aku mencintaimu tak ada wanita lain yang bisa menggantikan cinta itu. Lagipula apa yang kau pikirkan? Hingga jatuh pingsan sebelum Sandoro bicara. Apa mungkin itu bawaan bayi kita, yang sudah berkembang di rahimmu? Mungkin dia juga ikutan marah, karena mamanya berpikir papanya melakukan kesalahan lagi."Maya terlihat bingung dengan apa yang suaminya bilang. Mata wanita itu ber
Maya mengeliat merasakan sakit di kepalanya. Rasa pusing membuatnya tak sadar apa yang sudah terjadi padanya, perlahan dia terdiam saat otaknya mulai menginggat apa yang sudah terjadi."Sayang, syukurlah kau sudah sadar."Plak ...brak ...."Pergi! Aku tak mau melihatmu lagi!"Maya berteriak setelah menampar suaminya. Dia mulai membanting barang-barang yang ada di meja, pikiran dalam kepala membuatnya marah. Raut wajah Sandoro dan tatapan pria itu membuatnya menerka, apa yang sudah di lakukan Fandy."Sialan kau Mas. Percuma aku beri kau kesempatan berulang kali, ternyata kau membuatku seperti perempuan bodoh. Keluar, aku akan menggugat ke pengadilan agama kita bercerai!""Cukup Maya!"Maya tersentak saat mendengar teriakan bapaknya dari depan pintu. Wanita itu menangis histeris, karena mengira semua orang membodohinya termasuk orangtuanya."Bapak tenang dulu, sayang tenang dan dengarkan aku.""Tidak! Semua sudah jelas. Jadi pergi kalian semua, aku tak mau mendengar atau melihat kalian
"Kau yakin wanita itu ada di tempat yang kau katakan? Bersama pak Cakra Kusuma juga."Maya menatap Sandoro, untuk memastikan kalau laporan pria itu tak salah."Yakin, aku sudah memastikannya langsung dengan sekretaris pak Cakra. Wanita itu ingin menawarkan kerjasama dengan pak Cakra."Maya mengelengkan kepala sembari menatap Sandoro. Dia heran, bagaimana pria itu bisa mendapat informasi secepat itu."Rayuan ku tak pernah gagal May. Kau mau membuktikannya?"Plak ....Maya memukul bahu Sandoro. Pria itu memang suruhan Maya tapi dia bukan pegawai Maya, jadi dia masih bisa bicara dengan santai pada wanita itu."Masih ada satu lagi kejutanku untukmu May. Kau pasti suka, tak perlu mengeluarkan tenaga untuk memberi wanita itu pelajaran, cukup dengan Vidio ini."Sandoro mengirim sebuah Vidio ke nomor Maya. Wanita itu membukanya dan terkejut, dengan wajah merah dia menatap Sandoro."Sial kau, kenapa tak mengingatkan aku soal Vidio mesum ini?"Maya mengusap wajahnya dia jadi malu pada Sandoro k
"Seorang janda yang melanjutkan usaha suaminya. Sayang isi otaknya tak terlalu bagus, jadi perusahaan tak berjalan baik justru mendekati bangkrut. Irvan menjanjikan suntikan dana dengan syarat membantu Fira menjebak suamimu."Maya mengepalkan tangan ternyata dugaannya benar. Ada yang aneh dengan wanita yang ingin bekerjasama dengan Fandy."Bagus kalau begitu terus awasi dia. Aku sendiri yang akan memberinya pelajaran, kalau dia tak boleh macam-macam dengan milikku."Sandoro adalah orang yang diminta Maya mengawasi wanita yang memasukkan obat perangsang dalam minuman Fandy. Pria itu begitu cekatan, hingga dalam waktu singkat sudah meletakkan informasi yang dia minta di atas meja kerjanya."Ngomong-ngomong, bagaimana kabar suamimu? Aku dengar dia membenturkan kepala, agar tak menyentuh wanita itu."Maya menarik napas saat mendengar pertanyaan Sandoro. Bicara soal Fandy, Maya belum menemui suaminya lagi sejak semalam. Dia masih kesal dengan kebodohan suaminya."Yah begitulah. Dia masih d