Terima kasih masih mengikuti cerita ini. Yuk dukung dengan memberikan ulasan bintang lima dan GEMS sebanyak-banyaknya agar semangat update bab baru.
"Sayang cepat, aku tunggu di mobil!"Maya berteriak sembari mengambil sepatu di rak. Saat membuka pintu, dia terkejut melihat seorang pria di depan pagar."Mau apa mantanmu kemari? Ini tak boleh di biarkan. Pasti ada udang di balik batu."Maya terkejut saat mendengar suara Fandy di belakangnya. Belum normal detak jantung, suaminya sudah mendatangi Darma."Mau apa kau kemari? Aku rasa tak ada urusan lagi antara kau dan istriku?""Maya aku mau bicara denganmu sebentar, tolong ikutlah denganku."Tanpa memperdulikan Fandy, Darma langsung mengajak Maya pergi. Tentu saja membuat suami-istri itu heran."Kau bodoh atau gila? Suamiku sebesar ini. Bisa-bisanya kau mengabaikannya, kau ingat kan betapa hormatnya aku padanya, mana mungkin aku pergi dengan pria lain."Maya menyatukan tangannya dengan tangan Fandy. Sembari mengelus perut yang mulai membuncit. Darma melihat apa yang dilakukan Maya dan itu begitu menyakitkan baginya.Berlian itu sudah dia buang, kini dia mengambil kotoran dan menyimpan
"ah ....lebih keras Mas, yah ...begitu kau memang hebat. Aku mencintaimu."Darma kembali keluar dari rumah, saat mendengar rintihan istri pertamanya. Dia tau pasti Laila sedang berbagi peluh dengan Diki.Meski sudah berada di luar rumah, tapi rintihan itu masih terdengar walau samar. Airmatanya menetes karena penyesalan yang teramat dalam, kalau dulu dia bisa dengan mudah menceraikan Maya, kali ini dia tak bisa main-main. Laila dengan kuasa uangnya, sedangkan Karin dengan ancaman atas perbuatan, yang membuat istri keduanya keguguran.Karena melamun, dia tak menyadari kalau Diki sudah selesai menyetubuhi adik iparnya. Pria itu menatap datar adik kandungnya, lalu mengambil dompet dan mengeluarkan uang berwarna merah beberapa lembar."Ambil ini untuk membelikan kekasihku makanan, sisanya gunakan untuk menjemput ibu dan juga istrimu. Aku rasa masih ada lebihnya, untuk membeli vitamin penambah tenaga untuk Laila. Tadi dia begitu bersemangat melayaniku."Tanpa punya perasaan Diki bicara seol
"Satu Minggu ya bos? Ini lima ratus juta sebagai bayarannya. Kau bisa datang setelah waktunya berakhir."Darma tersenyum, saat menerima uang cash dalam koper. Lalu beralih menatap tubuh Laila yang terbaring tak sadarkan diri, dalam keadaan telanjang bulat."Kau akan merintih setiap waktu, jalang. Tak hanya satu pria yang akan memasuki tubuhmu, tapi banyak hingga kau tak akan berhenti merintih."Darma tertawa lalu pergi begitu saja, meninggalkan Laila bersama pria-pria gila seks. Baginya uang adalah segalanya, jika bisa sabar saat mendengar dan melihat Diki memasuki tubuh istrinya. Kenapa tidak sekalian menjual wanita itu."Darma dimana Laila berada? Dia tak memberiku kabar sama sekali."Darma tersenyum melihat wajah Diki yang terlihat gelisah. Tentu saja, karena sudah tiga hari dia membawa pergi Laila. Dan berhasil menjual wanita itu, untuk menjadi budak selama seminggu ke depan."Cari lonte di luar sana Mas, kalau tak punya uang pakai ini."Pluk ....Darma melempar wajah Diki, dengan
"Apa kabar Mas? Lama tak ada kabar, masih ingat jalan pulang rupanya."Brak ....Diki mengebrak meja setelah mendengar ucapan istrinya. Setelah sibuk mencari Laila, begitu pulang dia di kejutkan dengan surat pangilan sidang perceraian.Parahnya lagi, dia melihat istri sahnya sedang berada di bawah tubuh adik kandungnya. Entah sejak kapan Darma punya hubungan dengan Istrinya.Flashback on."Jadi kau suami wanita jalang itu? Berarti kau adik kandung mas Diki?"Wanita itu menatap ke arah Darma. Senyumnya terlihat sinis, memandang dari atas sampai bawah tubuh adik iparnya.Meski risih tapi demi balas dendam, membuat Darma menguatkan dirinya untuk menghadapi kakak iparnya. Wanita yang konon menghidupi Diki."Apa yang kau pandang dari Diki? Hingga kau diam saja, meski dia tidur dengan wanita lain di luar sana."Pertanyaan Darma tidak mendapat jawaban, hanya tawa panjang istri Diki yang terdengar. Darma masih menunggu wanita itu melampiaskan rasa gelinya."Apa kau pikir aku terlalu bodoh hing
POV : Laila"Minumlah, kau pasti sangat haus sampai berkeringat begitu."Malam itu aku benar-benar sangat kehausan. Entah menapa udara terasa sangat panas, hingga membuat gerah.Untunglah di rumah sudah ada babu gratisan itu. Siapa lagi kalau bukan istri kedua Darma, kedatangannya tepat waktu jadi bisa aku suruh-suruh."Bagus, setelah ini buatkan aku nais goreng atau mie rebus. Sana kerjakan!"Aku menghardik Karin, aku semakin senang karena wanita itu terlihat patuh. Kalau begini kan enak hidup Berpoligami."Uah ...."Aku menguap karena mengantuk entah karena apa? Tak biasanya aku mengantuk ketika cuaca gerah begini."Bagus, tidurlah Mbak. Setelah ini mari bersenang-senang."Sialan ternyata ini ulah Karin, entah apa yang dia campur dalam minuman itu, hingga aku mengantuk sekali."Awas kau Karin, tunggu saja pembalasanku. Kau tak takut juga melawanku, setelah kehilangan rahim, aku pastikan kau akan kehilangan wajah cantikmu itu."Geram ku dalam hati, karena mulut tak lagi mampu berkata.
"Selamat pagi istriku, apa kabarmu? Bagaimana rasanya?"Laila menatap Darma, rasanya tak percaya saat tersadar dari pingsan, justru pria itu sudah berada di dekatnya."Auw ...sakit!"Laila berteriak dan menatap kebagian tubuh bagian bawahnya. Matanya melotot saat melihat seorang pria baru saja menghujamkan senjatanya ke miliknya."Apa yang kau lakukan Mas? Tolong aku."Laila menangis dan memohon, sudah cukup seminggu ini dia menjadi pemuas nafsu. Tak hanya pria tapi juga wanita yang menyimpang."Kenapa? Bukankah kau begitu senang saat berada di bawah tubuh mas Diki? Aku begitu baik hingga membuatmu teriak setiap malam. Lihat aku memberimu bonus dengan bersetubuh dengan pria itu."Laila berusaha bangkit namun pegangan pria itu begitu kuat. Hujaman senjatanya begitu menyakitkan bagi miliknya."Ampuni aku mas, aku sudah tak kuat lagi."Darma tertawa mendengar rengekan Laila. Wajahnya memerah bila ingat perlakuan wanita itu, saat memadu kasih dengan saudara kandungnya."Kau yakin ingin mem
"Maya, kau Maya kan? Wah kau tampak berubah. Aku dengar kau di campakkan suamimu, tapi kenapa kau bisa hamil? Jadi benar kau sudah menjadi simpanan om-om tajir."Maya menelan ludah, saat mendengar ucapan wanita yang belum dia kenal itu. Herannya wanita itu tau namanya."Aku Hera, tak kan kau lupa dengan wanita yang tunangannya kau curi."Maya menarik napas saat mendengar nama wanita itu. Wanita yang pernah salah paham ternyata sampai sekarang masih."Kau salah Hera, aku tak pernah merebut tunanganmu. Karena aku memang tak mengenal pria itu, kau juga tau suami pertamaku bukan kekasihmu, jadi buat apa kau bertahan dengan tuduhan palsu itu?"Maya jadi kesal setelah bertemu dengan wanita ini. Buka mulut tanpa berpikir sama sekali."Sayang, ada apa? Siapa wanita ini?"Fandy menatap wanita yang tadi dia dengar menghina istrinya. Dia sempat menunggu hingga tau kalau wanita ini salah paham."Mas Fandy. Kau benar-benar mas Fandy? Ya Allah akhirnya kita bertemu lagi."Fandy terkejut saat Hera m
"Istrimu sedang hamil Fan, jangan kau buat dia tertekan terus. Ulahmu bisa mempengaruhi perkembangan bayi kalian."Fandy menarik napas panjang setelah mendengar ucapan mamanya. Wanita itu marah karena kedatangannya di sambut dengan wajah sedih menantunya."Hera itu teman kecilku Ma, kami tak pernah bertemu tau-tau kami berjumpa di mall. Wanita itu membuat istriku cemburu buta, aku tak pernah membohongi Maya sama sekali."Fandy terlihat kesal karena masalah yang datang membuat istrinya sedih. Dia memang tak ada hubungan dengan Hera, entah darimana wanita itu tau dirinya."Herannya bagaimana bisa dia mengenalimu dan Maya, kalau memang tak pernah bertemu. Mama kok gak percaya begitu saja dengan alasanmu itu."Fandy semakin pusing karena mamanya pun tak percaya sama seperti Maya. Dia benar-benar tak pernah bertemu dengan wanita itu, heran juga darimana Hera tau wajahnya dan wajah Maya setelah dewasa."Kalau begitu caritau, mama rasa ada persengkongkolan di sini. Mama juga heran karena kit
"Kalian penipu, untuk menguasai harta ibu kalian sengaja bilang bangkrut. Kalian ingin menguasai hak Aina putriku."Siti berteriak, membuat semua orang yang datang ke acara tujuh hari nenek Fandy terkejut. Mereka tak menyangka kalau wanita itu tidak memiliki sopan-santun. Membuat Hardi muak."Cukup! Hak apa yang kau maksudkan, Siti. Aina bahkan bukan darah dagingku, dia anak harammu dengan pria lain. Apa kau mau semua orang tau siapa ayah Aina? Sudah siap di hancurkan istri dan keluarga pria itu?"Siti terkejut dia tak menyangka Hardi akan semarah itu. Selama ini tak ada yang tau soal Aina selain Hardi dan orangtua Fandy, tapi sekarang Hardi siap membuka aibnya."Bagaimana?"Siti gemetar dia hanya bisa menatap Hardi tanpa berani untuk bicara. Dia tak siap berhadapan dengan keluarga kekasihnya, apalagi tanpa perlindungan Hardi."Sebaiknya kau pergi daripada hanya membuat omong kosong. Demi harta kau tak sadar sedang berada di mana, selama ini kau sudah enak hidup dari belaskasihan kami
"Ini gak mungkin, pasti akal-akalan kalian kan. Jangan mentang-mentang ibu tinggal bersama kalian lalu kalian berusaha menguasai hartanya."Sari terlihat marah saat pengacara keluarga datang sesuai permintaan Sari. Malas ribut orangtua Fandy menuruti permintaannya."Awalnya aku tak mau melibatkan kalian. Sayangnya kau terlalu serakah Sari, apa boleh buat segera kosongkan rumah yang kalian tempati, karena itu termasuk harta ibu yang di gadaikan. Bahkan rumah ini sudah bukan milik ibu lagi, hutang dan kesombongan membuat semuanya hilang."Kali ini Maya dan Fandy tak berani bersuara. Mereka lebih memilih untuk mendengarkan para orangtua yang bicara, agar tak terjadi keributan yang lebih panjang."Bagaimana Har? Apa kau siap bicara pada wanita ini? Wanita yang tak sadar siapa dirinya. Hanya mantan tapi masih merasa berkuasa, aku rasa sudah waktunya kau buang dia, daripada menyusahkan mu terus-menerus."Maya dan Fandy terkejut begitu juga dengan Sari. Wanita itu tak menyangka akan mendapat
"Setelah ibu meninggal akhirnya kalian datang juga. Begitu inginnya kalian mendapat warisan ibu."Baru saja masuk ke rumah, belum juga mendudukan bokong ke kursi. Susah terdengar ucapan pedas seorang wanita."Maksud Tante Sari apa ya? Kenapa bicara soal warisan? Saat nenek belum genap tiga hari meninggal."Fandy yang terkejut langsung menatap istri adik papanya. Mereka memang tak dekat, bahkan saat dia dan Maya menikah tak ada keluarga papanya yang datang. Sepertinya dia tau sebabnya."Heran saja, sejak ibu sakit tak ada kalian datang menjenguk tapi begitu dia meninggal cepat sekali datang pasti menginginkan harta warisan kan? Sudahlah aku bisa menebaknya dengan mudah."Fandy terlihat mengepalkan tangan, tentu dia emosi mendengar tuduhan Tantenya. Namun tidak dengan Maya, wanita itu terlihat santai sekali membuat Fandy heran dan juga bingung."Sayangnya Tante salah besar. Kami berdua tak membutuhkan warisan dari siapapun, asal tau aja kami berdua sudah memiliki dua perusahaan besar un
Fandy dan Maya duduk menghadap gundukan tanah merah yang masih basah. Di sana terbaring seorang wanita yang pernah merusak pernikahan mereka, wanita yang hingga akhir hayatnya tak sempat meminta maaf pada Fandy Maya."Sudah siang, kita pulang sekarang. Papa dan mama ingin bicara dengan kita."Fandy menautkan jari tangan pada tangan sang istri. Dia tau Maya masih belum bisa percaya pada kedua orangtuanya, setelah mereka sempat melakukan kesalahan pada wanita itu."Berapa lama kita di sini, Mas? Apa bisa aku pulang duluan? Rasanya tak nyaman berada di sini apalagi ada Hera."Maya terlihat tak nyaman tapi Fandy juga tak mungkin membawa istrinya pulang sekarang. Apa kata orang kalau mereka pulang, mereka saja datang setelah tiga hari kematian sang nenek. Jadi gak pantas kalau langsung pergi."Tenang ada aku bersamamu. Lagipula mama dan papa kan sudah meminta maaf, apa salahnya kita beri mereka kesempàtan, jangan sampai kejadian yang di alami nenek terjadi pada orangtua ku juga.""Apa kau
Kedua pasangan itu berciuman dengan panas. Mereka bahkan lupa berada di mana saat itu, Sandoro benar-benar bahagia, saat gadis yang dia cintai membalas perasaannya. Sandoro menarik tangan gadis yang baru satu jam yang lalu menerima cintanya. Mereka duduk di kursi ruangan Maya, posisi duduk mengangkang kekasihnya, membuat milik lelaki itu semakin tegang. Apalagi wanita itu justru duduk di pangkuannya, jelas membuat miliknya semakin membesar."Ah ....Pak milikmu menusuk milikku."Gadis itu terkejut hingga melepaskan ciuman di bibir kekasih barunya. Pria itu tersenyum dan meremas pantatnya."Mau buka celana dalammu? Agar dia bisa benar-benar masuk dan membuatmu merasakan nikmatnya."Gadis itu mengerjabkan matanya. Seperti berpikir antara takut dan ingin merasakan, benda besar yang menusuk miliknya. Perlahan dia bangun dari pangkuan Sandoro, menatap mata kekasihnya lalu membelai wajah pria yang tengah memejamkan mata itu, dia tau Sandoro tengah berusaha menetralkan panas di tubuhnya."Maa
"Hai ...mau kemana kau?"Sandoro dan bapak Maya terkejut, saat melihat Fandy berdiri menuju pintu kamar yang di tempati istrinya."Aku rela menerima rasa sakit yang di berikan istriku, tapi aku tak bisa tetap diam saat dia merasakan sakit, karena apa yang dia pikirkan apalagi semua itu tidak benar."Fandy membuka pintu dan menemukan sorot mata dingin dan penuh rasa kecewa. Perlahan dia mendekat dan bersiap, seandainya sang istri kembali menyerangnya."Kau bisa memukul atau menamparku jika itu membuatmu lega, Yank. Aku memang bodoh, hingga tanpa sadar terus membuatmu terluka dan kecewa. Hanya saja kau harus tau, aku mencintaimu tak ada wanita lain yang bisa menggantikan cinta itu. Lagipula apa yang kau pikirkan? Hingga jatuh pingsan sebelum Sandoro bicara. Apa mungkin itu bawaan bayi kita, yang sudah berkembang di rahimmu? Mungkin dia juga ikutan marah, karena mamanya berpikir papanya melakukan kesalahan lagi."Maya terlihat bingung dengan apa yang suaminya bilang. Mata wanita itu ber
Maya mengeliat merasakan sakit di kepalanya. Rasa pusing membuatnya tak sadar apa yang sudah terjadi padanya, perlahan dia terdiam saat otaknya mulai menginggat apa yang sudah terjadi."Sayang, syukurlah kau sudah sadar."Plak ...brak ...."Pergi! Aku tak mau melihatmu lagi!"Maya berteriak setelah menampar suaminya. Dia mulai membanting barang-barang yang ada di meja, pikiran dalam kepala membuatnya marah. Raut wajah Sandoro dan tatapan pria itu membuatnya menerka, apa yang sudah di lakukan Fandy."Sialan kau Mas. Percuma aku beri kau kesempatan berulang kali, ternyata kau membuatku seperti perempuan bodoh. Keluar, aku akan menggugat ke pengadilan agama kita bercerai!""Cukup Maya!"Maya tersentak saat mendengar teriakan bapaknya dari depan pintu. Wanita itu menangis histeris, karena mengira semua orang membodohinya termasuk orangtuanya."Bapak tenang dulu, sayang tenang dan dengarkan aku.""Tidak! Semua sudah jelas. Jadi pergi kalian semua, aku tak mau mendengar atau melihat kalian
"Kau yakin wanita itu ada di tempat yang kau katakan? Bersama pak Cakra Kusuma juga."Maya menatap Sandoro, untuk memastikan kalau laporan pria itu tak salah."Yakin, aku sudah memastikannya langsung dengan sekretaris pak Cakra. Wanita itu ingin menawarkan kerjasama dengan pak Cakra."Maya mengelengkan kepala sembari menatap Sandoro. Dia heran, bagaimana pria itu bisa mendapat informasi secepat itu."Rayuan ku tak pernah gagal May. Kau mau membuktikannya?"Plak ....Maya memukul bahu Sandoro. Pria itu memang suruhan Maya tapi dia bukan pegawai Maya, jadi dia masih bisa bicara dengan santai pada wanita itu."Masih ada satu lagi kejutanku untukmu May. Kau pasti suka, tak perlu mengeluarkan tenaga untuk memberi wanita itu pelajaran, cukup dengan Vidio ini."Sandoro mengirim sebuah Vidio ke nomor Maya. Wanita itu membukanya dan terkejut, dengan wajah merah dia menatap Sandoro."Sial kau, kenapa tak mengingatkan aku soal Vidio mesum ini?"Maya mengusap wajahnya dia jadi malu pada Sandoro k
"Seorang janda yang melanjutkan usaha suaminya. Sayang isi otaknya tak terlalu bagus, jadi perusahaan tak berjalan baik justru mendekati bangkrut. Irvan menjanjikan suntikan dana dengan syarat membantu Fira menjebak suamimu."Maya mengepalkan tangan ternyata dugaannya benar. Ada yang aneh dengan wanita yang ingin bekerjasama dengan Fandy."Bagus kalau begitu terus awasi dia. Aku sendiri yang akan memberinya pelajaran, kalau dia tak boleh macam-macam dengan milikku."Sandoro adalah orang yang diminta Maya mengawasi wanita yang memasukkan obat perangsang dalam minuman Fandy. Pria itu begitu cekatan, hingga dalam waktu singkat sudah meletakkan informasi yang dia minta di atas meja kerjanya."Ngomong-ngomong, bagaimana kabar suamimu? Aku dengar dia membenturkan kepala, agar tak menyentuh wanita itu."Maya menarik napas saat mendengar pertanyaan Sandoro. Bicara soal Fandy, Maya belum menemui suaminya lagi sejak semalam. Dia masih kesal dengan kebodohan suaminya."Yah begitulah. Dia masih d