"Mas, kau sedang apa di ruang gelap begini?"
Aku menghidupkan lampu. Membuat mas Darma terkejut, hingga tanpa sadar menjatuhkan ponsel miliknya. Pria itu terlihat pucat pasi, dia seperti melihat hantu."Hai mas, kau tak perlu takut begitu, ini aku."Aku hampir tertawa saat melihat mas Darma terduduk lemas. Rupanya dia benar-benar kaget, saat kepergok menghubungi ibunya."Kau bicara dengan siapa sih? Sampai segitu kagetnya saat aku datang."Aku meraih ponsel mas Darma, tapi pria itu keburu mengambil ponsel itu dari atas lantai. Dia seperti takut aku melihat siapa yang dia ajak bicara tadi."Itu bukan urusan mu, May. Kau tak perlu ikut campur, menolong suami yang kesusahan saja kau tau mau."Idih dia mencoba memasang wajah orang teraniaya. Memangnya aku perduli, pokoknya besok aku harus mulai menyelidiki mas Darma. Aku harus tau, apa yang dia dan ibunya sembunyikan dari ku."Awas minggir aku mau masuk kamar. Dasar tak tau diri, sudah numpang tak ada timbal-baliknya."Aku terdiam, walau sakit jangan sampai melawan sekarang. Dua tahun berumah tangga, jangan sampai merugi."Cepat matikan lampu, listrik sedang mahal. Jangan boros kau di rumah ini."Wah ...wah ...wah hebat sekali cara mas Darma bicara. Baiklah, aku akan tunjukan apa itu pemborosan."Cepat Maya jangan lama-lama di dapur. Kau tak tau ini sudah malam, cepat matikan semua lampu biar hemat."Aku segera mematikan lampu dapur. Sialnya dia mematikan juga lampu kamar, jadinya aku kesulitan untuk sampai sana. Karena tak ada cahaya sama sekali."Kau sudah berani bermain rupanya. Baiklah aku akan meladeni mu, Mas. Jangan lupa siapa aku jadi jangan main-main." Ucapku dalam hati.Dengan meraba akhirnya aku sampai juga di tempat tidur. Pria kurang ajar ini bukannya tidur, dia justru memainkan ponsel di ruang gelap ini.Tunggu saja pembalasan ku mas, kau akan menangis darah, bila aku sudah bertindak.Tit ....Aku mematikan AC di kamar kami. Terdengar mas Darma berteriak karena dia tak bisa tidur tanpa AC."Katanya mau berhemat, makanya aku matikan. Makanya kalau ngomong yang benar, biar orang yang dengar tak salah bertindak."Aku berkata ketus, aku kira dia akan melawan ternyata tidak. Dia memilih menghidupkan lagi AC itu, dengan menurunkan suhu sehingga terasa sangat dingin."Kau tak takut besok demam mas? Ingat kau sudah banyak ambil cuti. Jangan sampai kau kena tegur atau justru di pecat."Aku mencoba mengingatkan. Bukan karena perhatian tapi tak mau terbebani jika dia sakit."Bukan urusan mu, sana tidur, muak aku dengar suara mu."Baiklah kalau begitu, jangan salahkan aku kalau kau demam besok. Aku mengambil selimut dan mulai tidur, tak perduli meski menjelang subuh mas Darma menaikan suhu kamar.Aku merasakan getaran, sepertinya mas Darma mengigil kedinginan. Biar saja dia rasakan akibat bicara sembarangan."Mas sudah pagi, kau mau kerja atau tidak?"Aku membangunkan mas Darma agak siangan. Biar dia tau rasanya kalang-kabut, dia pikir aku tak sakit hati mendengar ucapannya semalam."Kau sudah gila, May? Kenapa kau tak bangunkan aku sejak pagi? Di kantor ada rapat penting ... bodoh."Pyar ....Rasanya seperti ada api di atas kepalaku. Berani mas Darma bilang aku bodoh?"Tutup mulut mu mas, jangan mencoba menghinaku lagi. Memangnya siapa yang bodoh? Seharusnya, kalau tau ada rapat penting, gunakan alarm jadi tak kesiangan. Lagian sejak tadi pagi aku bangunkan, kau mengomel hanya bilang nanti-nanti, sekarang kau menyalahkan aku pula."Mas Darma terdiam sepertinya dia baru sadar. Kalau sejak semalam dia sudah keterlaluan, dia sudah berani berkata kasar, lihat apa yang akan aku lakukan untuk membuatnya jera."Jangan minta uang bensin padaku. Kau pikir sendiri di mana cari pinjaman."Aku berkata ketus dan meninggalkan mas Darma yang terdiam mematung. Dia pikir hanya dia yang bisa marah, aku juga bisa kali."Aku mau pergi kerja, May. Kalau tak ada uang bensin bagaimana?"Ternyata, dia mengikuti aku masuk ke kamar. Dia pikir aku akan berubah pikiran, kau salah besar mas."Terserah kau saja. Kalau merasa tak bisa membeli bensin gunakan kaki, kau bisa jalan sampai kantor, Anggap olah-raga."Aku membersihkan tempat tidur. Membiarkan mas Darma, dengan pikirannya sendiri. Biar tau rasanya dimarahi."Kenapa kau masih berdiri di sini? Katanya ada rapat penting, sudah pergi sana, keburu siang nanti terlambat baru tau rasa."Aku mengusirnya karena mas Darma tak juga pergi. Padahal, tadi dia marah-marah karena takut telat."Dia memang wanita tak baik."YUK TERUS BACA DAN BERI ULASAN 🌟 5 NYA BIAR MAKIN SEMANGAT. JANGAN LUPA VOTED JUGA SEBAGAI DUKUNGAN UNTUK CERITA INI."Ini satu juta dulu, pergunakan dengan baik. Jangan boros-boros jadi istri."Aku tersenyum tipis, lalu segera mengambil uang satu juta itu. Mas Darma tersenyum sinis, namun senyum itu tak lama di wajahnya."Kau lihat ini mas, pas satu juta aku belikan token listrik. Semoga bisa bertahan sampai sebulan, jangan lupa bayar tagihan air."Aku kembali duduk setelah membeli token listrik, lalu menarik mas Darma untuk melihat, aku sudah menghabiskan uang pemberiannya dalam sekejap."Kau kan bisa beli lagi nanti, tak harus langsung sejuta kau belikan token listrik."Terdengar suara melengking mas Darma. Dia pikir bisa uang sejuta di suruh berhemat."Aku sudah melakukan sesuai permintaan mu, Mas. Untuk berhemat, dengan membeli token listrik. Jadi, bisa bertahan sebulan, kurang lebihnya begitulah."Aku menjawab dengan santai. Dia pikir aku masih bisa dia bohongi, dengan memberi satu juta disuruh berhemat pula. Belum lagi, nanti dia minta uang bensin, hemat dari mananya? Yang ada, aku yang tekor
"Maya Lestari?"Aku menyipitkan mata, saat melihat seorang pria datang menghampiri mejaku. Dia terlihat mengakrabkan diri, tapi aku masih belum ingat siapa dia."Kau pasti melupakan aku? Dasar tak beradab, dengan teman sendiri bisa lupa."Aku mengerutkan keningku, karena pria ini seperti mulai kurang ajar. Sepertinya dia mulai sadar, kalau aku merasa tak nyaman."Keterlaluan, bisa-bisanya kau lupa sungguhan."Kembali pria itu bicara dengan nada kesal. Tangannya mengambil kaca mata dan meletakkan di wajahnya."Ya Allah, kau si cupu? apa kabar? Lama tak ketemu. Dengar-dengar kau ke Singapura karena patah hati."Begitu ingat namanya, aku jadi bicara panjang, tanpa memperdulikan raut wajahnya yang terlihat merah."Maaf aku kelepasan ngomong."Aku segera menutup mulut, karena sadar kalau ucapanku sudah keterlaluan. Dia tak bersuara hanya kembali menyimpan kacamatanya."Tentu saja aku pergi karena wanita itu benar-benar tak bertanggungjawab. Sudah membuatku jatuh cinta, tapi nikah dengan pr
"Darimana kau, jam segini baru pulang?"Aku terkejut karena tak mengira mas Darma masih di rumah. Bukannya tadi dia bilang mau ke rumah ibu, kok gak jadi, dari baju santai yang dia pakai aku bisa menebak kalau dia tak akan kemana-mana."Masih di sini mas, katanya mau menginap di rumah ibu?"Aku melangkah menuju ke dapur, untuk mengambil air minum. Berjalan dari jalan depan membuatku haus."Tidak usah mengalihkan pembicaraan, Maya. Aku tanya kau dari mana?"Aku meletakkan gelas bekas minumku, lalu menatap mas Darma. Sepertinya dia mau melampiaskan emosinya, kita lihat saja siapa yang menang?Aku tak mengalihkan pembicaraan mas. Kan kau sendiri yang bilang, kalau mau ke rumah ibu. Aku keluar ya cari makan lah, kan di rumah tak ada makanan yang tersisa."Aku menjawab dengan santai, membuat mas Darma menatap tajam. Sepertinya dia mulai kesal karena aku tak membawakan dia makanan."Aku tak tau kalau kau di rumah. Jadi tak ku belikan makanan, salah sendiri tadi bilang mau ke rumah ibu."Kem
Mendengar ucapan ibu mertua berarti benar mas Darma tidak bisa menuruti permintaan ibu, aku heran, kenapa suamiku tak mengeluarkan saja, uang yang katanya dia tabung."Ada apa lagi Bu? Bukankah sudah aku bilang? Urusan uang sudah aku serahkan pada mas Darma. Bukankah itu yang ibu inginkan, jadi jangan bilang aku menguasai uangnya lagi, sampai sekarang dia tak memberiku uang sama seperti ibu."Aku menatap ibu mas Darma. Baru saja bernapas lega dia datang lagi, aku tak mau malu, ketika tetangga mendengar suaranya, kalau hanya bicara tak masalah, tapi teriakan dan hinaannya begitu menyakitkan."Jangan banyak omong kau, May. Ibu tidak percaya kalau Darma tak memiliki uang lagi, sedangkan dia baru tadi siang gajian."Mendengar suara ibu mas Darma, benar-benar membuatku marah. Dia masih berkeras kalau gaji anaknya itu banyak."Cukup, mas katakan pada ibu berapa gajimu. Tunjukan buktinya, tunjukkan juga semua cicilan hutangmu, aku sudah muak di curigai terus."Aku sudah tak sabar lagi. Tapi
Setelah beberapa kali mendengar mas Darma punya tabungan, kenapa aku jadi curiga dan penasaran? Sepertinya, aku harus segera mencari tahu. Selagi mas Darma kerja, ini adalah waktu yang tepat, untuk mencari bukti kalau dia memang punya tabungan rahasia...Aku mulai mencari di setiap ruangan, siapa tau ada tempat yang tak aku ketahui. Atau, sesuatu yang bisa menunjukan tempat tersembunyi itu.Namun, setiap ruangan sudah aku telusuri, tak ada sesuatu yang mencurigakan. Sekarang aku berada di tumpukan sepatu lama mas Darma. Perasaan sepatu lama ini sudah aku buang, kenapa masih di simpan lagi?"Cih, barang busuk begini masih di simpan juga. Berapa kali aku buang di ambil lagi, seperti barang berharga saja tak boleh dibuang." Aku berucap pelan, tapi kemudian aku terdiam, sembari menatap sepasang sepatu butut milik mas Darma."Mari kita lihat, apa yang membuat sepatu butut ini begitu berharga?"Aku membuka kotak dan melihat dengan teliti sepatu butut itu. Tak ada yang aneh bahkan baunya san
Dengan segera, aku mentransfer tabungan Mas Darma ke rekening usahaku. Untuk berjaga-jaga, jika nanti mas Darma menuntut. Untunglah semua pengeluaran yang diminta keluarganya selama ini, telah aku simpan buktinya sebagai hutang, seperti permintaan mereka. Awalnya, tak berniat menagih, tapi ini sudah keterlaluan.Lumayan untuk hari pertama, besok aku akan mengambil lagi. Semua harus menjadi milikku sebagai pembayaran hutang. Setelah selesai, aku segera menghapus transaksi, kemudian menyimpan semuanya seperti semula."Tring ...tring ...."Terdengar suara dari ponselku. Ternyata, dari bapak. Dia menanyakan uang yang baru masuk ke rekening atas namanya."Iya pak itu pembayaran hutang keluarga mas Darma. Aku baru transfer dari tabungan yang dia sembunyikan dariku. Untuk jelasnya nanti aku ceritakan di toko."Aku segera bersiap untuk bertemu bapak dan ibu, juga harus memeriksa toko seperti permintaan bapak dan ibu, walau dua atau tiga bulan sekali aku baru bisa memeriksa, tapi bapak dan ibu
Setelah dari toko, aku segera mencari rumah makan. Lebih baik mencari makanan untuk nanti di rumah, tak banyak hanya untuk perut sendiri."Kalau wanita tak bisa lagi di atur, kau bisa cari cadangan Dar. Kau tampan, mapan, sudah punya mobil dan rumah. Wanita seperti apa saja pasti mau, walau jadi yang kedua."Tak sengaja aku mendengar ucapan seorang pria. Sepertinya dia sedang memberi nasehat pada sahabatnya, rasanya aneh saja di dengar, pria macam apa yang curhat soal istrinya pada pria lain."Aku tak bisa berbuat seperti itu juga Tom. Kau harus tau Maya itu terlalu sempurna sebagai istri, walau akhir-akhir ini agak menjengkelkan."Deg ...Suara itu kenapa seperti mas Darma. Aku memang duduk di sudut, karena rumah makan ini sedang ramai, lagian terhalang tembok tapi suara itu memang suara mas Darma. Ngapain dia di sini, sedangkan kantornya lumayan jauh dari daerah ini."Kalau dia begitu sempurna, kenapa kau terlihat tak bahagia hidup bersamanya, Darma?"Fik ...dia memang mas Darma. Ja
"Apa yang kau lakukan pada ibu May? Kenapa kau buat dia menangis? Kalau marah padaku, jangan lampiaskan pada ibu, dia tak tau apa-apa."Baru pulang kerumah langsung marah. Apa memang begini sifat laki-laki, maunya menang sendiri."Seharusnya kau tanya pada ibumu, Mas. Kenapa dia menangis? Jadi kau tak perlu marah-marah lalu bertanya. Perasaan aku tak melakukan apapun, tapi pandai sekali ibu membuatmu percaya."Aku memilih kembali fokus pada ponselku. Daripada melawan mas Darma, yang semakin tak terkendali."Lagian, buat apa ibu datang kalau kau tak di rumah? Kau harus tau, aku tak akan pergi. Sebelum semua uang ku kembali."Aku menatap tajam mas Darma, dia terlihat salah tingkah. Dia pikir aku akan lupa berapa hutang keluarganya, kalau uangnya tak masalah tapi itu uangku."Sial, kenapa aku sebodoh itu?"Aku memukuli kepala, membuat mas Darma langsung memegang tanganku. Dia pikir aku benar-benar pusing memikirkan hutang keluarganya."Tak perlu pegang-pegang. Pergi sana lebih baik mandi