Share

Tabungan Rahasia Apa?

Tunggu dulu, tadi mas Darma bilang tabungan. Aku kok tak tau dia punya tabungan? Memangnya, uang dari mana yang dia tabung? Aku mencium aroma penipuan di sini.

Sepertinya aku harus mengasah bakat detektif ku lagi. Mas Darma dan keluarganya, sudah berani menyimpan rahasia rupanya.

"Mas, kau sedang apa di ruang gelap begini?"

Aku menghidupkan lampu. Membuat mas Darma terkejut, hingga tanpa sadar menjatuhkan ponsel miliknya. Pria itu terlihat pucat pasi, dia seperti melihat hantu.

"Hai mas, kau tak perlu takut begitu, ini aku."

Aku hampir tertawa saat melihat mas Darma terduduk lemas. Rupanya dia benar-benar kaget, saat kepergok menghubungi ibunya.

"Kau bicara dengan siapa sih? Sampai segitu kagetnya saat aku datang."

Aku meraih ponsel mas Darma, tapi pria itu keburu mengambil ponsel itu dari atas lantai. Dia seperti takut aku melihat siapa yang dia ajak bicara tadi.

"Itu bukan urusan mu, May. Kau tak perlu ikut campur, menolong suami yang kesusahan saja kau tau mau."

Idih dia mencoba memasang wajah orang teraniaya. Memangnya aku perduli, pokoknya besok aku harus mulai menyelidiki mas Darma. Aku harus tau, apa yang dia dan ibunya sembunyikan dari ku.

"Awas minggir aku mau masuk kamar. Dasar tak tau diri, sudah numpang tak ada timbal-baliknya."

Aku terdiam, walau sakit jangan sampai melawan sekarang. Dua tahun berumah tangga, jangan sampai merugi.

"Cepat matikan lampu, listrik sedang mahal. Jangan boros kau di rumah ini."

Wah ...wah ...wah hebat sekali cara mas Darma bicara. Baiklah, aku akan tunjukan apa itu pemborosan.

"Cepat Maya jangan lama-lama di dapur. Kau tak tau ini sudah malam, cepat matikan semua lampu biar hemat."

Aku segera mematikan lampu dapur. Sialnya dia mematikan juga lampu kamar, jadinya aku kesulitan untuk sampai sana. Karena tak ada cahaya sama sekali.

"Kau sudah berani bermain rupanya. Baiklah aku akan meladeni mu, Mas. Jangan lupa siapa aku jadi jangan main-main." Ucapku dalam hati.

Dengan meraba akhirnya aku sampai juga di tempat tidur. Pria kurang ajar ini bukannya tidur, dia justru memainkan ponsel di ruang gelap ini.

Tunggu saja pembalasan ku mas, kau akan menangis darah, bila aku sudah bertindak.

Tit ....

Aku mematikan AC di kamar kami. Terdengar mas Darma berteriak karena dia tak bisa tidur tanpa AC.

"Katanya mau berhemat, makanya aku matikan. Makanya kalau ngomong yang benar, biar orang yang dengar tak salah bertindak."

Aku berkata ketus, aku kira dia akan melawan ternyata tidak. Dia memilih menghidupkan lagi AC itu, dengan menurunkan suhu sehingga terasa sangat dingin.

"Kau tak takut besok demam mas? Ingat kau sudah banyak ambil cuti. Jangan sampai kau kena tegur atau justru di pecat."

Aku mencoba mengingatkan. Bukan karena perhatian tapi tak mau terbebani jika dia sakit.

"Bukan urusan mu, sana tidur, muak aku dengar suara mu."

Baiklah kalau begitu, jangan salahkan aku kalau kau demam besok. Aku mengambil selimut dan mulai tidur, tak perduli meski menjelang subuh mas Darma menaikan suhu kamar.

Aku merasakan getaran, sepertinya mas Darma mengigil kedinginan. Biar saja dia rasakan akibat bicara sembarangan.

"Mas sudah pagi, kau mau kerja atau tidak?"

Aku membangunkan mas Darma agak siangan. Biar dia tau rasanya kalang-kabut, dia pikir aku tak sakit hati mendengar ucapannya semalam.

"Kau sudah gila, May? Kenapa kau tak bangunkan aku sejak pagi? Di kantor ada rapat penting ... bodoh."

Pyar ....

Rasanya seperti ada api di atas kepalaku. Berani mas Darma bilang aku bodoh?

"Tutup mulut mu mas, jangan mencoba menghinaku lagi. Memangnya siapa yang bodoh? Seharusnya, kalau tau ada rapat penting, gunakan alarm jadi tak kesiangan. Lagian sejak tadi pagi aku bangunkan, kau mengomel hanya bilang nanti-nanti, sekarang kau menyalahkan aku pula."

Mas Darma terdiam sepertinya dia baru sadar. Kalau sejak semalam dia sudah keterlaluan, dia sudah berani berkata kasar, lihat apa yang akan aku lakukan untuk membuatnya jera.

"Jangan minta uang bensin padaku. Kau pikir sendiri di mana cari pinjaman."

Aku berkata ketus dan meninggalkan mas Darma yang terdiam mematung. Dia pikir hanya dia yang bisa marah, aku juga bisa kali.

"Aku mau pergi kerja, May. Kalau tak ada uang bensin bagaimana?"

Ternyata, dia mengikuti aku masuk ke kamar. Dia pikir aku akan berubah pikiran, kau salah besar mas.

"Terserah kau saja. Kalau merasa tak bisa membeli bensin gunakan kaki, kau bisa jalan sampai kantor, Anggap olah-raga."

Aku membersihkan tempat tidur. Membiarkan mas Darma, dengan pikirannya sendiri. Biar tau rasanya dimarahi.

"Kenapa kau masih berdiri di sini? Katanya ada rapat penting, sudah pergi sana, keburu siang nanti terlambat baru tau rasa."

Aku mengusirnya karena mas Darma tak juga pergi. Padahal, tadi dia marah-marah karena takut telat.

"Dia memang wanita tak baik."

YUK TERUS BACA DAN BERI ULASAN 🌟 5 NYA BIAR MAKIN SEMANGAT. JANGAN LUPA VOTED JUGA SEBAGAI DUKUNGAN UNTUK CERITA INI.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Isabella
suami aneh
goodnovel comment avatar
Yandi Andot
mantap bener
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status