"Apa maksudmu tak lagi kuliah, Dis? Jangan macam-macam kau. Ingat biaya kuliahmu itu mahal. Gara-gara biaya kuliahmu itu, aku sampai bercerai dengan Maya."Aku dan ibu menatap Dista. Bisa-bisanya dia bilang tak lagi kuliah, memangnya apa yang jadi masalahnya. Tinggal kuliah, biaya aku yang tanggung mau apa lagi coba?"Masalahnya aku dikeluarkan dari kampus!"Dista berteriak membuat aku dan ibu terkejut. Bukankah bayaran uang kuliah lancar, kenapa dia harus dikeluarkan."Ini tidak boleh dibiarkan Bu, aku harus minta pertanggungjawaban dari kampusnya."Mendengar ucapanku, Dista tak melanjutkan masuk ke kamar. Dia kembali dan melarang aku ke kampus."Jangan bikin malu Mas, kalau sudah dikeluarkan buat apa datang ke kampus. Mau mengemis gitu?"Aku mengepalkan tangan ingin rasanya menampar wajahnya. Bisa-bisanya dia bicara begitu, apa tak berpikir berapa banyak uang yang sudah aku keluarkan."Tunggu dulu, kau takut sekali aku ke kampusmu. Apa ada yang coba kau tutupi dari kami Dis?"Dista
Terima kasih karena mengikuti cerita ini. Mohon dukungan dengan memberikan Gems dan ulasan bintang limanya ya. Selanjutnya selamat membaca."Apa kau mau menceraikan adikku? Berani sekali kau, setelah puas mau kau tinggal."Plak ...bug ...plak ....Tanpa ampun pria itu memukuliku. Enak saja dia lakukan itu, baiklah aku akan membawa masalah ini ke kantor polisi."Kau pikir aku takut masuk penjara, sebelum itu kau harus mati di tanganku."Jleb ...cress ....Aku melotot saat pisau itu menusuk perutku. Rasanya sangat sakit membuatku terkapar di lantai."Bagaimana rasanya? Sakit atau enak."Aku menatap pria itu yang tersenyum mengejek. Adik dan kedua orangtuanya, juga melakukan hal yang sama."Sudah bangun tidak usah lebai. Perutmu masih utuh, tapi kalau kau macam-macam aku bisa membunuh sunguhan."Pria itu memainkan pisau mainan di tangganya. Rasanya ingin sekali menghajarnya tapi tidak Sekarang."Baiklah, kita bertemu dikantor polisi. Aku sudah punya bukti kalian menganiaya, bahkan bernia
"Mungkin ini balasan atas kecurangan kita Bu, ingat kan uang itu kita tabung tanpa di ketahui Maya, tapi kita terus saja minta uangnya meski dengan alasan pinjam, sesungguhnya kita tak ada yang berniat mengembalikan uangnya."Aku bicara sejujurnya terserah ibu senang atau tidak. Kenyataannya memang kami sudah menipu Maya."Kalau begitu bisa jadi Maya yang mengambil uang itu, kau pun aneh, buat apa Mbanking kau save di ponsel. Jadi mudah kan di ambil orang, kebiasaan menyimpan note di ponsel juga gak berubah sama sekali."Kembali aku terdiam saat mendengar ucapan ibu. Apa benar Maya pelakunya? Tapi darimana dia tau aku memiliki tabungan itu?"Sudahlah Dar, kau pikirkan bagaimana cara mendapatkan uang untuk biaya rumah sakit ini. Besok atau lusa Dista sudah boleh pulang."Aku menarik napas panjang, rasanya ingin sekali meledak karena pusing kepalaku."Kalau begitu aku pulang lagi, semoga ada jalan untuk mendapatkan uang."Aku keluar tanpa memperdulikan lirikan ibu, dia benar-benar tak ta
"Rumah ibu di gadaikan? Kau bicara apa Diki? Dasar anak tak berotak. Kau menghilang setelah kami kesulitan uang, sekarang datang hanya untuk minta uang. Apa kau sudah gila?"Darma tersenyum sinis mendengar ibunya memarahi Diki, saudara sulungnya itu memang terlalu sombong, karena tak pernah di marahi."Ibu jangan banyak bicara, rumah itu sudah di gadaikan kalau bukan ibu siapa lagi. Dasar wanita serakah, ibu mau menguasai warisan bapak hah?"Plak ...plak ...."Anak kurang ajar berani sekali kau bicara seperti itu. Kalau memang aku mau menguasai harta suamiku, kau mau apa? Hidup selalu menyusahkan, berani sekali kau menghinaku."Diki terkejut mendapatkan dua kali tamparan dari ibunya. Tak hanya itu, ucapan sang ibu juga sangat menyakitkan."Kalau memang ibu mau mengadaikan rumah itu, memangnya ada urusan apa denganmu? Kau tau kami kesulitan uang tapi kau menghilang begitu saja, apa kau tau yang menimpa adikmu?"Diki terdiam dia tak menyangka ibunya bisa membungkam mulutnya. Dia memang m
"Ibu bisa istirahat di kamar, kalau tak mau silahkan pergi dari sini."Darma sudah kehabisan kesabaran, dia tak mau mendengar omelan ibunya, makanya dia membentak duluan wanita itu.Hatinya sedih, melihat wanita yang melahirkan dirinya berjalan pelan menuju ke kamarnya. Apa boleh buat daripada wanita itu mengomel seharian, lebih bagus dia bungkam duluan."Ibu, Dista cepat keluar. Ini aku belikan makanan."Sore harinya Darma mengetuk pintu kamar yang di tempati Dista dan ibunya. Namun tak ada sahutan dari dalam, pelan-pelan dia membuka pintu dan melihat kedua wanita itu masih tidur."Dasar kerbau, sudah teriak sekeras ini masih tak dengar juga."Dengan malas Darma masuk dan mengoyang tubuh ibu dan adiknya. Dia tak mau makanan yang dia beli basi, karena yang dia beli nasi bungkus."Bu, Dista. Bangun cepat itu ada makanan, kita makan dulu."Kedua wanita itu terkejut, karena Darma berada di kamar mereka. Heran saja tak biasanya pria itu membangunkan mereka berdua."Ada apa Dar? Kau mau mem
"Kerja yang bagus dong jangan bengong aja. Apa kamu mau makan gaji buta, kasihan menantuku harus mengeluarkan uang buatmu yang tak bekerja."Maya berlari keluar dari ruangannya, dia heran saat mendengar suara teriakan dari depan. Bapak dan ibunya juga sama terkejutnya makanya mereka mengikuti Maya keluar."Kalian? Mau apa datang kemari dan membuat keributan?"Maya dan kedua orangtuanya menatap Darma dan ibunya. Kedua orang itu tersenyum seolah tanpa dosa."Ini Nak, pegawaimu yang malas. Bukannya kerja malah bengong seperti orang bodoh."Maya menatap pria yang di tunjuk oleh mantan mertuanya. Dia terkejut karena tak tau pria itu ada di tokonya."Fandy Hidayat. Kenapa tak bilang-bilang kalau mau datang? Mana orangtuamu, katanya mau meminang putri kami?"Bapak Maya berkata seolah tak ada Darma dan ibunya. Pria itu memeluk Fandy, setelah pria itu mencium tangannya."Apa maksudnya melamar putri bapak? Kan anak kalian cuma Maya?"Darma bertanya seperti orang bodoh. Dia menatap kedua orangtua
"Harta gono-gini?"Maya terkejut saat bapak dan ibunya mengatakan, kalau Darma datang untuk meminta harta gono-gini, yang seharusnya dia dapatkan dari pernikahan dengannya. Wanita tersenyum karena melihat betapa santainya kedua suami-istei itu menghadapi permintaan mantan menantunya."Tak usah menatap bapak dan ibu seperti itu May, walau bapak orang kampung, tapi tak bodoh juga untuk takut dengan permintaan Darma. Pria itu pikir mudah mengugat harta gono-gini, apalagi tak ada harta yang mau di bagi."Ketiga orang itu tertawa memikirkan permintaan bodoh Darma. Pria itu tak berpikir panjang mungkin karena desakan ibunya."Ikuti saja kemauan Darma, kita lihat darimana dia mendapatkan uang untuk membayar pengacara, yang mau membantunya mengugat kita."Maya tersenyum, tapi ada rasa kasihan jika mantan suaminya gelap mata, tanpa mau berpikir panjang."Tak perlu iba begitu May, bapak ingin lihat pria itu mengembel dan kehilangan semua harta yang dia banggakan."Maya paham kalau bapaknya mar
"Jadi ini toko baju mas Darma Bu?"Aku menoleh saat mendengar suara seorang wanita. Aku tak bisa melihat lawan bicaranya, karena tertutup rak baju. Aku ingin melihat siapa yang dia panggil ibu, namun kasir yang bertugas memanggil. Jadi aku memilih mendatanginya terlebih dahulu."Nah ini mantan istri Darma yang serakah itu. Dia menguasai harta anakku lalu menceraikannya."Aku menoleh saat mendengar suara ibu mas Darma. Aku tersenyum karena wanita itu masih berkeras, kalau anaknya punya hak untuk meminta harta gono-gini."Benar aku adalah mantan istri mas Darma." Salam kenal ya, aku mengulurkan tangan tapi wanita itu tak menerimanya. Aku segera menurunkan tangan daripada pegal kan."Kalau ibu terus mengakui toko ini milik mas Darma. Kenapa tak menguggat Bu? Aku sudah lama menunggu sidang perebutan harta, yang kalian bilang masuk harta gono-gini ini."Aku tersenyum menatap mantan mertuaku. Dia tampak kesal namun mencoba menutupinya."Kau akan menyesal setelah toko ini dibagi, begitu jug