"Jadi ini toko baju mas Darma Bu?"Aku menoleh saat mendengar suara seorang wanita. Aku tak bisa melihat lawan bicaranya, karena tertutup rak baju. Aku ingin melihat siapa yang dia panggil ibu, namun kasir yang bertugas memanggil. Jadi aku memilih mendatanginya terlebih dahulu."Nah ini mantan istri Darma yang serakah itu. Dia menguasai harta anakku lalu menceraikannya."Aku menoleh saat mendengar suara ibu mas Darma. Aku tersenyum karena wanita itu masih berkeras, kalau anaknya punya hak untuk meminta harta gono-gini."Benar aku adalah mantan istri mas Darma." Salam kenal ya, aku mengulurkan tangan tapi wanita itu tak menerimanya. Aku segera menurunkan tangan daripada pegal kan."Kalau ibu terus mengakui toko ini milik mas Darma. Kenapa tak menguggat Bu? Aku sudah lama menunggu sidang perebutan harta, yang kalian bilang masuk harta gono-gini ini."Aku tersenyum menatap mantan mertuaku. Dia tampak kesal namun mencoba menutupinya."Kau akan menyesal setelah toko ini dibagi, begitu jug
"Singkirkan wanita itu Bang. Aku tak mau mas Darma kesulitan merebut hartanya, setelah itu baru kita singkirkan juga pelakor yang mendekati mas Darma. Dia hanya milikku dan tetap milikku."Karin bicara dengan nada sangat marah. Dia seolah tak terima ada wanita lain di dekat Darma, apalagi saat dia tau kalau mantan suami sirinya, akan mengugat harta gono-gini dari Maya."Kau tenang saja, aku akan pastikan wanita itu berakhir secepatnya. Tapi ingat, kau harus memberiku uang karena kerja ini tidak mudah."Karin tersenyum karena dia sudah menyiapkan uang untuk melancarkan kerja abangnya membereskan Maya."Tapi ingat Bang, jangan tinggalkan jejak. Aku mau semua berjalan bersih."Karin kembali memperingatkan abangnya. Dia memang berniat menyakiti Maya, tanpa memperhitungkan Fandy yang siap melindungi mantan istri suaminya."Kau tidak usah cemas Rin, pikirkan saja cara menyingkirkan penghalang satunya. Aku hanya ingin kau kembali pada Darma dan kita ikut menikmati hartanya. Lumayan juga yang
"Apa! Ibu saya lumpuh karena stroke Dok? Tidak mungkin, ini tidak mungkin terjadi."Darma tak percaya pada ucapan Dokter, sedangkan Karin tersenyum senang, walau dia sembunyikan dari Darma. Dia tak mau pria itu tau kalau semua ini rencananya."Kau ...kau pasti senang kan? Karena ibuku lumpuh, pasti semua ini rencanamu."Karin menatap tajam pada Darma, dia harus pura-pura agar pria ini tak semakin curiga."Kau memang bodoh Mas, buat apa aku rencanakan semua ini. Lebih baik ibumu mati, jadi aku tak perlu susah payah mencari pertolongan untuk menyelamatkan ibumu."Karin terlihat marah besar hingga membuat Darma merasa bersalah. Namun itu hanya sebentar karena ibunya terlihat bangun dan berusaha memanggilnya."Kau lihat mata ibumu, dia pasti ingin berterimakasih padaku, yang telah menyelamatkan dirinya. Kau saja yang buta hingga terus menyalahkan aku."Darma menghampiri ibunya yang berusaha untuk bicara. Sayang suaranya tak terdengar jelas, mata wanita itu sampai berlinang air mata, karena
"Kau sangat luar biasa Sayang, aku selalu puas menikmati tubuhmu. Sekarang aku pergi dulu, aku akan kirim uang kau pergi belanja. Minggu depan kita menikah agar aku bisa, menikmati tubuh ini setiap hari."Darma mengigit kecil puting payudara Laila. Wanita itu menjerit kecil merasakan nikmatnya."Aku tak mengantar ya Mas, aku aku langsung mandi."Darma segera memakai baju yang berserak di lantai. Kemudian dia mencium bibir Laila sebelum pergi, Laila segera menuju ke kamar mandi, begitu mendengar mobil Darma keluar dari halaman rumahnya.Untunglah kawasan tempat dia tinggal termasuk bebas. Tetangga tak ada yang kepo karena sibuk kerja, Laila menikmati mandinya tanpa menyadari, seorang pria sudah masuk ke kamarnya dan membuka semua pakaian menunggu dia keluar."Segarnya."Laila keluar dari kamar mandi dengan santai. Dia bahkan tak menyadari seorang pria tengah melihat tubuhnya, yang hanya terbalut handuk. Dia terpekik saat merasakan bekapan di mulutnya.Dia berusaha meronta, namun sayang
"Kau sudah gila Bang? Demi nafsumu kau korbankan aku."Karin mengamuk saat mendengar penjelasan Darto. Soal kenapa dia biarkan Laila menikah dengan Darma. Menurutnya sama saja siapa yang menjadi istri pria bodoh itu. Kan sama-sama ingin memiliki harta Darma."Tapi aku adik kandungmu Bang, sedangkan wanita itu orang lain. Buat apa kau mendukungnya, apa tubuhnya begitu mengairahkan? Sehingga kau menghianati aku."Darto tersenyum saat mendengar pertanyaan Karin. Kenyataanya memang begitu, dia tergila-gila pada manisnya tubuh Laila. Wanita itu bisa memuaskan dirinya berkali-kali."Kau ...."Karin melotot saat melihat senyum Darto. Dia tak menyangka pria yang dia sayangi dan andalkan, telah menikmati tubuh wanita lain."Apa wanita itu sehebat aku Bang? Sampai kau lebih memilihnya?"Karin membuka bajunya dan berdiri di hadapan Darto. Selama ini tak ada yang tau kalau mereka miliki hubungan tak lazim."Mari kita lihat siapa yang hebat dalam melayanimu? Aku atau wanita jalang itu."Karin mulai
"Bagus, kalau begitu kan kita sama-sama senang."Karin segera berpindah ke samping Darma. Tangannya mulai menyentuh tubuh pria yang akan menikahinya secara sah."Aku merindukanmu Mas."Karin memegang wajah Darma dan mencium bibirnya. Karena pergi dari rumah dalam keadaan berhasrat pada Laila. Tentu saja sentuhan Karin langsung membakar dirinya.Dengan cepat dia membalas Karin, dia melumat bibir wanita itu hingga susah bernapas. Permainan semakin panas, saat tangan Darma menyusup di balik baju Karin. Tak butuh waktu lama, Darma sudah memainkan pinggulnya di bagian intim Karin.Rintihan Karin membuat nafsu Darma meningkat naik. Jika di rumahnya Laila tengah berpacu di tubuh Darto, di tempat Lain Darma justru memacu birahinya di tubuh Karin. Keduanya melampiaskan nafsunya di tempat yang salah.Darma terus menusukkan senjatanya seolah tak mengenal lelah. Karin tersenyum karena dia merasa tak sia-sia mengunjungi gurunya, melihat betapa gagahnya Darma menghujamkan senjatanya, membuatnya teru
Sah ....Suara itu menggema setelah Fandy selesai mengucapkan ijab Qabul. Kedua orangtua memilih mempercepat pernikahan mereka, setelah tau keduanya lepas dari maut, saat seseorang merusak rem mobil Fandy.Sampai saat ini polisi masih menyelidiki pelakunya. Namun minimnya bukti dan saksi menyulitkan kerja polisi."Akhirnya kau jadi istriku May. Siapa sangka kalau kau akan menikahi anak, yang selalu kau ganggu waktu kecil."Maya mengangkat kepalanya. Dia tak mengerti dengan ucapan Fandy, pria itu tersenyum setelah selesai mencium keningnya."Tunggu dulu, siapa kau sebenarnya?"Fandy tersenyum dan mengelap hidungnya, dengan bagian belakang tangannya. Maya melotot karena dia seperti Dejavu."Kau ...?"Maya tak melanjutkan ucapannya, karena dia masih belum ingat siapa Fandy. Namun tadi sekilas bibirnya ingin menyebut sebuah nama."Parah juga ingatanmu, ternyata aku duluan yang mengingatmu. Mulai sekarang kau tak akan lagi bisa lepas dariku."Fandy tersenyum licik membuat Maya mengerutkan k
"Bagaimana Mas? Ada kabar apa dari pengacara soal gugatan harta gono-gini itu? Ini sudah sebulan lebih Lo."Laila menatap Darma yang wajahnya terlihat lelah. Aneh saja, punya istri dua tapi pria itu seperti tak punya semangat hidup."Tunggu saja Dek, Mas juga sedang menunggu hasil dari gugatan itu."Darma menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. Malas rasanya membicarakan soal gugatan itu, karena sudah dua Minggu ini dia kehilangan pengacaranya, yang ternyata kabur membawa uangnya."Apa kau tak merasa aneh Mas? Kau yang mengugat, tapi tak di minta hadir untuk persidangan. Perasaan ada yang aneh, jangan-jangan kau ditipu pengacaramu Mas."Kali ini Laila dan Karin menatap tajam ke arah Darma. Membuat pria itu jadi gugup, namun dia bisa mengendalikan dirinya."Siapa yang bilang? Pengacaraku sudah bilang kalau sidang belum di mulai, tapi sedang dalam penyelidikan. Karena banyak harta Maya yang dia sembunyikan, sudahlah tak usah ikut campur lagi, kalian terima beres saja."Darma berdiri dan meng