YUK BACA JUGA CERITA SAYA YANG BERJUDUL " ISTRIKU MINTA CERAI SETELAH AKU TAGIH HUTANGNYA"
"Bagus, kalau begitu kan kita sama-sama senang."Karin segera berpindah ke samping Darma. Tangannya mulai menyentuh tubuh pria yang akan menikahinya secara sah."Aku merindukanmu Mas."Karin memegang wajah Darma dan mencium bibirnya. Karena pergi dari rumah dalam keadaan berhasrat pada Laila. Tentu saja sentuhan Karin langsung membakar dirinya.Dengan cepat dia membalas Karin, dia melumat bibir wanita itu hingga susah bernapas. Permainan semakin panas, saat tangan Darma menyusup di balik baju Karin. Tak butuh waktu lama, Darma sudah memainkan pinggulnya di bagian intim Karin.Rintihan Karin membuat nafsu Darma meningkat naik. Jika di rumahnya Laila tengah berpacu di tubuh Darto, di tempat Lain Darma justru memacu birahinya di tubuh Karin. Keduanya melampiaskan nafsunya di tempat yang salah.Darma terus menusukkan senjatanya seolah tak mengenal lelah. Karin tersenyum karena dia merasa tak sia-sia mengunjungi gurunya, melihat betapa gagahnya Darma menghujamkan senjatanya, membuatnya teru
Sah ....Suara itu menggema setelah Fandy selesai mengucapkan ijab Qabul. Kedua orangtua memilih mempercepat pernikahan mereka, setelah tau keduanya lepas dari maut, saat seseorang merusak rem mobil Fandy.Sampai saat ini polisi masih menyelidiki pelakunya. Namun minimnya bukti dan saksi menyulitkan kerja polisi."Akhirnya kau jadi istriku May. Siapa sangka kalau kau akan menikahi anak, yang selalu kau ganggu waktu kecil."Maya mengangkat kepalanya. Dia tak mengerti dengan ucapan Fandy, pria itu tersenyum setelah selesai mencium keningnya."Tunggu dulu, siapa kau sebenarnya?"Fandy tersenyum dan mengelap hidungnya, dengan bagian belakang tangannya. Maya melotot karena dia seperti Dejavu."Kau ...?"Maya tak melanjutkan ucapannya, karena dia masih belum ingat siapa Fandy. Namun tadi sekilas bibirnya ingin menyebut sebuah nama."Parah juga ingatanmu, ternyata aku duluan yang mengingatmu. Mulai sekarang kau tak akan lagi bisa lepas dariku."Fandy tersenyum licik membuat Maya mengerutkan k
"Bagaimana Mas? Ada kabar apa dari pengacara soal gugatan harta gono-gini itu? Ini sudah sebulan lebih Lo."Laila menatap Darma yang wajahnya terlihat lelah. Aneh saja, punya istri dua tapi pria itu seperti tak punya semangat hidup."Tunggu saja Dek, Mas juga sedang menunggu hasil dari gugatan itu."Darma menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. Malas rasanya membicarakan soal gugatan itu, karena sudah dua Minggu ini dia kehilangan pengacaranya, yang ternyata kabur membawa uangnya."Apa kau tak merasa aneh Mas? Kau yang mengugat, tapi tak di minta hadir untuk persidangan. Perasaan ada yang aneh, jangan-jangan kau ditipu pengacaramu Mas."Kali ini Laila dan Karin menatap tajam ke arah Darma. Membuat pria itu jadi gugup, namun dia bisa mengendalikan dirinya."Siapa yang bilang? Pengacaraku sudah bilang kalau sidang belum di mulai, tapi sedang dalam penyelidikan. Karena banyak harta Maya yang dia sembunyikan, sudahlah tak usah ikut campur lagi, kalian terima beres saja."Darma berdiri dan meng
"Maya."Maya terkejut mendengar namanya di panggil seorang pria. Dia menarik napas kesal saat melihat Darma, dia mengerutkan keningnya, melihat penampilan Darma sekarang."Apa yang terjadi Mas? Jangan bilang kau sudah jatuh miskin setelah aku pergi. Lihat penampilanmu yang menyedihkan ini, tak sesuai dengan ucapanmu saat mengusirku dulu.""Sayang!"Darma belum sempat bicara dengan Maya, tapi Fandy sudah keburu datang. Pria itu mencium bibir istrinya, membuat Darma memalingkan wajahnya."Dia?"Fandy menunjuk pada Darma, dia tau siapa pria di depannya. Jadi dia segera memeluk pinggang istrinya."Maaf bung, sekarang dia milikku jadi menjauhlah, kalau tidak kau akan berada dalam masalah besar."Fandy melotot pada Darma, dia tak suka pria itu berada di dekat Maya. Selain cemburu dia juga takut, sesuatu terjadi pada istrinya."Kau tak perlu cemburu Bung, asal tau saja di rumah ada dua istri yang siap melayani aku kapan saja. Istrimu tak sebanding dengan mereka, aku hanya ingin memperingatkan
[Tunggu aman sayang, kau urus suamimu. Setelah itu aku akan datang memuaskan mu.]Laila menarik napas, dia harus mencari cara untuk mengatasi Darma. Keinginan bersetubuh dengan Darto membuatnya gila."Pakai ini saja, aku sudah tak tau mau pakai cara apa lagi."Laila mengambil bungkusan kecil dari bawah tempat tidur. Dia tersenyum, kemudian menyembunyikan benda itu di saku bajunya. Dia keluar untuk melihat dimana Darma berada, saat lewat kamar Karin dia mendengar desahan wanita itu."Dasar kurangajar, dengan Darma saja dia seperti itu. Buat apa berebut Darto denganku."Laila berkata pelan sembari kembali menuju ke kamarnya. Untuk lebih aman dia menunggu Darma datang menemuinya. Dia mengambil air dalam gelas, lalu menuangkan serbuk putih itu ke dalam gelas."Maaf Mas, aku butuh pelampiasan dan itu aku dapatkan dari Darto. Kau hanya membuatku geli, setiap berhubungan intim denganmu."Laila berucap pelan lalu kembali membaringkan tubuhnya. Dia tersenyum melihat Darma masuk dan meneguk air
Prak ....Darma dan Laila terkejut, saat Karin meletakkan ponselnya di depan mereka dengan kasar. Entah apalagi yang membuat wanita itu marah-marah, Darma yang masih pusing kepalanya jadi naik pitam hingga membentak istri mudanya."Cukup Karin, aku sudah muak denganmu. Apa otakmu tak ada isinya, aku sedang pusing jangan tambahi pikiranku. Kalau tak senang kau di sini, silahkan pergi aku tak akan mencegahmu."Darma sudah kehabisan kesabaran. Dia tak lagi perduli meski Karin akan sakit hati mendengar ucapannya."Kau tak perlu balik marah padaku Mas, lihat ini dan buka matamu lebar-lebar. Bagaimana bisa Maya keluar negeri liburan, sedangkan gugatan harta gono-ginimu tak ada kabarnya."Darma meraih ponsel Karin dan mengaktifkan benda itu. Tak lama di layar terlihat aktifitas Maya yang dia unggah di I*******m, pantas saja Karin naik darah, rupanya dia iri pada mantan istri pertama suaminya."Sejak menikah kau hanya mengoyangku di rumah ini Mas, sedangkan Maya dia bisa keluar negeri, pasti m
Karin tersenyum sinis, ketika melihat cara Laila berjalan. Tentu saja dia tak penyebabnya, karena rintihan mereka terdengar hingga menjelang subuh.Apa gak sakit luar dalam, di tusuk senjata Darma dan di pukuli karena pria itu frustasi, tak mudah mengeluarkan cairan dalam tubuhnya."Bahagia sekali wajahmu Mbak. Apa begitu gagah Darma semalam? Aku dengar kau merintih tak habis-habisnya."Laila mengangkat wajahnya dan menatap Karin. Ingin rasanya dia melemparkan gelas berisi air minum ke wajah madunya, tapi dia tak mau kena masalah karena hal itu."Apa kau tau kenapa? Mas Darma seperti itu semalam. Dia bahkan seperti kuda yang tak puas mengauli aku.Karin tak menjawab, dia tetap asyik menikmati nasi goreng buatannya. Tak lama Darma datang, dia tersenyum menatap Laila. Wanita itu hanya diam melihat tatapan mata suaminya."Semalam kau hebat sayang, nanti malam lagi ya. Siang ini istirahat saja, Karin kerjakan pekerjaan rumah dan ibu jangan sampai tak kau rawat."Karin tak menjawab hanya me
"Karin apa yang kau lakukan pada wanita itu!?"Karin terkejut karena teriakan Laila. Dia bergegas melihat apa yang terjadi."Ada apa sih berisik banget? Kau menganggu tidurku tau. Di luar hujan lebat kan bagus untuk tidur tapi kau ribut melulu."Karin mengomel, sedangkan Laila hanya menunjuk pada mertuanya yang kejang-kejang."A ...apa yang terjadi? Kenapa dia kejang-kejang begitu?"Karin terlihat bingung, dia hanya menatap mertuanya dan Laila bergantian."Aku tidak tau apa yang terjadi. Tadi aku bangun karena mendengar suara dari kamar ini, ternyata wanita itu sudah di lantai dan kejang-kejang. Cepat bantu aku membawanya ke rumah sakit, taksi online sudah menunggu di depan."Plak ....Karin memukul bahu Laila, mana mungkin wanita hamil bisa mengangkat beban berat itu."Minta bantuan supir taksi, bodoh. Mana mungkin kita bisa mengangkatnya."Laila berlari memanggil sopir itu. Untung dia mau di mintai bantuan, untuk mengangkat mertuanya."Kau tunggu mas Darma di rumah. Aku yang bawa ibu
"Kalian penipu, untuk menguasai harta ibu kalian sengaja bilang bangkrut. Kalian ingin menguasai hak Aina putriku."Siti berteriak, membuat semua orang yang datang ke acara tujuh hari nenek Fandy terkejut. Mereka tak menyangka kalau wanita itu tidak memiliki sopan-santun. Membuat Hardi muak."Cukup! Hak apa yang kau maksudkan, Siti. Aina bahkan bukan darah dagingku, dia anak harammu dengan pria lain. Apa kau mau semua orang tau siapa ayah Aina? Sudah siap di hancurkan istri dan keluarga pria itu?"Siti terkejut dia tak menyangka Hardi akan semarah itu. Selama ini tak ada yang tau soal Aina selain Hardi dan orangtua Fandy, tapi sekarang Hardi siap membuka aibnya."Bagaimana?"Siti gemetar dia hanya bisa menatap Hardi tanpa berani untuk bicara. Dia tak siap berhadapan dengan keluarga kekasihnya, apalagi tanpa perlindungan Hardi."Sebaiknya kau pergi daripada hanya membuat omong kosong. Demi harta kau tak sadar sedang berada di mana, selama ini kau sudah enak hidup dari belaskasihan kami
"Ini gak mungkin, pasti akal-akalan kalian kan. Jangan mentang-mentang ibu tinggal bersama kalian lalu kalian berusaha menguasai hartanya."Sari terlihat marah saat pengacara keluarga datang sesuai permintaan Sari. Malas ribut orangtua Fandy menuruti permintaannya."Awalnya aku tak mau melibatkan kalian. Sayangnya kau terlalu serakah Sari, apa boleh buat segera kosongkan rumah yang kalian tempati, karena itu termasuk harta ibu yang di gadaikan. Bahkan rumah ini sudah bukan milik ibu lagi, hutang dan kesombongan membuat semuanya hilang."Kali ini Maya dan Fandy tak berani bersuara. Mereka lebih memilih untuk mendengarkan para orangtua yang bicara, agar tak terjadi keributan yang lebih panjang."Bagaimana Har? Apa kau siap bicara pada wanita ini? Wanita yang tak sadar siapa dirinya. Hanya mantan tapi masih merasa berkuasa, aku rasa sudah waktunya kau buang dia, daripada menyusahkan mu terus-menerus."Maya dan Fandy terkejut begitu juga dengan Sari. Wanita itu tak menyangka akan mendapat
"Setelah ibu meninggal akhirnya kalian datang juga. Begitu inginnya kalian mendapat warisan ibu."Baru saja masuk ke rumah, belum juga mendudukan bokong ke kursi. Susah terdengar ucapan pedas seorang wanita."Maksud Tante Sari apa ya? Kenapa bicara soal warisan? Saat nenek belum genap tiga hari meninggal."Fandy yang terkejut langsung menatap istri adik papanya. Mereka memang tak dekat, bahkan saat dia dan Maya menikah tak ada keluarga papanya yang datang. Sepertinya dia tau sebabnya."Heran saja, sejak ibu sakit tak ada kalian datang menjenguk tapi begitu dia meninggal cepat sekali datang pasti menginginkan harta warisan kan? Sudahlah aku bisa menebaknya dengan mudah."Fandy terlihat mengepalkan tangan, tentu dia emosi mendengar tuduhan Tantenya. Namun tidak dengan Maya, wanita itu terlihat santai sekali membuat Fandy heran dan juga bingung."Sayangnya Tante salah besar. Kami berdua tak membutuhkan warisan dari siapapun, asal tau aja kami berdua sudah memiliki dua perusahaan besar un
Fandy dan Maya duduk menghadap gundukan tanah merah yang masih basah. Di sana terbaring seorang wanita yang pernah merusak pernikahan mereka, wanita yang hingga akhir hayatnya tak sempat meminta maaf pada Fandy Maya."Sudah siang, kita pulang sekarang. Papa dan mama ingin bicara dengan kita."Fandy menautkan jari tangan pada tangan sang istri. Dia tau Maya masih belum bisa percaya pada kedua orangtuanya, setelah mereka sempat melakukan kesalahan pada wanita itu."Berapa lama kita di sini, Mas? Apa bisa aku pulang duluan? Rasanya tak nyaman berada di sini apalagi ada Hera."Maya terlihat tak nyaman tapi Fandy juga tak mungkin membawa istrinya pulang sekarang. Apa kata orang kalau mereka pulang, mereka saja datang setelah tiga hari kematian sang nenek. Jadi gak pantas kalau langsung pergi."Tenang ada aku bersamamu. Lagipula mama dan papa kan sudah meminta maaf, apa salahnya kita beri mereka kesempàtan, jangan sampai kejadian yang di alami nenek terjadi pada orangtua ku juga.""Apa kau
Kedua pasangan itu berciuman dengan panas. Mereka bahkan lupa berada di mana saat itu, Sandoro benar-benar bahagia, saat gadis yang dia cintai membalas perasaannya. Sandoro menarik tangan gadis yang baru satu jam yang lalu menerima cintanya. Mereka duduk di kursi ruangan Maya, posisi duduk mengangkang kekasihnya, membuat milik lelaki itu semakin tegang. Apalagi wanita itu justru duduk di pangkuannya, jelas membuat miliknya semakin membesar."Ah ....Pak milikmu menusuk milikku."Gadis itu terkejut hingga melepaskan ciuman di bibir kekasih barunya. Pria itu tersenyum dan meremas pantatnya."Mau buka celana dalammu? Agar dia bisa benar-benar masuk dan membuatmu merasakan nikmatnya."Gadis itu mengerjabkan matanya. Seperti berpikir antara takut dan ingin merasakan, benda besar yang menusuk miliknya. Perlahan dia bangun dari pangkuan Sandoro, menatap mata kekasihnya lalu membelai wajah pria yang tengah memejamkan mata itu, dia tau Sandoro tengah berusaha menetralkan panas di tubuhnya."Maa
"Hai ...mau kemana kau?"Sandoro dan bapak Maya terkejut, saat melihat Fandy berdiri menuju pintu kamar yang di tempati istrinya."Aku rela menerima rasa sakit yang di berikan istriku, tapi aku tak bisa tetap diam saat dia merasakan sakit, karena apa yang dia pikirkan apalagi semua itu tidak benar."Fandy membuka pintu dan menemukan sorot mata dingin dan penuh rasa kecewa. Perlahan dia mendekat dan bersiap, seandainya sang istri kembali menyerangnya."Kau bisa memukul atau menamparku jika itu membuatmu lega, Yank. Aku memang bodoh, hingga tanpa sadar terus membuatmu terluka dan kecewa. Hanya saja kau harus tau, aku mencintaimu tak ada wanita lain yang bisa menggantikan cinta itu. Lagipula apa yang kau pikirkan? Hingga jatuh pingsan sebelum Sandoro bicara. Apa mungkin itu bawaan bayi kita, yang sudah berkembang di rahimmu? Mungkin dia juga ikutan marah, karena mamanya berpikir papanya melakukan kesalahan lagi."Maya terlihat bingung dengan apa yang suaminya bilang. Mata wanita itu ber
Maya mengeliat merasakan sakit di kepalanya. Rasa pusing membuatnya tak sadar apa yang sudah terjadi padanya, perlahan dia terdiam saat otaknya mulai menginggat apa yang sudah terjadi."Sayang, syukurlah kau sudah sadar."Plak ...brak ...."Pergi! Aku tak mau melihatmu lagi!"Maya berteriak setelah menampar suaminya. Dia mulai membanting barang-barang yang ada di meja, pikiran dalam kepala membuatnya marah. Raut wajah Sandoro dan tatapan pria itu membuatnya menerka, apa yang sudah di lakukan Fandy."Sialan kau Mas. Percuma aku beri kau kesempatan berulang kali, ternyata kau membuatku seperti perempuan bodoh. Keluar, aku akan menggugat ke pengadilan agama kita bercerai!""Cukup Maya!"Maya tersentak saat mendengar teriakan bapaknya dari depan pintu. Wanita itu menangis histeris, karena mengira semua orang membodohinya termasuk orangtuanya."Bapak tenang dulu, sayang tenang dan dengarkan aku.""Tidak! Semua sudah jelas. Jadi pergi kalian semua, aku tak mau mendengar atau melihat kalian
"Kau yakin wanita itu ada di tempat yang kau katakan? Bersama pak Cakra Kusuma juga."Maya menatap Sandoro, untuk memastikan kalau laporan pria itu tak salah."Yakin, aku sudah memastikannya langsung dengan sekretaris pak Cakra. Wanita itu ingin menawarkan kerjasama dengan pak Cakra."Maya mengelengkan kepala sembari menatap Sandoro. Dia heran, bagaimana pria itu bisa mendapat informasi secepat itu."Rayuan ku tak pernah gagal May. Kau mau membuktikannya?"Plak ....Maya memukul bahu Sandoro. Pria itu memang suruhan Maya tapi dia bukan pegawai Maya, jadi dia masih bisa bicara dengan santai pada wanita itu."Masih ada satu lagi kejutanku untukmu May. Kau pasti suka, tak perlu mengeluarkan tenaga untuk memberi wanita itu pelajaran, cukup dengan Vidio ini."Sandoro mengirim sebuah Vidio ke nomor Maya. Wanita itu membukanya dan terkejut, dengan wajah merah dia menatap Sandoro."Sial kau, kenapa tak mengingatkan aku soal Vidio mesum ini?"Maya mengusap wajahnya dia jadi malu pada Sandoro k
"Seorang janda yang melanjutkan usaha suaminya. Sayang isi otaknya tak terlalu bagus, jadi perusahaan tak berjalan baik justru mendekati bangkrut. Irvan menjanjikan suntikan dana dengan syarat membantu Fira menjebak suamimu."Maya mengepalkan tangan ternyata dugaannya benar. Ada yang aneh dengan wanita yang ingin bekerjasama dengan Fandy."Bagus kalau begitu terus awasi dia. Aku sendiri yang akan memberinya pelajaran, kalau dia tak boleh macam-macam dengan milikku."Sandoro adalah orang yang diminta Maya mengawasi wanita yang memasukkan obat perangsang dalam minuman Fandy. Pria itu begitu cekatan, hingga dalam waktu singkat sudah meletakkan informasi yang dia minta di atas meja kerjanya."Ngomong-ngomong, bagaimana kabar suamimu? Aku dengar dia membenturkan kepala, agar tak menyentuh wanita itu."Maya menarik napas saat mendengar pertanyaan Sandoro. Bicara soal Fandy, Maya belum menemui suaminya lagi sejak semalam. Dia masih kesal dengan kebodohan suaminya."Yah begitulah. Dia masih d