Terima kasih telah mengikuti cerita ini. Dukung terus dengan cara memberikan ulasan bintang lima dan GEMS sebanyak-banyaknya.
Prak ....Darma dan Laila terkejut, saat Karin meletakkan ponselnya di depan mereka dengan kasar. Entah apalagi yang membuat wanita itu marah-marah, Darma yang masih pusing kepalanya jadi naik pitam hingga membentak istri mudanya."Cukup Karin, aku sudah muak denganmu. Apa otakmu tak ada isinya, aku sedang pusing jangan tambahi pikiranku. Kalau tak senang kau di sini, silahkan pergi aku tak akan mencegahmu."Darma sudah kehabisan kesabaran. Dia tak lagi perduli meski Karin akan sakit hati mendengar ucapannya."Kau tak perlu balik marah padaku Mas, lihat ini dan buka matamu lebar-lebar. Bagaimana bisa Maya keluar negeri liburan, sedangkan gugatan harta gono-ginimu tak ada kabarnya."Darma meraih ponsel Karin dan mengaktifkan benda itu. Tak lama di layar terlihat aktifitas Maya yang dia unggah di I*******m, pantas saja Karin naik darah, rupanya dia iri pada mantan istri pertama suaminya."Sejak menikah kau hanya mengoyangku di rumah ini Mas, sedangkan Maya dia bisa keluar negeri, pasti m
Karin tersenyum sinis, ketika melihat cara Laila berjalan. Tentu saja dia tak penyebabnya, karena rintihan mereka terdengar hingga menjelang subuh.Apa gak sakit luar dalam, di tusuk senjata Darma dan di pukuli karena pria itu frustasi, tak mudah mengeluarkan cairan dalam tubuhnya."Bahagia sekali wajahmu Mbak. Apa begitu gagah Darma semalam? Aku dengar kau merintih tak habis-habisnya."Laila mengangkat wajahnya dan menatap Karin. Ingin rasanya dia melemparkan gelas berisi air minum ke wajah madunya, tapi dia tak mau kena masalah karena hal itu."Apa kau tau kenapa? Mas Darma seperti itu semalam. Dia bahkan seperti kuda yang tak puas mengauli aku.Karin tak menjawab, dia tetap asyik menikmati nasi goreng buatannya. Tak lama Darma datang, dia tersenyum menatap Laila. Wanita itu hanya diam melihat tatapan mata suaminya."Semalam kau hebat sayang, nanti malam lagi ya. Siang ini istirahat saja, Karin kerjakan pekerjaan rumah dan ibu jangan sampai tak kau rawat."Karin tak menjawab hanya me
"Karin apa yang kau lakukan pada wanita itu!?"Karin terkejut karena teriakan Laila. Dia bergegas melihat apa yang terjadi."Ada apa sih berisik banget? Kau menganggu tidurku tau. Di luar hujan lebat kan bagus untuk tidur tapi kau ribut melulu."Karin mengomel, sedangkan Laila hanya menunjuk pada mertuanya yang kejang-kejang."A ...apa yang terjadi? Kenapa dia kejang-kejang begitu?"Karin terlihat bingung, dia hanya menatap mertuanya dan Laila bergantian."Aku tidak tau apa yang terjadi. Tadi aku bangun karena mendengar suara dari kamar ini, ternyata wanita itu sudah di lantai dan kejang-kejang. Cepat bantu aku membawanya ke rumah sakit, taksi online sudah menunggu di depan."Plak ....Karin memukul bahu Laila, mana mungkin wanita hamil bisa mengangkat beban berat itu."Minta bantuan supir taksi, bodoh. Mana mungkin kita bisa mengangkatnya."Laila berlari memanggil sopir itu. Untung dia mau di mintai bantuan, untuk mengangkat mertuanya."Kau tunggu mas Darma di rumah. Aku yang bawa ibu
Matanya melotot saat melihat seorang pria membekap mulutnya. Pria itu menghempaskan dirinya di tempat tidur dan berusaha membuka celana dalamnya.Dia tersentak, saat benda itu melesak masuk ke dalam tubuhnya. Laila belum tau siapa pria itu dan kenapa bisa masuk ke rumahnya, tapi dari caranya menghentakkan miliknya, dia tau kalau pria itu juga meminum teh di atas meja.Dengan pasrah dia menerima, perlakuan pria itu pada tubuhnya. Tamparan mulai dia terima, saat tubuh pria itu mulai bergerak liar menghujamkan senjatanya. Rasa sakit dan nikmat membuat Laila merintih, hingga pria itu jatuh terkulai dan pingsan.Laila berusaha menyingkirkan tubuh pria itu dari atas tubuhnya. Kemudian mencari ponsel Darma untuk menghubungi Diki. Dia terkejut saat mendengar nada panggil, dari tumpukan baju pria yang masih pingsan."Mas Diki?"Laila menutup mulutnya dengan tangan. Dia tak mengira kalau pria yang baru saja mengagahinya adalah Abang iparnya."Ini benar-benar luar biasa."Laila tersenyum karena d
"Datang juga kau, Binatang."Plak ....Darma terkejut saat mendapat tamparan dari Diki. Dia tak siap karena begitu membuka pintu langsung mendapatkan bogem mentah di wajahnya."Apaan sih Mas? Tentu saja aku baru datang. Apa kau tak tau kalau aku di tahan polisi?"Darma berkata dengan nada kesal. Bisa-bisanya Diki memukulnya di saat dia baru sampai untuk menjenguk ibunya."Aku tau kau di tahan polisi, apa kau tak berpikir sebelum berbuat bodoh? Sekarang jawab aku, untuk apa kau jual rumah ibu, terus uangnya mana?"Darma terdiam karena uang rumah sudah habis, untuk membayar pengacara palsu itu."Jangan bilang kau masih bermimpi untuk mendapat harta gono-gini dari Maya. Sadar diri Dar, mana ada harta bersama yang bisa di bagi. Sedangkan harta yang kau incar itu, warisan atau milik orangtua Maya."Darma terkejut saat mendengar ucapan Diki, namun dia masih berkeras kalau ada haknya di harta milik Maya."Susah kalau bicara dengan manusia berotak udang. Heran aku Dar, apa yang kau pelajari sa
Begitu sampai di mobil, Diki langsung melumat bibir Laila. Wanita itu dengan tanpa malu membalas lumayan bibir abang iparnya. Dia merintih saat tangan Diki mulai merayap di balik bajunya dan meremas benda kenyal di dadanya."Mas jangan disini, kita pulang sekarang."Dengan suara serak Laila mengajak Diki pulang. Pria itu segera melajukan mobilnya dia tak membuat Laila diam, tangannya membawa tangan wanita itu untuk membelai senjatanya yang sudah berdiri di tempatnya.Desahannya terus terdengar, sembari matanya menatap jalanan untuk menuju ke rumah Darma. Dengan gila dia menarik kepala Laila, agar bibirnya melakukan sesuatu pada senjatanya."Hisap sayang agar tetap tegak sampai rumah. Sebentar lagi kita sampai, aku sudah tak tahan lagi."Bujang lapuk itu benar-benar mengila, seiring hisapan dari mulut Laila. Tangan kirinya tak mau diam dia meremas dada adik iparnya dengan pelan."Kita sampai sayang, cepat turun rapikan dulu bajumu."Diki segera keluar, dia menutupi senjatanya dengan map
"Mas, tutup mulutnya. Malu di lihat tamu, pengantin masih sore sudah ngantuk."Fandy tersenyum melihat istrinya bersemu merah, karena beberapa orang tamu melihat ulahnya."Sepertinya pengantin pria sudah tidak sabar masuk kamar. Biasanya kuat begadang mengurus kerjaan, ini duduk di pelaminan bisa mengantuk."Maya semakin tersipu malu, mendengar ucapan teman-teman Fandy. Pria itu tersenyum seolah tak masalah meski mendengar sindiran itu."Fan, bawa istrimu masuk. Sudah mulai sepi biar Maya bisa istirahat, setelah seharian di pelaminan."Fandy segera mengajak Maya masuk ke kamar, setelah mamanya memberi perintah. Dia tak mau buang-buang waktu, sebelum wanita yang melahirkan dirinya berubah pikiran."Tunggu Fan."Fandy menarik napas lalu menarik tubuh istrinya. Sang mama tertawa melihat tingkahnya."Mas, apa-apaan sih? Malu di lihat orang."Fandy tak memperdulikan ucapan Maya. Dia segera membaringkan tubuhnya di tempat tidur yang sudah di hias sedemikian rupa."Sayang, kemarilah."Fandy m
"Hebat, masih belum kalah juga. Tunggu satu atau dua hari, kau pasti takluk padaku."Maya tertawa sembari mencium bibir suaminya. Dia bergegas ke kamar mandi, karena jam menunjukan waktu menjelang subuh."Stop, tunggu disini. Aku mandi duluan karena kita harus sholat subuh. Kalau kau ikut kita tak akan keluar dari kamar mandi tepat waktu."Maya menolak tubuh suaminya, ketika melihat pria itu bergerak mau ikut ke kamar mandi. Maya harus mandi junub sebelum sholat subuh."Mas, aku sudah selesai. Ayo bangun dan mandi."Maya membuka lemari untuk mengambil baju. Matanya melotot melihat isi lemari itu, Fandy heran melihat istrinya mematung. Dia mencoba membuka lemari, karena Maya menutupnya dengan cepat setelah melihat Fandy mendekat."Pergi mandi sekarang, aku tunggu untuk sholat subuh. Ingat ini pertama kalinya Mas Fandy menjadi imam."Fandy berbalik namun dengan cepat dia membuka lemari. Matanya melotot sama seperti Maya tadi."Siapa orang yang membeli baju kurang bahan sebanyak ini? Tak